Bagaimana jika ada orang yang berbuat kesalahan kepadamu

Bagaimana jika ada orang yang berbuat kesalahan kepadamu

Salah satu kekurangan manusia adalah suka berbuat salah dan dosa. Manusia membutuhkan cara untuk menutupi kekurangannya itu, khususnya dosa kepada sesama manusia. Saat orang lain berbuat salah dan dosa yang terarah kepada kita, kita diajari untuk memaafkan. Saat kita berbuat salah dan dosa kepada orang lain, kita diajari untuk meminta maaf. Memaafkan menjadi sebuah kebutuhan bagi seluruh umat manusia. Bukan sekedar sebagai tanda ada rasa bersalah dan pengakuan atas seluruh kesalahan yang telah dibuat. Meminta maaf dan memaafkan juga menjadikan kita sebagai manusia yang penuh dengan kelapangan dan kerendahan hati.

Tentu saja akan banyak orang yang kontra dengan pernyataan ini. Mereka seolah menyangkal memaafkan orang yang bersalah harus dilakukan sekalipun sulit. Tapi bagaimanapun memaafkan sebuah kesalahan tidak sama dengan melupakan masa lalu yang menyakitkan. Tentu saja hal ini tidak bisa disamakan. Sekalipun emosi menghampiri, membenci orang lain tidak akan membuatmu bisa melangkah tanpa beban lho. Ada beberapa alasan mengapa sekalipun sulit, kamu harus mau memaksa diri sendiri untuk memaafkan orang lain, bahkan terlebih dirimu sendiri.

Sabar dan Memaafkan

Sabar adalah suatu sikap menahan emosi dan keinginan, serta bertahan dalam situasi sulit dengan tidak mengeluh. Sabar merupakan kemampuan mengendalikan diri yang juga dipandang sebagai sikap yang mempunyai nilai tinggi dan mencerminkan kekokohan jiwa orang yang memilikinya. Semakin tinggi kesabaran yang seseorang miliki maka semakin kokoh juga ia dalam menghadapi segala macam masalah yang terjadi dalam kehidupan. Sabar juga sering dikaitkan dengan tingkah laku positif yang ditonjolkan oleh individu atau seseorang.

Dalam kehidupan sehari-hari ada saja perbuatan orang lain yang tidak berkenan bahkan menyakitkan hati kita. Bila kita menyimpannya dalam hati, rasa sakit itu ternyata menimbulkan berbagai dampak fisik dan psikologis. Sakit hati dapat membahayakan bagi kesehatan manusia, sakit hati juga menjadikan hati manusia dipenuhi marah, dendam dan benci kepada orang lain yang dipersepsi merugikannya. Ini menjadi sumber stres dan depresi manusia. Hati yang dipenuhi energi negatif, akan mengarahkan individu untuk berkata-kata yang destruktif, pengungkapan kemarahan di depan publik, maupun hujatan. Memaafkan adalah proses untuk menghentikan perasaan dendam, jengkel, atau marah karena merasa disakiti atau didzalimi. Pemaafan (forgiveness) sendiri adalah kesediaan seseorang untuk meninggalkan kemarahan, penilaian negatif, dan perilaku acuh-tidak-acuh terhadap orang lain yang telah menyakitinya secara tidak adil.

Memaafkan memang tidak mudah, butuh proses dan perjuangan untuk melakukannya. Adanya kebaikan bagi diri kita dan bagi orang lain akan menjadikan memaafkan menjadi sesuatu yang mungkin dilakukan. Para ahli psikologi mempercayai bahwa memaafkan memiliki efek yang sangat positif bagi kesehatan. Pemaafan (forgiveness) merupakan salah satu karakter positif yang membantu individu mencapai tingkatan optimal dalam hal kesehatan fisik, psikologis, dan spiritual. Pada beberapa tahun belakangan, pemaafan semakin populer sebagai psikoterapi atau sebagai suatu cara untuk menerima dan membebaskan emosi negatif seperti marah, depresi, rasa bersalah akibat ketidakadilan, memfasilitasi penyembuhan, perbaikan diri, dan perbaikan hubungan interpersonal dengan berbagai situasi permasalahan. Termasuk pengertian memohonkan ampun bagi mereka adalah mendoakan kebaikan bagi mereka, mengusahakan kebaikan bagi mereka, dan sebagainya.

Memaafkan orang yang bersalah kepadamu bukan hanya membuat mereka terlepas dari rasa bersalah, tapi membuatmu semakin bersyukur karena kamu masih diberi kelapangan hati untuk memaafkan orang lain. Jadi, sudah siap untuk memaafkan orang yang selama ini menyakitimu? jangan lupa ya untuk memaafkan dirimu sendiri lebih dulu. Lepaskanlah dirimu dari semua rasa bersalah akan masa lalumu.Apa pun dan bagaimana pun lukamu berkembang dan menyiksamu saat ini, cobalah untuk memaafkan dan berjuanglah menerima bagaimanapun keadaanmu.

Meminta Maaf

Kata yang semestinya terucap setelah melakukan kesalahan adalah "Maaf". Wajarnya pada saat menyadari bahwa diri telah melakukan kesalahan maka meskipun sukar diucapkan, tetap saja perlu untuk meminta maaf pada seseorang yang telah "tanpa sengaja" disakiti tersebut. Namun, walau hanya satu kata kenapa sukar diucapkan? Karena pada umumnya kita lebih mendahulukan gengsi, dan karena kesombongan yang berada di dalam diri kita sendiri. Contohnya karena merasa diri telah memiliki jabatan yang jauh lebih tinggi, atau karena merasa lebih kaya, atau lebih pintar, maupun lebih tua.

Bukankah sebaiknya kita melupakan itu semua? Melalui satu kata "maaf" ini, cukup mampu menghilangkan permusuhan maupun rasa dendam, dan kita bisa menjalin kembali hubungan yangg telah retak, kita bisa mendapatkan seorang teman lagi, kita bisa meraih damai dan ketenangan hidup kembali.

Dalam kehidupan sehari-hari begitu banyak perkataan kita sampaikan ke orang lain dan begitu banyak perbuatan yang kita tunjukkan ke orang lain. Di antara puluhan hingga ratusan kata dan perbuatan itu, sangat mungkin sebagian di antaranya menyebabkan orang lain marah. Apa yang kita lakukan bila kita bersalah ke orang lain? Salah satu pengetahuan yang sudah lama kita simpan berkaitan dengan masalah ini adalah dosa orang tidak dimaafkan kecuali korban atau orang yang dirugikan memberi maaf. Memang ada kemungkinan orang yang menjadi korban dari perbuatan dzalim kita akan memberi maaf. Namun, ada kemungkinan juga dia tidak memberikan maaf. Dia simpan kebencian dan kemarahan dalam hatinya. Kalau itu yang terjadi, dosa tetap tersandang dalam diri kita. Karenanya, pilihan yang lebih proaktif, yaitu meminta maaf, menjadi pilihan yang lebih menjamin kepastian dihapuskannya dosa-dosa. Meminta maaf jelas merupakan salah satu bentuk kerendahan hati pribadi dan tentu juga merupakan salah satu bentuk keberanian manusia. Bangsa-bangsa di dunia ini menyikapi kesalahan kepada orang lain yang dilakukannya dengan cara yang berbeda-beda. Orang-orang Eropa dan Amerika banyak yang tampil gentle. Gentleman adalah laki-laki yang memiliki budi pekerti atau perilaku dengan standar tinggi. Salah satu ciri penting yang mereka miliki adalah kesediaan untuk meminta maaf. Mereka segera meminta maaf begitu kesalahan itu mereka lakukan.

Kita percaya bahwa sekalipun suatu perbuatan salah atau memalukan kita lakukan, tetap ada jalan bagi seseorang untuk memperbaiki diri. Jalan untuk menghapus perbuatan yang memalukan atau perbuatan salah adalah menghapus kesalahan dengan jalan sosial (meminta maaf kepada orang lain) dan spiritual (bertaubat kepada Tuhan) dan melakukan perbuatan yang baik dengan jalan sosial (berbuat positif kepada sesama) dan spiritual (berbuat baik kepada Tuhan). Satu hal positif yang semestinya dilakukan untuk menghapus perbuatan salah adalah meminta maaf. Kalau perbuatan salah itu terarah kepada seseorang, pemintaan maaf mestinya diarahkan kepada seseorang atau keluarga yang menjadi korban. Bila kesalahan itu tertuju kepada banyak orang, maka permintaan maaf itu semestinya dilakukan secara terbuka, melalui pers. Selain itu, permintaan maaf sesungguhnya punya manfaat agar orang-orang yang menjadi objek dari perbuatan salah tidak melakukan tindakan yang destruktif dan agresif. Sebagaimana kita ketahui, seringkali orang yang menjadi objek kedzaliman melakukan pembalasan dengan cara yang lebih keras. Temuan dalam psikologi sosial menunjukkan bahwa agresivitas lebih sering didasari oleh alasan membalas perkataan atau perbuatan agresif orang lain. Yang jadi permasalahan adalah balasan itu umumnya lebih keras dibanding rasa sakit yang diterima seseorang.

