Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Jakarta -

Kondisi masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam berada di masa jahiliah. Namun mengutip dari repository Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN SUSKA), jahiliah tidak merujuk pada bodoh.

Show

"Arti dari kata jahiliah adalah kesombongan, kemarahan, dan ketidaktahuan. Penggunaan kata ini kepada masa pra Islam menunjukkan pada era saat ketiganya sangat menonjol di masyarakat," tulis respository mengutip bukku Fajr al-Islam yang ditulis Amin Ahmad.

Jahiliah juga berkaitan dengan kepercayaan sesat, peribadatan yang salah, kekuasaan yang sewenang-wenang, dan ketidakadilan hukum. Kondisi ini menimbulkan rasa takut, khawatir, dan kekacaauan yang tidak kunjung berakhir.

Kondisi masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam ditulis Masudul Hasan dalam History of Islam. Buku tersebut menceritakan, masyarakat Arab mengalami kemerosotan moral. Minuman keras, judi, cabul, dan seks bebas adalah hal biasa.

"Kaum wanita diperlakukan seperti barang bergerak yang dapat dijual atau dibeli. Para penyair mendendangkan
keburukan moral dengan penuh kebanggaan. Jika ada yang meninggal, maka anak mewarisi ibu tiri dan barang lainnya," tulis buku tersebut.

Anak bahkan bisa menikahi ibu tiri mereka. Yang lebih parah, anak perempuan yang baru lahir akan dicekik atau dikubur hidup-hidup. Selain itu, perbudakan adalah hal wajar dengan majikan yang berkuasa penuh hingga hidup mati.

Dengan kondisi tersebut, mereka yang kaya hidup bergelimang harta sedangkan yang miskin semakin kekurangan. Jurang pemisah antara masyarakat kaya dan miskin terasa makin dalam dan jauh. Masyarakat kaya dapat mengeksploitas yang lebih miskin.

Kondisi masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam ini berubah usai kedatangan Rasulullah SAW, yang membawa ajaran Islam dari Allah SWT. Namun Islam sejatinya tidak mengubah seluruh tatanan dan nilai yang dianut masyarakat Arab.

Repository yang mengutip The Makkan Crubicle karya Zakaria Bashier menyatakan, Islam mengarahkan nilai-nilai masyarakat Arab hingga sesuai syariat. Nilai yang baik dipertahankan meski cara dan tujuan mencapainya diubah.

Tentunya tradisi dan kebiasaan buruk yang tidak sesuai ajaran Islam dihapus. Misalnya membunuh anak perempuan baru lahir, seks bebas, berjudi, dan merendahkan wanita. Perubahan dilakukan meski membutuhkan pengorbanan dan waktu yang tidak sebentar.

Dengan penjelasan ini, semoga kondisi masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam dan perubahannya dapat digambarkan dengan baik. Selamat membaca detikers.

Lihat juga Video: Arab Saudi Buka Pintu untuk Warga Indonesia, Ini Syaratnya!

(row/erd)

Nama Suku Badui akrab sekali bagi masyarakat Indonesia. Ya, Suku Badui atau Orang Kanekes masyarakat adat yang mendiami wilayah kabupaten Lebak, Banten.

Suku Badui Arab yang dimaksud di sini bukan sama halnya dengan yang ada di Indonesia. Sebagai lintas pandangan saja,- ada baiknya Presiden Jokowi ajak Raja Salman temui Suku Badui Indonesia, karena menurut beberapa ahli penamaan Badui di Indonesia juga merujuk dari Badui Arab.

Kembali berbicara Badui atau Badawi atau Badouin, suku asli Arab. Cukup banyak ciri khas dan menarik dari suku pengembara ini. Saya tidak mengurai semua di sini, hanya tiga saja.

Yang pertama, Suku Badui Arab merupakan suku nomaden (hidup dengan cara berpindah-pindah). Seorang ilmuwan seperti Ibnu Khaldun, mengungkapkan Suku Badui Arab adalah orang-orang yang selalu bekerja sama dalam mengamankan kebutuhan hidup dengan pola pikir padang pasir, sederhana, berperang, dan peladang yang slalu berpindah-pindah.

Yang kedua, bisht. Salah satu penampilan yang sangat mencolok dari busana masyarakat Arab (termasuk yang dikenakan Raja Salman ketika sampai di Indonesia) adalah jubah yang dikenakan atau bisht. Yang menarik dari mengenakan bisht ini juga tangan kanan berada masuk ke celah bisht sementara tangan kiri berada di dalam bisht (lihat foto)

Awalnya bisht ini digunakan oleh Suku Badui Arab pada saat musim dingin di Jazirah Arab. Namun, seiring perkembangan dan modernisasi bisht masuk jadi pakaian kaum elit Arab.

Dikutip langsung dari situs arabnews.com "Originally the bisht was worn in winter by Bedouins. Now it’s only worn for special occasions like weddings, festivals, graduations and Eid."

Yang ketiga, ciri yang menarik dari Suku Badui Arab adalah berpostur badan tinggi dan berhidung mancung. Balik gak baliklah dengan penampilan saya sendiri, fauzi abdullah. Hwe :) yang percaya semoga masuk surga. Katakan Aamiin.

*Foto : dari berbagai sumber (internet).

#biarganteng #RajaSalmanBinAbdulAzis #Badouins

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Sebuah keluarga Badui di Oman.

Badui juga adalah nama sebuah kelompokan warga aturan sejak dahulu kala Sunda di Banten, Indonesia. Lihat orang Baduy (Indonesia).

Suku Badui atau Badawi adalah sebuah suku pengembara yang ada di Jazirah Arab. Sebagaimana suku-suku pengembara lainnya, suku Badui berpindah dari satu tempat ke tempat lain sembari mengggembalakan kambing.

Suku Badui merupakan salah satu dari suku asli di Arab. Perawakan suku Badui yang khas menyebabkan suku ini dapat langsung diketahui. Perawakannya sebagaimana ditulis dalam buku-buku sejarah Arab: suku ini berperawakan tinggi, dengan hidung mancung. Lain halnya dengan suku pendatang yang ada di Arab, suku Badui tetap mempertahankan kebiasaan dan cara hidup mengembara.

Istilah sebutan yang mengacu untuk Orang Kanekes sebagai Baduy berasal dari nama ini.


edunitas.com


Page 2

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Sebuah keluarga Badui di Oman.

Badui juga adalah nama sebuah kelompokan warga aturan sejak dahulu kala Sunda di Banten, Indonesia. Lihat orang Baduy (Indonesia).

Suku Badui atau Badawi adalah sebuah suku pengembara yang ada di Jazirah Arab. Sebagaimana suku-suku pengembara lainnya, suku Badui berpindah dari satu tempat ke tempat lain sembari mengggembalakan kambing.

Suku Badui merupakan salah satu dari suku asli di Arab. Perawakan suku Badui yang khas menyebabkan suku ini dapat langsung diketahui. Perawakannya sebagaimana ditulis dalam buku-buku sejarah Arab: suku ini berperawakan tinggi, dengan hidung mancung. Lain halnya dengan suku pendatang yang ada di Arab, suku Badui tetap mempertahankan kebiasaan dan cara hidup mengembara.

Istilah sebutan yang mengacu untuk Orang Kanekes sebagai Baduy berasal dari nama ini.


edunitas.com


Page 3

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Sebuah keluarga Badui di Oman.

Badui juga adalah nama sebuah kelompokan warga aturan sejak dahulu kala Sunda di Banten, Indonesia. Lihat orang Baduy (Indonesia).

Suku Badui atau Badawi adalah sebuah suku pengembara yang ada di Jazirah Arab. Sebagaimana suku-suku pengembara lainnya, suku Badui berpindah dari satu tempat ke tempat lain sembari mengggembalakan kambing.

Suku Badui merupakan salah satu dari suku asli di Arab. Perawakan suku Badui yang khas menyebabkan suku ini dapat langsung diketahui. Perawakannya sebagaimana ditulis dalam buku-buku sejarah Arab: suku ini berperawakan tinggi, dengan hidung mancung. Lain halnya dengan suku pendatang yang ada di Arab, suku Badui tetap mempertahankan kebiasaan dan cara hidup mengembara.

Istilah sebutan yang mengacu untuk Orang Kanekes sebagai Baduy berasal dari nama ini.


edunitas.com


Page 4

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Sebuah keluarga Badui di Oman.

Badui juga adalah nama sebuah kelompokan warga aturan sejak dahulu kala Sunda di Banten, Indonesia. Lihat orang Baduy (Indonesia).

Suku Badui atau Badawi adalah sebuah suku pengembara yang ada di Jazirah Arab. Sebagaimana suku-suku pengembara lainnya, suku Badui berpindah dari satu tempat ke tempat lain sembari mengggembalakan kambing.

Suku Badui merupakan salah satu dari suku asli di Arab. Perawakan suku Badui yang khas menyebabkan suku ini dapat langsung diketahui. Perawakannya sebagaimana ditulis dalam buku-buku sejarah Arab: suku ini berperawakan tinggi, dengan hidung mancung. Lain halnya dengan suku pendatang yang ada di Arab, suku Badui tetap mempertahankan kebiasaan dan cara hidup mengembara.

Istilah sebutan yang mengacu untuk Orang Kanekes sebagai Baduy berasal dari nama ini.


edunitas.com


Page 5

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Peta linguistik di Pulau Jawa anggota barat

Suku Banten, semakin akuratnya Orang Banten adalah penduduk asli yang merebut kesan daerah kekuasaan Kesultanan Banten di luar Parahiyangan, Cirebon dan Jakarta. Menurut sensus BPS tahun 2000, suku Banten populasinya 2,1 % dari penduduk Indonesia. Orang Banten menggunakan bahasa Banten. Bahasa Banten adalah salah satu dialek bahasa Sunda yang semakin tidak jauh kepada bahasa Sunda kuna yang pada tingkatan bahasa Sunda modern dikelompokkan sebagai bahasa kasar. Perbedaan atur bahasa selang Bahasa Banten & Bahasa Sunda dikarenakan wilayah Banten tidak pernah menjadi anggota dari Kesultanan Mataram sehingga tidak mengenal tingkatan halus & sangat halus yang diperkenalkan oleh Mataram. Bahasa ini dilestarikan salah satunya melalui program berita Beja ti Lembur dalam bahasa Banten yang disiarkan oleh siaran televisi lokal di wilayah Banten.

Daftar pokok

  • 1 Asal kata Banten
  • 2 Asal kata suku Banten
  • 3 Lihat pula
  • 4 Rujukan

Asal kata Banten

Kata Banten muncul jauh sebelum berdirinya Kesultanan Banten. Kata ini digunakan untuk menamai suatu sungai dan dan daerah sekelilingnya adalah Cibanten atau sungai Banten. Rujukan tertulis pertama mengenai Banten dapat ditemukan pada naskah Sunda Kuno Bujangga Manik yang menyebutkan nama-nama tempat di Banten dan sekitarnya sebagai berikut:

tanggeran Labuhan Ratu.Ti kaler alas Panyawung,

tanggeran na alas Banten.


Itu ta na gunung (.. .)ler,tanggeran alas Pamekser,nu awas ka Tanjak Barat.Itu ta pulo Sanghiang,heuleut-heuleut nusa Lampung,

Ti timur pulo Tampurung,ti barat pulo Rakata,gunung di tengah sagara.Itu ta gunung Jereding,tanggeran na alas Mirah,

ti barat na lengkong Gowong.Itu ta gunung Sudara,na gunung Guha Bantayan,tanggeran na Hujung Kulan,ti barat bukit Cawiri.

Itu ta na gunung Raksa,gunung Sri Mahapawitra,tanggeran na Panahitan,

Dataran semakin tinggi yang dilalui sungai ini dikata Cibanten Girang atau disingkat Banten Girang ("Banten atas"). Sesuai riset yang dipertontonkan di Banten Girang pada tahun 1988 dalam program Franco-Indonesian excavations, di daerah ini telah benar pemukiman sajak masa zaman ke 11 mencapai 12 (saat kerajaan Sunda). Sesuai riset ini juga diketahui bahwa daerah ini berkembang pesat pada masa zaman ke-16 saat Islam masuk pertama kali di wilayah ini. Perkembangan pemukiman ini kesudahan bertambah lebar atau bergeser ke arah Serang dan ke arah pantai. Pada daerah pantai inilah kesudahan didirikan Kesultanan Banten oleh Sunan Gunung Jati. Kesultanan ini seharusnya menguasai seluruh kesan Kerajaan Sunda di Jawa Barat. Hanya saja Sunda Kalapa atau Batavia ditempati oleh Belanda serta Cirebon dan Parahiyangan ditempati oleh Mataram. Daerah kesultanan ini kesudahan diubah manjadi keresidenan pada zaman penjajahan Belanda.

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Bayangan orang Banten sebelum masa Kesultanan Banten.

Asal kata suku Banten

Orang asing kadang menyebut penduduk yang tinggal pada kesan kersidenan ini sebagai Bantenese yang mempunya faedah ”orang Banten”. Contohnya, Guillot Claude menulis pada halaman 35 bukunya The Sultanate of Banten: “These estates, owned by the Bantenese of Chinese origin, were concentrated around the village of Kelapadua.” Dia menyatakan bahwa keturunan Cina juga adalah Bantenese atau penduduk Banten.

Hanya saja setelah diwujudkannya provinsi Banten, benar sebagian orang yang menterjemahkan Bantenese menjadi suku Banten sebagai kesatuan etnik dengan cara melakukan sesuatu budi yang unik.

Lihat pula

Rujukan

  1. Claude Guillot, The Sultanate of Banten, Gramedia Book Publishing Division, Jakarta, 1990
  2. Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid II, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000
  3. Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid III, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000

edunitas.com

Page 6

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Peta linguistik di Pulau Jawa anggota barat

Suku Banten, semakin akuratnya Orang Banten adalah penduduk asli yang merebut kesan daerah kekuasaan Kesultanan Banten di luar Parahiyangan, Cirebon dan Jakarta. Menurut sensus BPS tahun 2000, suku Banten populasinya 2,1 % dari penduduk Indonesia. Orang Banten menggunakan bahasa Banten. Bahasa Banten adalah salah satu dialek bahasa Sunda yang semakin tidak jauh kepada bahasa Sunda kuna yang pada tingkatan bahasa Sunda modern dikelompokkan sebagai bahasa kasar. Perbedaan atur bahasa selang Bahasa Banten & Bahasa Sunda dikarenakan wilayah Banten tidak pernah menjadi anggota dari Kesultanan Mataram sehingga tidak mengenal tingkatan halus & sangat halus yang diperkenalkan oleh Mataram. Bahasa ini dilestarikan salah satunya melalui program berita Beja ti Lembur dalam bahasa Banten yang disiarkan oleh siaran televisi lokal di wilayah Banten.

Daftar pokok

  • 1 Asal kata Banten
  • 2 Asal kata suku Banten
  • 3 Lihat pula
  • 4 Rujukan

Asal kata Banten

Kata Banten muncul jauh sebelum berdirinya Kesultanan Banten. Kata ini digunakan untuk menamai suatu sungai dan dan daerah sekelilingnya adalah Cibanten atau sungai Banten. Rujukan tertulis pertama mengenai Banten dapat ditemukan pada naskah Sunda Kuno Bujangga Manik yang menyebutkan nama-nama tempat di Banten dan sekitarnya sebagai berikut:

tanggeran Labuhan Ratu.Ti kaler alas Panyawung,

tanggeran na alas Banten.


Itu ta na gunung (.. .)ler,tanggeran alas Pamekser,nu awas ka Tanjak Barat.Itu ta pulo Sanghiang,heuleut-heuleut nusa Lampung,

Ti timur pulo Tampurung,ti barat pulo Rakata,gunung di tengah sagara.Itu ta gunung Jereding,tanggeran na alas Mirah,

ti barat na lengkong Gowong.Itu ta gunung Sudara,na gunung Guha Bantayan,tanggeran na Hujung Kulan,ti barat bukit Cawiri.

Itu ta na gunung Raksa,gunung Sri Mahapawitra,tanggeran na Panahitan,

Dataran semakin tinggi yang dilalui sungai ini dikata Cibanten Girang atau disingkat Banten Girang ("Banten atas"). Sesuai riset yang dipertontonkan di Banten Girang pada tahun 1988 dalam program Franco-Indonesian excavations, di daerah ini telah benar pemukiman sajak masa zaman ke 11 mencapai 12 (saat kerajaan Sunda). Sesuai riset ini juga diketahui bahwa daerah ini berkembang pesat pada masa zaman ke-16 saat Islam masuk pertama kali di wilayah ini. Perkembangan pemukiman ini kesudahan bertambah lebar atau bergeser ke arah Serang dan ke arah pantai. Pada daerah pantai inilah kesudahan didirikan Kesultanan Banten oleh Sunan Gunung Jati. Kesultanan ini seharusnya menguasai seluruh kesan Kerajaan Sunda di Jawa Barat. Hanya saja Sunda Kalapa atau Batavia ditempati oleh Belanda serta Cirebon dan Parahiyangan ditempati oleh Mataram. Daerah kesultanan ini kesudahan diubah manjadi keresidenan pada zaman penjajahan Belanda.

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Bayangan orang Banten sebelum masa Kesultanan Banten.

Asal kata suku Banten

Orang asing kadang menyebut penduduk yang tinggal pada kesan kersidenan ini sebagai Bantenese yang mempunya faedah ”orang Banten”. Contohnya, Guillot Claude menulis pada halaman 35 bukunya The Sultanate of Banten: “These estates, owned by the Bantenese of Chinese origin, were concentrated around the village of Kelapadua.” Dia menyatakan bahwa keturunan Cina juga adalah Bantenese atau penduduk Banten.

Hanya saja setelah diwujudkannya provinsi Banten, benar sebagian orang yang menterjemahkan Bantenese menjadi suku Banten sebagai kesatuan etnik dengan cara melakukan sesuatu budi yang unik.

Lihat pula

Rujukan

  1. Claude Guillot, The Sultanate of Banten, Gramedia Book Publishing Division, Jakarta, 1990
  2. Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid II, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000
  3. Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid III, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000

edunitas.com

Page 7

Suku Batak Toba

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Ulos dan Ruma Batak

Jumlah populasi

6 juta.

Kawasan dengan populasi yang signifikan
Toba, Samosir, Humbang, Silindung, Sumatera Utara: 5 juta.
Bahasa
bahasa Batak: logat Toba, logat Samosir, logat Humbang, logat Silindung, dan bahasa Indonesia juga digunakan.
Agama
Kristen, Islam, dan Parmalim.
Golongan etnik terdekat
suku Batak Pakpak, suku Batak Simalungun, suku Batak Angkola, suku Batak Mandailing, suku Batak Karo.

Suku Batak Toba adalah sub atau segi dari suku bangsa Batak. Suku Batak Toba meliputi Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, sebagian Kabupaten Dairi, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Sibolga dan sekitarnya. [1]

Sejarah

Kerajaan Batak

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Pada saat Kerajaan Batak yang berpusat di Bakara, Kerajaan Batak yang dalam pemerintahan dinasti Sisingamangaraja membagi Kerajaan Batak dalam 4 (empat) wilayah yang disebut Raja Maropat, yaitu:

  1. Raja Maropat Silindung
  2. Raja Maropat Samosir
  3. Raja Maropat Humbang
  4. Raja Maropat Toba

Penjajahan Belanda

Pada saat penjajahan Belanda, pemerintah Belanda membentuk Keresidenan Tapanuli pada tahun 1910. Keresidenan Tapanuli terbagi atas 4 (empat) wilayah yang disebut afdeling dan waktu ini diketahui dengan kabupaten atau kota, yaitu:

  1. Afdeling Padang Sidempuan, yang sekarang dihasilkan bentuk sebagai Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Padang Kuno, Kabupaten Padang Kuno Utara, dan Kota Padang Sidempuan.
  2. Afdeling Nias, yang sekarang dihasilkan bentuk sebagai Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan.
  3. Afdeling Sibolga dan Ommnenlanden, yang sekarang dihasilkan bentuk sebagai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga.
  4. Afdeling Bataklanden, yang sekarang dihasilkan bentuk sebagai Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Samosir, Kabupaten Dairi, dan Kabupaten Pakpak Bharat.

Penjajahan Jepang

Pada saat penjajahan Jepang, bentuk pemerintahan di Keresidenan Tapanuli hampir tidak berubah.

Permulaan kemerdekaan RI

Setelah kemerdekaan, pemerintah Republik Indonesia pun tetap menjadikan Tapanuli dihasilkan bentuk sebagai sebuah keresidenan. Dr. Ferdinand Lumban Tobing adalah Residen Tapanuli yang pertama.

Mempunyai sedikit perubahan diterapkan pada nama. Namun pembagian wilayah tetap sama. Nama Afdeling Bataklanden misalnya diubah dihasilkan bentuk sebagai Luhak Tanah Batak dan luhak pertama yang diangkatkan adalah Cornelius Sihombing yang pernah menjabat sbg Demang Silindung. Nama onderafdeling pun ditukar dihasilkan bentuk sebagai urung dan para demang yang memimpin onderafdeing diangkatkan dihasilkan bentuk sebagai Kepala Urung. Onderdistrik pun dihasilkan bentuk sebagai Urung Kecil yang dipimpin oleh Kepala Urung Kecil yang dahulu adalah sbg Assistent Demang.

Seiring dengan perjalanan sejarah, pemerintahan di Keresidenan Tapanuli pernah dibagi dalam 4 (empat) kabupaten, yaitu:

  1. Kabupaten Silindung
  2. Kabupaten Samosir
  3. Kabupaten Humbang
  4. Kabupaten Toba

Kultural Batak Toba

Batak Toba adalah suatu kesatuan kultural. Batak Toba tidak mesti tinggal diwilayah geografis Toba, meski asal-muasal adalah Toba. Sebagaimana suku-suku bangsa lain, suku bangsa Batak Tobapun bermigrasi kedaerah-daerah yang bertambah menjanjikan penghidupan yang labih tidak berat sebelah. Contoh, mayoritas penduduk asli Silindung adalah marga-marga Hutabarat, Panggabean, Simorangkir, Hutagalung, Hutapea dan Lumbantobing. Padahal ke-enam marga tersebut adalah turunan Guru Mangaloksa yang adalah salah- seorang anak Raja Hasibuan diwilayah Toba. Demikian pula marga Nasution yang kebanyakan tinggal wilayah Padangsidimpuan adalah saudara marga Siahaan di Balige, tentu kedua marga ini adalah turunan leluhur yang sama. Batak Toba sbg kesatuan kultural pasti mampu menyebar ke berbagai penjuru melintasi batas-batas geografis asal leluhurnya, si Raja Batak yakni wilayah Toba yang secara spesifik ialah Desa Sianjur Mulamula terletak di lereng Gunung Pusuk Buhit, agak 45 menit berkendara dari Pangururan, Ibukota Kabupaten Samosir, sekarang.

Penyerahan kedaulatan permulaan 1950

Ketika penyerahan kedaulatan pada permulaan 1950, Keresidenan Tapanuli yang telah disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara dibagi dalam 4 (empat) kabupaten baru, yaitu:

Sekarang

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Pada Desember 2008 ini, Keresidenan Tapanuli disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara. Toba waktu ini masuk dalam wilayah Kabupaten Toba Samosir yang beribukota di Balige.

Kabupaten Toba Samosir dihasilkan bentuk sesuai Undang-Undang No 12. Tahun 1998 mengenai pembentukan Kabupaten Kawasan Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Mandailing Natal, di Kawasan Tingkat I Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Toba Samosir ini adalah pemekaran dari Kawasan Tingkat II Kabupaten Tapanuli Utara.

Marga pada suku Batak Toba

Marga atau nama keluarga adalah segi nama yang adalah pertanda dari keluarga mana beliau berasal.

Orang Batak selalu memiliki nama marga/keluarga. Nama / marga ini diperoleh dari garis keturunan ayah (patrilinear) yang selanjutnya akan diteruskan kepada keturunannya secara terus menerus.

Rumah norma budaya

Rumah Norma budaya Batak Toba Sumatera Utara – Rumah Norma budaya Batak Toba disebut Rumah Bolon, yang memiliki kontruksi empat persegi panjang yang kadang-kadang dikuasai oleh 5 sampai 6 keluarga. Memasuki Rumah Bolon ini harus menaiki tangga yang terletak di tengah-tengah rumah, dengan jumlah anak tangga yang mengherankan. Bila orang ingin masuk rumah tersebut, harus menundukkan kepala supaya tidak terbentur pada balok yang melintang. Rumah Norma budaya Batak Toba Sumatera Utara, Hal ini diartikan tamu harus menghormati si pemilik rumah.

Lihat juga

  • Daftar marga suku Batak Toba

References

  1. ^ Jacob Cornelis Vergouwen, Warga dan hukum norma budaya Batak Toba

Sumber dan bacaan

  • Ramlo R. Hutabarat, Opini: Tapanuli, Dari Suatu Saat Pada Suatu Ketika, Harian Sinar Indonesia Baru (SIB) edisi Jumat, 5 Januari 2007
  • D. J. Gultom Raja Marpodang, Dalihan Natolu Nilai Muslihat budi Suku Batak, mengenai Yang dibangun Wilayah Pemerintahan Harajaon Batak
  • ALMANAK HKBP
  • Laris Kaladius Sibagariang (Sumber Lisan), seorang yang dituakan dan kepala norma budaya, di Hutaraja Sipoholon.

Pranala Luar

 
 
 
 
 
 
 
 
 

Lihat pula: Pribumi-Nusantara
*Catatan: Kalimantan dan Papua di sini hanya yang termasuk dalam teritori Indonesia.


edunitas.com


Page 8

Suku Batak Toba merupakan sub atau bidang dari suku bangsa Batak. Suku Batak Toba meliputi Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, sebagian Kabupaten Dairi, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Sibolga dan sekitarnya. [1]

Sejarah

Kerajaan Batak

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Pada masa Kerajaan Batak yang berpusat di Bakara, Kerajaan Batak yang dalam pemerintahan dinasti Sisingamangaraja membagi Kerajaan Batak dalam 4 (empat) wilayah yang disebut Raja Maropat, yaitu:

  1. Raja Maropat Silindung
  2. Raja Maropat Samosir
  3. Raja Maropat Humbang
  4. Raja Maropat Toba

Penjajahan Belanda

Pada masa penjajahan Belanda, pemerintah Belanda membentuk Keresidenan Tapanuli pada tahun 1910. Keresidenan Tapanuli terbagi atas 4 (empat) wilayah yang disebut afdeling dan waktu ini dikenal dengan kabupaten atau kota, yaitu:

  1. Afdeling Padang Sidempuan, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Padang Kuno, Kabupaten Padang Kuno Utara, dan Kota Padang Sidempuan.
  2. Afdeling Nias, yang sekarang menjadi Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan.
  3. Afdeling Sibolga dan Ommnenlanden, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga.
  4. Afdeling Bataklanden, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Samosir, Kabupaten Dairi, dan Kabupaten Pakpak Bharat.

Penjajahan Jepang

Pada masa penjajahan Jepang, bentuk pemerintahan di Keresidenan Tapanuli hampir tak berubah.

Permulaan kemerdekaan RI

Setelah kemerdekaan, pemerintah Republik Indonesia pun tetap menjadikan Tapanuli menjadi sebuah keresidenan. Dr. Ferdinand Lumban Tobing merupakan Residen Tapanuli yang pertama.

Mempunyai sedikit perubahan dilakukan pada nama. Namun pembagian wilayah tetap sama. Nama Afdeling Bataklanden misalnya diubah menjadi Luhak Tanah Batak dan luhak pertama yang diangkatkan adalah Cornelius Sihombing yang pernah menjabat sebagai Demang Silindung. Nama onderafdeling pun ditukar menjadi urung dan para demang yang memimpin onderafdeing diangkatkan menjadi Kepala Urung. Onderdistrik pun menjadi Urung Kecil yang dipimpin oleh Kepala Urung Kecil yang dulu adalah sebagai Assistent Demang.

Seiring dengan perjalanan sejarah, pemerintahan di Keresidenan Tapanuli pernah dibagi dalam 4 (empat) kabupaten, yaitu:

  1. Kabupaten Silindung
  2. Kabupaten Samosir
  3. Kabupaten Humbang
  4. Kabupaten Toba

Kultural Batak Toba

Batak Toba adalah suatu kesatuan kultural. Batak Toba tidak mesti tinggal diwilayah geografis Toba, meski asal-muasal adalah Toba. Sebagaimana suku-suku bangsa lain, suku bangsa Batak Tobapun bermigrasi kedaerah-daerah yang bertambah menjanjikan penghidupan yang labih tidak berat sebelah. Contoh, mayoritas penduduk asli Silindung adalah marga-marga Hutabarat, Panggabean, Simorangkir, Hutagalung, Hutapea dan Lumbantobing. Padahal ke-enam marga tersebut adalah turunan Guru Mangaloksa yang adalah salah- seorang anak Raja Hasibuan diwilayah Toba. Demikian pula marga Nasution yang kebanyakan tinggal wilayah Padangsidimpuan adalah saudara marga Siahaan di Balige, tentu kedua marga ini adalah turunan leluhur yang sama. Batak Toba sebagai kesatuan kultural pasti mampu menyebar ke berbagai penjuru melintasi batas-batas geografis asal leluhurnya, si Raja Batak yakni wilayah Toba yang secara spesifik ialah Desa Sianjur Mulamula terletak di lereng Gunung Pusuk Buhit, anggar-anggar 45 menit berkendara dari Pangururan, Ibukota Kabupaten Samosir, sekarang.

Penyerahan kedaulatan permulaan 1950

Ketika penyerahan kedaulatan pada permulaan 1950, Keresidenan Tapanuli yang sudah disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara dibagi dalam 4 (empat) kabupaten baru, yaitu:

Sekarang

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Pada Desember 2008 ini, Keresidenan Tapanuli disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara. Toba waktu ini masuk dalam wilayah Kabupaten Toba Samosir yang beribukota di Balige.

Kabupaten Toba Samosir dihasilkan bentuk sesuai Undang-Undang No 12. Tahun 1998 mengenai pembentukan Kabupaten Kawasan Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Mandailing Natal, di Kawasan Tingkat I Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Toba Samosir ini merupakan pemekaran dari Kawasan Tingkat II Kabupaten Tapanuli Utara.

Marga pada suku Batak Toba

Marga atau nama keluarga adalah bidang nama yang merupakan pertanda dari keluarga mana beliau berasal.

Orang Batak selalu memiliki nama marga/keluarga. Nama / marga ini diperoleh dari garis keturunan ayah (patrilinear) yang selanjutnya akan diteruskan kepada keturunannya secara terus menerus.

Rumah norma budaya

Rumah Norma budaya Batak Toba Sumatera Utara – Rumah Norma budaya Batak Toba disebut Rumah Bolon, yang memiliki kontruksi empat persegi panjang yang kadang-kadang dikuasai oleh 5 sampai 6 keluarga. Memasuki Rumah Bolon ini harus menaiki tangga yang terletak di tengah-tengah rumah, dengan jumlah anak tangga yang mengherankan. Bila orang akan masuk rumah tersebut, harus menundukkan kepala supaya tidak terbentur pada balok yang melintang. Rumah Norma budaya Batak Toba Sumatera Utara, Hal ini diartikan tamu harus menghormati si pemilik rumah.

Lihat juga

  • Daftar marga suku Batak Toba

References

  1. ^ Jacob Cornelis Vergouwen, Masyarakat dan hukum norma budaya Batak Toba

Sumber dan bacaan

  • Ramlo R. Hutabarat, Opini: Tapanuli, Dari Suatu Masa Pada Suatu Ketika, Harian Sinar Indonesia Baru (SIB) edisi Jumat, 5 Januari 2007
  • D. J. Gultom Raja Marpodang, Dalihan Natolu Nilai Muslihat budi Suku Batak, mengenai Yang dibangun Wilayah Pemerintahan Harajaon Batak
  • ALMANAK HKBP
  • Laris Kaladius Sibagariang (Sumber Lisan), seorang yang dituakan dan kepala norma budaya, di Hutaraja Sipoholon.

Pranala Luar

 
 
 
 
 
 
 
 
 

Lihat pula: Pribumi-Nusantara
*Catatan: Kalimantan dan Papua di sini hanya yang termasuk dalam teritori Indonesia.


edunitas.com


Page 9

Suku Batak Toba merupakan sub atau bidang dari suku bangsa Batak. Suku Batak Toba meliputi Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, sebagian Kabupaten Dairi, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Sibolga dan sekitarnya. [1]

Sejarah

Kerajaan Batak

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Pada masa Kerajaan Batak yang berpusat di Bakara, Kerajaan Batak yang dalam pemerintahan dinasti Sisingamangaraja membagi Kerajaan Batak dalam 4 (empat) wilayah yang disebut Raja Maropat, yaitu:

  1. Raja Maropat Silindung
  2. Raja Maropat Samosir
  3. Raja Maropat Humbang
  4. Raja Maropat Toba

Penjajahan Belanda

Pada masa penjajahan Belanda, pemerintah Belanda membentuk Keresidenan Tapanuli pada tahun 1910. Keresidenan Tapanuli terbagi atas 4 (empat) wilayah yang disebut afdeling dan waktu ini dikenal dengan kabupaten atau kota, yaitu:

  1. Afdeling Padang Sidempuan, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Padang Kuno, Kabupaten Padang Kuno Utara, dan Kota Padang Sidempuan.
  2. Afdeling Nias, yang sekarang menjadi Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan.
  3. Afdeling Sibolga dan Ommnenlanden, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga.
  4. Afdeling Bataklanden, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Samosir, Kabupaten Dairi, dan Kabupaten Pakpak Bharat.

Penjajahan Jepang

Pada masa penjajahan Jepang, bentuk pemerintahan di Keresidenan Tapanuli hampir tak berubah.

Permulaan kemerdekaan RI

Setelah kemerdekaan, pemerintah Republik Indonesia pun tetap menjadikan Tapanuli menjadi sebuah keresidenan. Dr. Ferdinand Lumban Tobing merupakan Residen Tapanuli yang pertama.

Mempunyai sedikit perubahan dilakukan pada nama. Namun pembagian wilayah tetap sama. Nama Afdeling Bataklanden misalnya diubah menjadi Luhak Tanah Batak dan luhak pertama yang diangkatkan adalah Cornelius Sihombing yang pernah menjabat sebagai Demang Silindung. Nama onderafdeling pun ditukar menjadi urung dan para demang yang memimpin onderafdeing diangkatkan menjadi Kepala Urung. Onderdistrik pun menjadi Urung Kecil yang dipimpin oleh Kepala Urung Kecil yang dulu adalah sebagai Assistent Demang.

Seiring dengan perjalanan sejarah, pemerintahan di Keresidenan Tapanuli pernah dibagi dalam 4 (empat) kabupaten, yaitu:

  1. Kabupaten Silindung
  2. Kabupaten Samosir
  3. Kabupaten Humbang
  4. Kabupaten Toba

Kultural Batak Toba

Batak Toba adalah suatu kesatuan kultural. Batak Toba tidak mesti tinggal diwilayah geografis Toba, meski asal-muasal adalah Toba. Sebagaimana suku-suku bangsa lain, suku bangsa Batak Tobapun bermigrasi kedaerah-daerah yang bertambah menjanjikan penghidupan yang labih tidak berat sebelah. Contoh, mayoritas penduduk asli Silindung adalah marga-marga Hutabarat, Panggabean, Simorangkir, Hutagalung, Hutapea dan Lumbantobing. Padahal ke-enam marga tersebut adalah turunan Guru Mangaloksa yang adalah salah- seorang anak Raja Hasibuan diwilayah Toba. Demikian pula marga Nasution yang kebanyakan tinggal wilayah Padangsidimpuan adalah saudara marga Siahaan di Balige, tentu kedua marga ini adalah turunan leluhur yang sama. Batak Toba sebagai kesatuan kultural pasti mampu menyebar ke berbagai penjuru melintasi batas-batas geografis asal leluhurnya, si Raja Batak yakni wilayah Toba yang secara spesifik ialah Desa Sianjur Mulamula terletak di lereng Gunung Pusuk Buhit, anggar-anggar 45 menit berkendara dari Pangururan, Ibukota Kabupaten Samosir, sekarang.

Penyerahan kedaulatan permulaan 1950

Ketika penyerahan kedaulatan pada permulaan 1950, Keresidenan Tapanuli yang sudah disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara dibagi dalam 4 (empat) kabupaten baru, yaitu:

Sekarang

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Pada Desember 2008 ini, Keresidenan Tapanuli disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara. Toba waktu ini masuk dalam wilayah Kabupaten Toba Samosir yang beribukota di Balige.

Kabupaten Toba Samosir dihasilkan bentuk sesuai Undang-Undang No 12. Tahun 1998 mengenai pembentukan Kabupaten Kawasan Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Mandailing Natal, di Kawasan Tingkat I Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Toba Samosir ini merupakan pemekaran dari Kawasan Tingkat II Kabupaten Tapanuli Utara.

Marga pada suku Batak Toba

Marga atau nama keluarga adalah bidang nama yang merupakan pertanda dari keluarga mana beliau berasal.

Orang Batak selalu memiliki nama marga/keluarga. Nama / marga ini diperoleh dari garis keturunan ayah (patrilinear) yang selanjutnya akan diteruskan kepada keturunannya secara terus menerus.

Rumah norma budaya

Rumah Norma budaya Batak Toba Sumatera Utara – Rumah Norma budaya Batak Toba disebut Rumah Bolon, yang memiliki kontruksi empat persegi panjang yang kadang-kadang dikuasai oleh 5 sampai 6 keluarga. Memasuki Rumah Bolon ini harus menaiki tangga yang terletak di tengah-tengah rumah, dengan jumlah anak tangga yang mengherankan. Bila orang akan masuk rumah tersebut, harus menundukkan kepala supaya tidak terbentur pada balok yang melintang. Rumah Norma budaya Batak Toba Sumatera Utara, Hal ini diartikan tamu harus menghormati si pemilik rumah.

Lihat juga

  • Daftar marga suku Batak Toba

References

  1. ^ Jacob Cornelis Vergouwen, Masyarakat dan hukum norma budaya Batak Toba

Sumber dan bacaan

  • Ramlo R. Hutabarat, Opini: Tapanuli, Dari Suatu Masa Pada Suatu Ketika, Harian Sinar Indonesia Baru (SIB) edisi Jumat, 5 Januari 2007
  • D. J. Gultom Raja Marpodang, Dalihan Natolu Nilai Muslihat budi Suku Batak, mengenai Yang dibangun Wilayah Pemerintahan Harajaon Batak
  • ALMANAK HKBP
  • Laris Kaladius Sibagariang (Sumber Lisan), seorang yang dituakan dan kepala norma budaya, di Hutaraja Sipoholon.

Pranala Luar

 
 
 
 
 
 
 
 
 

Lihat pula: Pribumi-Nusantara
*Catatan: Kalimantan dan Papua di sini hanya yang termasuk dalam teritori Indonesia.


edunitas.com


Page 10

Suku Batak Toba

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Ulos dan Ruma Batak

Jumlah populasi

6 juta.

Kawasan dengan populasi yang signifikan
Toba, Samosir, Humbang, Silindung, Sumatera Utara: 5 juta.
Bahasa
bahasa Batak: logat Toba, logat Samosir, logat Humbang, logat Silindung, dan bahasa Indonesia juga digunakan.
Agama
Kristen, Islam, dan Parmalim.
Golongan etnik terdekat
suku Batak Pakpak, suku Batak Simalungun, suku Batak Angkola, suku Batak Mandailing, suku Batak Karo.

Suku Batak Toba adalah sub atau segi dari suku bangsa Batak. Suku Batak Toba meliputi Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, sebagian Kabupaten Dairi, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Sibolga dan sekitarnya. [1]

Sejarah

Kerajaan Batak

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Pada saat Kerajaan Batak yang berpusat di Bakara, Kerajaan Batak yang dalam pemerintahan dinasti Sisingamangaraja membagi Kerajaan Batak dalam 4 (empat) wilayah yang disebut Raja Maropat, yaitu:

  1. Raja Maropat Silindung
  2. Raja Maropat Samosir
  3. Raja Maropat Humbang
  4. Raja Maropat Toba

Penjajahan Belanda

Pada saat penjajahan Belanda, pemerintah Belanda membentuk Keresidenan Tapanuli pada tahun 1910. Keresidenan Tapanuli terbagi atas 4 (empat) wilayah yang disebut afdeling dan waktu ini diketahui dengan kabupaten atau kota, yaitu:

  1. Afdeling Padang Sidempuan, yang sekarang dihasilkan bentuk sebagai Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Padang Kuno, Kabupaten Padang Kuno Utara, dan Kota Padang Sidempuan.
  2. Afdeling Nias, yang sekarang dihasilkan bentuk sebagai Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan.
  3. Afdeling Sibolga dan Ommnenlanden, yang sekarang dihasilkan bentuk sebagai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga.
  4. Afdeling Bataklanden, yang sekarang dihasilkan bentuk sebagai Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Samosir, Kabupaten Dairi, dan Kabupaten Pakpak Bharat.

Penjajahan Jepang

Pada saat penjajahan Jepang, bentuk pemerintahan di Keresidenan Tapanuli hampir tidak berubah.

Permulaan kemerdekaan RI

Setelah kemerdekaan, pemerintah Republik Indonesia pun tetap menjadikan Tapanuli dihasilkan bentuk sebagai sebuah keresidenan. Dr. Ferdinand Lumban Tobing adalah Residen Tapanuli yang pertama.

Mempunyai sedikit perubahan diterapkan pada nama. Namun pembagian wilayah tetap sama. Nama Afdeling Bataklanden misalnya diubah dihasilkan bentuk sebagai Luhak Tanah Batak dan luhak pertama yang diangkatkan adalah Cornelius Sihombing yang pernah menjabat sbg Demang Silindung. Nama onderafdeling pun ditukar dihasilkan bentuk sebagai urung dan para demang yang memimpin onderafdeing diangkatkan dihasilkan bentuk sebagai Kepala Urung. Onderdistrik pun dihasilkan bentuk sebagai Urung Kecil yang dipimpin oleh Kepala Urung Kecil yang dahulu adalah sbg Assistent Demang.

Seiring dengan perjalanan sejarah, pemerintahan di Keresidenan Tapanuli pernah dibagi dalam 4 (empat) kabupaten, yaitu:

  1. Kabupaten Silindung
  2. Kabupaten Samosir
  3. Kabupaten Humbang
  4. Kabupaten Toba

Kultural Batak Toba

Batak Toba adalah suatu kesatuan kultural. Batak Toba tidak mesti tinggal diwilayah geografis Toba, meski asal-muasal adalah Toba. Sebagaimana suku-suku bangsa lain, suku bangsa Batak Tobapun bermigrasi kedaerah-daerah yang bertambah menjanjikan penghidupan yang labih tidak berat sebelah. Contoh, mayoritas penduduk asli Silindung adalah marga-marga Hutabarat, Panggabean, Simorangkir, Hutagalung, Hutapea dan Lumbantobing. Padahal ke-enam marga tersebut adalah turunan Guru Mangaloksa yang adalah salah- seorang anak Raja Hasibuan diwilayah Toba. Demikian pula marga Nasution yang kebanyakan tinggal wilayah Padangsidimpuan adalah saudara marga Siahaan di Balige, tentu kedua marga ini adalah turunan leluhur yang sama. Batak Toba sbg kesatuan kultural pasti mampu menyebar ke berbagai penjuru melintasi batas-batas geografis asal leluhurnya, si Raja Batak yakni wilayah Toba yang secara spesifik ialah Desa Sianjur Mulamula terletak di lereng Gunung Pusuk Buhit, agak 45 menit berkendara dari Pangururan, Ibukota Kabupaten Samosir, sekarang.

Penyerahan kedaulatan permulaan 1950

Ketika penyerahan kedaulatan pada permulaan 1950, Keresidenan Tapanuli yang telah disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara dibagi dalam 4 (empat) kabupaten baru, yaitu:

Sekarang

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Pada Desember 2008 ini, Keresidenan Tapanuli disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara. Toba waktu ini masuk dalam wilayah Kabupaten Toba Samosir yang beribukota di Balige.

Kabupaten Toba Samosir dihasilkan bentuk sesuai Undang-Undang No 12. Tahun 1998 mengenai pembentukan Kabupaten Kawasan Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Mandailing Natal, di Kawasan Tingkat I Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Toba Samosir ini adalah pemekaran dari Kawasan Tingkat II Kabupaten Tapanuli Utara.

Marga pada suku Batak Toba

Marga atau nama keluarga adalah segi nama yang adalah pertanda dari keluarga mana beliau berasal.

Orang Batak selalu memiliki nama marga/keluarga. Nama / marga ini diperoleh dari garis keturunan ayah (patrilinear) yang selanjutnya akan diteruskan kepada keturunannya secara terus menerus.

Rumah norma budaya

Rumah Norma budaya Batak Toba Sumatera Utara – Rumah Norma budaya Batak Toba disebut Rumah Bolon, yang memiliki kontruksi empat persegi panjang yang kadang-kadang dikuasai oleh 5 sampai 6 keluarga. Memasuki Rumah Bolon ini harus menaiki tangga yang terletak di tengah-tengah rumah, dengan jumlah anak tangga yang mengherankan. Bila orang ingin masuk rumah tersebut, harus menundukkan kepala supaya tidak terbentur pada balok yang melintang. Rumah Norma budaya Batak Toba Sumatera Utara, Hal ini diartikan tamu harus menghormati si pemilik rumah.

Lihat juga

  • Daftar marga suku Batak Toba

References

  1. ^ Jacob Cornelis Vergouwen, Warga dan hukum norma budaya Batak Toba

Sumber dan bacaan

  • Ramlo R. Hutabarat, Opini: Tapanuli, Dari Suatu Saat Pada Suatu Ketika, Harian Sinar Indonesia Baru (SIB) edisi Jumat, 5 Januari 2007
  • D. J. Gultom Raja Marpodang, Dalihan Natolu Nilai Muslihat budi Suku Batak, mengenai Yang dibangun Wilayah Pemerintahan Harajaon Batak
  • ALMANAK HKBP
  • Laris Kaladius Sibagariang (Sumber Lisan), seorang yang dituakan dan kepala norma budaya, di Hutaraja Sipoholon.

Pranala Luar

 
 
 
 
 
 
 
 
 

Lihat pula: Pribumi-Nusantara
*Catatan: Kalimantan dan Papua di sini hanya yang termasuk dalam teritori Indonesia.


edunitas.com


Page 11

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Peta linguistik di Pulau Jawa babak barat

Suku Banten, semakin tepatnya Orang Banten adalah warga asli yang mendiami bekas daerah kekuasaan Kesultanan Banten di luar Parahiyangan, Cirebon dan Jakarta. Menurut sensus BPS tahun 2000, suku Banten populasinya 2,1 % dari warga Indonesia. Orang Banten memakai bahasa Banten. Bahasa Banten adalah salah satu dialek bahasa Sunda yang semakin tidak jauh untuk bahasa Sunda kuna yang pada tingkatan bahasa Sunda modern dikelompokkan sebagai bahasa kasar. Perbedaan atur bahasa antara Bahasa Banten & Bahasa Sunda disebabkan wilayah Banten tak pernah menjadi babak dari Kesultanan Mataram sehingga tak mengenal tingkatan halus & sangat halus yang dikenalkan oleh Mataram. Bahasa ini dilestarikan salah satunya menempuh program berita Beja ti Lembur dalam bahasa Banten yang disiarkan oleh siaran televisi lokal di wilayah Banten.

Asal kata Banten

Kata Banten muncul jauh sebelum berdirinya Kesultanan Banten. Kata ini dipergunakan untuk menamai sebuah sungai dan dan daerah sekelilingnya yaitu Cibanten atau sungai Banten. Referensi tertulis pertama mengenai Banten dapat ditemukan pada naskah Sunda Lawas Bujangga Manik yang menyebutkan nama-nama lokasi di Banten dan sekitarnya sebagai berikut:

tanggeran Labuhan Ratu.Ti kaler alas Panyawung,

tanggeran na alas Banten.


Itu ta na gunung (... .)ler,tanggeran alas Pamekser,nu awas ka Tanjak Barat.Itu ta pulo Sanghiang,heuleut-heuleut nusa Lampung,

Ti timur pulo Tampurung,ti barat pulo Rakata,gunung di tengah sagara.Itu ta gunung Jereding,tanggeran na alas Mirah,

ti barat na lengkong Gowong.Itu ta gunung Sudara,na gunung Guha Bantayan,tanggeran na Hujung Kulan,ti barat bukit Cawiri.

Itu ta na gunung Raksa,gunung Sri Mahapawitra,tanggeran na Panahitan,

Dataran semakin tinggi yang dilewati sungai ini disebut Cibanten Girang atau disingkat Banten Girang ("Banten atas"). Berlandaskan riset yang dilakukan di Banten Girang pada tahun 1988 dalam program Franco-Indonesian excavations, di daerah ini sudah ada pemukiman sajak masa seratus tahun ke 11 sampai 12 (saat kerajaan Sunda). Berlandaskan riset ini juga dikenal bahwa daerah ini mengembang pesat pada masa seratus tahun ke-16 masa Islam masuk pertama kali di wilayah ini. Perkembangan pemukiman ini akhir bertambah lapang atau bergeser ke arah Serang dan ke arah pantai. Pada daerah pantai inilah akhir didirikan Kesultanan Banten oleh Sunan Gunung Jati. Kesultanan ini seharusnya menguasai seluruh bekas Kerajaan Sunda di Jawa Barat. Hanya saja Sunda Kalapa atau Batavia direbut oleh Belanda serta Cirebon dan Parahiyangan direbut oleh Mataram. Daerah kesultanan ini akhir diubah manjadi keresidenan pada masa waktu seratus tahun penjajahan Belanda.

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Cerminan orang Banten sebelum masa Kesultanan Banten.

Asal kata suku Banten

Orang asing kadang menyebut warga yang tinggal pada bekas kersidenan ini sebagai Bantenese yang mempunya guna ”orang Banten”. Contohnya, Guillot Claude menulis pada halaman 35 bukunya The Sultanate of Banten: “These estates, owned by the Bantenese of Chinese origin, were concentrated around the village of Kelapadua.” Dia mencetuskan bahwa keturunan Cina juga adalah Bantenese atau warga Banten.

Hanya saja sesudah diproduksinya provinsi Banten, ada sebagian orang yang menterjemahkan Bantenese menjadi suku Banten sebagai kesatuan etnik dengan aturan sejak dahulu kala istiadat yang unik.

Lihat pula

Referensi

  1. Claude Guillot, The Sultanate of Banten, Gramedia Book Publishing Division, Jakarta, 1990
  2. Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid II, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000
  3. Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid III, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000

edunitas.com

Page 12

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Peta linguistik di Pulau Jawa babak barat

Suku Banten, semakin tepatnya Orang Banten adalah warga asli yang mendiami bekas daerah kekuasaan Kesultanan Banten di luar Parahiyangan, Cirebon dan Jakarta. Menurut sensus BPS tahun 2000, suku Banten populasinya 2,1 % dari warga Indonesia. Orang Banten memakai bahasa Banten. Bahasa Banten adalah salah satu dialek bahasa Sunda yang semakin tidak jauh untuk bahasa Sunda kuna yang pada tingkatan bahasa Sunda modern dikelompokkan sebagai bahasa kasar. Perbedaan atur bahasa antara Bahasa Banten & Bahasa Sunda disebabkan wilayah Banten tak pernah menjadi babak dari Kesultanan Mataram sehingga tak mengenal tingkatan halus & sangat halus yang dikenalkan oleh Mataram. Bahasa ini dilestarikan salah satunya menempuh program berita Beja ti Lembur dalam bahasa Banten yang disiarkan oleh siaran televisi lokal di wilayah Banten.

Asal kata Banten

Kata Banten muncul jauh sebelum berdirinya Kesultanan Banten. Kata ini dipergunakan untuk menamai sebuah sungai dan dan daerah sekelilingnya yaitu Cibanten atau sungai Banten. Referensi tertulis pertama mengenai Banten dapat ditemukan pada naskah Sunda Lawas Bujangga Manik yang menyebutkan nama-nama lokasi di Banten dan sekitarnya sebagai berikut:

tanggeran Labuhan Ratu.Ti kaler alas Panyawung,

tanggeran na alas Banten.


Itu ta na gunung (... .)ler,tanggeran alas Pamekser,nu awas ka Tanjak Barat.Itu ta pulo Sanghiang,heuleut-heuleut nusa Lampung,

Ti timur pulo Tampurung,ti barat pulo Rakata,gunung di tengah sagara.Itu ta gunung Jereding,tanggeran na alas Mirah,

ti barat na lengkong Gowong.Itu ta gunung Sudara,na gunung Guha Bantayan,tanggeran na Hujung Kulan,ti barat bukit Cawiri.

Itu ta na gunung Raksa,gunung Sri Mahapawitra,tanggeran na Panahitan,

Dataran semakin tinggi yang dilewati sungai ini disebut Cibanten Girang atau disingkat Banten Girang ("Banten atas"). Berlandaskan riset yang dilakukan di Banten Girang pada tahun 1988 dalam program Franco-Indonesian excavations, di daerah ini sudah ada pemukiman sajak masa seratus tahun ke 11 sampai 12 (saat kerajaan Sunda). Berlandaskan riset ini juga dikenal bahwa daerah ini mengembang pesat pada masa seratus tahun ke-16 masa Islam masuk pertama kali di wilayah ini. Perkembangan pemukiman ini akhir bertambah lapang atau bergeser ke arah Serang dan ke arah pantai. Pada daerah pantai inilah akhir didirikan Kesultanan Banten oleh Sunan Gunung Jati. Kesultanan ini seharusnya menguasai seluruh bekas Kerajaan Sunda di Jawa Barat. Hanya saja Sunda Kalapa atau Batavia direbut oleh Belanda serta Cirebon dan Parahiyangan direbut oleh Mataram. Daerah kesultanan ini akhir diubah manjadi keresidenan pada masa waktu seratus tahun penjajahan Belanda.

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Cerminan orang Banten sebelum masa Kesultanan Banten.

Asal kata suku Banten

Orang asing kadang menyebut warga yang tinggal pada bekas kersidenan ini sebagai Bantenese yang mempunya guna ”orang Banten”. Contohnya, Guillot Claude menulis pada halaman 35 bukunya The Sultanate of Banten: “These estates, owned by the Bantenese of Chinese origin, were concentrated around the village of Kelapadua.” Dia mencetuskan bahwa keturunan Cina juga adalah Bantenese atau warga Banten.

Hanya saja sesudah diproduksinya provinsi Banten, ada sebagian orang yang menterjemahkan Bantenese menjadi suku Banten sebagai kesatuan etnik dengan aturan sejak dahulu kala istiadat yang unik.

Lihat pula

Referensi

  1. Claude Guillot, The Sultanate of Banten, Gramedia Book Publishing Division, Jakarta, 1990
  2. Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid II, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000
  3. Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid III, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000

edunitas.com

Page 13

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Peta linguistik di Pulau Jawa babak barat

Suku Banten, semakin tepatnya Orang Banten adalah warga asli yang mendiami bekas daerah kekuasaan Kesultanan Banten di luar Parahiyangan, Cirebon dan Jakarta. Menurut sensus BPS tahun 2000, suku Banten populasinya 2,1 % dari warga Indonesia. Orang Banten memakai bahasa Banten. Bahasa Banten adalah salah satu dialek bahasa Sunda yang semakin tidak jauh untuk bahasa Sunda kuna yang pada tingkatan bahasa Sunda modern dikelompokkan sebagai bahasa kasar. Perbedaan atur bahasa antara Bahasa Banten & Bahasa Sunda disebabkan wilayah Banten tak pernah menjadi babak dari Kesultanan Mataram sehingga tak mengenal tingkatan halus & sangat halus yang dikenalkan oleh Mataram. Bahasa ini dilestarikan salah satunya menempuh program berita Beja ti Lembur dalam bahasa Banten yang disiarkan oleh siaran televisi lokal di wilayah Banten.

Asal kata Banten

Kata Banten muncul jauh sebelum berdirinya Kesultanan Banten. Kata ini dipergunakan untuk menamai sebuah sungai dan dan daerah sekelilingnya yaitu Cibanten atau sungai Banten. Referensi tertulis pertama mengenai Banten dapat ditemukan pada naskah Sunda Lawas Bujangga Manik yang menyebutkan nama-nama lokasi di Banten dan sekitarnya sebagai berikut:

tanggeran Labuhan Ratu.Ti kaler alas Panyawung,

tanggeran na alas Banten.


Itu ta na gunung (... .)ler,tanggeran alas Pamekser,nu awas ka Tanjak Barat.Itu ta pulo Sanghiang,heuleut-heuleut nusa Lampung,

Ti timur pulo Tampurung,ti barat pulo Rakata,gunung di tengah sagara.Itu ta gunung Jereding,tanggeran na alas Mirah,

ti barat na lengkong Gowong.Itu ta gunung Sudara,na gunung Guha Bantayan,tanggeran na Hujung Kulan,ti barat bukit Cawiri.

Itu ta na gunung Raksa,gunung Sri Mahapawitra,tanggeran na Panahitan,

Dataran semakin tinggi yang dilewati sungai ini disebut Cibanten Girang atau disingkat Banten Girang ("Banten atas"). Berlandaskan riset yang dilakukan di Banten Girang pada tahun 1988 dalam program Franco-Indonesian excavations, di daerah ini sudah ada pemukiman sajak masa seratus tahun ke 11 sampai 12 (saat kerajaan Sunda). Berlandaskan riset ini juga dikenal bahwa daerah ini mengembang pesat pada masa seratus tahun ke-16 masa Islam masuk pertama kali di wilayah ini. Perkembangan pemukiman ini akhir bertambah lapang atau bergeser ke arah Serang dan ke arah pantai. Pada daerah pantai inilah akhir didirikan Kesultanan Banten oleh Sunan Gunung Jati. Kesultanan ini seharusnya menguasai seluruh bekas Kerajaan Sunda di Jawa Barat. Hanya saja Sunda Kalapa atau Batavia direbut oleh Belanda serta Cirebon dan Parahiyangan direbut oleh Mataram. Daerah kesultanan ini akhir diubah manjadi keresidenan pada masa waktu seratus tahun penjajahan Belanda.

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Cerminan orang Banten sebelum masa Kesultanan Banten.

Asal kata suku Banten

Orang asing kadang menyebut warga yang tinggal pada bekas kersidenan ini sebagai Bantenese yang mempunya guna ”orang Banten”. Contohnya, Guillot Claude menulis pada halaman 35 bukunya The Sultanate of Banten: “These estates, owned by the Bantenese of Chinese origin, were concentrated around the village of Kelapadua.” Dia mencetuskan bahwa keturunan Cina juga adalah Bantenese atau warga Banten.

Hanya saja sesudah diproduksinya provinsi Banten, ada sebagian orang yang menterjemahkan Bantenese menjadi suku Banten sebagai kesatuan etnik dengan aturan sejak dahulu kala istiadat yang unik.

Lihat pula

Referensi

  1. Claude Guillot, The Sultanate of Banten, Gramedia Book Publishing Division, Jakarta, 1990
  2. Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid II, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000
  3. Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid III, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000

edunitas.com

Page 14

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Peta linguistik di Pulau Jawa babak barat

Suku Banten, semakin tepatnya Orang Banten adalah warga asli yang mendiami bekas daerah kekuasaan Kesultanan Banten di luar Parahiyangan, Cirebon dan Jakarta. Menurut sensus BPS tahun 2000, suku Banten populasinya 2,1 % dari warga Indonesia. Orang Banten memakai bahasa Banten. Bahasa Banten adalah salah satu dialek bahasa Sunda yang semakin tidak jauh untuk bahasa Sunda kuna yang pada tingkatan bahasa Sunda modern dikelompokkan sebagai bahasa kasar. Perbedaan atur bahasa antara Bahasa Banten & Bahasa Sunda disebabkan wilayah Banten tak pernah menjadi babak dari Kesultanan Mataram sehingga tak mengenal tingkatan halus & sangat halus yang dikenalkan oleh Mataram. Bahasa ini dilestarikan salah satunya menempuh program berita Beja ti Lembur dalam bahasa Banten yang disiarkan oleh siaran televisi lokal di wilayah Banten.

Asal kata Banten

Kata Banten muncul jauh sebelum berdirinya Kesultanan Banten. Kata ini dipergunakan untuk menamai sebuah sungai dan dan daerah sekelilingnya yaitu Cibanten atau sungai Banten. Referensi tertulis pertama mengenai Banten dapat ditemukan pada naskah Sunda Lawas Bujangga Manik yang menyebutkan nama-nama lokasi di Banten dan sekitarnya sebagai berikut:

tanggeran Labuhan Ratu.Ti kaler alas Panyawung,

tanggeran na alas Banten.


Itu ta na gunung (... .)ler,tanggeran alas Pamekser,nu awas ka Tanjak Barat.Itu ta pulo Sanghiang,heuleut-heuleut nusa Lampung,

Ti timur pulo Tampurung,ti barat pulo Rakata,gunung di tengah sagara.Itu ta gunung Jereding,tanggeran na alas Mirah,

ti barat na lengkong Gowong.Itu ta gunung Sudara,na gunung Guha Bantayan,tanggeran na Hujung Kulan,ti barat bukit Cawiri.

Itu ta na gunung Raksa,gunung Sri Mahapawitra,tanggeran na Panahitan,

Dataran semakin tinggi yang dilewati sungai ini disebut Cibanten Girang atau disingkat Banten Girang ("Banten atas"). Berlandaskan riset yang dilakukan di Banten Girang pada tahun 1988 dalam program Franco-Indonesian excavations, di daerah ini sudah ada pemukiman sajak masa seratus tahun ke 11 sampai 12 (saat kerajaan Sunda). Berlandaskan riset ini juga dikenal bahwa daerah ini mengembang pesat pada masa seratus tahun ke-16 masa Islam masuk pertama kali di wilayah ini. Perkembangan pemukiman ini akhir bertambah lapang atau bergeser ke arah Serang dan ke arah pantai. Pada daerah pantai inilah akhir didirikan Kesultanan Banten oleh Sunan Gunung Jati. Kesultanan ini seharusnya menguasai seluruh bekas Kerajaan Sunda di Jawa Barat. Hanya saja Sunda Kalapa atau Batavia direbut oleh Belanda serta Cirebon dan Parahiyangan direbut oleh Mataram. Daerah kesultanan ini akhir diubah manjadi keresidenan pada masa waktu seratus tahun penjajahan Belanda.

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Cerminan orang Banten sebelum masa Kesultanan Banten.

Asal kata suku Banten

Orang asing kadang menyebut warga yang tinggal pada bekas kersidenan ini sebagai Bantenese yang mempunya guna ”orang Banten”. Contohnya, Guillot Claude menulis pada halaman 35 bukunya The Sultanate of Banten: “These estates, owned by the Bantenese of Chinese origin, were concentrated around the village of Kelapadua.” Dia mencetuskan bahwa keturunan Cina juga adalah Bantenese atau warga Banten.

Hanya saja sesudah diproduksinya provinsi Banten, ada sebagian orang yang menterjemahkan Bantenese menjadi suku Banten sebagai kesatuan etnik dengan aturan sejak dahulu kala istiadat yang unik.

Lihat pula

Referensi

  1. Claude Guillot, The Sultanate of Banten, Gramedia Book Publishing Division, Jakarta, 1990
  2. Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid II, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000
  3. Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid III, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000

edunitas.com

Page 15

Suku Batak Toba

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Ulos dan Ruma Batak

Jumlah populasi

6 juta.

Kawasan dengan populasi yang signifikan
Toba, Samosir, Humbang, Silindung, Sumatera Utara: 5 juta.
Bahasa
bahasa Batak: logat Toba, logat Samosir, logat Humbang, logat Silindung, dan bahasa Indonesia juga digunakan.
Agama
Kristen, Islam, dan Parmalim.
Kumpulan etnik terdekat
suku Batak Pakpak, suku Batak Simalungun, suku Batak Angkola, suku Batak Mandailing, suku Batak Karo.

Suku Batak Toba merupakan sub atau bagian dari suku bangsa Batak. Suku Batak Toba meliputi Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, sebagian Kabupaten Dairi, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Sibolga dan sekitarnya. [1]

Sejarah

Kerajaan Batak

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Pada masa Kerajaan Batak yang berpusat di Bakara, Kerajaan Batak yang dalam pemerintahan dinasti Sisingamangaraja membagi Kerajaan Batak dalam 4 (empat) wilayah yang disebut Raja Maropat, yaitu:

  1. Raja Maropat Silindung
  2. Raja Maropat Samosir
  3. Raja Maropat Humbang
  4. Raja Maropat Toba

Penjajahan Belanda

Pada masa penjajahan Belanda, pemerintah Belanda membentuk Keresidenan Tapanuli pada tahun 1910. Keresidenan Tapanuli terbagi atas 4 (empat) wilayah yang disebut afdeling dan saat ini dikenal dengan kabupaten atau kota, yaitu:

  1. Afdeling Padang Sidempuan, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, dan Kota Padang Sidempuan.
  2. Afdeling Nias, yang sekarang menjadi Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan.
  3. Afdeling Sibolga dan Ommnenlanden, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga.
  4. Afdeling Bataklanden, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Samosir, Kabupaten Dairi, dan Kabupaten Pakpak Bharat.

Penjajahan Jepang

Pada masa penjajahan Jepang, bangun pemerintahan di Keresidenan Tapanuli hampir tak berubah.

Awal kemerdekaan RI

Setelah kemerdekaan, pemerintah Republik Indonesia pun tetap menjadikan Tapanuli menjadi suatu keresidenan. Dr. Ferdinand Lumban Tobing merupakan Residen Tapanuli yang pertama.

Ada sedikit perubahan dilakukan pada nama. Namun pembagian wilayah tetap sama. Nama Afdeling Bataklanden misalnya diubah menjadi Luhak Tanah Batak dan luhak pertama yang diangkat adalah Cornelius Sihombing yang pernah menjabat sebagai Demang Silindung. Nama onderafdeling pun diganti menjadi urung dan para demang yang memimpin onderafdeing diangkat menjadi Kepala Urung. Onderdistrik pun menjadi Urung Kecil yang dipimpin oleh Kepala Urung Kecil yang dahulu adalah sebagai Assistent Demang.

Seiring dengan perjalanan sejarah, pemerintahan di Keresidenan Tapanuli pernah dibagi dalam 4 (empat) kabupaten, yaitu:

  1. Kabupaten Silindung
  2. Kabupaten Samosir
  3. Kabupaten Humbang
  4. Kabupaten Toba

Kultural Batak Toba

Batak Toba adalah suatu kesatuan kultural. Batak Toba tak mesti tinggal diwilayah geografis Toba, meski asal-muasal adalah Toba. Sebagaimana suku-suku bangsa lain, suku bangsa Batak Tobapun bermigrasi kedaerah-daerah yang semakin menjanjikan penghidupan yang labih patut. Contoh, mayoritas warga asli Silindung adalah marga-marga Hutabarat, Panggabean, Simorangkir, Hutagalung, Hutapea dan Lumbantobing. Padahal ke-enam marga tersebut adalah turunan Guru Mangaloksa yang adalah salah- seorang anak Raja Hasibuan diwilayah Toba. Demikian pula marga Nasution yang kebanyakan tinggal wilayah Padangsidimpuan adalah saudara marga Siahaan di Balige, tentu kedua marga ini adalah turunan leluhur yang sama. Batak Toba sebagai kesatuan kultural pasti mampu menyebar ke berbagai penjuru melintasi batas-batas geografis asal leluhurnya, si Raja Batak yakni wilayah Toba yang secara spesifik ialah Desa Sianjur Mulamula terletak di lereng Gunung Pusuk Buhit, kira-kira 45 menit berkendaraan dari Pangururan, Ibukota Kabupaten Samosir, sekarang.

Penyerahan kedaulatan awal 1950

Ketika penyerahan kedaulatan pada permulaan 1950, Keresidenan Tapanuli yang sudah disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara dibagi dalam 4 (empat) kabupaten baru, yaitu:

Sekarang

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Pada Desember 2008 ini, Keresidenan Tapanuli disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara. Toba saat ini masuk dalam wilayah Kabupaten Toba Samosir yang beribukota di Balige.

Kabupaten Toba Samosir diwujudkan berlandaskan Undang-Undang No 12. Tahun 1998 tentang pembentukan Kabupaten Kawasan Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Mandailing Natal, di Kawasan Tingkat I Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Toba Samosir ini merupakan pemekaran dari Kawasan Tingkat II Kabupaten Tapanuli Utara.

Marga pada suku Batak Toba

Marga atau nama keluarga adalah bagian nama yang merupakan pertanda dari keluarga mana beliau berasal.

