Berilah contoh cara dakwah yang dapat kita teladani dari Sunan Kalijaga

Nilai yang perlu diteladani dari Walisongo:

1. keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT 2. menguasai ilmu agama maupun ilmu pengetahuan lainnya

3. perjuangannya dalam rangka meninggikan nama Allah SWT 

Dengan demikian, keteladanan yang dapat kita pelajari dari Walisongo yaitu keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

Berilah contoh cara dakwah yang dapat kita teladani dari Sunan Kalijaga

Berilah contoh cara dakwah yang dapat kita teladani dari Sunan Kalijaga
Lihat Foto

Sunan Kalijaga

KOMPAS.com - Sunan Kalijaga adalah salah satu wali songo (sembilan wali) yang merupakan penyebar agama Islam di tanah Jawa. Tahukah kamu kisah mengenai Sunan Kalijaga? 

Raden Mas Syahid merupakan nama kecil Sunan Kalijaga yang lahir pada 1450 Masehi di Tuban, Jawa Timur. Ia merupakan putra seorang Bupati Tuban bernama Tumenggung Wilatikta.

Sunan Kalijaga adalah murid dari Sunan Bonang. Dalam menyebarkan agama Islam, cara pendekatan yang dilakukan Sunan Kalijaga dengan memakai sarana kesenian dan kebudayaan.

Sebelum menjadi penyebar agama Islam, Raden Mas Syahid saat remaja sering melakukan tindakan kekerasan, berkelahi, hingga merampok.

Baca juga: Peran Walisongo dalam Penyebaran Islam di Tanah Jawa

Dalam buku Sunan Kalijaga, Mistik dan Makrifat (2013), karya Achmad Chodjim, Raden Mas Syahid membongkar gudang kadipaten dengan mengambil bahan makanan, dan membagi-bagikannya kepada orang-orang yang memerlukannya dengan cara diam-diam.

Saat diintai oleh penjaga keamanan kadipaten, Raden Mas Syahid tertangkap basah. Kemudian dibawa dan dihadapkan kepada ayahnya Adipati Tumenggung Wilatikta.

Tindakan yang dilakukan Raden Mas Syahid membuat ayahnya malu dan mengusirnya.

Namun, Sunan Kalijaga tetap melakukan tindakan tersebut. Hasil dibagi-bagikan ke masyarakat miskin.

Bertemu Sunan Bonang

Saat berada di hutan Jatiwangi, Raden Mas Syahid bertemu dengan Sunan Bonang dibegal dan merampas tongkatnya.

Saat menjalankan aksinya, Sunan Bonang menasehati dan membuat Raden Mas Syahid sadar. Akhirnya sadar dan belajar dari Sunan Bonang. Ia pun kemudian menjadi murid Sunan Bonang dan menjadi salah satu wali yang menyebarkan Islam di pulau Jawa. 

Baca juga: Sunan Gresik, Wali Pertama Penyebar Islam di Tanah Jawa

Wali songo adalah  sembilan orang wali,  Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka ini adalah oenyebar agama islam di pulai Jawa yang sangat terkenal.

Para wali ini tidak hidup pada saat yang persis bersamaan,  namun di antaranya memiliki keterkaitan yang sangat erat.  Keterkaitan itu ada yang Sari ikatan darah atau keturunan dan juga hubungan murid-murid.  Kisah wali songo sangat di kagumi dan patun di tiru oleh generasi penerus bangsa saat ini.

Terutama dalam hal penyebaran agama islam di pulau Jawa,  banyak perilaku dan tindakan wali songo yang bisa kita teladani. Yang bisa kita gali informasinya untuk kita jadikan teladan yang juga sangat penting utuk di ketahui adalah mengenai strategi dakwah yang di lakukan para wali.  Berikut ini adalah strategi dakwah yang patur di teladani dari kisah wali songo.

  1. Lemah Lembut dan Toleransi

Strategi dakwah yang bisa kita teladani dari kisah wali songo yang pertama adalah menyampaikan dengan lemah lembut dan toleransi.  Dakwah adalah hal yang sangat sensitif yang berkenaan dengan hati san jiwa,  sehingga terikat dengan emosional seseorang.  Para wali songo pada kisahnya selalu menyampaikan dakwahnya dengan cara yang lemah lembut dan toleran terhadap budaya yang telah ada dan menjadi ciri khas.

Selanjutnya yang bisa kuta teladani dari kisah wali songo adalah menyampaikan dakwah dengan tidak mempersulit.  Dalam penyampaiannya,  para wali songo memang selalu mempermudah,  hal itu di karenakan agar proses penyampaian agar mudah dimengerti dan di oahami oleh masyarakat.

Yang ketiga yang juga patut untuk kuta teladani dari kisah wali songo adalah dalam menyampaikan dakwah harus bertanggung jawab.  Sebagai seorang dai memang di haruskan menyampaikan apa yang ia ketahui dan mengakui apa yang tidak ia pahami. Karena itulah dalam berdakwah di haruska bisa bertanggung jawab terhadap perkataannya sendiri.

