Bagaimana tanggapan dari orang yang sedang anda bimbing

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pendahuluan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia konseling ialah: 1.pemberian bimbingan oleh yang ahli kepada seseorang dengan menggunakan metode psikologis dan sebagainya; 2.pemberian bantuan oleh konselor kepada konseli sedemikian rupa sehingga pemahaman terhadap kemampuan diri sendiri meningkat dalam memecahkan berbagai masalah. Sedangkan bimbingan konseling adalah layanan bantuan untuk peserta didik baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karir melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku (SK Mendikbud No. 025/D/1995).

Bimbingan Konseling (BK) merupakan salah satu komponen dalam keseluruhan sistem pendidikan di sekolah. Siswa, guru, orang tua atau wali murid dan warga masyarakat masih banyak yang belum mengetahui dan memahami BK di sekolah. Banyak anggapan yang ditujukan terhadap BK di sekolah. Mereka memiliki persepsi yang berbeda-beda. Ada yang menafsirkan BK adalah tempat  menyelesaikan masalah, tempat pemberian hukuman. Ada pula yang menganggap bahwa BK merupakan tempat yang menyeramkan dan menakutkan, karena guru BKnya galak, garang, sadis, bahkan bertindak kekerasan secara fisik. Sehingga  hal tersebut meniimbulkan kesan  bahwa  guru  BK  adalah polisi  sekolah.

Sebagai contoh, siswa yang datang terlambat ke sekolah atau melanggar tata tertib sekolah, kemudian dipanggil ke ruang BK untuk menghadap konselor, maka siswa tersebut akan memiliki pandangan atau anggapan bahwa konselor sekolah adalah sosok orang yang galak, yang biasanya hanya menghukum dan mengatur para siswanya.

Persepsi siswa terhadap konselor terjadi karena siswa tersebut memperhatikan sesuatu yang nampak pada diri konselor yang meliputi penampilan fisik, perilaku dan juga ruang lingkup kerja (tugas) konselor. Jika penampilan fisik, perilaku dan ruang lingkup kerja konselor tidak seperti apa yang diharapkan oleh siswa, maka siswa akan berpersepsi kurang baik (negatif) terhadap konselor. Informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa masih ditemukan siswa yang menganggap konselor adalah seorang guru yang galak, tidak bias diajak bercanda, bahkan konselor disebut polisi sekolah yang bisanya hanya memarahi dan menghukum siswa-siswa yang melanggar tata tertib sekolah. Sehingga apabila ada siswa yang datang menghadap konselor, maka siswa tersebut diyakini mempunyai masalah pelanggaran atau telah berbuat suatu kesalahan.

Anggapan-anggapan yang seperti ini pada dasarnya adalah salah. Anggapan yang salah ini bisa saja disebabkan dari para siswa atau mungkin dari para guru khususnya gur BK itu sendiri. Oleh karena itu anggapan-anggapan seperti ini perlu dibenarkan sebagaimana mestinya agar maksud, peran, fungsi dan tujuan bisa terealisasi secara optimal.

Pembahasan

Mempersepsi tidaklah sama dengan memandang benda dan kejadian tanpa makna. Yang dipersepsi seseorang selalu merupakan ekspresi-ekspresi, benda-benda dengan fungsinya, tanda-tanda serta kejadian-kejadian. Leavitt  berpendapat bahwa “persepsi merupakan pandangan atau bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu” (Sobur, 2003). Persepsi berasal dari sudut pandang yang berbeda-beda tergantung subjek yang mempersepsi. Kadang persepsi seseorang terhadap sesuatu bisa benar dan sesuai dengan realit dan kadang pula perspsi itu tidak sesuai dan menjadi persepsi yang salah karena tidak sesuai dengan maksud dan tujuan tertentu, walaupun subjek yang memperspsi itu menyatakan apa yang menjadi persepsinya dalah benar.

Ada beberapa anggapan yang perlu dibenarkan mengenai Bimbingan Konseling di sekolah, baik dari siswa maupun dari para guru. Berikut beberapa penjelasannya:

1.Siswa yang bermasalah saja yang didatangkan kepada guru BK. Sering kali hanya siswa yang mempunyai masalah dengan peraturan sekolah yang menjadi bulan-bulanan guru BK. Ketika ada suatu pelanggaran yang dilakukan oleh siswa, maka siswa yang bersangkutan langsung dihukum oleh BK dan jika ia mengulanginya maka ia akan menjadi langganan guru BK. Yang menjadi pertanyaan ialah, mengapa hanya siswa yang mempunyai kasus dengan peraturan saja ?. bukankah masalah siswa itu tidak hanya itu saja ? Ada masalah lain yang bisa mengganggu siswa.

