Bagaimana hukumnya orang Islam melakukan kurban

Suara.com - Saat musim kurban, tak sedikit umat agama lain yang ingin berpartisipasi menyumbangkan hewan kurban untuk disembelih saat Idul Adha. Mereka ikut merayakan dengan tujuan toleransi dan membantu sesama manusia. Lalu bagaimana hukum hewan kurban dari umat agama lain? Mari disimak bersama.

Kurban adalah ibadah yang membutuhkan niat

Menyadur dari Nu Online, berkurban hukumnya sunnah ‘ain bagi yang tidak memiliki keluarga. Sedangkan bagi yang memiliki keluarga dan mampu hukumnya sunnah kifayah. Sunnah kifayah bersifat kolektif yang artinya jika salah satu anggota keluarga sudah berkurban, maka gugur hukum makruh bagi yang lain. Kurban bisa menjadi wajib jika sudah dilakukan nazar.

Memang, kurban jadi jalan mendekatkan diri kepada Allah dan juga sesama manusia. Tetapi, kurban merupakan ibadah yang membutuhkan niat. Maka dari itu, disyaratkan bagi yang ingin berkurban harus muslim.

Baca Juga: Jokowi Serahkan Sapi Kurban Seberat 1 Ton ke Masjid Istiqlal

Lantas, bagaimana hukumnya hewan kurban dari umat agama lain? Berikut Suara.com rangkum.

Bagaimana hukumnya orang Islam melakukan kurban
Petugas panitia hewan kurban memasukkan daging sapi ke besek bambu di Masjid Istiqlal, Jakarta, Minggu (11/8). [Suara.com/Arya Manggala]

Hukum hewan kurban dari umat agama lain, hewan kurban dari umat agama lain sah atau tidak?

Beberapa persoalan ibadah tertentu, niat umat agama lain dinyatakan sah, tapi tidak dengan ibadah kurbannya.

Meski tidak sah atas nama kurban, sumbangan hewan kurban yang diberikan oleh umat agama lain tetap bisa menjadi manfaat. Hewan kurban yang disumbangkan boleh diterima atas nama sedekah. Sedekah ini tetap terhitung sebagai pahala umat agama lain yang bermanfaat di dunia maupun akhirtat.

Syekh Sulaiman al-Jamal menegaskan, “Orang yang menghidupi bumi mati maka ia mendapat pahalanya. Apa yang dimakan para pencari rezeki dari tanah tersebut adalah sedekah untuknya,” (Hadits riwayat al-Nasai dan lainnya, disahihkan oleh Ibnu Hibban).

Baca Juga: Berawal dari Keresahan, Musala di Kebon Baru Buat Usaha Jual Hewan Kurban

Manfaat sedekah bagi umat agama lain tertuang dalam Hasyiyah al-Jamal yang berbunyi.

“Aku berkata, petunjuk bahwa hadits tersebut melarang menghidupi bumi mati bagi kafir dzimmi ditolak. Sabda Nabi; maka sedekah baginya; tidak bisa diambil kesimpulan mengkhususkan kepada muslim, sebab orang kafir sah bersedekah dan mendapat pahala atasnya. Adapun di dunia, dengan banyaknya harta dan anak. Adapun di akhirat, dengan diringankan siksa seperti anjuran-anjuran syariat lainnya yang tidak membutuhkan niat, berbeda dengan ibadah yang membutuhkan niat, maka tidak sah dilakukan oleh orang kafir,” (Syekh Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal, juz 3, hal. 561).

Kesimpulannya, walaupun niat kurbannya tidak sah, tapi bisa dihitung sebagai pahala sedekah. Hewan kurban dari umat agama lain boleh diterima karena sikap toleransi antar umat beragama.

Begitu juga dengan status hewan kurbannya. Hewan yang diberikan tetap halal dan bisa dikonsumsi asalkan dilakukan penyembelihan oleh orang Islam dengan syariat Islam.

Itulah hukum hewan kurban dari umat agama lain. Semoga bisa membawa manfaat bagi kita semua.

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Perdebatan hukum berkurban bagi yang mampu terkadang masih saja terdengar. Hal ini wajar terjadi, sebab terdapat perbedaan pendapat para ulama mazhab perihal hukum berkurban. Menurut mayoritas ulama dari kalangan Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, hukum berkurban merupakan sunnah. Namun, menurut Abu Hanifah, hukum berkurban bagi yang mampu adalah wajib. Jadi mana hukum yang benar ya? Simak ulasan berikut ini!

Makna Berkurban Sebagai Bentuk Rasa Syukur

Kurban berasal dari kata ‘Qorroba-Yuqorribu-Qurbaanan’, yang memiliki makna mendekatkan diri. Maksudnya adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT, sebagai bentuk rasa syukur dan ketaatan. Hal ini juga dijelaskan dalam Surat Al-Kautsar ayat 1-2 yang berbunyi, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.”

Dalam surat al-Kautsar, Allah memerintahkan manusia untuk shalat dan berkurban sebagai bentuk mensyukuri nikmat Allah. Dengan berkurban, kita dapat berbagi kebahagiaan lebih banyak. Sebab daging kurban tidak dinikmati sendiri, melainkan kepada seluruh umat muslim.

Untuk melaksanakan perintah kurban tidaklah murah. Seorang muslim perlu mengeluarkan sejumlah dana untuk membeli hewan kurban. Untuk pelaksanaannya pun membutuhkan banyak dana dan sumber daya manusia. Dibutuhkan kepanitiaan yang amanah untuk mengelola kurban. 

Hukum Berkurban Bagi yang Mampu Menurut Ulama Mazhab

Menurut para ulama, hukum berkurban adalah Sunnah Muakkad, yaitu ibadah yang sangat dianjurkan kepada seorang muslim yang memiliki kemampuan secara finansial. Namun, seperti apa seseorang dikatakan mampu?

Ulama Mazhab Maliki mengatakan bahwa seseorang dapat dikatakan mampu apabila memiliki harta kekayaan sebesar 30 dinar. Bila dikonversikan ke rupiah, nominal satu dinar setara dengan dua juta. Maka bila seseorang memiliki total kekayaan 60 juta rupiah, maka sangat dianjurkan baginya untuk menunaikan ibadah kurban.

Baca Juga: Kapan Waktu Penyembelihan Hewan Kurban?

  1. Hukum Berkurban Bagi yang Mampu Menurut Mazhab Syafii

Berbeda dengan Mazhab Maliki, Mazhab Syafii mengukur bahwa seseorang dapat dikatakan mampu apabila memiliki uang yang cukup untuk membeli hewan kurban. Hal ini dengan catatan orang tersebut mampu memenuhi kewajiban untuk menafkahi keluarga beserta orang yang ditanggungnya selama hari-hari penyembelihan, yakni pada tanggal 10 sampai 12 Dzulhijjah.

Jika seseorang memiliki uang sebesar harga hewan kurban, namun keluarganya sendiri belum dinafkahi, maka tidak dianjurkan baginya untuk berkurban. Lebih baik memprioritaskan nafkah keluarganya lebih dulu.

  1. Boleh Berutang, Menurut Mazhab Hambali

Menurut Mazhab Hambali, seorang muslim dianjurkan berkurban apabila dapat mengusahakan membeli hewan ternak dengan menggunakan uang sendiri ataupun berutang. Mazhab Hambali membolehkan seorang muslim berutang terlebih dahulu untuk membeli hewan kurban.

Baca Juga: Kurban Kambing atau Sapi? Mana yang Lebih Baik?

  1. Mazhab Hanafi: Hukumnya Wajib bagi yang Mampu

Bila ketika ulama mazhab di atas menyatakan hukum berkurban bagi yang mampu sebagai sunnah muakkad, Abu Hanifah berpendapat bahwa kurban hukumnya wajib dilaksanakan bagi yang mampu. Menurut Mazhab Hanafi, seseorang yang dikatakan mampu apabila memiliki harta lebih yang senilai dengan nishab zakat mal, yaitu 200 dirham. Telah melebihi kebutuhan pokok dan pihak yang wajib ditanggungnya. 

Pendapat Abu Hanifah berdasarkan hadits berikut ini, “Barangsiapa yang memiliki kemampuan namun tidak berkurban, makan jangan sekali-kali mendekat ke tempat sholat kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Namun, Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, pada juz 3 halaman 597 mengatakan, “Para pakar hadits melemahkan hadits-haditsnya Hanafiyyah, atau diarahkan kepada pengukuhan atas kesunahan berkurban seperti masalah mandi Jumat dalam hadits Nabi; mandi Jumat wajib atas setiap orang baligh. Kesimpulan ini ditunjukkan oleh sebuah atsar bahwa Abu Bakar dan Umar tidak berkurban karena khawatir manusia meyakininya sebagai hal yang wajib, sementara hukum adalah tidak adanya kewajiban.”

Baca Juga: Hukum Berkurban Menurut 4 Imam Mahdzab

Sejarah Nabi dan Sahabat dalam Melaksanakan Kurban

Dalam keadaan berada atau sedang mengalami kekurangan, Rasulullah selalu berkurban setiap tahun. Walau memiliki gaya hidup sederhana, Nabi Muhammad tidak absen berkurban. Baginya, kurban adalah ibadah yang diupayakan setiap tahun, bukan ibadah yang dilakukan sekali seumur hidup.

Hadits Ibnu Abbas, beliau mendengar Nabi bersabda, “Tiga hal yang wajib baiku, sunah bagi kalian yaitu shalat witir, kurban, dan shalat Dhuha.” (HR Ahmad dan al-Hakim). 

Dalam riwayat Imam al-Tirmidzi disebutkan Nabi bersabda, “Aku diperintahkan berkurban, dan hal tersebut sunah bagi kalian.” (HR al-Tirmidzi).

Rasulullah mewajibkan dirinya untuk berkurban, namun hukum berkurban bagi yang mampu tidak wajib, melainkan sunnah. Abu Bakar dan Umar bin Khattab yang merupakan golongan mampu, tidak selalu berkurban setiap tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kurban bagi umat muslim tidak wajib, namun Sunnah Muakkad. Ibadah yang sangat dianjurkan.

Kurban Merupakan Sunnah Muakkad, Sangat Dianjurkan

Kurban memiliki sejarah yang cukup mengharukan. Ketika Nabi Ibrahim yang telah menanti puluhan tahun untuk memiliki seorang anak, diuji oleh Allah untuk mengurbankan anaknya semata wayang yaitu Nabi Ismail. Bila hal tersebut terjadi pada diri kita, belum tentu kita bisa menghadapinya. Perasaan orang tua mana yang tidak sedih bila harus berpisah dengan anak yang dinanti dalam kurun waktu menahun. 

Allah menguji ketaatan Nabi Ibrahim, dan Nabi Ibrahim didukung oleh anaknya untuk menjalankan perintah Allah. Kecintaan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail kepada Allah melebihi kecintaan terhadap diri mereka sendiri. Pengorbanan tersebut Allah tebus dengan seekor domba, dan Nabi Ismail tetap hidup hingga akhir hayat. 

Dari peristiwa kurban dapat kita contoh kesabaran dan kecintaan Nabi Ibrahim kepada Allah SWT. Ibadah kurban sangat mulia, sebab selain mengenang peristiwa yang dialami Nabi Ibrahim, kurban menjadi bentuk rasa syukur dan kesintaan kita kepada Allah. 

Baca Juga: Bagaimana Hukum Kurban Online?

Hukum berkurban bagi yang mampu adalah sunnah muakkad, atau ibadah yang sangat dianjurkan. Bila melaksanakannya akan mendapatkan balasan yang tidak sedikit dari Allah SWT. Pada hadits riwayat Ahmad dan Ibnu Majah dikatakan, “Pada setiap lembar bulunya itu kita memperoleh satu kebaikan.”

“Dan bagi tiap-tiap umat telah kami syariatkan penyembelihan (qurban) supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak nyang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserahdirilah kamu kepada-Nya, dan berilah kabar gembira pada orang-orang yang tunduk (patuh) pada Allah” (QS Al Hajj: 34)

Tebar Kurban di Dompet Dhuafa

Kurban bukanlah ibadah yang memiliki sifat dinikmati seorang diri. Meskipun hukum berkurban bagi yang mampu adalah sunnah muakkad, kurban memiliki sifat sosial yang sangat tinggi. Allah memerintahkan daging kurban untuk dibagikan secara merata kepada seluruh umat muslim tanpa terkecuali. Orang kaya maupun miskin dapat menikmati daging kurban. Mempererat silaturahmi dan merayakan hari raya Idul Adha dengan suka cita.

“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.” (Al-Hajj: 36).

Baca Juga: 5 Tips Kurban Online Aman dan Terpercaya

Namun dalam distribusi pembagian daging kurban tidak sedikit pihak-pihak yang tidak memperoleh daging, utamanya kaum fakir dan miskin. Seringkali pembagian daging kurban hanya berputar di satu wilayah yang sama, tidak merata hingga daerah pelosok.

Oleh sebab itu, Dompet Dhuafa mengajak Sahabat untuk tebar hewan kurban hingga ke penjuru negeri. Sehingga, saudara seiman kita, utamanya para kaum dhuafa dapat merasakan nikmat dan suka cita daging kurban di Hari Raya Idul Adha. Klik link banner di bawah ini untuk menunaikan ibadah kurban.

Bagaimana hukumnya orang Islam melakukan kurban