Hal-hal apa saja yang mengalami perubahan dari Undang Undang Dasar negara Republik Indonesia Tahun 1945?

Jakarta -

Undang-undang Dasar 1945 atau UUD 45, merupakan hukum dasar tertulis oleh konstitusi pemerintahan Indonesia. UUD 45 disahkan sebagai Undang-undang Dasar pada 18 Agustus 1945.

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia dibuat pada 1 Juni sampai 18 Agustus 1945, dan disahkan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Pada 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali amandemen atau perubahan secara resmi, yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.

Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 16 bab, 37 pasal, 194 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan. Dalam Risalah Sidang Tahunan MPR 2002, diterbitkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah, sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi tanpa ada opini. Bagaimana sejarah mengenai UUD 1945 hingga pada periode perubahannya ?

Berikut Sejarah awalnya

Sejarah Awal

Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dibentuk pada 29 April 1945 yang merupakan badan penyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama berlangsung, mulai pada 28 Mei hingga 1 Juni 1945, Ir. Sukarno menyampaikan gagasan tentang 'Dasar Negara' yang diberi nama Pancasila.

Pada 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk panitia sembilan untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat 'dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya' , maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah pembukaan UUD 1945. Disahkan pada 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Pada 29 Agustus 1945, pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Naskah rancangan UUD 1945 disusun pada masa sidang ketua Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). Masa sidang ke-2 pada 10-17 Juli 1945 dan Pada 18 Agustus 1945 PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-undang Dasar Republik Indonesia.

Adapun periode berlaku UUD 1945 hingga Periode Perubahan UUD 1945 :

1. Periode Berlakunya UUD 45 (18 Agustus 45 - 27 Desember 49)

Pada 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya, karena Indonesia disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X, pada 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa kekuasaan legislatif diserahkan kepada Komite Nasional Indoesia Pusat (KNIP), karena MPR dan DPR belum terbentuk. Pada 14 November 1945, dibentuk Kabinet Semi-Presidensial (Semi Parlementer) yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan perubahan pertama dari sistem pemerintah Indonesia terhadap UUD 1945.

2. Periode Berlakunya Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 49 - 17 Agustus 50)

Pada masa ini, sistem pemerintahan Indonesia adalah parlementer. Bnetuk pemerintahan dan bentuk negaranya federasi yaitu negara yang di dalamnya terdiri dari negara-negara, yang masing-masing memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam negerinya. Hal ini merupakan perubahan UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa Indonesia adalah Negara Kesatuan.

3. Periode UUDS 1950 (17 Agustus 50 - 5 Juli 59)

Pada periode UUDS 1950, diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal. Pada periode ini kabinet silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya.

Rakyat Indonesia kemudian sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok karena aturan pokok itu mengatur bentuk negara, bentuk pemerintahan, dan sistem pemerintahan Indonesia.

4. Periode Kembalinya ke UUD 1945 (5 Juli 59 - 1966)

Pada Sidang Konstituante 1959, banyak kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru. Maka pada 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya, memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-undang Dasar Sementara 1950.

Namun dalam pelaksanaanya ada 2 penyimpangan UUD 1945, di antaranya :

  • Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta wakil ketua DPA menjadi Menteri Negara.
  • MPRS menetapkan Sukarno sebagai presiden seumur hidup.

5. Periode UUD 1945 Masa Orde Baru (11 Maret 66 - 21 Mei 1998)

Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945, dan Pancasila secara murni dan konsekuen.

Pada masa Orde Baru, UUD 1945 menjadi konstitusi yang sangat 'sakral', di antara melalui sejumlah peraturan :

  • Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya.
  • Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
  • Undang-undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983.

6. Periode 21 Mei 1998 - 19 Oktober 1999

Pada masa ini dikenal dengan masa transisi, yaitu masa sejak Presiden Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie sampai dengan lepasnya Provinsi Timor Timur dari NKRI.

7. Periode Perubahan UUD 1945

Tujuan perubahan UUD 1945 adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan di antaranya tidak mengubah pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan kesatuan, serta mempertegas sistem pemerintahan presidensial.

Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 1-4 kali amandemen yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR :

  • Sidang Umum MPR 1999, 14-21 Oktober 1999 = Perubahan Pertama UUD 1945
  • Sidang Tahunan MPR 2000, 7-18 Agustus 2002 = Perubahan Kedua UUD 1945
  • Sidang Tahunan MPR 2001, 1-9 November 2001 = Perubahan Ketiga UUD 1945
  • Sidang Tahun MPR 2002, 1-11 Agustus 2002 = Perubahan keempat UUD 1945

Itulah sejarah awal Undang-undang Dasar 1945, Mulai dari Periode awal hingga Periode Perubahan yang mengalami 4 kali amandemen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

(erd/erd)

Oleh Yulianta Saputra, S. H.

LATAR BELAKANG

Dewasa ini banyak masyarakat Indonesia yang mengabaikan arti pentingnya Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) sebagai konstitusi di Indonesia. Bahkan bukan hanya mengabaikan, namun banyak juga yang tidak mengetahui hakekat dan makna dari konstitusi tersebut.

Terlebih di era globalisasi ini masyarakat dituntut untuk mampu memilah-milah pengaruh positif dan negatif dari globalisasi tersebut. Dengan pendidikan tentang konstitusi diharapkan masyarakat Indonesia mampu mempelajari, memahami dan melaksanakan segala kegiatan kenegaraan berlandasakan konstitusi, hingga tidak kehilangan jati dirinya, apalagi tercabut dari akar budaya bangsa dan keimanannya.

Konstitusi adalah salah satu norma hukum dibawah dasar negara. Dalam arti yang luas: konstitusi adalah hukum tata negara, yaitu keseluruhan aturan dan ketentuan (hukum) yang menggambarkan sistem ketatanegaraan suatu negara. Dalam arti tengah: konstitusi adalah hukum dasar, yaitu keseluruhan aturan dasar, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam arti sempit: konstitusi adalah Undang-Undang Dasar, yaitu satu atau beberapa dokumen yang memuat aturan-aturan yang bersifat pokok. Dengan demikian, konstitusi bersumber dari dasar Negara. Isi norma tersebut bertujuan mencapai cita-cita yang terkandung dalam dasar Negara.

Pernyataan-pernyataan tersebutlah yang membuat penulis mengangkat permasalahan ini ke dalam tema makalah. yang penulis beri judul ‘Sejarah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai Konstitusi di Indonesia.’

KILAS BALIK

Sehari pasca kemerdekaan, yakni pada tanggal 18 Austustus 1945, UUD 1945 berhasil disahkan sebagai konstitusi melalui Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI, Dokuritsu Junbi Inkai).

Sebagai negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat, etat de droit), tentu saja eksistensi UUD 1945 sebagai konstitusi di Indonesia mengalami sejarah yang panjang hingga akhirnya dapat diterima (acceptable) sebagai landasan hukum (juridische gelding) bagi implementasi ketatanegaraan di Indonesia.

Dalam sejarahnya, UUD 1945 dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juni 1945 oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau dalam bahasa jepang dikenal dengan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai yang beranggotakan 21 orang, diketuai Ir. Soekarno dan Drs. Moh, Hatta sebagai wakil ketua dengan 19 orang anggota yang terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa, 3 orang dari Sumatra dan masing-masing 1 wakil dari Kalimantan, Maluku, dan Sunda kecil. Badan tersebut (BPUPKI) ditetapkan berdasarkan maklumat gunseikan nomor 23 bersamaan dengan ulang tahun Tenno Heika pada 29 April 1945.

Badan ini kemudian menetapkan tim khusus yang bertugas menyusun konstitusi bagi Indonesia merdeka, yang kemudian dikenal dengan nama UUD’1945. Para tokoh perumus itu adalah antara lain Dr. Radjiman Widiodiningrat, Ki Bagus Hadikoesoemo, Oto Iskandardinata, Pangeran Purboyo, Pangeran Soerjohamidjojo, Soetarjo Kartohamidjojo, Prop. Dr. Mr. Soepomo, Abdul Kadir, Drs. Yap Tjwan Bing, Dr. Mohammad Amir (Sumatra), Mr. Abdul Abbas (Sumatra), Dr. Ratulangi, Andi Pangerang (keduanya dari Sulawesi), Mr. Latuharhary, Mr. Pudja (Bali), AH. Hamidan (Kalimantan), R.P. Soeroso, Abdul Wachid hasyim dan Mr. Mohammad Hasan (Sumatra).

Latar belakang terbentuknya konstitusi (UUD’45) bermula dari janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia di kemudian hari. Janji tersebut antara lain berisi “sejak dari dahulu, sebelum pecahnya peperangan asia timur raya, Dai Nippon sudah mulai berusaha membebaskan bangsa Indonesia dari kekuasaan pemerintah hindia belanda. Tentara Dai Nippon serentak menggerakkan angkatan perangnya, baik di darat, laut, maupun udara, untuk mengakhiri kekuasaan penjajahan Belanda”.

