Tata Ruang Kota Jakarta Banyak permasalahan yang di hadapi kota DKI Jakarta yang salah satunya yaitu tata ruang, banyak orang yang membangun bangunan tidak resmi di sembarang tempat, maka dari itu tata ruang kota Jakarta semakin tidak karuan. Banyaknya tingkat pengangguran yang tinggi menyebabkan salah satunya masyarakat membangun bangunan di tempat yang seharusnya tidak dibangun bangunan. Tempat yang mestinya menjadi lahan hijau atau tempat penyerapan air, ini menjadi sebaliknya bahkan menjadi bangunan permanen sehingga tempat penyerapan air tidak banyak terlihat lagi, salah satunya menjadi penyebab banjir yang tak kunjung ada solusinya. Pemerintah kota Jakarta dan seluruh masyarakat Ibukota perlu sadar diri akan pentingnya tatanan kota Jakarta yang semakin hari semakin padat dan kumuh, bukan hanya pemerintah yang terjun langsung untuk membenahi tata ruang kota Jakarta, akan tetapi masyarakat yang berperan penting untuk mewujudkan ruang tata kota Jakarta yang indah, nyaman dan sejahterah. Banyaknya permasalahan di Ibukota menjadi PR yang wajib dibenahi oleh para pemerintah, salah satunya yaitu tata ruang kota Jakarta. Pertannyaannya yaitu :
Tata ruang kota Jakarta semakin hari semakin padat, terlebiih pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi, banyaknya pertumbuhan penduduk maka bertambah padatnya kota Jakarta, hal inilah yang menjadi problem pemerintah dan masyarakat kota Jakarta. Tata ruang kota Jakarta yang semakin padat dapat menimbulkan hal yang negative, salah satunya yaitu:
Semakin padat bangunan yang dibangun diatas tempat penyerapan air, maka tempat resapan air akan semakin berkurang. Maka dari itu Jakarta sering terendam banjir, apalagi dengan intensitas curah hujan yang sangat tinggi hampir setiap ahir tahun dari tahun-ke-tahun. Kebakaran dapat terjadi karena beberapa faktor, faktor terbesarnya yaitu tatanan ruang kota Jakarta yang sangat padat dan berdempet-dempetan. Bangunan yang seharusnya dibangun menggunakan tembok atau beton, ini masih banyak yang menggunakan kayu sebagai pondasi rumah. Bangunan yang dibangun sangat berdempetan menyebabkan kebakaran mudah merembet dari rumah satu kerumah yang lainnya. Tidak heran kalau sampah Ibukota menjadi menggunung, hal tersebut disebabkan karena padatnya pertambahan penduduk dan belum lagi imigran dari desa yang pindah ke kota. Tempat untuk membuang sampah akhir atau yang biasa kita sebut Tempat Pembuangan Akhir (TPA) menjadi minimal, dikarenakan banyaknya bangunan yang dibangun ditempat yang tidak seharusnya. Sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita bahwa kota Jakarta adalah kota termacet ke-3 di dunia. Hal tersebut dapat terjadi karena tatanan bangunan di Ibukota tidak tertata dengan rapih. Masyarakat yang mempunyai kendaraan pribadi, transportasi ugal-ugalan yang sering dijumpai menyebabkan kemacetan dapat terjadi di berbagai titik. Hal diatas telah menjelaskan bahwa kota Jakarta harus benar-benar dirombak, akan tetapi sangat sulit untuk dilakukan karena sudah terlanjur menjadi ladang penduduk yang semrawut. Pertumbuhan penduduk yang semakin tunggi menyebabkan ruang tata kota Jakarta semakin tidak-karuan. Pertumbuhan dari tahun-ke-tahun menjadi tidak stabil, pertumbuhan penduduk dari tahun 1990-2000 mencapai 1,17 Milyar penduduk, tahun 2000-2010 mencapai 2,16 Milyar penduduk, hingga sekarang mengalami penuruna n sekitar 2,09 Milyar penduduk Ibukota Jakarta. Hal tersebut bila mengalami peningkatan yang cukup tinggi maka tata ruang kota Jakarta sudah tidak bisa terselesaikan lagi. Pemerintah kota Jakarta perlu berfikir keras demi menyelesaikan masalah tata ruang kota Jakarta, Upaya yang dilakukan pemerintah belum semuanya semaksimal dengan seharusnya. Pemerintah member bantuan teknis penataan ruang sebagai salah satu program andalan dan sebagai wujud nyata dari penyelenggaraan salah satu tugas pokok dan fungsi Ditjen Penataan Ruang yang telah memperlihatkan bentuknya yang lebih nyata dengan telah mulai diturunkannya beberapa staf andalan Ditjen Penataan Ruang ke daerah-daerah dalam menjawab kebutuhan daerah mengenai perlu adanya program pendampingan dan advisory oleh aparat Pusat ke daerah dalam upaya mereka mereview, merevisi, atau bahkan menyusun baru produk-produk rencana tata ruangnya. Yang dilakukan antara lain :
Salah satu tolok ukur pengaplikasian konsep Kota Hijau adalah keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. Ruang Terbuka Hijau pada suatu kota harus memenuhi luasan minimal yakni sebesar 30% dari keseluruhan luas lahan dengan komposisi 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% ruang terbuka hijau privat (Undang-Undang No. 26 Tahun 2007). Pengalokasian 30% RTH ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang RTRW Kota dan RTRW Kabupaten. Proporsi tersebut bertujuan untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, ruang terbuka bagi aktivitas publik serta dapat meningkatkan nilai estetika kota. Langkah-langkah strategi yang dapat dilakukan untuk menuju RTH 30%, diantaranya:
Konten dan perspektif penulisan artikel ini tidak menggambarkan wawasan global pada subjeknya. Tata ruang atau dalam bahasa Inggrisnya spatial plan adalah wujud struktur ruang dan pola ruang disusun secara nasional, regional dan lokal. Secara nasional disebut Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tersebut perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK).
Ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) merupakah produk dari hasil Rencana Tata Ruang (RTR) di mana jika dilihat dari ruang lingkup materinya tergolong dalam Rencana Umum Tata Ruang. RTRW kemudian dapat digolongkan lagi berdasarkan ruang lingkup wilayahnya yang terdiri dari (1) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), (2) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan Kota (RTRWK). Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Tata ruang perkotaan lebih kompleks dari tata ruang perdesaan, sehingga perlu lebih diperhatikan dan direncanakan dengan baik. Kawasan/zona di wilayah perkotaan dibagi dalam beberapa zona sebagai berikut:
Dampak dari rencana tata ruang di wilayah perkotaan yang tidak diikuti adalah kesemrawutan kawasan mengakibatkan berkembangnya kawasan kumuh yang berdampak kepada gangguan terhadap sistem transportasi, sulitnya mengatasi dampak lingkungan yang berimplifikasi kepada kesehatan, sulitnya mengatasi kebakaran bila terjadi kebakaran.
|