Strategi dakwah yang di terapkan wali songo memang sangat patut untuk di teladani pada masa saat ini.  Meskipun masa yang berbeda dan tentunya juga dengan tantangan yang berbeda dan lebih beragam,  dengan menggunakan strategi dakwah tersebut akan mempermudah masyarakat dalam menerima informasi.

Oleh karena itu sebaiknya selalu memasukkan cara-cara yang di lakukan wali songo ketika menyampaikan sesuatu kepada orang lain.  Sehingga substansi dan nilai keagamaan bisa diterima baik dari sisi pengetahuan maupun sifatnya. Karena Islam adalah agama rahmatan lil alamin, tentu pendekatan yag digunakan juga tetap memperhatikan nilai-nilai keislaman.

Wali songo adalah  sembilan orang wali,  Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka ini adalah oenyebar agama islam di pulai Jawa yang sangat terkenal.

Para wali ini tidak hidup pada saat yang persis bersamaan,  namun di antaranya memiliki keterkaitan yang sangat erat.  Keterkaitan itu ada yang Sari ikatan darah atau keturunan dan juga hubungan murid-murid.  Kisah wali songo sangat di kagumi dan patun di tiru oleh generasi penerus bangsa saat ini.

Terutama dalam hal penyebaran agama islam di pulau Jawa,  banyak perilaku dan tindakan wali songo yang bisa kita teladani. Yang bisa kita gali informasinya untuk kita jadikan teladan yang juga sangat penting utuk di ketahui adalah mengenai strategi dakwah yang di lakukan para wali.  Berikut ini adalah strategi dakwah yang patur di teladani dari kisah wali songo.

  1. Lemah Lembut dan Toleransi

Strategi dakwah yang bisa kita teladani dari kisah wali songo yang pertama adalah menyampaikan dengan lemah lembut dan toleransi.  Dakwah adalah hal yang sangat sensitif yang berkenaan dengan hati san jiwa,  sehingga terikat dengan emosional seseorang.  Para wali songo pada kisahnya selalu menyampaikan dakwahnya dengan cara yang lemah lembut dan toleran terhadap budaya yang telah ada dan menjadi ciri khas.

Selanjutnya yang bisa kuta teladani dari kisah wali songo adalah menyampaikan dakwah dengan tidak mempersulit.  Dalam penyampaiannya,  para wali songo memang selalu mempermudah,  hal itu di karenakan agar proses penyampaian agar mudah dimengerti dan di oahami oleh masyarakat.

Yang ketiga yang juga patut untuk kuta teladani dari kisah wali songo adalah dalam menyampaikan dakwah harus bertanggung jawab.  Sebagai seorang dai memang di haruskan menyampaikan apa yang ia ketahui dan mengakui apa yang tidak ia pahami. Karena itulah dalam berdakwah di haruska bisa bertanggung jawab terhadap perkataannya sendiri.

Strategi dakwah yang di terapkan wali songo memang sangat patut untuk di teladani pada masa saat ini.  Meskipun masa yang berbeda dan tentunya juga dengan tantangan yang berbeda dan lebih beragam,  dengan menggunakan strategi dakwah tersebut akan mempermudah masyarakat dalam menerima informasi.

Oleh karena itu sebaiknya selalu memasukkan cara-cara yang di lakukan wali songo ketika menyampaikan sesuatu kepada orang lain.  Sehingga substansi dan nilai keagamaan bisa diterima baik dari sisi pengetahuan maupun sifatnya. Karena Islam adalah agama rahmatan lil alamin, tentu pendekatan yag digunakan juga tetap memperhatikan nilai-nilai keislaman.

Rabu, 26 Januari 2022 - 05:05 WIB

Keteladanan Sunan Muria, Walisongo Termuda yang Mengakulturasi Budaya Jawa dan Islam

Keteladanan Sunan Muria , Walisongo termuda yang mengakulturasi budaya Jawa dan Islam saat berdakwah menyebarkan agama Islam di daerah Gunung Muria. Sunan Muria adalah putra dariSunan Kalijagadengan Dewi Saroh. Nama asli Sunan Muria adalah Raden Umar Said, tapi beberapa riwayat mengatakan bahwa beliau juga sering dipanggil Prawoto.

Sunan Muria dikenal anggota Walisongo termuda dan tokoh penting dalam Kerajaan Demak. Ketika beranjak dewasa, Sunan Muria menikah dengan Dewi Sujinah yang merupakan putri dari Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji. Beliau adalah putra dari Sunan Gresik, kakak dari Sunan Ampel.

