Berikan argumentasi dan ketentuan hukum yang bisa dijadikan sebagai dasar jawaban saudara!

Argumentasi hukum berguna untuk mencari dasar bagi suatu peristiwa atau perbuatan hukum dengan tujuan untuk menghindari terjadinya pelanggaran hukum di kemudian hari.

Oleh:

Fitri Novia Heriani

Bacaan 4 Menit

Hari terakhir Pendidikan Profesi Advokat (PKPA) kerja sama Hukumonline dengan PERADI dan FH Universitas Yarsi batch pertama tahun 2021 resmi diselenggarakan, Jumat (12/3). Foto: RES

Pengacara, advokat atau kuasa hukum adalah praktisi yang melakukan atau memberikan nasihat dan pembelaan mewakili bagi orang lain yang berhubungan dengan penyelesaian suatu kasus hukum. Sebagai pihak yang melakukan pembelaan hukum terhadap klien, tentu seorang advokat harus memahami kasus hukum yang akan ditanganinya.

Dalam konteks ini, diperlukan argumentasi hukum yang baik. Managing Partner Makarim & Taira.S, Lia Alizia mengatakan bahwa logika, penalaran hukum, dan argumentasi hukum membekali para praktisi hukum dengan kemampuan berpikir kritis dan argumentatif dalam memahami prinsip, asumsi, aturan, peristiwa/perbuatan hukum, dan praktik hukum. Seorang praktisi hukum juga mempunyai perbendaharaan kata yang luas agar dapat menyampaikan pikiran dan argumentasi secara tepat.

Mengutip Hanson dalam buku Legal Method, Skills, and Reasoning, Lia menyatakan bahwa studi hukum secara kritis dari sudut pandang logika, penalaran hukum, dan argumentasi hukum dibutuhkan karena pemahaman hukum dari perspektif semacam ini berusaha menemukan, mengungkap, menguji akurasi, dan menjustifikasi asumsi-asumsi atau makna-makna yang tersembunyi dalam peraturan atau ketentun hukum yang ada berdasarkan kemampuan rasio (akal budi) manusia.

Menurutnya, argumentasi hukum berguna untuk mencari dasar bagi suatu peristiwa atau perbuatan hukum dengan tujuan untuk menghindari terjadinya pelanggaran hukum di kemudian hari dan untuk menjadi bahan argumentasi apabila terjadi sengketa mengenai peristiwa ataupun perbuatan hukum tersebut.

Selain itu, argumentasi hukum juga mengasah dasar-dasar logika berpikir seperti proposisi, premis, argument, validitas, induktif-deduktif; berpikir objektif, dan beragumen dari dua sisi pihak yang berbeda.

“Melihat argumen jangan dari isinya, harus dilihat dari premisnya, kenapa itu muncul dan ini bukan cocoklogi, ini harus diuji lagi premisnya, seakan-akan argumen valid tapi mungkin tidak benar,” kata Lia dalam Pendidikan Profesi Advokat yang dilaksanakan Hukumonline bekerja sama dengan Peradi dan Universitas YARSI, Jumat (12/3).

Di sisi lain, profesi hukum harus mampu membangun argumentasi hukum, baik yang bersifat induktif maupun deduktif. Argumentasi hukum induktif adalah proses penalaran yang berangkat dari premis yang bersifat khusus ke premis yang bersifat umum dan argumen bersifat probabilitas, sementara deduktif adalah proses penalaran yang berangkat dari premis yang bersifat umum ke premis yang bersifat khusus dan argumen bersifat konklusif.

Page 2

Oleh:

Fitri Novia Heriani

Bacaan 4 Menit

“Induktif itu seperti argumen bersifat probabilitas, kemungkinan, tidak seperti deduktif. Deduktif itu argumen lebih konklusif, tergantung kebutuhan apa yang akan disampaikan, tujuan yang mau dicapai apa, kebutuhan sudah jelas tujuan jelas maka tinggal menyusun premis fakta dan asumsi, tinggal pakai deduktif, dan ini hanya metode,” imbuhnya.

Contoh argument induktif: “Dalam sengketa antara Perusahaan A PTE LTD dan PT B di PN Jakarta Pusat, terungkap fakta bahwa perjanjian yang menjadi pokok sengketa antara Perusahaan A PTE LTD dan PT B mengandung klausul choice of jurisdiction, yaitu di Pengadilan Singapura – dengan demikian, Pengadilan yang berwenang mengadili sengketa tersebut adalah Pengadilan Singapura.”

Dari contoh tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa apabila suatu sengketa timbul dari perjanjian yang memuat klausul choice of jurisdiction, maka pengadilan yang kemungkinan berwenang mengadili sengketa tersebut adalah pengadilan yang dipilih tersebut. (Baca Juga: Kenali Aspek-aspek Awal Penyusunan Legal Due Diligence)

Sedangkan contoh argumen deduktif: “Berdasarkan Pasal 362 KUHP, barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. Pada tanggal 26 September 2019, tanpa sepengetahuan Budi, Anton mengambil handphone milik Budi dari dalam tasnya. Dengan demikian, Anton diancam karena pencurian berdasarkan Pasal 362 KUHP, karena ia mengambil barang yang seluruhnya milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum.”

“Dalam deduktif itu satu pasal diletakkan dalam satu titik, pas pada fakta kedua maka harus djelaskan elemen-elemennya. Fakta 1 terpenuhi enggak, yakni Anton mengambil barang, oh benar Anton mengambil punya Budi tapi itu barang titipan orang, nah selama barang itu ada di dalam tas Budi itu milik Budi. Ini melawan hukum karena enggak diketahui saat ngambilnya, jadi ada tiga elemen dsiitu mengambil barang, seluruhnya punya orang lain, dan melawan hukum. Jadi itu cara penguraian argumentasi deduktif,” jelasnya.

Kemudian Lia melanjutkan, mengutip dari Scharffs yang menyatakan bahwa suatu penalaran hukum yang baik mesti menggabungkan kebijaksanaan praktis, keterampilan, dan “retorika”. Konsep argumentasi hukum juga harus memisahkan antara fakta umum dan fakta hukum; menganalisa permasalahan hukum; mencocokkan antara fakta hukum dengan hukumnya; dan menyusun argumen hukum.

Dan perlu diingat, dalam menyusun suatu argumen hukum, profesi hukum harus mengetahui dulu apa kesimpulan atau hasil akhir yang diinginkan oleh Klien dari argumen hukum tersebut. Dan Lia juga mengutip Prof. B. Arief Sidharta dalam buku “Pengantar Logika – Sebuah Langkah Pertama Pengenalan Medan Telaah”, logika dalam argumentasi hukum harus mengacu pada asas asas identitas, asas kontradiksi, asas pengecualian kemungkinan ketiga, asas alasan yang cukup, asas bahwa kesimpulan tidak boleh melampaui daya dukung dari premis-premis atau pembuktiannya.

“Setelah mempunyai pertimbangan, advokat harus memiliki pilihan untuk solusi, beberapa pilihan untuk solusi, bahkan seorang advokat harus memberikan rekomendasi, merkea datang ke kita karena harapannya advokat bisa memberikan jalan keluar yang visible atau masuk akal. Kalau enggak ada pilihan yang bagus, harus memberikan satu solusi terbaik dari yang terburuk, itu harus dijelaskan kalau enggak ada pilihan yang sempurna, maka sebagai advokat harus memberikan apa kelabihan dan kekurangan dari masing-masing pilihan tersebut,” pungkasnya.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA