Dari manakah asal semboyan Bhinneka Tunggal Ika diambil?

Selama ini, makna Bhinneka Tunggal Ika yang diketahui bersama adalah ‘berbeda-beda namun tetap satu. Lalu, bagaimana makna aslinya sebagaimana tertulis dalam Kitab Sutasoma?

Oleh:

Tim Publikasi Hukumonline

Bacaan 2 Menit

Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan yang melekat pada lambang Garuda. Makna dari Bhinneka Tunggal Ika adalah berbeda-beda tetapi tetap satu. Jika dilihat dari sejarah historisnya, Bhinneka Tunggal Ika dituliskan dalam kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular pada masa Majapahit sekitar abad ke-14. Berikut pembahasan mengenai pengertian Bhinneka Tunggal Ika dalam Kitab Sutasoma.

Dalam Sutasoma, Istilah “Bhinneka Tunggal Ika” tertulis pada pupuh 139 bait 5. Adapun kutipan dan terjemannya sebagaimana diterangkan I Nyoman Pursika adalah sebagai berikut.

Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wisma, 

Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,

Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,

Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.

Dengan terjemahan:

Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.

Mereka memang berbeda, tetapi bagaimana bisa dikenali?

Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal.

Terpecah belahlah itu, tapi tetap satu jua, seperti tidak ada kerancuan dalam kebenaran. 

Pembahasan Bhinneka Tunggal Ika dalam Sutasoma ini ditekankan pada perbedaan kepercayaan di kalangan masyarakat Majapahit. Puriska dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Jilid 42menerangkan bahwa Sutasoma mengajarkan toleransi kehidupan beragama yang menempatkan agama Hindu dan Buddha hidup berdampingan dengan rukun dan damai.

Lebih lanjut, meski Hindu dan Buddha merupakan dua ajaran yang berbeda, perbedaan tersebut tidak menimbulkan perpecahan karena kebenaran Hindu dan Buddha bermuara pada hal yang “satu”.

Bhinneka Tunggal Ika dalam Sansekerta

Istilah Bhinneka Tunggal Ika berasal dari bahasa Sansekerta. Puriska (2009:16) merincikan bahwa “Bhinneka” berasal dari gabungan kata “bhinna” yang artinya ‘berbeda-beda’ dan “ika” yang artinya ‘itu’. Kemudian, “tunggal” yang artinya ‘satu’. Lalu, “Ika” yang berarti ‘itu’.

Jika disimpulkan, Bhinneka Tunggal Ika berarti ‘yang berbeda-beda itu dalam yang satu itu’ atau ‘beraneka ragam namun satu jua’.

Dilanjutkan Puriska, konsep Bhnineka Tunggal Ika ini serupa dengan semboyan negara Amerika Serikat, yakni E Pluribus Unum yang berarti ‘bersatu walaupun berbeda-beda’ atau ‘berjenis-jenis tetapi tunggal’.

Secara sederhana, pengertian Bhinneka Tunggal Ika dalam buku Sutasoma membahas perihal perbedaan kepercayaan di zaman Majapahit yang hidup rukun dan berdampingan. Seiring perkembangan, yakni di masa kini, sebagaimana melekat dalam lambang Garuda, arti Bhinneka Tunggal Ika merujuk pada keragaman dalam masyarakat Indonesia di berbagai bidang kehidupan.

Kesulitan mengikuti perubahan berbagai peraturan? Pusat Data Hukumonline menyediakan versi konsolidasi yang menghimpun perubahan peraturan dalam satu naskah. Akses penuh Pusat Data Hukumonline dengan berlangganan Hukumonline Pro Plus sekarang!

SEJARAH semboyan bangsa Indonesia Bhinneka Tunggal Ika dimulai sekitar abad ke-14 pada masa Kerajaan Majapahit. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam kitab kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular yang digubah pada masa kekuasaan Raja Rajasanagara Majapahit yang tersohor yaitu Hayam Wuruk.

Kalimat Bhineka Tunggal Ika ditemukan pada pupuh 139, bait 5.
Berikut  bunyinya;
Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa,
Bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen,
Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal,
Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.

Artinya:
Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali.
Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal.

Dalam kakawin Sutasoma, Mpu Tantular membuat kitab tersebut sebagai titik temu agama-agama yang berbeda di Nusantara. Kakawin Mpu Tantular mengajarkan toleransi antar agama dan menjadi ajaran yang dianut oleh pemeluk agama Hindu dan Buddha.

Frasa Bhinneka Tunggal Ika dimuat dalam tulisan berjudul Verspreide Geschriften yang dtulis oleh seorang orientalis ahli bahasa Belanda bernama Johan Hendrik Casper Kern. Tulisan Hendrik Kern tersebut dibaca oleh Mohammad Yamin sekitar tujuh abad setelah kakawin Sutasoma dibuat. Moh Yamin kemudian membawa frasa tersebut pada sidang BPUPKI pertama (29 Mei hingga 1 Juni 1945).

Baca juga: Nama sebagai Hak Asasi Anak

Dilansir dari situs resmi Republik Indonesia, Moh Yamin menyebut frasa Bhinneka Tunggal Ika, lalu I Gusti Bagus Sugriwa sontak meneruskan frasa tersebut dengan “Tan hana dharma mangrwa” yang berarti tidak ada kerancuan dalam kebenaran. Menurut Mohammad Hatta, semboyan Bhinneka Tunggal Ika juga diusulkan oleh Soekarno saat perancangan simbol negara Garuda Pancasila.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 66 tahun 1951 tentang Lambang Negara, semboyan tersebut ditulis dalam bahasa Jawa kuno yang berbunyi Bhinneka Tunggal Ika artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

Kesimpulannya, secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika artinya 'beraneka satu itu'. Maknanya, bisa dikatakan bahwa beraneka ragam, tetapi masih satu jua. Melalui semboyan ini, Indonesia bisa dipersatukan dan semua keberagaman tersebut menjadi satu bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).(OL-4)

Dari manakah asal semboyan Bhineka Tunggal Ika diambil?

Kakawin Sutasoma merupakan kitab yang dikutip oleh pendiri bangsa Indonesia dalam merumuskan semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu “Bhinneka Tunggal Ika”.

Semboyan Bhineka Tunggal Ika berasal dari bahasa apa?

Kata arti Bhinneka Tunggal Ika diambil dari kutipan Kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular. Semboyan negara ini diambil dari bahasa Jawa kuno. Kata “Bhinneka” artinya beraneka ragam atau berbeda-beda, kata “Tunggal” artinya satu, sedangkan “Ika” artinya itu.