Orang Batak selalu memiliki nama marga/keluarga. Nama / marga ini diperoleh dari garis keturunan ayah (patrilinear) yang berikutnya akan diteruskan kepada keturunannya secara terus menerus.

Rumah norma budaya

Rumah Norma budaya Batak Toba Sumatera Utara – Rumah Norma budaya Batak Toba disebut Rumah Bolon, yang memiliki kontruksi empat persegi panjang yang kadang-kadang didiami oleh 5 sampai 6 keluarga. Memasuki Rumah Bolon ini harus menaiki tangga yang terletak di tengah-tengah rumah, dengan jumlah anak tangga yang ganjil. Bila orang akan masuk rumah tersebut, harus menundukkan kepala supaya tak terbentur pada balok yang melintang. Rumah Norma budaya Batak Toba Sumatera Utara, Hal ini diartikan tamu harus menghormati si pemilik rumah.

Lihat pula

  • Daftar marga suku Batak Toba

References

  1. ^ Jacob Cornelis Vergouwen, Warga dan hukum norma budaya Batak Toba

Sumber dan bacaan

  • Ramlo R. Hutabarat, Opini: Tapanuli, Dari Suatu Masa Pada Suatu Ketika, Harian Sinar Indonesia Baru (SIB) edisi Jumat, 5 Januari 2007
  • D. J. Gultom Raja Marpodang, Dalihan Natolu Nilai Kebiasaan Suku Batak, tentang Bangun Wilayah Pemerintahan Harajaon Batak
  • ALMANAK HKBP
  • Laris Kaladius Sibagariang (Sumber Lisan), seorang yang dituakan dan kepala norma budaya, di Hutaraja Sipoholon.

Pranala Luar

 
 
 
 
 
 
 
 
 

Lihat pula: Pribumi-Nusantara
*Catatan: Kalimantan dan Papua di sini hanya yang termasuk dalam teritori Indonesia.


edunitas.com


Page 16

Suku Batak Toba merupakan sub atau bagian dari suku bangsa Batak. Suku Batak Toba meliputi Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, sebagian Kabupaten Dairi, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Sibolga dan sekitarnya. [1]

Sejarah

Kerajaan Batak

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Pada masa Kerajaan Batak yang berpusat di Bakara, Kerajaan Batak yang dalam pemerintahan dinasti Sisingamangaraja membagi Kerajaan Batak dalam 4 (empat) wilayah yang dinamakan Raja Maropat, yaitu:

  1. Raja Maropat Silindung
  2. Raja Maropat Samosir
  3. Raja Maropat Humbang
  4. Raja Maropat Toba

Penjajahan Belanda

Pada masa penjajahan Belanda, pemerintah Belanda membentuk Keresidenan Tapanuli pada tahun 1910. Keresidenan Tapanuli terbagi atas 4 (empat) wilayah yang dinamakan afdeling dan saat ini dikenal dengan kabupaten atau kota, yaitu:

  1. Afdeling Padang Sidempuan, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, dan Kota Padang Sidempuan.
  2. Afdeling Nias, yang sekarang menjadi Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan.
  3. Afdeling Sibolga dan Ommnenlanden, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga.
  4. Afdeling Bataklanden, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Samosir, Kabupaten Dairi, dan Kabupaten Pakpak Bharat.

Penjajahan Jepang

Pada masa penjajahan Jepang, bangun pemerintahan di Keresidenan Tapanuli hampir tak berubah.

Awal kemerdekaan RI

Setelah kemerdekaan, pemerintah Republik Indonesia pun tetap menjadikan Tapanuli menjadi suatu keresidenan. Dr. Ferdinand Lumban Tobing merupakan Residen Tapanuli yang pertama.

Ada sedikit perubahan dilakukan pada nama. Namun pembagian wilayah tetap sama. Nama Afdeling Bataklanden misalnya diubah menjadi Luhak Tanah Batak dan luhak pertama yang diangkat adalah Cornelius Sihombing yang pernah menjabat sebagai Demang Silindung. Nama onderafdeling pun diganti menjadi urung dan para demang yang memimpin onderafdeing diangkat menjadi Kepala Urung. Onderdistrik pun menjadi Urung Kecil yang dipimpin oleh Kepala Urung Kecil yang dahulu adalah sebagai Assistent Demang.

Seiring dengan perjalanan sejarah, pemerintahan di Keresidenan Tapanuli pernah dibagi dalam 4 (empat) kabupaten, yaitu:

  1. Kabupaten Silindung
  2. Kabupaten Samosir
  3. Kabupaten Humbang
  4. Kabupaten Toba

Kultural Batak Toba

Batak Toba adalah suatu kesatuan kultural. Batak Toba tak mesti tinggal diwilayah geografis Toba, meski asal-muasal adalah Toba. Sebagaimana suku-suku bangsa lain, suku bangsa Batak Tobapun bermigrasi kedaerah-daerah yang semakin menjanjikan penghidupan yang labih patut. Contoh, mayoritas warga asli Silindung adalah marga-marga Hutabarat, Panggabean, Simorangkir, Hutagalung, Hutapea dan Lumbantobing. Padahal ke-enam marga tersebut adalah turunan Guru Mangaloksa yang adalah salah- seorang anak Raja Hasibuan diwilayah Toba. Demikian pula marga Nasution yang kebanyakan tinggal wilayah Padangsidimpuan adalah saudara marga Siahaan di Balige, tentu kedua marga ini adalah turunan leluhur yang sama. Batak Toba sebagai kesatuan kultural pasti mampu menyebar ke berbagai penjuru menempuh batas-batas geografis asal leluhurnya, si Raja Batak yakni wilayah Toba yang secara spesifik ialah Desa Sianjur Mulamula terletak di lereng Gunung Pusuk Buhit, perkiraan 45 menit berkendaraan dari Pangururan, Ibukota Kabupaten Samosir, sekarang.

Penyerahan kedaulatan awal 1950

Ketika penyerahan kedaulatan pada permulaan 1950, Keresidenan Tapanuli yang sudah disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara dibagi dalam 4 (empat) kabupaten baru, yaitu:

Sekarang

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Pada Desember 2008 ini, Keresidenan Tapanuli disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara. Toba saat ini masuk dalam wilayah Kabupaten Toba Samosir yang beribukota di Balige.

Kabupaten Toba Samosir diwujudkan berlandaskan Undang-Undang No 12. Tahun 1998 tentang pembentukan Kabupaten Kawasan Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Mandailing Natal, di Kawasan Tingkat I Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Toba Samosir ini merupakan pemekaran dari Kawasan Tingkat II Kabupaten Tapanuli Utara.

Marga pada suku Batak Toba

Marga atau nama keluarga adalah bagian nama yang merupakan pertanda dari keluarga mana ia berasal.

Orang Batak selalu memiliki nama marga/keluarga. Nama / marga ini diperoleh dari garis keturunan ayah (patrilinear) yang berikutnya akan diteruskan kepada keturunannya secara terus menerus.

Rumah norma budaya

Rumah Norma budaya Batak Toba Sumatera Utara – Rumah Norma budaya Batak Toba dinamakan Rumah Bolon, yang memiliki kontruksi empat persegi panjang yang kadang-kadang didiami oleh 5 sampai 6 keluarga. Memasuki Rumah Bolon ini harus menaiki tangga yang terletak di tengah-tengah rumah, dengan banyak anak tangga yang ganjil. Bila orang ingin masuk rumah tersebut, harus menundukkan kepala supaya tak terbentur pada balok yang melintang. Rumah Norma budaya Batak Toba Sumatera Utara, Hal ini diartikan tamu harus menghormati si pemilik rumah.

Lihat pula

  • Daftar marga suku Batak Toba

References

  1. ^ Jacob Cornelis Vergouwen, Warga dan hukum norma budaya Batak Toba

Sumber dan bacaan

  • Ramlo R. Hutabarat, Opini: Tapanuli, Dari Suatu Masa Pada Suatu Ketika, Harian Sinar Indonesia Baru (SIB) edisi Jumat, 5 Januari 2007
  • D. J. Gultom Raja Marpodang, Dalihan Natolu Nilai Kebiasaan Suku Batak, tentang Bangun Wilayah Pemerintahan Harajaon Batak
  • ALMANAK HKBP
  • Laris Kaladius Sibagariang (Sumber Lisan), seorang yang dituakan dan kepala norma budaya, di Hutaraja Sipoholon.

Pranala Luar

 
 
 
 
 
 
 
 
 

Lihat pula: Pribumi-Nusantara
*Catatan: Kalimantan dan Papua di sini hanya yang termasuk dalam teritori Indonesia.


edunitas.com


Page 17

Suku Batak Toba merupakan sub atau bagian dari suku bangsa Batak. Suku Batak Toba meliputi Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, sebagian Kabupaten Dairi, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Sibolga dan sekitarnya. [1]

Sejarah

Kerajaan Batak

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Pada masa Kerajaan Batak yang berpusat di Bakara, Kerajaan Batak yang dalam pemerintahan dinasti Sisingamangaraja membagi Kerajaan Batak dalam 4 (empat) wilayah yang dinamakan Raja Maropat, yaitu:

  1. Raja Maropat Silindung
  2. Raja Maropat Samosir
  3. Raja Maropat Humbang
  4. Raja Maropat Toba

Penjajahan Belanda

Pada masa penjajahan Belanda, pemerintah Belanda membentuk Keresidenan Tapanuli pada tahun 1910. Keresidenan Tapanuli terbagi atas 4 (empat) wilayah yang dinamakan afdeling dan saat ini dikenal dengan kabupaten atau kota, yaitu:

  1. Afdeling Padang Sidempuan, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, dan Kota Padang Sidempuan.
  2. Afdeling Nias, yang sekarang menjadi Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan.
  3. Afdeling Sibolga dan Ommnenlanden, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga.
  4. Afdeling Bataklanden, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Samosir, Kabupaten Dairi, dan Kabupaten Pakpak Bharat.

Penjajahan Jepang

Pada masa penjajahan Jepang, bangun pemerintahan di Keresidenan Tapanuli hampir tak berubah.

Awal kemerdekaan RI

Setelah kemerdekaan, pemerintah Republik Indonesia pun tetap menjadikan Tapanuli menjadi suatu keresidenan. Dr. Ferdinand Lumban Tobing merupakan Residen Tapanuli yang pertama.

Ada sedikit perubahan dilakukan pada nama. Namun pembagian wilayah tetap sama. Nama Afdeling Bataklanden misalnya diubah menjadi Luhak Tanah Batak dan luhak pertama yang diangkat adalah Cornelius Sihombing yang pernah menjabat sebagai Demang Silindung. Nama onderafdeling pun diganti menjadi urung dan para demang yang memimpin onderafdeing diangkat menjadi Kepala Urung. Onderdistrik pun menjadi Urung Kecil yang dipimpin oleh Kepala Urung Kecil yang dahulu adalah sebagai Assistent Demang.

Seiring dengan perjalanan sejarah, pemerintahan di Keresidenan Tapanuli pernah dibagi dalam 4 (empat) kabupaten, yaitu:

  1. Kabupaten Silindung
  2. Kabupaten Samosir
  3. Kabupaten Humbang
  4. Kabupaten Toba

Kultural Batak Toba

Batak Toba adalah suatu kesatuan kultural. Batak Toba tak mesti tinggal diwilayah geografis Toba, meski asal-muasal adalah Toba. Sebagaimana suku-suku bangsa lain, suku bangsa Batak Tobapun bermigrasi kedaerah-daerah yang semakin menjanjikan penghidupan yang labih patut. Contoh, mayoritas warga asli Silindung adalah marga-marga Hutabarat, Panggabean, Simorangkir, Hutagalung, Hutapea dan Lumbantobing. Padahal ke-enam marga tersebut adalah turunan Guru Mangaloksa yang adalah salah- seorang anak Raja Hasibuan diwilayah Toba. Demikian pula marga Nasution yang kebanyakan tinggal wilayah Padangsidimpuan adalah saudara marga Siahaan di Balige, tentu kedua marga ini adalah turunan leluhur yang sama. Batak Toba sebagai kesatuan kultural pasti mampu menyebar ke berbagai penjuru menempuh batas-batas geografis asal leluhurnya, si Raja Batak yakni wilayah Toba yang secara spesifik ialah Desa Sianjur Mulamula terletak di lereng Gunung Pusuk Buhit, perkiraan 45 menit berkendaraan dari Pangururan, Ibukota Kabupaten Samosir, sekarang.

Penyerahan kedaulatan awal 1950

Ketika penyerahan kedaulatan pada permulaan 1950, Keresidenan Tapanuli yang sudah disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara dibagi dalam 4 (empat) kabupaten baru, yaitu:

Sekarang

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Pada Desember 2008 ini, Keresidenan Tapanuli disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara. Toba saat ini masuk dalam wilayah Kabupaten Toba Samosir yang beribukota di Balige.

Kabupaten Toba Samosir diwujudkan berlandaskan Undang-Undang No 12. Tahun 1998 tentang pembentukan Kabupaten Kawasan Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Mandailing Natal, di Kawasan Tingkat I Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Toba Samosir ini merupakan pemekaran dari Kawasan Tingkat II Kabupaten Tapanuli Utara.

Marga pada suku Batak Toba

Marga atau nama keluarga adalah bagian nama yang merupakan pertanda dari keluarga mana ia berasal.

Orang Batak selalu memiliki nama marga/keluarga. Nama / marga ini diperoleh dari garis keturunan ayah (patrilinear) yang berikutnya akan diteruskan kepada keturunannya secara terus menerus.

Rumah norma budaya

Rumah Norma budaya Batak Toba Sumatera Utara – Rumah Norma budaya Batak Toba dinamakan Rumah Bolon, yang memiliki kontruksi empat persegi panjang yang kadang-kadang didiami oleh 5 sampai 6 keluarga. Memasuki Rumah Bolon ini harus menaiki tangga yang terletak di tengah-tengah rumah, dengan banyak anak tangga yang ganjil. Bila orang ingin masuk rumah tersebut, harus menundukkan kepala supaya tak terbentur pada balok yang melintang. Rumah Norma budaya Batak Toba Sumatera Utara, Hal ini diartikan tamu harus menghormati si pemilik rumah.

Lihat pula

  • Daftar marga suku Batak Toba

References

  1. ^ Jacob Cornelis Vergouwen, Warga dan hukum norma budaya Batak Toba

Sumber dan bacaan

  • Ramlo R. Hutabarat, Opini: Tapanuli, Dari Suatu Masa Pada Suatu Ketika, Harian Sinar Indonesia Baru (SIB) edisi Jumat, 5 Januari 2007
  • D. J. Gultom Raja Marpodang, Dalihan Natolu Nilai Kebiasaan Suku Batak, tentang Bangun Wilayah Pemerintahan Harajaon Batak
  • ALMANAK HKBP
  • Laris Kaladius Sibagariang (Sumber Lisan), seorang yang dituakan dan kepala norma budaya, di Hutaraja Sipoholon.

Pranala Luar

 
 
 
 
 
 
 
 
 

Lihat pula: Pribumi-Nusantara
*Catatan: Kalimantan dan Papua di sini hanya yang termasuk dalam teritori Indonesia.


edunitas.com


Page 18

Suku Batak Toba

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Ulos dan Ruma Batak

Jumlah populasi

6 juta.

Kawasan dengan populasi yang signifikan
Toba, Samosir, Humbang, Silindung, Sumatera Utara: 5 juta.
Bahasa
bahasa Batak: logat Toba, logat Samosir, logat Humbang, logat Silindung, dan bahasa Indonesia juga digunakan.
Agama
Kristen, Islam, dan Parmalim.
Kumpulan etnik terdekat
suku Batak Pakpak, suku Batak Simalungun, suku Batak Angkola, suku Batak Mandailing, suku Batak Karo.

Suku Batak Toba merupakan sub atau bagian dari suku bangsa Batak. Suku Batak Toba meliputi Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, sebagian Kabupaten Dairi, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Sibolga dan sekitarnya. [1]

Sejarah

Kerajaan Batak

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Pada masa Kerajaan Batak yang berpusat di Bakara, Kerajaan Batak yang dalam pemerintahan dinasti Sisingamangaraja membagi Kerajaan Batak dalam 4 (empat) wilayah yang disebut Raja Maropat, yaitu:

  1. Raja Maropat Silindung
  2. Raja Maropat Samosir
  3. Raja Maropat Humbang
  4. Raja Maropat Toba

Penjajahan Belanda

Pada masa penjajahan Belanda, pemerintah Belanda membentuk Keresidenan Tapanuli pada tahun 1910. Keresidenan Tapanuli terbagi atas 4 (empat) wilayah yang disebut afdeling dan saat ini dikenal dengan kabupaten atau kota, yaitu:

  1. Afdeling Padang Sidempuan, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, dan Kota Padang Sidempuan.
  2. Afdeling Nias, yang sekarang menjadi Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan.
  3. Afdeling Sibolga dan Ommnenlanden, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga.
  4. Afdeling Bataklanden, yang sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Samosir, Kabupaten Dairi, dan Kabupaten Pakpak Bharat.

Penjajahan Jepang

Pada masa penjajahan Jepang, bangun pemerintahan di Keresidenan Tapanuli hampir tak berubah.

Awal kemerdekaan RI

Setelah kemerdekaan, pemerintah Republik Indonesia pun tetap menjadikan Tapanuli menjadi suatu keresidenan. Dr. Ferdinand Lumban Tobing merupakan Residen Tapanuli yang pertama.

Ada sedikit perubahan dilakukan pada nama. Namun pembagian wilayah tetap sama. Nama Afdeling Bataklanden misalnya diubah menjadi Luhak Tanah Batak dan luhak pertama yang diangkat adalah Cornelius Sihombing yang pernah menjabat sebagai Demang Silindung. Nama onderafdeling pun diganti menjadi urung dan para demang yang memimpin onderafdeing diangkat menjadi Kepala Urung. Onderdistrik pun menjadi Urung Kecil yang dipimpin oleh Kepala Urung Kecil yang dahulu adalah sebagai Assistent Demang.

Seiring dengan perjalanan sejarah, pemerintahan di Keresidenan Tapanuli pernah dibagi dalam 4 (empat) kabupaten, yaitu:

  1. Kabupaten Silindung
  2. Kabupaten Samosir
  3. Kabupaten Humbang
  4. Kabupaten Toba

Kultural Batak Toba

Batak Toba adalah suatu kesatuan kultural. Batak Toba tak mesti tinggal diwilayah geografis Toba, meski asal-muasal adalah Toba. Sebagaimana suku-suku bangsa lain, suku bangsa Batak Tobapun bermigrasi kedaerah-daerah yang semakin menjanjikan penghidupan yang labih patut. Contoh, mayoritas warga asli Silindung adalah marga-marga Hutabarat, Panggabean, Simorangkir, Hutagalung, Hutapea dan Lumbantobing. Padahal ke-enam marga tersebut adalah turunan Guru Mangaloksa yang adalah salah- seorang anak Raja Hasibuan diwilayah Toba. Demikian pula marga Nasution yang kebanyakan tinggal wilayah Padangsidimpuan adalah saudara marga Siahaan di Balige, tentu kedua marga ini adalah turunan leluhur yang sama. Batak Toba sebagai kesatuan kultural pasti mampu menyebar ke berbagai penjuru melintasi batas-batas geografis asal leluhurnya, si Raja Batak yakni wilayah Toba yang secara spesifik ialah Desa Sianjur Mulamula terletak di lereng Gunung Pusuk Buhit, kira-kira 45 menit berkendaraan dari Pangururan, Ibukota Kabupaten Samosir, sekarang.

Penyerahan kedaulatan awal 1950

Ketika penyerahan kedaulatan pada permulaan 1950, Keresidenan Tapanuli yang sudah disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara dibagi dalam 4 (empat) kabupaten baru, yaitu:

Sekarang

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Pada Desember 2008 ini, Keresidenan Tapanuli disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara. Toba saat ini masuk dalam wilayah Kabupaten Toba Samosir yang beribukota di Balige.

Kabupaten Toba Samosir diwujudkan berlandaskan Undang-Undang No 12. Tahun 1998 tentang pembentukan Kabupaten Kawasan Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Mandailing Natal, di Kawasan Tingkat I Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Toba Samosir ini merupakan pemekaran dari Kawasan Tingkat II Kabupaten Tapanuli Utara.

Marga pada suku Batak Toba

Marga atau nama keluarga adalah bagian nama yang merupakan pertanda dari keluarga mana beliau berasal.

Orang Batak selalu memiliki nama marga/keluarga. Nama / marga ini diperoleh dari garis keturunan ayah (patrilinear) yang berikutnya akan diteruskan kepada keturunannya secara terus menerus.

Rumah norma budaya

Rumah Norma budaya Batak Toba Sumatera Utara – Rumah Norma budaya Batak Toba disebut Rumah Bolon, yang memiliki kontruksi empat persegi panjang yang kadang-kadang didiami oleh 5 sampai 6 keluarga. Memasuki Rumah Bolon ini harus menaiki tangga yang terletak di tengah-tengah rumah, dengan jumlah anak tangga yang ganjil. Bila orang akan masuk rumah tersebut, harus menundukkan kepala supaya tak terbentur pada balok yang melintang. Rumah Norma budaya Batak Toba Sumatera Utara, Hal ini diartikan tamu harus menghormati si pemilik rumah.

Lihat pula

  • Daftar marga suku Batak Toba

References

  1. ^ Jacob Cornelis Vergouwen, Warga dan hukum norma budaya Batak Toba

Sumber dan bacaan

  • Ramlo R. Hutabarat, Opini: Tapanuli, Dari Suatu Masa Pada Suatu Ketika, Harian Sinar Indonesia Baru (SIB) edisi Jumat, 5 Januari 2007
  • D. J. Gultom Raja Marpodang, Dalihan Natolu Nilai Kebiasaan Suku Batak, tentang Bangun Wilayah Pemerintahan Harajaon Batak
  • ALMANAK HKBP
  • Laris Kaladius Sibagariang (Sumber Lisan), seorang yang dituakan dan kepala norma budaya, di Hutaraja Sipoholon.

Pranala Luar

 
 
 
 
 
 
 
 
 

Lihat pula: Pribumi-Nusantara
*Catatan: Kalimantan dan Papua di sini hanya yang termasuk dalam teritori Indonesia.


edunitas.com


Page 19

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Peta linguistik di Pulau Jawa bidang barat

Suku Banten, semakin tepatnya Orang Banten adalah penduduk asli yang menduduki bekas daerah kekuasaan Kesultanan Banten di luar Parahiyangan, Cirebon dan Jakarta. Menurut sensus BPS tahun 2000, suku Banten populasinya 2,1 % dari penduduk Indonesia. Orang Banten memakai bahasa Banten. Bahasa Banten adalah salah satu dialek bahasa Sunda yang semakin tidak jauh kepada bahasa Sunda kuna yang pada tingkatan bahasa Sunda modern dikelompokkan sebagai bahasa kasar. Perbedaan kelola bahasa selang Bahasa Banten & Bahasa Sunda dikarenakan wilayah Banten tidak pernah menjadi bidang dari Kesultanan Mataram sehingga tidak mengenal tingkatan halus & sangat halus yang diperkenalkan oleh Mataram. Bahasa ini dilestarikan salah satunya melewati program berita Beja ti Lembur dalam bahasa Banten yang disiarkan oleh siaran televisi lokal di wilayah Banten.

Daftar inti

  • 1 Asal kata Banten
  • 2 Asal kata suku Banten
  • 3 Lihat pula
  • 4 Rujukan

Asal kata Banten

Kata Banten muncul jauh sebelum berdirinya Kesultanan Banten. Kata ini digunakan bagi menamai sebuah sungai dan dan daerah sekelilingnya yaitu Cibanten atau sungai Banten. Rujukan tertulis pertama mengenai Banten dapat ditemukan pada naskah Sunda Kuno Bujangga Manik yang menyebutkan nama-nama lokasi di Banten dan sekitarnya sebagai berikut:

tanggeran Labuhan Ratu.Ti kaler alas Panyawung,

tanggeran na alas Banten.


Itu ta na gunung (... .)ler,tanggeran alas Pamekser,nu awas ka Tanjak Barat.Itu ta pulo Sanghiang,heuleut-heuleut nusa Lampung,

Ti timur pulo Tampurung,ti barat pulo Rakata,gunung di tengah sagara.Itu ta gunung Jereding,tanggeran na alas Mirah,

ti barat na lengkong Gowong.Itu ta gunung Sudara,na gunung Guha Bantayan,tanggeran na Hujung Kulan,ti barat bukit Cawiri.

Itu ta na gunung Raksa,gunung Sri Mahapawitra,tanggeran na Panahitan,

Dataran semakin tinggi yang dilalui sungai ini disebut Cibanten Girang atau disingkat Banten Girang ("Banten atas"). Berdasarkan riset yang dimainkan di Banten Girang pada tahun 1988 dalam program Franco-Indonesian excavations, di daerah ini telah mempunyai pemukiman sajak ratus tahun ke 11 sampai 12 (saat kerajaan Sunda). Berdasarkan riset ini juga diketahui bahwa daerah ini mengembang pesat pada ratus tahun ke-16 masa Islam masuk pertama kali di wilayah ini. Perkembangan pemukiman ini belakang bertambah luas atau bergeser ke arah Serang dan ke arah pantai. Pada daerah pantai inilah belakang dibangun Kesultanan Banten oleh Sunan Gunung Jati. Kesultanan ini seharusnya menduduki semua bekas Kerajaan Sunda di Jawa Barat. Hanya saja Sunda Kalapa atau Batavia diduduki oleh Belanda serta Cirebon dan Parahiyangan diduduki oleh Mataram. Daerah kesultanan ini belakang diubah manjadi keresidenan pada zaman penjajahan Belanda.

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Bayangan orang Banten sebelum masa Kesultanan Banten.

Asal kata suku Banten

Orang asing kadang menyebut penduduk yang tinggal pada bekas kersidenan ini sebagai Bantenese yang mempunya guna ”orang Banten”. Contohnya, Guillot Claude menulis pada halaman 35 bukunya The Sultanate of Banten: “These estates, owned by the Bantenese of Chinese origin, were concentrated around the village of Kelapadua.” Dia menyatakan bahwa keturunan Cina juga adalah Bantenese atau penduduk Banten.

Hanya saja setelah dibuatnya provinsi Banten, mempunyai sebagian orang yang menterjemahkan Bantenese menjadi suku Banten sebagai kesatuan etnik dengan budaya yang unik.

Lihat pula

Rujukan

  1. Claude Guillot, The Sultanate of Banten, Gramedia Book Publishing Division, Jakarta, 1990
  2. Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid II, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000
  3. Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid III, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000

edunitas.com

Page 20

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Peta linguistik di Pulau Jawa bidang barat

Suku Banten, semakin tepatnya Orang Banten adalah penduduk asli yang menduduki bekas daerah kekuasaan Kesultanan Banten di luar Parahiyangan, Cirebon dan Jakarta. Menurut sensus BPS tahun 2000, suku Banten populasinya 2,1 % dari penduduk Indonesia. Orang Banten memakai bahasa Banten. Bahasa Banten adalah salah satu dialek bahasa Sunda yang semakin tidak jauh kepada bahasa Sunda kuna yang pada tingkatan bahasa Sunda modern dikelompokkan sebagai bahasa kasar. Perbedaan kelola bahasa selang Bahasa Banten & Bahasa Sunda dikarenakan wilayah Banten tidak pernah menjadi bidang dari Kesultanan Mataram sehingga tidak mengenal tingkatan halus & sangat halus yang diperkenalkan oleh Mataram. Bahasa ini dilestarikan salah satunya melewati program berita Beja ti Lembur dalam bahasa Banten yang disiarkan oleh siaran televisi lokal di wilayah Banten.