2.Guru BK adalah momok bagi siswa. Guru BK yang selama ini dianggap sebagai orang yang selalu memberikan hukuman, poin pelanggaran hingga skors yang pantas bagi siswa yang bermasalah. Para siswa menjadi takut terhadap guru BK. Berurusan dengan guru BK sama halnya bertemu hantu. Berurusan dengan guru BK adalah mimpi buruk setiap siswa. Apakah fungsi BK di sekolah adalah menakut-nakuti ? Apakah fungsi guru BK hanya menghukum siswa ? Penting untuk mengerti dan memahami fungsi Bimbingan Konseling di sekolah.

3.Para siswa tidak mau mengerti dan memahami tentang apa sebenarnya BK dan seberapa perlu BK di sekolah. Para siswa ketika diberikan sosialisaasi masalah Bimbingan Konseling kurang bisa memahami tentang BK di sekolah. Mereka mendapat informasi-informasi negatif  yang telah lalu dan membudaya di kalangan siswa. Sebelum adanya sosialisasi itu pun mereka sudah mempunyai anggapan negatif terhadap guru BK. Anggapan yang membudaya ini perlu untuk diluruskan. Akan tetapi, mungkin juga dari para guru yang ketika memberikan sosialisasi membuat acara itu biasa-biasa saja ? Atau mungkin guru BK saat sosialisasi dan publikasi tampil dengan gaya yang kurang familiar dan kurang komunikatif ?

4.Tampilan yang kurang familiar. Tampilan guru BK mungkin selama ini monoton seperti itu saja. Bahkan, bebrapa guru BK di sekolah tampilannya memang menakutkan bagi para siswa. Tampilan disini maksudnya ialah tampilan secara fisik maupun psikis. Guru BK di sekolah tampil dengan penuh menjaga kewibawaan terhadap para siswa. Kewibawaan memang perlu, namun alangkah baiknya jika kewibawaan itu tidak menjadikan jarak yang semakin jauh dengan para siswa. Sehingga para siswa juga enggan untuk berkomunikasi. Tampilan yang kurang ramah juga menjadikan guru BK ditakuti oleh para siswa. Senyum kecil dapat menjadi sebab baiknya hubungan. Bahkan jika seorang guru BK di sekolah ketika bertemu hanya menampilkan wajah dingin tanpa ekspresi yang komunikatif, tentu siswa menjadi tidak suka dengan guru BK.

5.Publikasi yang komunikatif dan menarik. Publikasi ini bisa juga disebut soialisasi Bimbingan Konseling. Hal yang sering terjadi ialah sosialisasi ini dilaksanakan hanya satu kali setahun, bahkan satu kali pada awal masuk sekolah di jenjang yang bersangkutan. Sosialisasi itu hanya berisi pemberitahuan saja tanpa mengajak audien untuk bertanya ataupun sedikit berdiskusi masalah Bimbingan Konseling. Hal yang jarang terjadi dan kurang mengena di ingatan tentu tidak akan membuat sebuah kesan. Para siswa secara otomatis atau perlahan akan lupa dengan poin-poin pada sosialisasi BK tersebut dan tidak mengiraukan terhadap batasan-batasan yang telah disampaikan pada saat sosialisasi BK.

Beberapa hal yang telah dijelaskan tersebut mungkin akan lebih baik jika bisa diatasi. Ada poin-poin penting yang bisa membantu menyelaraskan para siswa dan guru BK agar anggapan yang salah ini bisa dibenarkan, yakni sebagai berikut:

1.Bukan hanya siswa yang bermasalah saja yang  datang atau didatangkan  kepada BK. Bimbingan Konseling ini bukan bengkel bagi para siswa yang ‘rusak’. Konseling juga membantu menyelesaikan masalah-masalah lain pada siswa seperti masalah hubungan dengan teman, hubungan dengan guru yang lain, hingga masalah pribadi yang menghambat lancarnya proses pembelajaran di sekolah. Hartono dan Soedarmadji (2012) mengemukakan ada lima fungsi konseling yaitu: a.fungsi pemahaman; b.fungsi pencegahan; c.fungsi pengentasan; d.fungsi pemeliharaan; e.fungsi advokasi. Seharusnya kelima fungsi tersebut bisa dijalankan secara maksimal sehingga fungsi Bimbingan Konseling di sekolah sesuai dengan fungsi pokok konseling. Dengan itu, proses konseling bisa merata terhadap para siswa dari setiap kalangan.

2.Anggapan bahwa guru BK itu adalah momok, tukang hukum, musuhnya siswa nakal, dan sebagainya merupakan anggapan yang kurang benar. Para siswa perlu memahami bahwa seorang guru BK itu adalah orang yang membantu siswa untuk mengatasi masalah-masalah para siswa, dari yang sederhana hingga yang serius atau komplek. Para siswa yang tidak nakal pun bisa mengunjungi guru BK untuk sekedar bercerita tentang masalah psikologis apa pun yang dihadapinya. Guru BK juga bisa membantu menangani masalah seorang siswa yang walaupun keilhatannya biasa saja namun menjadikannya terhambat seperti masalah kebiasaan belajar hingga larut malam, atau bahkan ia bermasalah dengan keluarganya dan hal itu mengganggu proses pembelajaran di sekolah. Guru BK selalu siap untuk membantu para siswa menangani masalah psikologis yang dihadapi.

3.Pemahaman yang tepat mengenai  makna Bimbingan Konseling di sekolah. Seperti yang telah disampaikan pada poin sebelumnya bahawa guru BK siap untuk membantu menangani masalah psikologis yang dihadapi para siswa. Proses konseling di sekolah pada intinya adalah membantu menangani masalah psikologis para siswa. Masalah psikologis yang dimaksud ialah segala hal yang menjadikan kondisi mental para siswa tidak tenang seperti trauma, stress, konflik, frustasi hingga depresi. Kenakalan para siswa tentunya menjadi objek konseling guru BK. Kenakalan para siswa bisa saja terjadi disebabkan oleh beberapa hal tersebut dari berbagai latar belakang yang berbeda. Maka perlu pemahaman yang tepat mengenai makna Bimbingan Konseling di sekolah agar para siswa bisa mendapat bantuan dalam menangani masalah psikologisnya dan proses pembelajran di sekolah bisa berjalan maksimal.

4.Memberikan penampilan yang menarik, sesuai dan sebisa mungkin untuk familiar dengan para siswa dan guru. Seorang guru BK adalah guru yang selayakanya bisa berinteraksi dengan siswa maupun guru dan karyawan di sekolah. Lebih baik jika seorang guru BK itu komunikatif dan interaktif, aktif berinteraksi dengan para siswa. Karena hal itu bisa menjadikan anggapan negatif terhadap guru BK berkurang. Seorang guru BK seharusnya tidak terlalu membatasi hubungan antara guru dan siswa. Guru sebgai penerima aspirasi siswa dan para siswa berhak menyampaikan aspirasinya. Para siswa juga berhak menceritakan masalah-masalah yang menghambat proses pembelajarannya di sekolah, sehingga guru mengerti mengapa ia mengalami masalah dan apa yang menyebabkan masalah itu di sekolah. Jika guru BK lebih familiar, komunikatif, dan aktif berinteraksi dengan para siswa maka proses konseling bisa maksimal dan berjalan lancar.

5.Publikasi tentang Bimbingan Konseling kepada para siswa sejak awal dan publikasi rutin untuk tetap menyampaikan program-program BK. Publikasi yang dimaksud ialah pemberitahuan atau sosialisasi kepada para siswa terkait program Bimbingan Konseling di sekolah. Publikasi atau sosialisasi ini tidak cukup hanya dilakukan di awal tahun atau awal masuk sekolah. Ada baiknya jika penjelasan dan sosialisai program BK dilaksanakan setiap tiga bulan sekali, atau mungkin sebulan sekali. Hal litu ditujukan untuk memaksimalkan efektifitas konseling Bimbingan Konseling di sekolah. Jika publikasi berjalan maksimal, maka para siswa sedikit kemungkinannya untuk tidak memahami tentang BK di sekolah. Para siswa tidak akan merasa BK adalah momok dan sebagainya. Mereka akan mulai akrab dengan Bimbingan Konseling.

Jika beberapa hal yang telah dijelaskan dapat dilaksanakan dengan maksimal, maka anggapan negatif atau anggapan salah yang perlu dibenarkan bisa terealisasi dan Bimbingan Konseling di sekolah bisa maksimal, efektif, dan merata terhadap semua kalangan siswa.

Kesimpulan

Dari pemaparan atau penjelasan yang disebutkan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1.Anggapan yang salah mengenai BK di sekolah mencakup kenakalan siswa, peran dan fungsi guru BK dan pemahaman tentang Bk di sekolah

2.Perlu adanya pemahaman bersama antara siswa dan guru mengenai BK di sekolah dan perlu adanya sosialisasi yang rutin agar BK bisa terlaksana secara maksimal dan menyeluruh.

3.Interaksi yang tepat dan tidak terlalu membatasi antara guru BK dan para siswa akan membantu memaksimalkan BK di sekolah, karena setiap siswa tentu punya masalah psikologis masing-masing yang berbeda

Daftar pustaka

Chaplin, J.P. ( 2005). Kamus Lengkap Psikologi (penerjDr.Kartini Kartono). Jakarta: Raja Grafindo.

Penyusun, Tim (1988). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Hartono &Soedarmadji. (2012). Psikologi Konseling. Jakarta:Kencana

Sobur, Alex. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA