Histori harga asii di tahun 2022 berapa

JAKARTA, investor.id – Harga saham PT Astra International Tbk (ASII) dinilai masih undervalued atau murah, mengingat price to earning ratio (PER) Astra sebesar 12,37 kali atau jauh di bawah PER emiten lain di subsektor otomotif dan komponennya, seperti PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) yang mencapai 49,89 kali, PT Garuda Metalindo Tbk (BOLT) 32,35 kali, dan PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) 30,57 kali. Adapun PER market mencapai 16,6 kali.

Selain Astra International, harga saham sejumlah anak usaha perseroan juga tergolong murah. Misalnya PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dengan PER sebesar 10,85 kali dan PT United Tractors Tbk (UNTR) 8,76 kali.

Dengan demikian, saham Astra International atau ASII masih prospektif. Harga ASII berpeluang menguat ke level Rp 8.500 dari saat ini Rp 7.125.

Selain peningkatan kinerja seiring pemulihan ekonomi nasional, komitmen dan konsistensi Astra dalam menerapkan ESG (environmental, social, and governance) di semua lini bisnis juga dapat membantu kenaikan harga ASII. Sebab manajer investasi global mulai mempertimbangkan faktor kekinian seperti implementasi ESG dalam menentukan valuasi saham sebuah perusahaan.

Jika target harga Rp 8.500 tercapai, maka kapitalisasi pasar (market cap) Astra International bakal menjadi Rp 344,1 triliun atau melonjak 19,3% dari saat ini yang sebesar Rp 288,45 triliun. Rekor tertinggi market cap Astra International dalam rentang 10 tahun terakhir mencapai Rp 370,42 triliun pada 21 April 2017 atau di peringkat empat.

Baca juga: Dahsyat, Laba Bersih Astra International (ASII) Melonjak 84% Pada Kuartal I 2022

Presiden Direktur Astra International Djony Bunarto Tjondro menyatakan, fund manager global saat ini mulai mempertimbangkan faktor kekinian seperti implementasi ESG dalam menentukan valuasi saham sebuah perusahaan. Meski demikian, Djony menggarisbawahi bahwa itu bukan tujuan utama perseroan. “Jadi, bukan semata-mata kami ingin meng-address masalah harga saham. Harga saham (memang) merupakan satu ukuran, tetapi bukan satu-satunya ukuran,” kata dia dalam kegiatan media visit ke kantor BeritaSatu Media Holdings (BSMH) di Jakarta, Jumat (20/5/2022).

Bagi Astra, lanjut Djony, yang terpenting adalah bisa memastikan setiap bisnis unit grup bergerak baik dan seirama, mempunyai fundamental yang kuat, serta memiliki tingkat efisiensi dan produktivitas yang baik pula. “(Sehingga), semuanya bisa memberikan return yang baik kepada shareholder. Dengan ESG dan perseroan masuk ke TCFD (Task Force on Climate-related Financial Disclosures) atau standar pelaporan keberlanjutan internasional, mudah-mudahan bisa membawa berkah harga saham yang lebih baik,” ucap dia.

Seiring dengan adanya perubahan dan peta jalan yang sudah dibuat perseroan terkait energi baru terbarukan (EBT) dan ESG, Djony optimistis, Astra akan mampu merealisasikan proses transisi ini. Melalui transisi tersebut, perseroan ingin memperlihatkan satu citra positif bukan hanya bagi Astra tetapi juga Indonesia. “(Citra positif) bahwa ada korporasi di Indonesia yang memang concern dan nyata melakukan sesuatu untuk ESG,” ucap dia.

Karena komitmennya dalam mengimplementasikan prinsip ESG, Grup Astra selama ini dikenal sebagai konglomerasi di Indonesia yang patuh terhadap ESG. Beberapa standar ESG seperti proses regenerasi dan proporsi emansipasi wanita di level manajemen juga terbilang baik. Bahkan, laporan keberlanjutan (sustainability report) sudah dilakukan Astra sejak 2009 silam, jauh sebelum tren ESG menjadi topik perbincangan korporasi di Tanah Air dan penyampaian laporan itu diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui POJK 51 /POJK.03/2017.

