Fungsi tingkat KESUKARAN soal dan DAYA PEMBEDA

Analisis tingkat kesukaran dimaksudkan untuk mengetahui apakah soal tersebut tergolong mudah atau sukar. Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukan sukar atau mudahnya sesuatu soal. (Arikunto, 1999: 207).

  • Cara Menentukan Tingkat Kesukaran Suatu Butir Tes
  1. Untuk menghitung tingkat kesukaran tiap butir soal digunakan persamaan:

Fungsi tingkat KESUKARAN soal dan DAYA PEMBEDA

 

Keterangan:

     P = indeks kesukaran,

     B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar, dan

     Jx = jumlah seluruh siswa peserta tes.

Indeks kesukaran diklasifikasikan seperti tabel berikut:

Tabel 1. Klasifikasi Tingkat Kesukaran

 

 Interval Klasifikasi 0,00 – 0,29Soal sukar 0,30 – 0,69Soal sedang 0,70 – 1,00Soal mudah

 

  1. Rumus lain yang digunakan untuk menentukan tingkat kesukaran soal uraian sama dengan soal pilihan ganda yaitu :

Fungsi tingkat KESUKARAN soal dan DAYA PEMBEDA

Keterangan:

Tk : Indeks tingkat kesukaran butir soal

SA : jumlah skor kelompok atas

SB : jumlah skor kelompok bawah

IA : jumlah skor ideal kelompok atas

IB : jumlah skor ideal kelompok bawah

 

Setelah indeks tingkat kesukaran diperoleh, maka harga indeks kesukaran tersebut diinterpretasikan pada kriteria sesuai tabel berikut:

Tabel 2. Interpretasi Tingkat Kesukaran

Indeks Tingkat KesukaranKriteria0 – 15 %

 

Sangat sukar, sebaiknya dibuang

 

16 % – 30 %

 

Sukar31 % – 70 %

 

Sedang71 % – 85 %

 

Mudah86 % – 100 %

 

Sangat mudah, sebaiknya di buang

 

 

  1. Daya Pembeda
  • Pengertian

`Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah(Arikunto, 1999 : 211).

  • Cara Menentukan Daya Pembeda Butir Tes

Daya pembeda butir soal dihitung dengan menggunakan persamaan:

Fungsi tingkat KESUKARAN soal dan DAYA PEMBEDA

(Arikunto, 1999: 213)

Keterangan :

DP: Indeks daya pembeda,

BA : banyaknya peserta tes kelompok atas yang menjawab soal dengan benar,

BB : banyaknya peserta tes kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar,

JA : banyaknya peserta tes kelompok atas, dan

JB : banyaknya peserta tes kelompok bawah

 

Kriteria indeks daya pembeda adalah sebagai berikut.

DPKualifikasi0,00 – 0,19

 

Jelek0,20 – 0,39

 

Cukup0,40 – 0,69

 

Baik0,70 – 1,00

 

Baik sekaliNegatifTidak baik, harus dibuang

 

Untuk mengetahui keberartian daya pembeda soal dilakukan dengan statistik uji-t, dengan persamaan berikut.

Fungsi tingkat KESUKARAN soal dan DAYA PEMBEDA

(Subino dalam sunardi, 2003: 27)

Keterangan :

t : Indeks Daya Pembeda (DP) antara kemampuan kelompok atas dengan kemampuan kelompok bawah,

Xa : skor rata-rata tiap item tes kelompok atas,

Xb : skor rata-rata tiap item tes kelompok bawah,

Sa : standar deviasi tiap item tes kelompok atas,

Sb : standar deviasi tiap item tes kelompok bawah,

Na: jumlah siswa kelompok atas, dan

Nb : jumlah siswa kelompok bawah.

 

Harga thitung yang dihasilkan dibandingkan dengan dengan harga ttabel dengan dk = (Na –1)+(Nb – 1) pada taraf kepercayaan 95%. Jika thitung > ttabel maka daya pembeda untuk soal tersebut adalah signifikan.