Daftar inti

  • 1 Asal kata Banten
  • 2 Asal kata suku Banten
  • 3 Lihat pula
  • 4 Rujukan

Asal kata Banten

Kata Banten muncul jauh sebelum berdirinya Kesultanan Banten. Kata ini digunakan bagi menamai sebuah sungai dan dan daerah sekelilingnya yaitu Cibanten atau sungai Banten. Rujukan tertulis pertama mengenai Banten dapat ditemukan pada naskah Sunda Kuno Bujangga Manik yang menyebutkan nama-nama lokasi di Banten dan sekitarnya sebagai berikut:

tanggeran Labuhan Ratu.Ti kaler alas Panyawung,

tanggeran na alas Banten.


Itu ta na gunung (... .)ler,tanggeran alas Pamekser,nu awas ka Tanjak Barat.Itu ta pulo Sanghiang,heuleut-heuleut nusa Lampung,

Ti timur pulo Tampurung,ti barat pulo Rakata,gunung di tengah sagara.Itu ta gunung Jereding,tanggeran na alas Mirah,

ti barat na lengkong Gowong.Itu ta gunung Sudara,na gunung Guha Bantayan,tanggeran na Hujung Kulan,ti barat bukit Cawiri.

Itu ta na gunung Raksa,gunung Sri Mahapawitra,tanggeran na Panahitan,

Dataran semakin tinggi yang dilalui sungai ini disebut Cibanten Girang atau disingkat Banten Girang ("Banten atas"). Berdasarkan riset yang dimainkan di Banten Girang pada tahun 1988 dalam program Franco-Indonesian excavations, di daerah ini telah mempunyai pemukiman sajak ratus tahun ke 11 sampai 12 (saat kerajaan Sunda). Berdasarkan riset ini juga diketahui bahwa daerah ini mengembang pesat pada ratus tahun ke-16 masa Islam masuk pertama kali di wilayah ini. Perkembangan pemukiman ini belakang bertambah luas atau bergeser ke arah Serang dan ke arah pantai. Pada daerah pantai inilah belakang dibangun Kesultanan Banten oleh Sunan Gunung Jati. Kesultanan ini seharusnya menduduki semua bekas Kerajaan Sunda di Jawa Barat. Hanya saja Sunda Kalapa atau Batavia diduduki oleh Belanda serta Cirebon dan Parahiyangan diduduki oleh Mataram. Daerah kesultanan ini belakang diubah manjadi keresidenan pada zaman penjajahan Belanda.

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Bayangan orang Banten sebelum masa Kesultanan Banten.

Asal kata suku Banten

Orang asing kadang menyebut penduduk yang tinggal pada bekas kersidenan ini sebagai Bantenese yang mempunya guna ”orang Banten”. Contohnya, Guillot Claude menulis pada halaman 35 bukunya The Sultanate of Banten: “These estates, owned by the Bantenese of Chinese origin, were concentrated around the village of Kelapadua.” Dia menyatakan bahwa keturunan Cina juga adalah Bantenese atau penduduk Banten.

Hanya saja setelah dibuatnya provinsi Banten, mempunyai sebagian orang yang menterjemahkan Bantenese menjadi suku Banten sebagai kesatuan etnik dengan budaya yang unik.

Lihat pula

Rujukan

  1. Claude Guillot, The Sultanate of Banten, Gramedia Book Publishing Division, Jakarta, 1990
  2. Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid II, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000
  3. Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid III, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000

edunitas.com

Page 21

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Peta linguistik di Pulau Jawa bidang barat

Suku Banten, semakin tepatnya Orang Banten adalah penduduk asli yang menduduki bekas daerah kekuasaan Kesultanan Banten di luar Parahiyangan, Cirebon dan Jakarta. Menurut sensus BPS tahun 2000, suku Banten populasinya 2,1 % dari penduduk Indonesia. Orang Banten memakai bahasa Banten. Bahasa Banten adalah salah satu dialek bahasa Sunda yang semakin tidak jauh kepada bahasa Sunda kuna yang pada tingkatan bahasa Sunda modern dikelompokkan sebagai bahasa kasar. Perbedaan kelola bahasa selang Bahasa Banten & Bahasa Sunda dikarenakan wilayah Banten tidak pernah menjadi bidang dari Kesultanan Mataram sehingga tidak mengenal tingkatan halus & sangat halus yang diperkenalkan oleh Mataram. Bahasa ini dilestarikan salah satunya melewati program berita Beja ti Lembur dalam bahasa Banten yang disiarkan oleh siaran televisi lokal di wilayah Banten.

Daftar inti

  • 1 Asal kata Banten
  • 2 Asal kata suku Banten
  • 3 Lihat pula
  • 4 Rujukan

Asal kata Banten

Kata Banten muncul jauh sebelum berdirinya Kesultanan Banten. Kata ini digunakan bagi menamai sebuah sungai dan dan daerah sekelilingnya yaitu Cibanten atau sungai Banten. Rujukan tertulis pertama mengenai Banten dapat ditemukan pada naskah Sunda Kuno Bujangga Manik yang menyebutkan nama-nama lokasi di Banten dan sekitarnya sebagai berikut:

tanggeran Labuhan Ratu.Ti kaler alas Panyawung,

tanggeran na alas Banten.


Itu ta na gunung (... .)ler,tanggeran alas Pamekser,nu awas ka Tanjak Barat.Itu ta pulo Sanghiang,heuleut-heuleut nusa Lampung,

Ti timur pulo Tampurung,ti barat pulo Rakata,gunung di tengah sagara.Itu ta gunung Jereding,tanggeran na alas Mirah,

ti barat na lengkong Gowong.Itu ta gunung Sudara,na gunung Guha Bantayan,tanggeran na Hujung Kulan,ti barat bukit Cawiri.

Itu ta na gunung Raksa,gunung Sri Mahapawitra,tanggeran na Panahitan,

Dataran semakin tinggi yang dilalui sungai ini disebut Cibanten Girang atau disingkat Banten Girang ("Banten atas"). Berdasarkan riset yang dimainkan di Banten Girang pada tahun 1988 dalam program Franco-Indonesian excavations, di daerah ini telah mempunyai pemukiman sajak ratus tahun ke 11 sampai 12 (saat kerajaan Sunda). Berdasarkan riset ini juga diketahui bahwa daerah ini mengembang pesat pada ratus tahun ke-16 masa Islam masuk pertama kali di wilayah ini. Perkembangan pemukiman ini belakang bertambah luas atau bergeser ke arah Serang dan ke arah pantai. Pada daerah pantai inilah belakang dibangun Kesultanan Banten oleh Sunan Gunung Jati. Kesultanan ini seharusnya menduduki semua bekas Kerajaan Sunda di Jawa Barat. Hanya saja Sunda Kalapa atau Batavia diduduki oleh Belanda serta Cirebon dan Parahiyangan diduduki oleh Mataram. Daerah kesultanan ini belakang diubah manjadi keresidenan pada zaman penjajahan Belanda.

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Bayangan orang Banten sebelum masa Kesultanan Banten.

Asal kata suku Banten

Orang asing kadang menyebut penduduk yang tinggal pada bekas kersidenan ini sebagai Bantenese yang mempunya guna ”orang Banten”. Contohnya, Guillot Claude menulis pada halaman 35 bukunya The Sultanate of Banten: “These estates, owned by the Bantenese of Chinese origin, were concentrated around the village of Kelapadua.” Dia menyatakan bahwa keturunan Cina juga adalah Bantenese atau penduduk Banten.

Hanya saja setelah dibuatnya provinsi Banten, mempunyai sebagian orang yang menterjemahkan Bantenese menjadi suku Banten sebagai kesatuan etnik dengan budaya yang unik.

Lihat pula

Rujukan

  1. Claude Guillot, The Sultanate of Banten, Gramedia Book Publishing Division, Jakarta, 1990
  2. Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid II, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000
  3. Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid III, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000

edunitas.com

Page 22

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Peta linguistik di Pulau Jawa bidang barat

Suku Banten, semakin tepatnya Orang Banten adalah penduduk asli yang menduduki bekas daerah kekuasaan Kesultanan Banten di luar Parahiyangan, Cirebon dan Jakarta. Menurut sensus BPS tahun 2000, suku Banten populasinya 2,1 % dari penduduk Indonesia. Orang Banten memakai bahasa Banten. Bahasa Banten adalah salah satu dialek bahasa Sunda yang semakin tidak jauh kepada bahasa Sunda kuna yang pada tingkatan bahasa Sunda modern dikelompokkan sebagai bahasa kasar. Perbedaan kelola bahasa selang Bahasa Banten & Bahasa Sunda dikarenakan wilayah Banten tidak pernah menjadi bidang dari Kesultanan Mataram sehingga tidak mengenal tingkatan halus & sangat halus yang diperkenalkan oleh Mataram. Bahasa ini dilestarikan salah satunya melewati program berita Beja ti Lembur dalam bahasa Banten yang disiarkan oleh siaran televisi lokal di wilayah Banten.

Daftar inti

  • 1 Asal kata Banten
  • 2 Asal kata suku Banten
  • 3 Lihat pula
  • 4 Rujukan

Asal kata Banten

Kata Banten muncul jauh sebelum berdirinya Kesultanan Banten. Kata ini digunakan bagi menamai sebuah sungai dan dan daerah sekelilingnya yaitu Cibanten atau sungai Banten. Rujukan tertulis pertama mengenai Banten dapat ditemukan pada naskah Sunda Kuno Bujangga Manik yang menyebutkan nama-nama lokasi di Banten dan sekitarnya sebagai berikut:

tanggeran Labuhan Ratu.Ti kaler alas Panyawung,

tanggeran na alas Banten.


Itu ta na gunung (... .)ler,tanggeran alas Pamekser,nu awas ka Tanjak Barat.Itu ta pulo Sanghiang,heuleut-heuleut nusa Lampung,

Ti timur pulo Tampurung,ti barat pulo Rakata,gunung di tengah sagara.Itu ta gunung Jereding,tanggeran na alas Mirah,

ti barat na lengkong Gowong.Itu ta gunung Sudara,na gunung Guha Bantayan,tanggeran na Hujung Kulan,ti barat bukit Cawiri.

Itu ta na gunung Raksa,gunung Sri Mahapawitra,tanggeran na Panahitan,

Dataran semakin tinggi yang dilalui sungai ini disebut Cibanten Girang atau disingkat Banten Girang ("Banten atas"). Berdasarkan riset yang dimainkan di Banten Girang pada tahun 1988 dalam program Franco-Indonesian excavations, di daerah ini telah mempunyai pemukiman sajak ratus tahun ke 11 sampai 12 (saat kerajaan Sunda). Berdasarkan riset ini juga diketahui bahwa daerah ini mengembang pesat pada ratus tahun ke-16 masa Islam masuk pertama kali di wilayah ini. Perkembangan pemukiman ini belakang bertambah luas atau bergeser ke arah Serang dan ke arah pantai. Pada daerah pantai inilah belakang dibangun Kesultanan Banten oleh Sunan Gunung Jati. Kesultanan ini seharusnya menduduki semua bekas Kerajaan Sunda di Jawa Barat. Hanya saja Sunda Kalapa atau Batavia diduduki oleh Belanda serta Cirebon dan Parahiyangan diduduki oleh Mataram. Daerah kesultanan ini belakang diubah manjadi keresidenan pada zaman penjajahan Belanda.

Di jazirah Arab terdapat penduduk yang tinggal di pedesaan mereka memiliki kebiasaan untuk hidup

Bayangan orang Banten sebelum masa Kesultanan Banten.

Asal kata suku Banten

Orang asing kadang menyebut penduduk yang tinggal pada bekas kersidenan ini sebagai Bantenese yang mempunya guna ”orang Banten”. Contohnya, Guillot Claude menulis pada halaman 35 bukunya The Sultanate of Banten: “These estates, owned by the Bantenese of Chinese origin, were concentrated around the village of Kelapadua.” Dia menyatakan bahwa keturunan Cina juga adalah Bantenese atau penduduk Banten.

Hanya saja setelah dibuatnya provinsi Banten, mempunyai sebagian orang yang menterjemahkan Bantenese menjadi suku Banten sebagai kesatuan etnik dengan budaya yang unik.

Lihat pula

Rujukan

  1. Claude Guillot, The Sultanate of Banten, Gramedia Book Publishing Division, Jakarta, 1990
  2. Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid II, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000
  3. Adolf Heuken SJ, Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid III, Cipta Loka Caraka, Jakarta,2000

edunitas.com

Page 23

Tags (tagged): the, world, encyclopedia, of, contents, unkris, sumatra, jabodetabek, borneo, kalimantan, puppet, wayang, java, west, papua, countries, in, europe, albanian, andorra, armenia, peru, suriname, uruguay, venezuela, state, and, territory, regional, dependency, melilla, reunion, western, sahara, saint, center, studies, portal, japan, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, indonesian


Page 24

Tags (tagged): the, world, encyclopedia, of, contents, unkris, sumatra, jabodetabek, borneo, kalimantan, puppet, wayang, java, west, papua, countries, in, europe, albanian, andorra, armenia, peru, suriname, uruguay, venezuela, state, and, territory, regional, dependency, melilla, reunion, western, sahara, saint, center, studies, portal, japan, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, indonesian


Page 25

Tags (tagged): the, world, encyclopedia, of, contents, unkris, geography, portal, africa, south, america, north, kalimantan, nusa, tenggara, islands, bali, west, sri, lanka, syria, taiwan, tajikistan, thailand, timor, leste, burundi, djibouti, eritrea, ethiopia, kenya, comoros, center, studies, formula, 1, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, indonesian


Page 26

Tags (tagged): the, world, encyclopedia, of, contents, unkris, geography, portal, africa, south, america, north, kalimantan, nusa, tenggara, islands, bali, west, sri, lanka, syria, taiwan, tajikistan, thailand, timor, leste, burundi, djibouti, eritrea, ethiopia, kenya, comoros, center, studies, formula, 1, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, indonesian