     Sejak saat itu Dai Nippon Teikoku memandang bangsa Indonesia sebagai saudara muda serta membimbing bangsa Indonesia dengan giat dan tulus ikhlas di semua bidang, sehingga diharapkan kelak bangsa Indonesia siap untuk berdiri sendiri sebagai bangsa Asia Timur Raya. Namun janji hanyalah janji, penjajah tetaplah penjajah yang selalu ingin lebih lama menindas dan menguras kekayaan bangsa Indonesia. Setelah Jepang dipukul mundur oleh sekutu, Jepang tak lagi ingat akan janjinya. Setelah menyerah tanpa syarat kepada sekutu, rakyat Indonesia lebih bebas dan leluasa untuk berbuat dan tidak bergantung pada Jepang sampai saat kemerdekaan tiba.

Pasca kemerdekaan Republik Indonesia diraih, kebutuhan akan sebuah konstitusi tampak tak bisa lagi ditawar-tawar dan harus segera diformulasikan, sehingga lengkaplah Indonesia menjadi sebuah negara yang berdaulat, tatkala UUD 1945 berhasil diresmikan menjadi konstitusi oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI, Dokuritsu Junbi Inkai).

HAKEKAT DAN MAKNA PENGESAHAN UUD 1945

Keputusan rapat paripurna PPKI sejatinya sangat krusial lantaran Konvensi Montevideo (1933) tandas menyebutkan syarat minimal eligibilitas untuk diakuinya sebuah negara disandarkan pada dua unsur. Pertama, unsur deklaratif, yakni adanya pengakuan dari negara lain, dan kedua, unsur konstitutif, sebagai anasir pokok yang meliputi adanya rakyat, wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat.

Pada 17 Agustus 1945, menurut fakta (ipso facto) kita memang menyatakan merdeka sebagai sebuah negara. Namun terkait pemerintahan yang berdaulat, dan wilayah, secara yuridis (ipso jure) sesungguhnya baru sah ‘dimiliki’ dan ‘diakui’ pada 18 Agustus 1945 melalui rapat paripurna PPKI yang menetapkan Soekarno sebagai presiden dan Mohammad Hatta selaku wakil presiden, juga menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi Republik Indonesia.

Transfigurasi konstitusi dalam hal ini (casu quo) dapat dianggap merupakan piagam kelahiran bagi negara baru (a birth certificate of new state), sehingga relasi (betrekking) konstitusi dengan negaranya amat erat berkelindan, begitu inheren, dan menjadi sesuatu yang mutlak adanya (conditio sine qua non). Tidak ada satupun negara di dunia ini yang tidak memiliki konstitusi. Bayangkan sebuah rumah tanpa fondasi. Berdiri, namun tidaklah kokoh. Begitulah personifikasi fungsi konstitusi, ia menopang dan menjamin tegak kokohnya rumah besar yang bernama negara.

Kemuliaan konstitusi itu pulalah yang menjadikannya sebagai basic law dan the higher law. Dalam konstitusi terdapat pula cakupan pandangan hidup (way of life, weltanschauung) dan inspirasi bangsa yang memilikinya. Dari dalil tersebut konstitusi kemudian dijadikan sebagai sumber hukum (source of law, rechtsbron) yang utama, sehingga tidak boleh ada satupun peraturan perundang-undangan (wettelijk regeling) yang bertentangan dengannya (in strijd zijn met de grondwet).

Kelahiran UUD 1945 pada puluhan tahun silam sesungguhnya merupakan klimaks perjuangan bangsa Indonesia sekaligus sebagai karya agung dari para pendiri bangsa (the founding fathers and mothers). Keistimewaan suatu konstitusi terdapat dari sifatnya yang sangat luhur dengan mencakup konsensus-konsensus (toestemming) tentang prinsip-prinsip (principles, beginselen) esensial dalam bernegara. Dengan demikian, maka konstitusi dapat dikatakan sebagai sebuah dokumen nasional (a national document) bersifat mulia yang notabene adalah dokumen hukum dan politik (political and legal document).

Tentang makna Konstitusi, Sri Soemantri menyebutnya sebagai dokumen formal yang berisi:

  1. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu lampau;
  2. Tingkat-tingakat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa;
  3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk waktu

     sekarang, maupun untuk masa yang akan datang, dan

  1. Suatu keinginan dengan perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa

     hendak dipimpin.

Materi substansinya antara lain adalah berupa pembagian dan pembatasan dari pada tugas ketatanegaraan secara prinsipiil, susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental, termasuk juga jaminan terhadap hak asasi manusia (human rights, mensenrechten) serta hak warga negara.

Sedangkan menurut C. F. Strong, “constitutions may be said to be collection of principle according to which the powers of the Governments the rights of the governed and the relation between the two are adjusted.” Dalam arti bahwa konstitusi dapat dikatakan sebagai suatu himpunan prinsip-prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah dan hak-hak yang diperintah serta hubungan antar keduanya.

Ekspektasinya dimaksudkan agar Indonesia kelak menjadi negara yang damai, adil, dan makmur sejalan dengan tujuan negara sebagaimana telah termaktub di dalam mukadimah atau pembukaan (preambule) UUD 1945.

PROSES PERGANTIAN DAN PERUBAHAN

Dalam perjalanan sejarah, konstitusi Indonesia telah mengalami beberapa kali pergantian baik nama, subtansi materi yang dikandungnya maupun masa berlakunya, beserta perubahan-perubahannya yakni dengan rincian sebagai berikut :

  1. Undang-undang dasar 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949);
  2. Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949-17 Agustus 1950);
  3. Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 (17 Agustus  1950-5Juli 1959);
  4. Undang-undang Dasar 1945 (5 Juli 1959-19 Oktober 1999);
  5. Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I (19 Oktober 1999-18 Agustus  2000);
  6. Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I dan II (18 Agustus 2000-9  Nopember 2001);
  7. Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I, II, dan III (9 Nopember 2001 –  10 Agustus 2002);
  8. Undang_undang Dasar 1945 dan perubahan I,II, III dan IV (10 Agustus 2002).

PERANTI BERNEGARA YANG HARUS DIKAWAL

Eksplanasi tersebut menerangkan bahwa pembentukan konstitusi sangatlah penuh dengan perjuangan. Perjalanan pencarian jati diri bangsa Indonesia berupa sejarah perubahan-perubahan konstitusi juga cukup melelahkan.

Konstitusi memang merupakan tonggak atau awal terbentuknya suatu negara dan menjadi dasar utama bagi penyelenggara negara. Oleh sebab itu, konstitusi menempati posisi penting dan strategis dalam kehidupan ketatanegaraan suatu negara. Konstitusi memberikan arahan kepada generasi penerus bangsa dalam mengemudikan negara menuju tujuannya.

Dengan demikian, Konstitusi merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang demokratis bagi seluruh warga negara. Dengan kata lain, negara yang memilih demokrasi sebagai sistem ketatanegaraannya, maka konstitusi merupakan aturan yang dapat menjamin terwujudnya demokrasi di negara tersebut sehingga melahirkan kekuasaan atau pemerintahan yang demokratis pula. Kekuasaan yang demokratis dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi perlu dikawal oleh masyarakat sebagai pemegang kedaulatan. Agar nilai-nilai demokrasi yang diperjuangkan tidak diselewengkan, maka partisipasi warga negara dalam menyuarakan aspirasi perlu ditetapkan di dalam konstitusi untuk berpartisipasi dalam proses-proses kehidupan bernegara.

Konstitusi sebagai aturan pokok bernegara (staatsgrundgesetz) niscaya haruslah mendapat pengawalan agar tidak dijadikan sebagai wahana bagi para pihak yang ingin berkuasa.

Daftar Pustaka

Buku

Beni Ahmad Saebani & Ai Waty, 2016, Perbandingan Hukum Tata Negara, Pustaka Setia, Yogyakarta.

Dahlan Thaib, Jazim Hamidi & Ni’matul Huda, 2013, Teori dan Hukum Konstitusi, Rajawali Pers, Jakarta.

Joeniarto, 2001, Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta.

Septi Nur Wijayanti & Iwan Satriawan, 2009, Hukum Tata Negara dalam Teori & Prakteknya di Indonesia, Laboratorium Hukum UMY, Yogyakrta.

Soetomo, 1993, Ilmu Negara, Usaha Nasional, Surabaya.

Sri Soemantri, 2014, Hukum Tata Negara Pemikiran dan Pandangan, Remaja Rosdakarya.

____________Konstitusi Indonesia: Prosedur dan Sistem Perubahan Sebelum dan Sesudah UUD 1945 Perubahan, Bandung, Remaja Rosdakarya.

Surat Kabar

Hendra Kurniawan, Konstitusi bagi Hidup Bernegara, Kedaulatan Rakyat,18 Agustus 2014.