 

Persamaan lain yang dapat digunakan untuk menentukan daya pembeda yaitu :

Fungsi tingkat KESUKARAN soal dan DAYA PEMBEDA

Keterangan:

DP : Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu

SA : Jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah

SB : Jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah

IA : Jumlah skor maksimum salah satu kelompok pada butir soal yang diolah

 

Setelah indeks daya pembeda diketahui, maka harga tersebut diinterpretasikan pada kriteria daya pembeda sesuai dengan tabel berikut.

adalah pengkajian pertanyaan-pertanyaan tes agar diperoleh perangkat pertanyaan yang memiliki kualitas yang memadai. Ada dua jenis analisis butir soal, yakni analisis tingkat kesukaran soal dan analisis daya pembeda, di samping validitas dan reliabilitas. Menganalis tingkat kesukaran soal artinya mengkaji soal-soal tes dari segi kesulitannya sehingga dapat diperoleh soal-soal mana yang termasuk mudah, sedang, dan sukar.    .

Asumsi yang digunakan untuk memperoleh kualitas soal yang baik, di samping memenuhi validitas dan reliabilitas, adalah adanya keseimbangan dari tingkat kesulitan soal tersebut. Keseimbangan yang dimaksudkan adalah adanya soal-soal yang termasuk mudah, sedang, dan sukar secara proporsional. Tingkat kesukaran soal dipandang dari kesanggupan atau kemampuan siswa dalam menjawabnya, bukan dilihat dari sudut guru sebagai pembuat soal. Persoalan yang penting dalam melakukan analisis tingkat kesukaran soal adalah penentuan proporsi dan kriteria soal yang termasuk mudah, sedang, dan sukar.

Ada beberapa dasar pertimbangan dalam menentukan proporsi jumlah soal kategori mudah, sedang, dan sukar. Pertimbangan pertama adalah adanya keseimbangan, yakni jumlah soal sama untuk ketiga kategori tersebut. Artinya, soal mudah, sedang, dan sukar, jumlahnya seimbang. Misalnya tes objektif pilihan berganda dalam pelajaran matematika disusun sebanyak 60 pertanyaan. Dari ke-60 pertanyaan tersebut, soal kategori mudah sebanyak 20, kategori sedang  20, dan kategori sukar  20. Pertimbangan kedua proporsi jumlah soal untuk ketiga kategori tersebut didasarkan atas kurva normal. Artinya, sebagian soal berada dalam kategori sedang, sebagian lagi termasuk ke dalam kategori mudah dan sukar dengan proporsi yang seimbang.

      Perbandingan antara soal mudah-sedang-sukar bisa dibuat 3-4-3, artinya 30 % soal kategori mudah, 40 % kategori sedang, dan 30 % kategori sukar. Perbandingan lain yang termasuk sejenis dengan proporsi di atas misalnya 3-5-2. Artinya, 30 % soal kategori mudah, 50 % kategori sedang, dan 20 % kategori sukar.

      Cara melakukan analisis untuk menentukan tingkat kesukaran soal adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut :


    I = B

         N


I     =    indek kesulitan untuk setiap butir soal

B    =    banyaknya siswa yang menjawab benar setiap butir soal

N   =    banyaknya siswa yang memberikan jawaban pada soal yang dimaksudkan

Kriteria yang digunakan adalah makin kecil indeks yang diperoleh, makin sulit soal tersebut. Sebaliknya, makin besar indeks yang diperoleh, makin mudah soal tersebut. Kriteria indeks kesulitan soal itu adalah sebagai berikut :

0    -     0,30          = soal kategori sukar.

0,31 -   0,70          = soal kategori sedang.

0,71 -   1,00           = soal kategori mudah.

Contoh :

Guru IPS memberikan 10 pertanyaan pilihan berganda dengan komposisi 3 mudah, 4 soal sedang, dan 3 soal sukar. Jika dilukiskan, susunan soalnya adalah sebagai berikut :


No. Soal

Abilitas yang diukur

Tingkat kesulitan soal

1.

Pengetahuan

Mudah

2.

Aplikasi

Sedang

3.

Pemahaman

Mudah

4.

Analisis

Sedang

5.

Evaluasi

Sukar

6.

Sintesis

Sukar

7.

Pemahaman

Mudah

8.

Aplikasi

Sedang

9.

Analisis

Sedang

10.

