Berikut ini adalah perkembangan politik pada masa reformasi kecuali

KOMPAS.com Megawati Soekarnoputri merupakan presiden perempuan pertama di Indonesia yang menjabat pada periode 2001-2004.

Megawati menggantikan kedudukan Gus Dur, presiden Indonesia keempat, yang memimpin sejak 1999 hingga 2001.

Pada masa pemerintahannya, Indonesia masih menghadapi krisis di beberapa bidang. Maka dari itu, berbagai kebijakan pun dikeluarkan untuk mengatasinya.

Berikut ini kebijakan-kebijakan yang dibuat pada masa pemerintahan Megawati.

Baca juga: Keberhasilan Megawati Soekarnoputri pada Masa Reformasi

Kebijakan bidang politik

Salah satu masalah yang dihadapi oleh Presiden Megawati adalah kondisi di Indonesia yang belum stabil, karena mengalami multidimensional.

Multidimensional yang dimaksud adalah adanya sisa krisis ekonomi, moneter, politik, dan krisis keamanan yang sempat melanda Indonesia pada 1997.

Kebijakan pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri dalam mengatasi krisis ekonomi dan politik tersebut adalah berusaha membangun tatanan politik yang baru dengan melakukan amendemen UUD 1945.

Setelah itu, pemerintah menyusun peraturan perundangan yang belum dipunyai Indonesia, supaya amanat konstitusi dapat terlaksana dengan baik.

Kemudian perubahan UUD 1945 juga memuat tentang adanya upaya untuk menyamaratakan lembaga-lembaga negara demi mendorong demokratisasi lembaga negara.

Adapun beberapa penerapan tatanan baru dalam kebijakan politik pada masa pemerintahan Megawati adalah sebagai berikut.

  • Sistem kepartaian baru
  • Sistem pemilu yang baru
  • Pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung
  • Menerapkan mekanisme Pergantian Antarwaktu atau Recall (hak partai untuk memberhentikan anggotanya dari Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR)

Baca juga: 6 Agenda Reformasi 1998

Semasa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri, kondisi ekonomi di Indonesia tercatat mengalami kemajuan.

Walaupun belum pulih sempurna, sejumlah indikator ekonomi makro menunjukkan tanda-tanda membaik.

Hal ini karena kebijakan ekonomi pada masa pemerintahan Megawati yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi perekonomian Indonesia.

Misalnya dengan cara melakukan langkah stabilisasi fiskal, memulihkan fungsi intermediasi perbankan, dan perbaikan ekonomi makro.

Selain itu, Megawati juga menerapkan kebijakan moneter yang dipraktikkan oleh Bank Indonesia dalam mengatasi inflasi dengan cara mengendalikan jumlah uang yang beredar.

Di samping itu, kebijakan Megawati pada masa Reformasi juga mendorong direalisasikannya investasi asing supaya pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat.

Baca juga: Syafruddin Prawiranegara: Biografi, Kebijakan, dan Pemberontakan

Investasi dipercaya mampu membuka kesempatan kerja baru dan merupakan lokomotif bagi pertumbuhan perekonomian.

Untuk mendorong peningkatan investasi, Megawati membentuk Tim Nasional Pertumbuhan Investasi yang ia pimpin langsung.

Pemerintah juga melakukan peningkatan kepastian hukum lewat program reformasi hukum, supaya investor tidak khawatir saat menanamkan modal di Indonesia.

Usaha lain yang juga dilakukan Megawati adalah menerapkan kebijakan imbal beli, guna mendorong peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia.

Melalui strategi ini, volume eskpor nonmigas pun terus meningkat, mencapai 6 persen atau senilai 50,7 miliar dollar AS.

Baca juga: Dampak Reformasi dalam Bidang Politik

Kebijakan bidang sosial

Pada masa pemerintahannya, Megawati masih menghadapi kemiskinan di Indonesia, sehingga dikeluarkan kebijakan program pengentasan kemiskinan.

Pemerintah membentuk Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK), yang bertujuan untuk menanggulangi masalah kemiskinan di Indonesia.

Megawati juga meningkatkan pendapatan dan mengurangi pengeluaran kelompok masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

Program lain yang juga populer di kalangan masyarakat adalah beras rakyat miskin (raskin), yang dijual Rp 1.000 per kilo.