Baca Juga: Tuah Sakti Panglima Burung, Sosok Gaib yang Jaga Suku Dayak saat Teraniaya dan Perang

Dari pernikahannya dengan Dewi Sujinah, Sunan Muria dikaruniai anak laki-laki bernama Pangen Santri dan Sunan Ngadilangu. Dalam beberapa riwayat, Sunan Muria juga mempersunting Dewi Roroyono yang terkenal dengan kecantikannya.Dewi Roroyono adalah seorang putri dari Sunan Ngerang, seorang ulama yang terkenal di Juwana yang mempunyai kesaktian tinggi. Sunan Ngerang diceritakan sebagai guru dari Sunan Muria dan Sunan Kudus.

Selain berdakwah agama Islam , Sunan Muria dikenal merakyat dengan mengajarkan mereka cara bercocok tanam, melaut, membuat kapal dan berdagang. Cara bergaul Sunan Muria yang merakyat ini disebut sebagai tapa ngeliyang berarti menghanyutkan diri. Dalam konteks ini, Sunan menghanyutkan diri untuk berbaur dengan berbagai lapisan masyarakat tanpa memandang statusnya sebagai tokoh penting di Kerajaan Demak.

Sunan Muria merupakan anggota Walisongo. Foto: Pinterest

Sunan Muria adalah salah satu anggota Walisongo yang memiliki peran penting dalam penyebaran agama Islam di Indonesia, khususnya di Gunung Muria, Jawa Tengah. Beliau merupakan putra dari Sunan Kalijaga yang terkenal akan kesaktian ilmunya. Selain itu, beliau juga terkenal sebagai pencipta tembang Sinom dan Kinanthi.

Dalam melangsungkan dakwahnya, Sunan Muria lebih menyasar kaum nelayan, pedagang, dan rakyat jelata. Gelar Sunan Muria disandangnya karena tempat berdakwah menyiarkan agama Islam Sunan Muria terletak di kaki Gunung Muria.

Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, Sunan Muria membangun pesantren dan masjidnya di puncak gunung tersebut, persis di belakang masjid yang dibangunnya sendiri. Metode dakwah yang dilakukan Sunan Muria sendiri lebih menekankan pendekatan secara langsung kepada masyarakatnya.

Berikut motode dakwah yang digunakan Sunan Muria dalam menyebarkan agama Islam.

Metode Dakwah Sunan Muria

1. Menitikberatkan Rakyat Jelata

Dalam menyebarkan agama Islam, Sunan Muria lebih memusatkan pada rakyat jelata dan bukan kaum bangsawan. Beliau lebih senang mengasingkan diri bersama rakyat jelata dibandingkan tinggal di pusat Kerajaan Demak. Metode dakwah beliau sering disebut dengan Topo Ngeli, yang berarti menghanyutkan diri di dalam masyarakat.

Sementara itu, agar bisa berbaur dengan masyarakat sekitar pegunungan tersebut, beliau kerap memberikan keterampilan untuk para pelaut, nelayan, pedagang, dan rakyat jelata. Beliau bisa mengumpulkan mereka yang notabene adalah pekerja yang sangat sulit untuk meluangkan waktu belajar agama. Jadi dengan memberikan keterampilan, Sunan Muria dapat dengan mudah menyampaikan ajaran Islam kepada mereka.

Gunung sebagai tempat dakwah. Foto: Kelik Wahyu/kumparan

2. Dakwah Menggunakan Akulturasi Budaya

Meskipun Sunan Muria diterima dengan baik oleh masyarakat, bukan berarti proses dakwah beliau berjalan dengan lancar. Kebanyakan penduduk di kawasan gunung Muria masih menganut kepercayaan turun temurun yang sulit untuk diubah. Sunan Muria menggunakan metode dakwah bil hikmah, yaitu dengan cara-cara bijaksana dan tidak memaksa.

Dalam menyikapi kebiasaan masyarakat yang sering melakukan adat Kenduren, maka Sunan Muria meniru gaya moderat ayahnya, yang tidak mengharamkan tradisi peringatan telung dino hingga sewu dino. Tradisi yang dilakukan untuk memperingati hari-hari tertentu kematian anggota keluarga ini tidak dilarang.

3. Mempertahankan Kesenian Gamelan dan Wayang

Sunan Muria juga tetap mempertahankan alat musik daerah seperti gamelan dan kesenian wayang untuk media dakwahnya. Beliau tidak mengubah budaya yang ada, namun memasukkan ajaran-ajaran Islam di dalamnya. Beberapa lakon pewayangan diubah karakternya dengan membawa pesan-pesan Islam, seperti kisah Dewa Ruci, Petruk dadi Ratu, Jimat Kalimasada, Mustakaweni, Semar Ambarang Jantur, dan lain sebagainya.

4. Menciptakan beberapa Tembang Jawa

Sunan Muria juga menciptakan beberapa lagu atau tembang macapat Jawa yang berisi tentang ajaran Islam. Beberapa karyanya yang terkenal yaitu tembang Sinom dan Kinanthi. Melalui tembang, masyarakat akan dengan mudah menerimanya serta mampu mengingat ajaran Islam yang terkandung di dalamnya untuk bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Page 2

Video yang berhubungan