Permintaan maaf ini berguna untuk meredam amarah yang ada dalam diri orang yang didzalimi. Penyesalan atas kata-kata atau perbuatan di masa lalu serta janji untuk tidak mengulangi perbuatan salah berfungsi untuk meredam amarah yang bergejolak dalam diri seseorang yang disakiti. Ketika nama seseorang disebut-sebut bersalah oleh masyarakat, banyak di antara mereka yang sibuk menyewa pengacara untuk memperkuat alibi tidak bersalah. Mereka juga sibuk berbicara di media massa bahwa mereka tidak terlibat. Saya rasa akan lebih gentle bila mereka mengatakan minta maaf dan siap untuk diproses secara hukum.

Sumber : https://www.hipwee.com/opini/meminta-maaf

                http://pikirdong.org/memaafkan-dan-meminta-maaf/

Dalam Lukas 17:3-4 kita membaca:
"Jikalau saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia, dan jikalau ia menyesal, ampunilah dia. Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia."

Ada beberapa “jikalau” dalam perikop ini. Sebagai seorang yang berprofesi sebagai konsultan dalam bidang IT saya tahu betul apa arti pernyataan “jika” dalam sebuah program. Artinya adalah apa yang mengikuti pernyataan “jika” hanya akan berlaku jika apa yang termasuk di dalam pernyataan “jika” tersebut terpenuhi. Dalam kalimat yang pertama dari Firman Tuhan di atas, kita melihat dua pernyataan “jika”.

JIKALAU saudaramu berbuat dosa

MAKA tegurlah dia

JIKALAU (setelah kamu menegurnya) ia menyesal

MAKA ampunilah dia.

Inilah urutan yang Tuhan tetapkan. Banyak orang ingin diampuni tanpa pernah bertobat dan menyesal. Banyak juga orang yang tidak mau mengampuni seseorang atas dosa yang mengenainya mereka tidak pernah menegurnya! Dengan demikian mereka melanggar peraturan sederhana yang Tuhan telah tetapkan di atas. Banyak juga orang yang senang menegur orang lain atas hal-hal yang sama sekali bukan dosa! Ada banyak orang bermulut besar yang senang mengkritik segala sesuatu dan semua orang dan jika Anda jatuh ke dalam mulut mereka…kasihan sekali Anda. Mereka berpura-pura menegur orang lain padahal tidak ada dosa.

Anda mungkin bertanya apa yang akan terjadi jika saya menegur seseorang yang jelas-jelas berbuat dosa, dan orang tersebut tidak menyesal dan tidak pernah meminta pengampunan? Sayangnya kasus seperti ini dapat terjadi. Banyak sekali orang yang sedemikian sombongnya sehingga mereka tidak pernah mau “meminta maaf” kepada siapa pun. Saya telah melihat banyak kasus di mana orang-orang ditegur dengan sangat jelas, mereka jelas-jelas berbuat kesalahan, namun mereka melewatkan apa yang telah mereka lakukan dengan berbuat seolah-olah semua itu tidak pernah terjadi, tanpa pernah mengatakan “Maafkan saya atas apa yang telah terjadi”! Watchman Nee pernah berkata, “Semakin rendah hati seseorang, semakin sering ia mengatakan maafkan saya.” Meminta “maaf” bahkan untuk kesalahan terkecil yang Anda PIKIR telah Anda lakukan. Inilah yang namanya kerendahan hati! Inilah yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang kristiani! Jangan mengingkarinya. Jika mengingkarinya, kita menjadi orang-orang yang munafik, orang yang mengetahui Firman Tuhan, namun tidak mau menghidupinya. Tidak mau meminta maaf bukan hanya akan melukai orang yang terhadapnya dosa dilakukan, tetapi juga akan melukai orang yang berbuat dosa tersebut. Misalnya, jika ada orang yang mulutnya sangat suka mengkritik dan mengintimidasi orang lain. Jikalau ini tidak dibereskan, tentu saja orang itu akan melukai banyak orang, dan dia sendiri akan dihindari oleh orang lain! Bagaimana kita dapat berbicara secara terbuka kepada seseorang yang senang mengintimidasi dan belum bertobat dari kebiasaannya ini? Tidak heran jika pada akhirnya orang seperti ini akan kesepian sendiri. Tetapi sekali lagi, apa yang seharusnya dilakukan oleh saudara-saudara seiman, atau oleh jemaat itu sendiri? Sudahkah mereka menegur orang ini? Teguran yang dilakukan dalam kasih dan bukan dalam kemarahan sangat penting. Ini merupakan bagian dari untaian rantai yang akan berakhir pada pengampunan. Namun, janganlah kita menegur orang lain berdasarkan apa yang kita pikirkan sebagai dosa, tetapi harus berdasarkan apa yang Firman Allah nyatakan sebagai dosa.

