Tanaman kelapa sawit merupakan komoditi utama perkebunan di Indonesia, dan saat ini telah menjadi salah satu sumber minyak nabati utama dunia. Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus meningkat secara pesat, sampai tahun 2014 mencapai 10,9 juta ha, dan Perkembangan industri kelapa sawit yang pesat di Indonesia tentu memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif yang ditimbulkan antara lain, dapat meningkatkan perekonomian negara sebab nilai ekonomi tanaman ini yang cukup tinggi dan berdaya saing. Adanya industri kelapa sawit ini juga akan menopang kehidupan masyarakat, seperti menyediakan lapangan pekerjaan sehingga dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, ditengah perannya yang besar terhadap perekonomian dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia, industri kelapa sawit harus menghadapi berbagai tantangan yang semakin besar, khususnya mengenai isu lingkungan. Perluasan lahan perkebunan kelapa sawit pada akhirnya akan mengkonversi kawasan hutan, khususnya pada lahan gambut. Sehingga akan menyebabkan degradasi lahan (kerusakan lahan) dimana lahan mengalami penurunan produktivitas. Pembakaran lahan pada saat deforestasi juga akan menyebabkan peningkatan emisi karbon yang berakibat meningkatnya intensitas efek gas rumah kaca pada atmosfer. Hal ini membuat panas matahari terperangkap di bumi sehingga kondisi mengalami pemanasan secara global. Jika hal ini terjadi secara terus menerus, akan menyebabkan climate change. Untuk mengurangi dampak negatif industri kelapa sawit terhadap lingkungan, terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan sebagai mitigasi atau mengurangi emisi karbon. Diantaranya adalah melakukan evaluasi kesesuaian lahan, yaitu dengan mengidentifikasi karakteristik lahan gambut sebelum melakukan deforestasi untuk pembukaan lahan perkebunan. Selain itu, juga dapat mengaplikasikan teknik zero burning yaitu teknik pembukaan lahan tanpa melakukan pembakaran pada lahan. Tentunya, untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan juga diperlukan dukungan kebijakan pemerintah. Salah satunya yaitu telah dikeluarkannya Permentan No.11 Tahun 2015 tentang penerapan ISPO atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Penerapan ISPO dimaksudkan untuk menjamin keberlanjutan perkebunan kelapa sawit melalui penerapan 7 prinsip dan kriteria. Pengelolaan lahan gambut dalam ISPO didukung dengan peraturan Permentan No. 14 Tahun 2009 dan Inpres No. 10 Tahun 2011. Referensi:
Kelas : VIII Pelajaran : IPS Kategori : Sosiologi Kata Kunci : Alih Lahan, Konversi Lahan, Dampak Positif, Dampak Negatih, Pengaruh, Efek Pembahasaan : Alih fungsi lahan atau yang disebut konversi lahan merupakan perubahan lahan secara sebagian maupun menyeluruh dari lahan yang semula difungsikan kegiatan agraris menjadi difungsikan untuk berbagai macam kegiatan baik pemukiman, perindustrian, jalan, dsb. Alih fungsi lahan menjadi pemukiman tentu mempunyai banyak dampak, baik dampak positif maupun negatif. Beberapa dampaknya antara lain : Dampak Positif : a. Tersedianya lahan untuk bermukim masyarakat. b. Tersedianya perumahan yang masih berudara relatif sejuk. c. Pemerataan kepadatan penduduk. d. Mengembangkan potensi suatu daerah yang sebelumnya minim berpenduduk. Dampak Negatif : a. Berkurangnya sumber pangan dan cadangan air. b. Bergantinya profesi masyarakat sekitar yang semula petani menjadi membuka jasa. c. Berkurangnya suatu ekosistem baik flora maupun fauna. d. Mulai tercemarnya tanah, air, dan udara akibat aktivitas masyarakat sekitar. |