Sintesis

Sukar


      Kemudian soal tersebut diberikan kepada 20 orang siswa dan tidak seorangpun yang tidak mengisi seluruh pertanyaan tersebut. Setelah diperiksa, hasilnya adalah sebagai berikut :

No. Soal


Banyaknya siswa yang menjawab (N)

Banyaknya siswa yang menjawab betul (B)

Indeks

B

N

Kategori soal

1.

    20

18

0,9

Mudah

2.

20

12

0,6

Sedang

3.

20

10

0,5

Sedang

4.

20

20

1,0

Mudah

5.

20

 6

0,3

Sukar

6.

20

 4

0,2

Sukar

7.

20

16

0,8

Mudah

8.

20

11

0,55

Sedang

9.

20

17

0,85

Mudah

10.

20

 5

0,25

Sukar


Dari sebaran di atas, ternyata ada tiga soal yang meleset, yakni soal nomor 3 yang semula diproyeksikan ke dalam kategori mudah, setelah dicoba ternyata termasuk ke dalam kategori sedang. Demikian juga soal nomor 4 yang semula diproyeksikan sedang ternyata termasuk ke dalam kategori mudah. Soal nomor 9 semula diproyeksikan sedang, ternyata termasuk ke dalam kategori mudah. Sedangkan 7 soal lainnya sesuai dengan proyeksi semula. Atas dasar tersebut, ketiga soal di atas harus diperbaiki kembali.

-          soal no. 3 diturunkan ke dalam kategori mudah,

-          soal no. 4 dinaikkan ke dalam kategori sedang,

-          soal no. 9 dinaikkan ke dalam kategori sedang.

Cara lain dalam melakukan analisis tingkat kesukaran soal adalah dengan menggunakan tabel Rose dan Stanley.

Dalam literatur lain disebutkan bahwa Tingkat kesukaran tes adalah pernyataan tentang seberapa mudah atau seberapa sukar sebuah butir tes itu bagi testee atau siswa terkait. Tingkat kesukaran merupakan salah satu ciri tes yang perlu diperhatikan, karena tingkat kesukaran tes menunjukkan seberapa sukar atau mudahnya butir-butir tes atau tes secara keseluruhan yang telah diselenggarakan. Butir tes yang baik adalah butir yang memiliki tingkat kesukaran yang sedang, yaitu yang dapat dijawab dengan benar oleh sekitar 40 sampai 80 % peserta tes. Sebab butir tes yang hanya dijawab oleh  10 % atau bahkan 90 %, akan sulit dibedakan, manakah kelompok yang benar-benar mampu dan kelompok yang benar-benar kurang mampu dalam menjawab soal.

Butir tes harus diketahui tingkat kesukarannya, karena setiap pembuat tes perlu mengetahui apakah soal itu sukar, sedang atau mudah. Tingkat kesukaran itu dapat dilihat dari jawaban siswa. Semakin sedikit jumlah siswa yang dapat menjawab soal itu dengan benar, berarti soal itu termasuk sukar dan  sebaliknya semakin banyak siswa yang dapat menjawab soal itu dengan benar, berarti itu mengindikasikan soal itu tidak sukar atau soal itu mudah.

Dalam proses analisis tes, seorang guru hendaknya meninjau ulang validitas dan susunan redaksional butir tes yang dibuatnya. Jika ternyata butir tes/soal tidak valid, maka keputusan yang harus diambil adalah membuang butir tes tersebut. Dan jika butir tes itu valid, maka perlu diadakan revisi terhadap susunan redaksi tes. Valid yang dimaksud di sini adalah, terdapat keterwakilan dan relevansi dengan kemampuan yang harus diukur sesuai GBPP yang diberlakukan.

Tingkat kesukaran butir tes dinyatakan dengan indeks berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00.

0                                                                                               1

Indeks 0,00 berarti butir soal sangat sukar karena tidak seorangpun dapat menjawab dengan benar butir tes tersebut. Sebaliknya jika indeksnya 1,00 berarti butir soal tersebut sangat mudah karena semua siswa dapat menjawabnya dengan benar.

Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat kesukaran butir tes adalah :


TK =                 B

       N x skor maks

TK = Tingkat Kesukaran

B    = Jumlah skor siswa yang menjawab dengan benar

N    = Jumlah siswa


Contoh :


Dalam evaluasi tes yang menggunakan bentuk pilihan ganda dan essay diperoleh skor siswa dan tingkat kesukaran sebagai berikut :

NO


NAMA



SKOR PILIHAN GANDA


SKOR ESSAY

1

2

3

4

5

6

7

8

1

Tukul

1

0

1

1

1

5

6

10

2

Jojon

1

0

1

1

1

5

6

10

3

Kirun

1

0

1

1

1

5

6

9

4

Santi

1

0

1

0

1

4

5

9

5

Joko

1

0

1

0

1

3

5

8

6

Rani

1

0

1

0

1

3

4

8

7

Pilus

1

0

0

0

1

3

3

7

8

Rara

1

0

0

0

1

3

3

7

9

Karyo

1

0

0

0

1

2

3

5

10

Dody

1

0

0

0

0

2

2

5

11

Didin

1

0

0

0

0

1

2

5

12

Soro

1

0

0

0

0

1

2

3


Jml Benar

12

0

6

3

9

37

47

86


Skor Maks

1

1

1

1

1

5

6

10


Tingkat Kesukaran

1

0

0,5

0,25

0,75

0,62

0,65

0,72

Secara lebih terperinci tentang penafsiran tingkat kesukaran dapat diperhatikan sebagai berikut :

0,00                                =  Sangat Sukar

0,02 – 0,39   =  Sukar

0,40 – 0,80   =  Sedang (baik)

0,81 – 0,99   =  Mudah

Untuk sebuah butir tes  yang ideal, tingkat kesukaran butir berkisar antara 0,4 hingga 0,8.[1]

           

B.     Daya Beda

Menganalisis daya pembeda artinya mengkaji soal-soal tes dari segi kesanggupan tes tersebut dalam membedakan siswa yang termasuk ke dalam kategori lemah/rendah dan kategori kuat/tinggi prestasinya. Artinya, bila soal tersebut diberikan kepada anak yang mampu, hasilnya rendah. Tetapi bila diberikan kepada anak yang lemah, hasilnya lebih tinggi. Atau bila diberikan kepada kedua kategori siswa tersebut, hasilnya sama saja. Dengan demikian, tes yang tidak memiliki daya pembeda tidak akan menghasilkan gambaran hasil yang sesuai dengan kemampuan siswa yang sebenarnya. Sungguh aneh bila anak pandai tidak lulus, tetapi anak bodoh lulus dengan baik tanpa dilakukan manipulasi oleh si penilai atau di luar faktor kebetulan.

      Cara yang biasa dilakukan dalam analisis daya pembeda adalah dengan menggunakan tabel atau kriteria dari Rose dan Stanley :

Rumusnya adalah :


SR – ST

SR = jumlah siswa yang menjawab salah kelompok rendah                                  

ST = jumlah siswa yang menjawab salah kelompok tinggi                         

Contoh :

Tes pilihan ganda dengan option 4 diberikan kepada 30 siswa. Jumlah soal 15. setelah diperiksa, datanya adalah sebagai berikut :


No.soal

Jumlah  siswa yang menjawab salah kelompok rendah (SR)                                  

Jumlah  siswa yang menjawab salah kelompok tinggi (ST)                  

SR - ST



Keterangan

1.

6

1

5


2.

6

1

5


3.

5

2

3


4.

6

1

5


5.

2

1

1


6.

5

1

4


7.

2

1

1


8.

7

1

6


9.

7

1

6


10.

4

2

2


11.

3

1

2


12.

6

1

5


13.

2

1

1


14.

6

1

5


15.

5

2

3



N = 30 orang                           N = 27 % dari 30 = 8

Kriteria yang digunakan dari tabel Ross dan Stanley adalah sebagai berikut :


Jumlah Testee (N)

n

(27 % N)

Option

2

3

4

5

28 – 31

32 – 35

36 – 38

dst. Lihat tabel pada lampiran

8

9

10


4

5

5

5

5

5

5

5

5

5

5

5


Kriteria pengujian daya penbeda adalah sebagai berikut :

Bila SR –ST sama atau lebih besar dari nilai tabel, artinya butir soal itu mempunyai daya pembeda.

