Bagaimana kondisi bangsa indonesia pada saat penjajahan belanda khususnya di bidang pendidikan

Kita semua layaknya bersyukur sudah hidup setelah Indonesia merdeka, di mana kita bisa mengenyam pendidikan dengan layak tanpa adanya unsur tekanan hingga diskriminasi. Tentu saja ini jauh dari kondisi masa penjajahan Belanda dulu, sebab hanya segelintir anak yang bisa masuk ke sekolah. Adapun banyak itu adalah dari kalangan bangsawan atau elit masyarakat.

Sistem pendidikan masa kolonial dulu, sebenarnya tidak menguntungkan penduduk Indonesia, bahkan setelah penerapan kebijakan politik etis awal tahun 1900. Pihak pemerintah kolonial Belanda mendirikan sekolah bagi penduduk pribumi hanya bertujuan untuk memperoleh tenaga atau buruh yang murah. Bisa menulis dan membaca saja sudah bisa menjadi juru tulis di perusahaan koloni.

Berikut adalah fakta menarik sistem pendidikan Indonesia masa kolonial Belanda.

Bagaimana kondisi bangsa indonesia pada saat penjajahan belanda khususnya di bidang pendidikan
Bagaimana kondisi bangsa indonesia pada saat penjajahan belanda khususnya di bidang pendidikan
kitlv.library.leiden.edu

Ada banyak sekali jenis sekolah dasar yang berkembang di Indonesia. Diantaranya adalah Sekolah Ongko Siji yang kemudian menjadi HIS (Hollandsc Inlandsche School), Sekolah Ongko Loro, ELS (Europeesche Lagere School), Sekolah Rakyat atau Volkschool, dan masih banyak lagi.

Masing-masing mempunyai aturan tersendiri khususnya dalam hal penerimaan siswa. Sekolah Ongko Siji ataupun HIS umumnya untuk anak-anak pribumi kalangan menengah ke atas seperti bangsawan, pegawai PNS atau pemerintahan, pegawai perusahaan, dan semacamnya. Ketika masih bernama Sekolah Ongko Siji lama belajarnya 5 tahun, namun kemudian menjadi 6 tahun.

Sekolah Ongko Loro dan Sekolah Rakyat hampir sama yaitu diperuntukkan bagi anak-anak kalangan menengah ke bawah seperti anak petani desa, buruh kasar, dan sebagainya. Lama belajarnya cukup 3 tahun dengan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantarnya dan bahkan beberapa menggunakan bahasa daerah masing-masing sebagai pengantarnya.

ELS merupakan sekolah bagi anak-anak Eropa, Indo, dan beberapa anak pribumi dari kalangan elit bangsawan. Tentu saja hanya sedikit anak pribumi yang masuk dalam sekolah ini dan didominasi oleh kalangan Eropa. Lama belajarnya adalah 6 tahun dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar.

Dengan begitu, tampak sekali perbedaan kelas yang didasarkan pada bangsa atau warna kulit serta kondisi ekonomi. Selain beberapa sekolah di atas masih ada lagi sekolah dasar khusus anak Tionghoa yaitu HCS (Hollandsch Chinesche School) dan HAS (Hollandsch Arabsche School) yaitu sekolah khusus anak-anak keturunan Arab atau Timur Tengah.

Baca Juga: Mengintip 9 Linimasa Sejarah Perjalanan Rupiah, Mata Uang Indonesia

Bagaimana kondisi bangsa indonesia pada saat penjajahan belanda khususnya di bidang pendidikan
Bagaimana kondisi bangsa indonesia pada saat penjajahan belanda khususnya di bidang pendidikan
colonialarchietecture.eu

Umumnya siswa yang lulus dari Sekolah Rakyat ataupun Sekolah Ongko Loro tidak bisa langsung masuk ke jenjang selanjutnya seperti MULO (Meer Uitgebeid Lagere Onderwijs), setara SMP. Hal ini menambah daftar kerumitan sistem pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial.

Jika mereka ingin melanjutkan, harus masuk ke sekolah sambungan terlebih dahulu (Schakel School) selama lima tahun atau ke Vervolgschool dua tahun. Tujuan sebenarnya supaya mereka belajar dan mampu berbahasa Belanda, mengingat semua jenjang tersebut menerapkan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar.

Bagaimana kondisi bangsa indonesia pada saat penjajahan belanda khususnya di bidang pendidikan
Bagaimana kondisi bangsa indonesia pada saat penjajahan belanda khususnya di bidang pendidikan
colonialarchietecture.eu

Belum banyak kalangan prubumi yang dipercaya oleh pemerintah kolonial untuk mengajar di sekolah-sekolah dirian mereka. Oleh sebab itu, kebanyakan tenaga pengajar di sekolah dasar, menengah, maupun atas berasal dari Eropa, khususnya Belanda.

Terlebih jika itu sekolah yang menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantarnya seperti HIS, ELS, ataupun MULO. Begitu pula sebelum abad ke-20 pemerintah masih banyak mendatangkan guru dari Belanda untuk sekadar mengajar di sekolah rendah semacam ELS. Baru setelah sistem politik etis, banyak merekrut tenaga pengajar dari kalangan pribumi seiring dengan semakin banyaknya sekolah rendah yang berdiri.

Hanya sekolah tertentu saja yang didominasi oleh guru dari kalangan pribumi sendiri seperti Sekolah Ongko Loro, Sekolah Rakyat, Vervolgschool, dan semacamnya. Adapun jika pengajar pribumi yang masuk di sekolah Eropa semacam ELS seringkali menjadi asisten atau guru bantu.