Baca juga: BEI: Performa Empat Indeks ESG Ungguli LQ45

ESG adalah pedoman dasar tata kelola bagi sebuah perusahaan dalam menjalankan investasi dan bisnis berdasarkan sejumlah kriteria utama. Kriteria ini meliputi hubungan perusahaan dengan lingkungan sekitar (environment), masyarakat luas (social), hingga manajemen yang transparan (governance). Tujuan ESG adalah untuk mengukur dampak sosial dan keberlanjutan dari investasi dan bisnis yang dilakukan perusahaan.

Djony mengungkapkan, dalam setahun terakhir, perseroan menargetkan untuk memiliki konsep tata kelola keberlanjutan (sustainability) yang dapat mendukung bisnis perusahaan di masa mendatang. “Banyak yang sudah kami lakukan dalam persiapannya. Misalnya, bagaimana kami melakukan transisi untuk memastikan Astra turut andil sebagai bagian dari ekosistem Indonesia dan global untuk berpartisipasi aktif mewujudkan satu tatanan ESG yang lebih baik ke depan,” jelas dia.

Selain itu, ia menambahkan, langkah tersebut sekaligus untuk menjawab pihak internasional terkait peran Astra dalam hal tata kelola perusahaan yang berkelanjutan. Hal ini tidak lepas dari beberapa bisnis unit perseroan saat ini dipandang sebagai bisnis yang kurang bersih. Sehingga ini pula yang kemudian menjadi dasar bagi perseroan mulai melakukan transisi menuju bisnis yang lebih bersih (green economy).

Semua Lini Usaha

Meski begitu, Djony menuturkan, transisi dari energi fosil menuju energi baru terbarukan (EBT) ini mustahil dapat terwujud dalam waktu singkat. Belum lagi, perseroan juga ingin agar aspirasi ini bukan hanya menjadi aspirasi Astra sebagai holding, tetapi juga aspirasi seluruh anak perusahaan terutama yang berkontribusi besar kepada pendapatan Grup Astra. Selain itu, banyak pihak terdampak yang kepentingannya juga harus tetap dilindungi.

Tengok saja misalnya, pendapatan (income) atau profit dari salah satu anak usaha Astra, PT United Tractor Tbk (UNTR), yang kontribusi utamanya bukan disumbang oleh aset batu bara, tapi terkait dengan komoditas tersebut. “Jadi, kalau kita lihat struktur profit UNTR, kontribusi terbesar dari mining services. Kami punya alat berat, kemudian kami melakukan pengupasan tanah, melakukan aktivitas penggalian, tapi batu baranya bukan milik kami,” papar Djony.

Sejak 2009

Pada kesempatan yang sama, Direktur Astra Gita Tiffany Boer menambahkan, perseroan sudah melakukan pelaporan keberlanjutan (sustainability report) sejak 2009 dan sudah memenuhi standar yang berlaku. “Jadi, waktu POJK dikeluarkan pada 2017 dan berlaku mulai 2019, kami sudah lakukan. Dilihat dari persyaratannya juga memang sudah memenuhi karena kami mengikuti standar,” ucap Tiffany.

Adapun salah satu aspirasi yang baru saja Astra keluarkan yaitu memperkuat laporan ESG. Sebab bagaimanapun, kata dia, indeks ESG ini memiliki porsi yang banyak di sisi environment. “Jadi, kami harapkan dengan adanya sustainability aspiration 2030 ini, kami akan meningkatkan fokus terhadap lingkungan sehingga nanti dapat memperbaiki rating ESG kami,” tambah Tiffany.

Tujuh Lini Bisnis

Head of Investor Relations Astra International Tira Ardianti memaparkan, saat ini Grup Astra disokong oleh tujuh lini bisnis meliputi otomotif dengan kontribusi terhadap laba bersih grup mencapai 36%, jasa keuangan (25%), alat berat, pertambangan, konstruksi dan energi (30%), serta agribisnis (9%). Sedangkan sisanya yang meliputi lini bisnis infrastruktur dan logistik, teknologi informasi (TI), serta properti belum berkontribusi signifikan terhadap laba bersih grup.

Baca juga: Penjualan Alat Berat Melesat, Begini Prospek Saham United Tractors (UNTR)

“Itu berdasarkan pencapaian aktual 2021. Tahun 2022 kurang lebih kontribusinya tidak terlalu banyak bergeser. Kalau kita lihat tiga tahun terakhir, (pencapaian laba bersih) itu tergantung pada harga komoditas,” ucap Tira.

Hingga saat ini, bisnis Grup Astra ditopang oleh sebanyak 44 perusahaan. Lini bisnis otomotif tercatat memiliki enam perusahaan, jasa keuangan (sembilan perusahaan), alat berat, pertambangan, konstruksi dan energi (sembilan perusahaan), agribisnis (satu perusahaan), infrastruktur dan logistik (12 perusahaan), teknologi informasi (tiga perusahaan), sedangkan properti (empat perusahaan).

Untuk lini otomotif, Djony menambahkan, meski tetap tumbuh, penjualan mobil empat bulan pertama 2022 lebih menantang bila dibandingkan periode sama 2021. Ini dikarenakan besaran fasilitas pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) ditanggung pemerintah (DTP) untuk otomotif tahun ini tidak sebesar tahun lalu. Pembebasan penuh PPnBM 3% hanya berlaku untuk kuartal pertama dan terus berkurang 1% setiap kuartal hingga kembali normal pada kuartal IV-2022.

“Jadi, akan ada situasi di mana memang market otomotif akan challenging. Performa empat bulan pertama tahun ini masih naik sekitar 25% dibandingkn empat bulan pertama 2021. Artinya, sebetulnya pasar itu ada. Cuma ke depan kami juga masih waspada terhadap suplai micro chip karena situasi belum pulih dengan adanya disrupsi dari supply chain akibat peningkatan permintaan di belahan dunia lain pada saat bersamaan,” papar Djony.

Merujuk pada data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), menurut dia, bila tahun lalu penjualan mobil mencapai 887 ribu unit, tahun ini diperkirakan naik tipis 1,46% menjadi 900 ribu atau lebih. “Jadi, angkanya masih di sana. Memang tidak mudah, tapi kita masih mencoba untuk optimisitis.

Kinerja Keuangan

Sebelumnya, dalam paparannya Djony mengungkapkan, ASII mencatatkan laba bersih sebesar Rp 6,85 triliun pada kuartal I-2022. Angka itu melonjak 84% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu yang mencapai Rp 3,72 triliun. Peningkatan laba tersebut seiring dengan kinerja yang lebih baik dari semua bisnis grup, khususnya divisi alat berat dan pertambangan, otomotif, jasa keuangan, serta agribisnis.

Baca juga: Astra Agro (AALI) Siapkan Belanja Modal hingga Rp 1,3 Triliun

Sedangkan pendapatan bersih konsolidasian ASII pada kuartal I-2022 sebesar Rp 71,9 triliun, meningkat 39% dibandingkan dengan periode sama pada 2021. Nilai aset bersih per saham pada 31 Maret 2022 sebesar Rp 4.427, meningkat 4% dibandingkan posisi pada 31 Desember 2021.

Kas bersih, tidak termasuk anak perusahaan jasa keuangan Astra International, mencapai Rp 36,2 triliun pada 31 Maret 2022, dibandingkan Rp 30,7 triliun pada akhir tahun 2021. Utang bersih anak perusahaan jasa keuangan ASII sedikit meningkat dari Rp 39,2 triliun pada akhir 2021 menjadi Rp 39,3 triliun pada 31 Maret 2022.

Performa Positif

Mencermati dinamika saham Astra, Founder dan CEO Finvesol Consulting Fendy Susiyanto memperkirakan, pada tahun ini perseroan berpeluang besar untuk melanjutkan performa positif. Ini ditopang adanya transisi perseroan menuju green economy yang sejalan dengan pergerakan tren saat ini.

Sebagai perusahaan otomotif, Fendy melihat, transisi tersebut akan membentuk citra yang dapat meningkatkan valuasi saham Astra. “Mungkin, directly dari sisi keuangan kontribusinya tidak cukup besar, tetapi dari sisi image berpotensi meningkat signifikan,” ujar Fendy kepada Investor Daily.

Ia pun mengestimasi, Astra pada 2022 akan membukukan pendapatan sebesar Rp 245 triliun, tumbuh 4,9% dibandingkan pendapatan 2021 yang sebesar Rp 233 triliun. Kemudian, EBITDA sekitar Rp 40,1 triliun, EV EBITDA sekitar 6,4 kali, EPS sekitar Rp 519, price to ratio atraktif sebesar 12,5 kali, dividen yield sebesar 2,55%, serta RoE sebesar 11,8%.

Dengan demikian, bagi para trader maupun investor jangka panjang, saham Astra sangat menarik. Soalnya, bagi para trader, harga saham Astra masih memiliki ruang untuk meningkat. Sedangkan bagi investor jangka panjang, valuasi dan dividend yield Astra masih cukup atraktif di kisaran 2,5% sampai 2,55%.

Baca juga: Setelah Gojek, Sayurbox, Halodoc, Astra (ASII) Masih Punya Pipeline Start-up yang Dibidik

“Jadi, menurut saya, ASII sangat atraktif dengan valuasi katakanlah harga sekarang Rp 7.000, dengan valuasi Rp 7.800 masih ada potensi upside 10% sampai 11%. Secara fundamental, bisnis Astra International ini cukup diuntungkan dengan adanya pemulihan pandemi, lalu pemulihan harga komoditas seperti CPO dan mulai ada hasil dari sektor infrastruktur. Menurut saya, dalam waktu dua sampai lima tahun ke depan, Astra akan mengalami potensi peningkatan yang signifikan,” papar dia.

Hal senada disampaikan Head of Investment PT Reswara Gian Investa Kiswoyo Adi Joe . Dia memprediksi, saham Astra pada tahun ini akan berada di atas Rp 8.000 dan akan menjadi salah satu saham penggerak indeks harga saham gabungan (IHSG). Kenaikan ASII akan tercermin dari kenaikan IHSG. Sehingga, jika IHSG mengalami penguatan, maka bisa dipastikan saham Astra juga akan menguat.

Menurut Kiswoyo, valuasi Astra saat ini bisa dibilang wajar, meskipun masih relatif murah. Hanya saja yang menjadi catatan, jika harga saham ASII pada tahun ini mampu menyentuh 8.500 berarti sudah cukup lumayan sebagai saham penggerak IHSG. “Kalau ASII itu tahun ini minimal ada angka Rp 8.500 harusnya bisa tercapai. Jadi kira-kira Rp 8.000 itu lewat,” ucap Kiswoyo.

Adapun terhadap saham Grup Astra lainnya seperti UNTR, Kiswoyo memprediksi, pada tahun ini harga sahamnya bisa melewati Rp 30 ribu seiring dengan membaiknya harga komoditas batu bara. Kemudian, AALI pada tahun ini berpotensi mencapai Rp 15 ribu tergantung dari harga CPO. Kemudian AUTO diprediksi bisa menyentuh level Rp 1.300, ASGR sekitar Rp 1.100, sedangkan Acset Indonusa (ACST) diproyeksi hanya mampu bergerak di kisaran Rp 180-an.

“Jadi, kalau dilihat secara keseluruhan kinerja Grup Astra memuaskan sesuai dengan ekonomi kita yang tahun ini sudah mulai pulih. Jadi, kalau mau lihat ekonomi Indonesia pulih atau tidak, kita lihat saja laporan keuangan Astra. Kalau laporan Astra net profit-nya dan pendapatannya bisa naik, berarti ekonomi kita benar-benar tumbuh,” ujar Kiswoyo kepada Investor Daily.