Sementara di bidang kesehatan, pemerintah mengeluarkan Kartu Sehat, yakni program pelayanan kesehatan gratis bagi penduduk miskin.

Di bidang pendidikan, Megawati mengalokasikan dana untuk sektor pendidikan dan pendidikan luar sekolah.

Baca juga: Sistem Pendidikan di Era Belanda

Dana tersebut nantinya digunakan untuk memperbesar daya tampung sekolah, meningkatkan kualitas pendidikan dan kesamaan kesempatan bersekolah, serta meningkatkan kualitas lembaga pendidikan.

Pemerintah juga membentuk Pendidikan untuk Semua (PUS), guna mempercepat wajib belajar sembilan tahun di Indonesia.

Kebijakan memberantas korupsi

Sejak masa Orde Lama, korupsi sudah mengakar di Indonesia dan terus terjadi. Beberapa kebijakan yang dicetuskan Megawati untuk memberantas korupsi adalah sebagai berikut.

  • Mengubah kebijakan yang mendorong orang untuk tidak korupsi
  • Menata kembali struktur dan insentif yang berlaku
  • Mereformasi lembaga hukum
  • Mengeluarkan UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
  • Mengeluarkan Keppres tentang pembentukan panitia seleksi calon piminan Komisi Anti Korupsi (KPK)

Baca juga: Demokrasi Indonesia Periode Reformasi (1998-sekarang)

Pada masa pemerintahan Megawati, sistem hukum di Indonesia masih belum bekerja maksimal.

Hakim dan petugas pengadilan banyak yang bersikap korup, sehingga sulit menemukan pejabat yang jujur.

Untuk itu, Megawati berusaha membangun suatu pemerintahan reformis, guna mewujudkan Indonesia yang adil.

Beberapa kebijakan yang diambil Megawati untuk mengatasi kekacauan hukum di Indonesia saat itu adalah sebagai berikut.

  • Merumuskan konsep reformasi hukum yang penuh
  • Melakukan pengkajian terhadap perundangan yang berlaku, merevisi, dan melakukan pembaruan
  • Menerbitkan sejumlah ketentuan perundangan yang baru
  • Membarui ketentuan perundangan untuk mengoptimalkan peran dan fungsi para pelaku hukum
  • Menyelesaikan masalah-masalah hukum di masa lalu
  • Meningkatkan kapasitas lembaga peradilan
  • Menerbitkan ketentuan perundangan tentang Hak Asasi Manusia (HAM)

Referensi: 

  • Muchtar, Rusdi. (2002). Megawati Soekarnoputri Presiden Republik Indonesia. Depok: PT Rumpun Dian Nugraha.
  • Wahyuni, Kristitin. (2008). Masa Kepresidenan Megawati Soekarnoputri Periode Tahun 2001-2004. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata Dharma: Yogyakarta.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Peran Pemerintah Pusat dibatasi untuk menangani hanya hal-hal yang berhubungan dengan pertahanan, kebijakan luar negeri, kebijakan fiskal-moneter dan makroekonomi, peradilan dan agama. Yang tidak kalah penting adalah bahwa Daerah menerima bagian pendapatan yang lebih besar dari produksi sumber daya alam lokal. Sebelumnya, Daerah selalu merasa tidak nyaman melihat mayoritas pendapatan dari sumber daya alam lokal mengalir kepada para pemangku kepentingan di Ibukota Jakarta. Namun, karena tidak setiap daerah di Indonesia diberkati dengan sumber daya alam yang melimpah, kesenjangan di antara daerah kaya dan miskin meningkat.

Seiring dengan kekuasaan, korupsi juga terdesentralisasikan ke tingkat daerah. Muncul “negara-negara bayangan” tempat elit daerah memegang kendali kekuasaan, bisnis dan aliran dana. Salah satu korban dari era baru ini adalah lingkungan hidup Indonesia. Izin-izin penebangan dan pertambangan dalam skala besar diberikan oleh otoritas lokal (terutama di pulau-pulau yang kaya sumber daya seperti Sumatera dan Kalimantan) sebagai ganti bayaran uang yang besar. Pemberian izin ini biasanya dilakukan tanpa proses administratif maupun pengawasan yang layak. Sekarang, hampir 20 tahun kemudian, konsekuensi dari tindakan-tindakan ini masih tetap terasa karena sering ada ketidakjelasan tentang ukuran wilayah konsesi karena pemerintahan yang lemah di era pasca-Suharto.

Proses desentralisasi juga disertai dengan tindakan-tindakan kekerasan di daerah-daerah di Indonesia. Kekerasan ini terkait kuat dengan aspek etnis atau agama karena munculnya persaingan untuk posisi politik lokal dalam kaitannya dengan kebangkitan identitas daerah. Untuk informasi lebih lanjut tentang topik ini, kunjungi bagian Kekerasan Etnis dan Agama.

Berikut ini adalah perkembangan politik pada masa reformasi kecuali

Pemerintahan Bacharuddin Habibie (1998-1999)

Bacharuddin Jusuf Habibie, adalah wakil presiden selama masa jabatan presiden sebelumnya, Suharto. Dia menggantikan Suharto pada tahun 1998 ketika Suharto turun dari kursi kepresidenan. Namun, hal ini tidak mengakhiri sistem politik yang telah diterapkan selama Orde Baru. Banyak orang Indonesia sangat mencurigai Habibie karena kedekatannya dengan Suharto (yang telah menjadi sosok ayah bagi Habibie) dan fakta bahwa dia adalah pemain penting dalam sistem patronase politik Suharto. Penolakan Habibie untuk memerintahkan penyelidikan menyeluruh terhadap harta kekayaan Suharto hanya memperkuat rasa ketidakpercayaan ini.

Habibie tidak memiliki pilihan lain selain meluncurkan program-program reformasi. Dia akan melakukan "bunuh diri politik" jika tidak mematuhi tuntutan masyarakat Indonesia itu. Selama masa kepresidenan Habibie, 30 undang-undang (UU) baru disetujui oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), beberapa di antaranya ditandai dengan perbedaan-perbedaan fundamental dengan perpolitikan di masa lampau.

Sejumlah tindakan reformasi penting adalah:

  • Dimulainya kebebasan pers
  • Pemberian izin pendirian partai-partai politik dan serikat-serikat buruh baru
  • Pembebasan tahanan-tahanan politik
  • Pembatasan masa jabatan presiden menjadi dua periode lima tahun
  • Desentralisasi kekuasaan ke daerah

Keputusan penting lainnya adalah penjadwalan pemilihan umum baru, yang diselenggarakan pada bulan Juni 1999. Kendati begitu, parlemen belum mempunyai niat untuk mengurangi pengaruh politik militer dan memerintahkan penyelidikan terhadap kekayaan Suharto.

Indonesia memasuki masa peningkatan kekerasan di daerah. Jawa Timur dilanda pembunuhan misterius (yang mungkin dilakukan oleh unit-unit tentara) sementara kekerasan agama berkobar di Jakarta, Ambon (Maluku), Kupang (Nusa Tenggara Timur) beserta Kalimantan Barat. Selain itu, ada tiga daerah yang memberontak terhadap Pemerintah Pusat: Aceh (Sumatera), Irian Jaya (Papua) dan Timor Timur.

Berikut ini adalah perkembangan politik pada masa reformasi kecuali

Ini semua menghasilkan kondisi yang membuat para investor asing sangat ragu-ragu untuk berinvestasi, sehingga menghambat pemulihan ekonomi Indonesia. Tidak kalah penting adalah pembersihan sektor keuangan Indonesia, yang telah menjadi jantung dari Krisis Keuangan Asia di akhir tahun 1990-an. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), didirikan pada Januari 1998, menjadi sebuah lembaga yang kuat yang melakukan serangkaian kegiatan terpadu dan komprehensif mencakup masalah seperti program liabilitas bank, pemulihan dana negara, restrukturisasi perbankan, restrukturisasi pinjaman bank, dan penyelesaian sengketa kepemilikan saham.

Kasus Timor Timur adalah salah satu hal yang menyebabkan banyak konflik, baik di tingkat nasional maupun internasional. Timor Timur telah mendeklarasikan kemerdekaannya pada tahun 1975 tetapi diinvasi oleh Indonesia pada tahun berikutnya. Hal ini tidak mengakhiri keinginan Timor Timur untuk merdeka. Habibie memiliki sikap terbuka terhadap kemerdekaan Timor Timur. Dia menyatakan bahwa jika Timor Timur menolak status provinsi otonomi khusus di Indonesia, maka Timor Timur dapat merdeka.

Pernyataan Habibie ini tidak disetujui oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang sangat ingin mencegah pemisahan Timor Timur dari Indonesia. Menurut pihak TNI, pemisahan Timor Timur itu berbahaya bagi persatuan Indonesia karena dapat menyebabkan efek domino di provinsi-provinsi lain. Diputuskan bahwa rakyat Timor Timur boleh membuat keputusan ini melalui referendum. Hasil referendum ini adalah bahwa 78% pemilih memilih untuk merdeka. Tentara Indonesia kemudian bereaksi dengan menyerang banyak wilayah di Timor Timur, menewaskan lebih dari seribu orang.

Reputasi Habibie rusak parah akibat hilangnya kendali atas situasi politik di Timor Timur. Meskipun unit tentara dan milisi sipil yang melakukan tindak kekerasan ekstrim, Habibie secara pribadi dianggap bertanggung jawab sebagai presiden yang menjabat. Selain itu, Habibie sendiri dikaitkan dengan skandal korupsi besar yang melibatkan Bank Bali. Bank ini menerima dana dari BPPN untuk rekapitalisasi tetapi - diduga - hampir setengah dari dana tersebut digunakan oleh tim kampanye Habibie.

Pemilihan Tahun 1999

Setelah tahun 1955, masyarakat Indonesia harus menunggu selama 44 tahun untuk menyaksikan contoh lain dari pemilihan parlemen yang bebas dan adil. Dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 1999 masyarakat memilih partai politik, bukan individu. Karena tidak ada batasan untuk pembentukan partai-partai politik (sebagai bagian dari program reformasi), Indonesia menyaksikan menjamurnya partai-partai baru. Tidak kurang dari 48 partai diizinkan untuk berpartisipasi dalam Pemilu tahun 1999, meskipun sebagian besar partai-partai ini memainkan peran yang tidak signifikan.

Kebanyakan partai politik itu hanya bisa mengandalkan sedikit dukungan saja dari masyarakat. Dalam perpolitikan modern Indonesia, sebuah partai politik pada dasarnya adalah kendaraan politik untuk individu tertentu dan bukan lembaga yang mengekspresikan ideologi atau visi bersama. Karena hanya beberapa orang bisa mengandalkan dukungan publik selama Pemilu 1999, kebanyakan partai politik ditakdirkan untuk menerima sedikit suara.

Salah satu dari tokoh-tokoh tersebut adalah Megawati Soekarnoputri, puteri Presiden pertama Indonesia Soekarno. Dia telah mendirikan sebuah partai baru PDI-P (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) pada tahun 1998 setelah dikeluarkan dari PDI (Partai Demokrasi Indonesia) pada tahun 1996. Karena warisan ayahnya dan perlawanannya terhadap Orde Baru menjelang akhir pemerintahan Suharto, ia menikmati popularitas yang tinggi (terutama di Jawa dan Bali). Mirip dengan ayahnya, dia menekankan persatuan nasional dan mengkampanyekan nasionalisme sekuler.

Berikut ini adalah perkembangan politik pada masa reformasi kecuali

Tokoh nasional populer lainnya yaitu Abdurrahman Wahid yang telah mendirikan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) pada tahun 1998. Sebelumnya, dia menjabat sebagai ketua organisasi Muslim terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU), tapi kemudian mengarahkan tujuannya untuk menjadi presiden. Wahid mengkampanyekan sejenis nasionalisme toleran dan mengandalkan dukungan populer dari masyarakat Muslim tradisional (sebagian besar di Jawa).

Habibie, presiden Indonesia yang menjabat, memiliki ambisi untuk mempertahankan posisinya. Meskipun tidak begitu populer, dia bisa mengklaim bahwa dia yang telah meluncurkan program reformasi dan bisa mendapatkan keuntungan dari mesin politik Golkar (Golongan Karya) yang kuat dan yang membentang sampai ke tingkat desa.

Terakhir, Amien Rais, tokoh oposisi terhadap Orde Baru Suharto, bergabung dalam perlombaan dengan Partai Amanat Nasional-nya (PAN) dan seorang outsider yang patut diperhitungkan.

Satu hal yang penting selama Pemilu ini adalah bahwa kursi di parlemen akan dibagi dua. Pulau Jawa menerima setengah dari kursi sementara separuh lainnya dibagi ke pulau-pulau lain. Hal ini dilakukan sebagai langkah untuk mengurangi posisi dominan Jawa dalam perpolitikan nasional. Namun, karena Jawa memiliki kepadatan penduduk yang jauh lebih tinggi dari luar Jawa, pada dasarnya tersirat bahwa suara non-Jawa lebih kuat dibanding suara Jawa. Situasi ini akan menyebabkan konsekuensi yang luar biasa untuk pemilu ini.

Pemilu Legislatif Indonesia 1999:

  1999
PDI-P   34%
Golkar   22%
PKB   13%
PPP   11%
PAN    7%

Sekitar 90 persen dari pemilih Indonesia datang untuk memberikan suara mereka pada tanggal 7 Juni 1999. Seperti dugaan sebelumnya, PDI-P menerima sebagian besar suara (34 persen) dengan Golkar pada posisi kedua (22 persen). Namun, kedua partai tersebut mendapat alokasi jumlah kursi yang hampir sama dalam parlemen karena PDI-P menerima sebagian besar suara dari pulau Jawa, sementara Golkar menikmati suara terbanyak dari luar Jawa.

Pada bulan Oktober, Habibie harus menyampaikan pidato pertanggungjawaban di depan MPR. Pidato ini adalah laporan tentang kinerjanya sebagai presiden dan kinerja kebijakan selama masa kepresidenannya. Pidatonya ditolak oleh mayoritas anggota MPR. Setelah penolakan ini, Habibie memutuskan untuk menghentikan ambisinya menjadi presiden pada tahun 1999. Ini berarti bahwa sekarang hanya ada dua orang yang menikmati dukungan politik yang signifikan untuk menjadi presiden berikutnya dari Indonesia yaitu Megawati dan Wahid. Di sesi lain, MPR Indonesia akhirnya memilih Wahid sebagai presiden baru. Megawati menjadi wakil presiden baru dan Rais terpilih sebagai ketua MPR.

Masa Kepresidenan Abdurrahman Wahid (1999-2001)

Dalam rangka mendirikan koalisi yang luas, Wahid menunjuk anggota dari berbagai partai politik serta perwira TNI sebagai menteri untuk kabinetnya. Tapi komposisi yang beragam ini juga mengimplikasikan kurangnya kohesi dalam kabinet dan, terlebih lagi, hanya berisi beberapa tokoh reformis saja. Wahid melakukan upaya untuk mengurangi peran politik TNI namun hal ini menyebabkan konflik dan kemudian hilangnya dukungan dari TNI.

Tanpa dukungan dari TNI, hanya ada sedikit cara untuk bertahan sebagai presiden Indonesia yang saat itu dilanda konflik dan kekerasan di banyak daerah. Kerusuhan-kerusuhan di daerah ini membutuhkan intervensi TNI namun karena konflik dengan Wahid, TNI tampaknya tidak tertarik menyelesaikan atau mengintervensinya yang mengakibatkan merosotnya kekuasaan Presiden Wahid.

Berikut ini adalah perkembangan politik pada masa reformasi kecuali

Kasus-kasus korupsi tampaknya masih sangat sering terjadi. Pada tahun pertamanya sebagai presiden, Wahid memecat tujuh menteri yang semua - diduga - terlibat dalam kasus korupsi. Empat dari menteri-menteri tersebut berasal dari empat mitra koalisi yang paling penting: PDI-P, Golkar, PPP dan PAN. Ini membuat Wahid menjadi semakin terisolasi. Dan - lebih parah lagi - Wahid sendiri juga dikaitkan dengan dua skandal korupsi yang akhirnya menyebabkan pemakzulannya. Kedua skandal itu dikenal sebagai 'Buloggate' dan 'Bruneigate', masing-masing melibatkan ketidakjelasan penggunaan dana publik. MPR Indonesia melihat ini sebagai kesempatan besar untuk memakzulkan Wahid dan Megawati kemudian ditunjuk menjadi presiden, sementara Hamzah Haz (pemimpin PPP) menjadi wakil presiden yang baru.

Masa Kepresidenan Megawati Soekarnoputri (2001-2004)

Menjelang akhir pemerintahan Orde Baru Suharto, almarhum Ir Soekarno (Presiden Indonesia yang pertama) menjadi simbol oposisi terhadap pemerintah. Soekarno adalah pahlawan nasional yang telah mengabdikan hidupnya untuk - dan berhasil - mencapai kemerdekaan. Sebagian besar pengunjuk rasa anti-Suharto lahir selama rezim Orde Baru yang berlangsung selama lebih dari tiga dekade dan karena itu mereka mungkin hanya memiliki sedikit pengetahuan mengenai era pra-Suharto. Tetapi bagi mereka Soekarno mewakili kebebasan, kemerdekaan dari Suharto. Oleh karena itu menjadi logis bahwa puterinya, Megawati, bisa mengandalkan dukungan besar dari masyarakat.

Namun, dukungan ini hanya didasarkan pada statusnya sebagai puteri Soekarno dan tidak didasarkan pada visi politiknya maupun keterampilannya. Kabinetnya tidak banyak berbeda dari kabinet awal Wahid: berisi basis partai-partai yang beragam dan perwira TNI juga terwakili dengan baik. Megawati sendiri tidak melakukan banyak pengambilan keputusan, dia menyerahkannya pada para menterinya. Tidak ada tanda-tanda bahwa masalah korupsi ditangani sementara status quo dalam pemerintahan berlanjut.

Namun, meskipun Megawati sendiri tidak tampak sangat mendukung reformasi politik, proses reformasi sebenarnya telah dirintis pada tahun 1999 ketika parlemen mulai merancang banyak UU baru (termasuk amandemen-amandemen konstitusi) yang akan berlaku efektif selama kepresidenan Megawati. Langkah-langkah reformasi ini menyiratkan peningkatan signifikan dalam checks and balances demokratis yang mengakhiri kemungkinan kembalinya rezim otoriter. Kebijakan-kebijakan reformasi ini menempatkan kekuasaan di tangan rakyat, bukan Pemerintah Pusat. Selain itu, cabang-cabang eksekutif dan legislatif dipisahkan dengan lebih ketat.

Pendahulu Megawati (Wahid) melakukan upaya kuat untuk mengurangi pengaruh TNI (yang benar-benar melemahkan posisinya), tetapi Megawati tidak berniat untuk ikut campur dengan urusan TNI. Akibatnya, TNI kembali mendapatkan sejumlah pengaruh dalam politik. Apalagi, perkembangan internasional juga meningkatkan peran TNI. Setelah serangan 11 September 2001 terhadap Menara Kembar di New York, pemerintah Amerika Serikat melanjutkan kerjasama dengan militer Indonesia (yang sempat terhenti sejak partisipasi TNI dalam kekerasan di Timor Timur di tahun 1999) untuk memerangi terorisme internasional.

Berikut ini adalah perkembangan politik pada masa reformasi kecuali

Meskipun MPR telah berhati-hati dalam mengurangi peran politik tentara, Panglima Besar TNI lah yang menyatakan pada tahun 2004 bahwa fraksi TNI harus dihapuskan dari MPR. Seorang perwira TNI yang ingin aktif dalam dunia politik harus mengundurkan diri terlebih dulu dari posisinya di TNI. Reformasi ini direalisasikan tetapi tidak berarti mengakhiri pengaruh politik TNI dalam masyarakat Indonesia. Hingga saat ini, TNI adalah kekuatan yang besar karena para mantan jenderal yang ingin aktif dalam politik masih bisa mengandalkan jaringan di dalam TNI, apalagi, tentara masih terlibat dalam kegiatan-kegiatan usaha di daerah.

Lanjut Baca: Analisis Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
Lanjut Baca: Analisis Pemerintahan Joko Widodo

Poll Indonesia Investments:

Voting possible:  12 April 2018 07.20 - 17 April 2019 10.00

Results

  • Joko Widodo (57.6%)
  • Prabowo Subianto (31.9%)
  • No opinion (5.7%)
  • Someone else (4.8%)

Total amount of votes: 16331