Bagaimana kondisi bangsa indonesia pada saat penjajahan belanda khususnya di bidang pendidikan
Bagaimana kondisi bangsa indonesia pada saat penjajahan belanda khususnya di bidang pendidikan
historia/geheugenvannederland.nl

Pemerintah kolonial Belanda ternyata menghargai suatu hal yang berkaitan dengan adat agama, bukan hanya Kristen namun juga Islam. Sekolah selalu libur selama bulan puasa atau ramadhan bahkan mencapai 40 hari penuh sejak awal hingga pasca lebaran.

Tak hanya itu, pada perayaan Natal pun selalu diliburkan selama 30 hari penuh sejak pertangahan Desember hingga pertengahan Januari. Hal itu sudah menjadi aturan khusus sebagaimana dalam laporan tahunan Dinas Pendidikan, Keagamaan, dan Keterampilan kala itu.

Bagaimana kondisi bangsa indonesia pada saat penjajahan belanda khususnya di bidang pendidikan
Bagaimana kondisi bangsa indonesia pada saat penjajahan belanda khususnya di bidang pendidikan
colonialarchietercture.eu

Sejak di sekolah rendah, siswa di ELS maupun HIS sudah diajarkan bahasa Belanda mulai dari membaca, menulis, bercakap dan sebagainya. Porsinya pun sangat banyak dan melebihi pelajaran lainnya seperti menghitung. Ada pula pelajaran geografi juga sejarah seputar negeri Belanda.

Baca Juga: 7 Keindahan Bangunan Kolonial Belanda di Medan yang Bisa Dikunjungi

Baca Artikel Selengkapnya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Bagaimana kondisi bangsa indonesia pada saat penjajahan belanda khususnya di bidang pendidikan

Memasuki masa politik etis, beberapa sekolah Belanda mulai menerima pelajar dari berbagai kalangan yang kemudian berkembang menjadi bernama Sekolah Rakjat. Pada akhir era abad ke 19 dan awal abad ke 20, Belanda memperkenalkan sistem pendidikan formal yang lebih terstruktur pada rakyat Indonesia, yaitu, pertama ELS (Europeesche Lagere School) merupakan Sekolah dasar bagi orang Eropa. Kemudian HIS (Hollandsch-Inlandsche School) Sekolah dasar bagi pribumi, selanjutnya MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) yang merupakan Sekolah menengah. AMS (Algeme(e)ne Middelbare School) yang merupakan Sekolah pendidikan atas, dan HBS (Hogere Burger School) ialah sekolah Pra-Universitas. Belanda juga mendirikan sejumlah perguruan tinggi di Pulau Jawa pada abad ke-20. Tujuannya saat itu adalah Belanda ingin memperdalam pendidikan di Indonesia. Beberapa perguruan tinggi yang didirikan, yaitu School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) Sekolah kedokteran di Batavia. Nederland-Indische Artsen School (NIAS) Sekolah kedokteran di Surabaya. Rechts Hoge School Sekolah hukum di Batavia. De Technische Hoges School (THS) Sekolah teknik di Bandung.

Jadi, Kondisi masyarakat Indonesia di bidang pendidikan pada masa pemerintahan kolonial dilakukan pada masa politik etis mulai bisa merasakan pendidikan di beberapa sekolah formal dari tingkat sekolah formal pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.

Bagaimana kondisi bangsa indonesia pada saat penjajahan belanda khususnya di bidang pendidikan

Bagaimana kondisi bangsa indonesia pada saat penjajahan belanda khususnya di bidang pendidikan
Lihat Foto

National Museum van Wereldculturen (TM 10024157)

Pembukaan perkebunan di kawasan Priangan sekitar tahun 1907-1937. Era budidaya tanaman kopi berdasarkan kerja paksa dimulai di Priangan pada awal abad ke-19. Konsep ini disebut Preangerstelsel. Sistem inilah yang kemudian mengilhami Cultuurstelsel atau tanam paksa di berbagai wilayah di Hindia Belanda.

KOMPAS.com - Seperti banyak diketahui, bangsa Eropa mendarat di bumi pertiwi dilatarbelakangi keinginan untuk berdagang, menyalurkan jiwa penjelajah, dan menyebarkan agama Kristen.

Dikutip dari buku IPS Terpadu Jilid 1B oleh Sri Pujiastuti dkk, ternyata hal ini berujung pada keinginan untuk menjajah Indonesia.

Hal ini muncul sejalan dengan meningkatnya kebutuhan rempah di Eropa.

Baca juga: Perang Kuning, Bersatunya Masyarakat Tionghoa dan Jawa Melawan Penjajahan

Bangsa Eropa, dalam hal ini Belanda, kemudian mengklaim daerah-daerah di Indonesia sebagai daerah kekuasaannya.

Mereka melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah, yang membuat bangsa Indonesia terjajah.

Berikut gambaran kondisi bangsa Indonesia di masa pendudukan Belanda.

Baca juga: Sejarah Bengkulu: Asal-usul Nama, Kerajaan, dan Masa Penjajahan

Liciknya Monopoli VOC

VOC adalah kunci perekenomian Belanda pada masa itu. Perusahaan dagang ini didirikan pemerintah Belanda sekitar abad ke-17 akibat persediaan rempah Belanda melimpah, namun harganya turun drastis.

VOC didirikan pada 20 Maret 1602 dengan modal 6,5 juta gulden. Perusahaan dagang ini lalu memonopoli perdagangan rempah di Indonesia dengan hak jual beli dimonopoli VOC.

Petani tidak boleh melakukan jual beli dan harus menjual rempah hanya pada VOC, dengan harga yang ditentukan.

Semua kebutuhan petani juga harus dibeli dari VOC dengan harga yang dipatoknya. Ini jelas menyulitkan bangsa Indonesia.

Baca juga: Seberapa Kaya VOC hingga Jadi Cikal Bakal Penjajahan Belanda?