Pasalnya, lanjut dia, 50% lebih pendapatan Astra disokong otomotif, sehingga ketika ekonomi mulai menunjukkan pemulihan, maka sektor otomotif juga membaik yang akan terefleksi dari peningkatan pendapatan dan laba bersih Astra “Ini otomatis juga bakal mengerek valuasi perseroan,” tandas dia.

Optimistis Capai Target

Gaikindo mencatat, secara nasional, penjualan mobil baru baik secara wholesales maupun retail pada April 2022 lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya. Meski demikian, Gaikindo tetap optimistis target penjualan sebesar 900 ribu unit masih dapat tercapai pada akhir tahun ini.

Berdasarkan data Gaikindo, penjualan mobil kategori wholesales atau penjualan pabrik ke dealer, tercatat turun 15,9% pada April menjadi 82.877 unit dari Maret 2022 yang sebesar 98.544 unit. Selain itu, penjualan ritel atau penjualan mobil dari dealer ke konsumen pada April juga tercatat turun 9,3% menjadi 81.615 unit dari bulan sebelumnya yang berjumlah 89.965 unit.

Baca juga: Borong 30 Juta Saham, Astra (ASII) Masuk Jadi Investor Medikaloka Hermina (HEAL)

Ketua I Gaikindo Jongkie D Sugiarto mengatakan, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan turunnya penjualan pada April 2022. Dia menyebut, salah satunya yakni karena berakhirnya insentif PPnBM DTP pada Maret 2022, khususnya untuk mobil non-Low Cost Green Car (LCGC) dengan harga di bawah Rp 250 juta.

Selain itu, penurunan penjualan pada April juga terjadi lantaran terbatasnya aktivitas produksi dan dealer selama bulan puasa ditambah lagi dengan adanya libur Lebaran. “Relaksasi PPnBM berakhir di bulan Maret, sedangkan bulan April kan bulan Puasa, lalu mulai libur Lebaran,” kata Jongkie kepada Investor Daily.

Meski mengalami penurunan, namun penjualan April 2022 masih lebih baik dibandingkan periode yang sama 2021. Untuk kategori wholesales pertumbuhan penjualan April 2022 mencapai 5% (year on year/yoy), sedangkan untuk ritel sebesar 2,7% (yoy). Sedangkan jika dilihat sepanjang tahun hingga April (year to date/ytd), penjualan pada 2022 telah mencapai sebanyak 346.849 unit. Realisasi tersebut melonjak 30,43% dari periode yang sama tahun lalu yang tercatat sejumlah 265.934 unit. (ris/ns)

Editor : Jauhari Mahardhika ()

Sumber : Investor Daily

Histori harga asii di tahun 2022 berapa

Berapa besar dividen ASII?

Pada 20 Mei lalu, Astra International juga telah membagikan dividen tunai senilai Rp 9,67 triliun untuk tahun buku 2021. Dividen yang dibagikan tersebut mencapai 47% dari laba bersih 2021 yang sebesar Rp 20,2 triliun.

Kapan pembagian dividen ASII?

Adapun tanggal cum dividen interim tersebut di pasar reguler dan negosiasi adalah pada 11 Oktober 2022. Lalu Kemudian tanggal ex dividen di pasar reguler dan negosiasi adalah 12 Oktober 2022. Sementara jadwal ex dividen interim di pasar tunai adalah pada 14 Oktober 2022.

PT Astra International milik siapa?

Per 30 Juni 2018, mayoritas saham Astra dimiliki oleh Jardine Cycle & Carriage Ltd., yakni sebesar 50,11%.

PT Astra Group itu pabrik apa?

PT Astra Group adalah perusahaan yang bergerak dibidang automotive yang memproduksi spare part kendaraan ringan dan berat , yang beralamat selection dibekasi jawa barat .