Berikut ini apa yang dikatakan oleh Tuhan dan Pemimpin iman kita dalam Matius 18:15-17:

Matius 18:15-17
"Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali. Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai.”

Ini adalah aturan yang berasal dari Tuhan!! Ini adalah aturan yang telah ditetapkan oleh Tuhan Yesus Kristus, Kepala Jemaat. Lalu, mengapa kita ingin mencoba melakukannya dengan cara yang berbeda? Mengapa kita pikir akan lebih baik jika kita diam saja terhadap kejahatan, pelecehan, dan dosa yang dilakukan di depan mata kita sendiri!! Di tengah jemaat kita sendiri! Kapan kita akan mendengar suara Tuhan dan bukan suara dunia yang berkata “Setiap orang punya kebebasan untuk melakukan apa yang diinginkannya”? Perhatikan kembali apa yang Tuhan kita katakan (dalam bentuk bahasa “program”, karena sangat tepat artinya!):

JIKA saudaramu berbuat dosa

Tegurlah dia, beritahu kepadanya apa kesalahannya

Jika ia bertobat: BAGUS.

JIKA TIDAK

Bawalah dua atau tiga orang saksi

JIKA ia tidak mau mendengar mereka MAKA

Sampaikan soalnya kepada jemaat

JIKA ia tidak mau juga mendengarkan jemaat MAKA

Pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai

Sementara, apa yang kami lakukan di dalam gereja-gereja Barat modern adalah:

JIKA saudaramu berbuat dosa

Jangan katakan apa pun kepadanya, supaya jangan…melukai hatinya!!

Atau:

JIKA kamu punya cukup keberanian untuk memberitahukan kepadanya, dan ia tidak mau mendengar,

Itu bukan masalah…itu bukan urusanmu. Itu urusan dia sendiri.

Tetapi, siapa yang berkata seperti ini? Adakah satu saja halaman dari Alkitab, di mana Tuhan atau rasul-rasul-Nya memerintahkan hal seperti ini? Perhatikan di sini apa yang Paulus katakan:

I Korintus 5:1-2
“Memang orang mendengar, bahwa ada percabulan di antara kamu, dan percabulan yang begitu rupa, seperti yang tidak terdapat sekalipun di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, yaitu bahwa ada orang yang hidup dengan isteri ayahnya. Sekalipun demikian kamu sombong. Tidakkah lebih patut kamu berdukacita dan menjauhkan orang yang melakukan hal itu dari tengah-tengah kamu?

"Menjauhkan”? Ayolah Paulus. Saya sudah nyaman di kursi saya. Mengapa saya harus melakukan sesuatu? Mengapa saya harus mengganggu orang itu? Itu urusannya sendiri.” Dan Paulus, dan Allah melalui Paulus menjawab: “KAMU SOMBONG! Seharusnya kamu BERDUKACITA, bukannya duduk dengan hati beku di kursimu! Kamu harus menegur orang itu dan jika dia tidak mau bertobat, kamu harus menjauhkan orang itu dari tengah-tengah kamu”. Dan Paulus melanjutkan:

1 Korintus 5:9-13
“Dalam suratku telah kutuliskan kepadamu, supaya kamu jangan bergaul dengan orang-orang cabul. Yang aku maksudkan bukanlah dengan semua orang cabul pada umumnya dari dunia ini atau dengan semua orang kikir dan penipu atau dengan semua penyembah berhala, karena jika demikian kamu harus meninggalkan dunia ini. Tetapi yang kutuliskan kepada kamu ialah, supaya kamu jangan bergaul dengan orang, yang sekalipun menyebut dirinya saudara, adalah orang cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu; dengan orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali makan bersama-sama. Sebab dengan wewenang apakah aku menghakimi mereka, yang berada di luar jemaat? Bukankah kamu hanya menghakimi mereka yang berada di dalam jemaat? Mereka yang berada di luar jemaat akan dihakimi Allah. Usirlah orang yang melakukan kejahatan dari tengah-tengah kamu.

Ada penghakiman yang harus dilakukan. Sekali lagi, di sini saya tidak membahas tentang orang-orang bermulut besar yang berpikir sedang menegur orang lain, padahal yang mereka tegur adalah orang-orang yang tidak bersalah. Untuk ini, mereka sendiri harus ditegur. Dalam perikop di atas, seluruh jemaat mengetahui bahwa seseorang yang menyebut dirinya saudara, dan ia adalah seorang yang kikir, atau cabul, atau pemfitnah, dll, dan orang ini belum juga bertobat. Maka ia termasuk dalam kategori terakhir dalam pernyataan yang Tuhan ucapkan, yaitu:

JIKA ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, MAKA

Pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai.

Atau, sebagaimana Paulus katakan: “Usirlah orang” itu. Dengan melakukan hal ini, kita memberi dia satu kali lagi kesempatan untuk bertobat. Sebaliknya jika kita menerimanya, kita pada dasarnya mengatakan kepada orang itu “Tidak masalah. Kami sebenarnya tidak terlalu peduli dengan kamu! Lakukan saja apa yang kamu inginkan!” Allah menghakimi orang-orang yang berada di luar jemaat. Kita menghakimi orang-orang yang berada di dalam jemaat. Firman Tuhan berkata, “Bukankah kamu hanya menghakimi mereka yang berada di dalam jemaat?” (1 Korintus 5:12)

Selain itu:

II Tesalonika 3:14-15
Jika ada orang yang tidak mau mendengarkan apa yang kami katakan dalam surat ini, tandailah dia dan jangan bergaul dengan dia, supaya ia menjadi malu, tetapi janganlah anggap dia sebagai musuh, tetapi tegorlah dia sebagai seorang saudara.”

"Tandailah dia dan jangan bergaul dengan dia”. Tujuannya bukan untuk menolak orang itu melainkan supaya ia menjadi malu, sehingga ia pun mau bertobat! Kebalikkan dari ini, di tengah jemaat modern zaman sekarang, kita justru malu untuk memberitahu orang seperti ini agar bertobat! Seharusnya orang seperti ini dijauhi sehingga DIA menjadi malu dan bertobat. “Dijauhi” bukan berarti ditolak. Firman Tuhan berkata dalam Yakobus 5:19-20

Yakobus 5:19-20
“Saudara-saudaraku, jika ada di antara kamu yang menyimpang dari kebenaran dan ada seorang yang membuat dia berbalik, ketahuilah, bahwa barangsiapa membuat orang berdosa berbalik dari jalannya yang sesat, ia akan menyelamatkan jiwa orang itu dari maut dan menutupi banyak dosa.”

Selain itu:

Yehezkiel 18:23
“Apakah Aku berkenan kepada kematian orang fasik? demikianlah firman Tuhan ALLAH. Bukankah kepada pertobatannya supaya ia hidup?”

Allah tidak menginginkan penolakan. Dia menginginkan pertobatan dari orang yang berdosa tersebut. Tetapi, agar terjadi pertobatan, diperlukan teguran dan jika orang tersebut tidak mau mendengar siapa pun, maka ia harus diusir, ditandai, dan dijauhi. Namun ia harus tetap dinasihati agar mau kembali. Pintu harus selalu terbuka baginya jika ia mau bertobat. Allah tidak ingin orang itu tetap berada dalam keadaannya sekarang. Dia ingin orang itu bertobat!

Sebagai penutup, mari kita membaca kembali perkataan Tuhan kita dalam Matius 18:18:

Matius 18:18
“Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.”

Ayat di atas menunjukkan adanya tanggung jawab, pilihan. Tanggung jawab kita untuk menegur. Tanggung jawab kita untuk bertobat. Tanggung jawab kita untuk mengampuni. Apakah kita mau menaati ajaran Firman Tuhan? Ajaran itu begitu jelas dan tepat.

Yesus pun menghampiri orang-orang yang tidak mengenal Dia dan para pemungut cukai! Begitu orang bertobat, dosa-dosanya pun diampuni dan orang itu kembali memiliki persekutuan dengan Allah dan sesama. Jangan pernah pintu ditutup bagi orang berdosa yang bertobat, dan jangan pernah pintu dibukakan bagi orang yang telah ditegur sesuai dengan cara yang Tuhan tetapkan, namun ia tidak mau juga bertobat.

Anastasios Kioulachoglou