Dari  data di atas, batas pengujian adalah 5, yakni yang pertama dalam tabel di atas dengan jumlah N (28 - 31), n = 8 pada option 4. Dengan demikian dapat disimpulkan sebagai berikut :

No.item

SR –ST

Batas nilai tabel

Keterangan

1.

5

5

Diterima

2.

5

5

Diterima

3.

3

5

Ditolak

4.

5

5

Diterima

5.

1

5

Ditolak

6.

4

5

Ditolak

7.

1

5

Ditolak

8.

6

5

Diterima

9.

6

5

Diterima

10.

2

5

Ditolak

11.

2

5

Ditolak

12.

5

5

Diterima

13.

1

5

Ditolak

14.

5

5

Diterima

15.

3

5

Ditolak


Dari kesimpulan di atas hanya soal nomor 1, 2, 4, 8, 9, 12, dan 14 yang memenuhi daya pembeda, sedangkan soal nomor lainnya tidak memiliki daya pembeda.

Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa cara menghitung daya pembeda adalah dengan menempuh langkah sebagai berikut :

a.      Memeriksa jawaban soal semua siswa peserta tes.

b.      Membuat daftar peringkat hasil tes berdasarkan skor yang dicapainya.

c.       Menentukan jumlah sampel sebanyak 27 % dari jumlah peserta tes untuk kelompok siswa pandai (peringkat atas) dan 27 % untuk kelompok siswa kurang pandai (peringkat bawah).

d.      Melakukan analisa butir soal, yakni menghitung jumlah siswa yang menjawab salah dari semua nomor soal, baik pada kelompok pandai maupun pada kelompok kurang.

e.       Menghitung selisih jumlah siswa yang salah menjawab pada kelompok kurang dengan kelompok pandai (SR - ST).

f.        Membandingkan nilai selisih yang diperoleh dengan nilai Tabel Ross dan Stanley.

g.       Menentukan ada tidaknya daya pembeda pada setiap nomor soal dengan kriteria  memiliki daya pembeda bila nilai selisih jumlah siswa yang menjawab salah antara kelompok kurang dengan kelompok pandai (SR - ST) sama atau lebih besar dari nilai tabel.

Butir soal yang tidak memiliki daya pembeda diduga terlalu mudah atau terlalu sukar sehingga perlu diperbaiki atau diganti dengan pertanyaan lain. Idealnya semua butir soal memiliki daya pembeda dan tingkat kesukaran. Tes yang telah dibakukan di samping memenuhi validitas dan reliabilitas, juga memenuhi tingkat kesukaran dan daya penbeda. 

Dalam literatur lain disebutkan bahwa salah satu ciri butir yang baik adalah yang mampu membedakan antara kelompok atas (yang mampu) dan kelompok bawah (kurang mampu). Karena itu butir tes harus diketahui daya bedanya. Siswa yang termasuk kelompok tinggi adalah siswa yang mempunyai rata-rata skor paling baik. Siswa yang termasuk kelompok rendah adalah siswa yang mempunyai rata-rata skor yang rendah. Kelompok siswa yang pandai sering disebut dengan istilah kelompok Upper, dan kelompok siswa yang kurang pandai sering disebut dengan istilah Lower.

Tingkat daya pembeda butir-butir tes dinyatakan dalam skala indeks -1,00 sampai dengan 1,00.

-1,00                        0                        1,00

Penjelasan :

·         Indeks -1,00 berarti butir tes terbalik, siswa kurang pandai dalam kelompok Lower dapat menjawab butir tes dengan sempurna, dan kelompok yang paling pandai dalam Upper tidak ada satupun yang mampu menjawab dengan benar.

·         Indeks 0,00 berarti butir tes tidak dapat membedakan siswa yang pandai dengan yang kurang pandai. Atau kemampuan kelompok pandai (Upper) sama dengan kemampuan kelompok kurang pandai (Lower).

·         Indeks 1,00 berarti butir tes secara sempurna dapat membedakan siswa berdasarkan tingkat kemampuannya.


Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda butir tes adalah :

DB =         U    -   L

            Nup x skor maks

                 

DB = Daya Beda

U    = Kelompok Tinggi

L     = Kelompok Rendah

Nup = Jumlah siswa Upper dan Lower


Langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis daya pembeda butir tes adalah sebagai berikut :

1.       Mengurutkan jawaban siswa mulai dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah.

2.       Membagi kelompok Atas dan kelompok Bawah masing-masing 25 % atau 30 % atau 40 %.

3.       Memberi skor 1 untuk setiap jawaban yang benar dan 0 untuk jawaban yang salah pada tes pilihan ganda. Sedangkan pada tes essay diberikan skor sesuai pada rentangan yang ditentukan.

4.       Menghitung daya beda dengan rumus yang telah ditentukan.

Contoh :

Dalam evaluasi tes yang menggunakan bentuk pilihan ganda dan essay diperoleh skor siswa dan daya beda sebagai berikut :

no

NAMA

SKOR PILIHAN GANDA

SKOR ESSAY

total


1

2

3

4

5

6

7

8


1.

Tukul

1

0

1

1

1

5

6

10

25

UPPER

2.

Jojon

1

0

1

1

1

5

6

10

25

3.

Kirun

1

0

1

1

1

5

6

9

24

4.

Santi

1

0

1

0

1

4

5

9

21

5.

Joko

1

0

1

0

1

3

5

8

19


6.

Rani

1

0

1

0

1

3

4

8

18


7.

Pilus

1

0

0

0

1

3

3

7

15


8.

Rara

1

0

0

0

1

3

3

7

15


9.

Karyo

1

0

0

0

1

2

3

5

12

LOWER

10.

Dody

1

0

0

0

0

2

2

5

10

11.

Didin

1

0

0

0

0

1

2

5

9

12

Soro

1

0

0

0

0

1

2

3

7


Upper

4

0

4

3

4

19

23

38

95



Lower

4

0

0

0

1

6

9

18

38



Jml siswa U/L

4

4

4

4

4

4

4

4

28



Skor maks

1

1

1

1

1

5

6

10

26



Daya beda

0,00

0,00

1,00

0,75

0,75

0,65

0,58

0,50




Secara lebih terperinci tentang penafsiran daya beda butir soal dapat diperhatikan sebagai berikut :

0,70 – 1,00                        =          baik sekali

0,40 – 0,69                        =          baik

0,20 – 0,39                        =          cukup

0,00 – 0,19                        =          jelek

-1,00 – 0,00                       =          jelek sekali

Untuk butir soal yang ideal, daya bedanya berkisar antara 0,2 hingga 1,00. sehingga apabila ditemukan daya beda butir yang negatif, sebaiknya guru mengganti butir tersebut apabila hendak dimunculkan dalam tes berikutnya. Karena daya beda negatif memberi pengertian bahwa kelompok lower (kurang mampu) lebih baik dari pada kelompok upper (paling baik) sebesar angka negatif yang diperoleh.

Apa Fungsi tingkat kesukaran soal?

Analisis tingkat kesukaran dimaksudkan untuk mengetahui apakah soal tersebut tergolong mudah atau sukar. Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukan sukar atau mudahnya sesuatu soal.

Apa fungsi daya pembeda soal?

Salah satu tujuan analisis daya pembeda butir soal adalah untuk menentukan mampu tidaknya suatu butir soal membedakan antara peserta pelatihan yang berkemampuan tinggi dengan peserta pelatihan yang berkemampuan rendah.

Apa hubungan antara tingkat kesukaran dan daya pembeda?

Hubungan antara tingkat kesukaran dan daya pembeda. Tingkat kesukaran berpengaruh langsung pada daya pembeda soal. Jila setiap orang memilih benar jawaban ( P = 1 ), atau jika setiap orang memiliki benar jawaban (P = 0) maka soal tidak dapat digunakan untuk membedakan kemampuan peserta tes.

Mengapa kita harus melakukan analisis butir soal dan daya pembeda?

Analisis butir soal perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana butir soal tersebut dapat digunakan dalam pengujian tes dan sebagai salah satu kontrol hasil prestasi belajar peserta didik.