Bagaimana dampak dari pengolahan lahan tersebut bagi petani

Sekitar 98 persen kebakaran hutan dan lahan gambut di Indonesia terjadi akibat ulah manusia, baik karena kesengajaan maupun kelalaian. Pengelolaan lahan gambut yang tidak tepat, seperti praktik pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan, adalah beberapa contohnya. Pembukaan lahan ini biasanya diikuti pengeringan serta pembersihan lahan dengan api. Padahal, tanah gambut yang kering akan mudah sekali untuk terbakar jika terkena api.

Pada tahun 2019 lalu, kebakaran hutan dan lahan di Indonesia setidaknya menghanguskan 1,6 juta hektar lahan, dan sekitar 500 ribu hektarnya terjadi di lahan gambut. Sepanjang Januari hingga Desember 2019, terdapat 55.006 peringatan kebakaran di tujuh provinsi prioritas restorasi gambut. Puncak peringatan kebakaran terjadi di bulan September.

Bagaimana dampak dari pengolahan lahan tersebut bagi petani

Peringatan kebakaran di tujuh Provinsi prioritas restorasi gambut selama bulan September 2019. Sumber: PRIMS Gambut

Untuk mencegah dan mengurangi kebakaran, pemerintah telah mengeluarkan larangan penggunaan api untuk membuka lahan melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan pembakaran lahan dapat dipidana dengan hukuman penjara 3-10 tahun dan denda 3-10 miliar Rupiah. Akan tetapi, praktik penyiapan lahan dengan cara bakar masih terus berlanjut hingga saat ini, baik oleh masyarakat ataupun korporasi. Alasan utama pembukaan lahan dengan cara dibakar adalah karena cara tersebut lebih mudah, membutuhkan biaya yang lebih murah, dan dianggap dapat meningkatkan kesuburan tanah. Padahal, membakar lahan justru bisa menimbulkan dampak negatif terhadap lahan gambut.

Berikut ini adalah empat alasan mengapa praktik pembukaan lahan dengan cara membakar dapat berakibat buruk terhadap kondisi biofisik lahan gambut:

1. Menurunkan kesuburan tanah gambut

Lahan gambut dikenal memiliki tingkat keasaman yang tinggi. Banyak yang berpikir bahwa membakar lahan gambut dapat mengurangi kadar keasaman tanah. Padahal, beberapa tahun setelah dibakar, lahan gambut justru akan kembali asam. Hal ini terjadi karena abu bekas terbakar akan hilang terbawa air hujan yang meresap atau mengalir di permukaan tanah. Selain itu, membakar lahan gambut justru dapat menurunkan kandungan unsur hara yang dibutuhkan tanaman yang hidup di gambut. Salah satunya adalah nitrogen, unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah besar dan sangat penting dalam menunjang pertumbuhan tanaman.

2. Menghilangkan kemampuan tanah dalam menampung air

Pengeringan atau drainase yang terlalu dalam pada lahan gambut dapat menyebabkan tanah gambut di bagian atas menjadi kering dan mudah terbakar. Ketika tanah gambut kering, kemampuannya dalam menahan atau menampung air akan hilang (irreversible drying atau kering tidak balik). Selain akibat pengeringan, tanah gambut juga bisa berada dalam kondisi ini jika terpapar suhu 80 derajat Celsius atau lebih. Padahal, suhu permukaan lahan gambut yang terbakar dapat mencapai 1.000 derajat Celsius. Meningkatnya suhu di permukaan tanah gambut akan memicu meningkatnya komponen-komponen hidrofobik, komponen kimiawi di lahan gambut yang bersifat anti air, sehingga gambut tidak akan mampu menampung air. Lahan gambut dengan intensitas kebakaran berat akan kehilangan hampir satu perempat kemampuannya dalam menampung air. Akibatnya, tanaman asli gambut akan lebih mudah kekurangan air jika musim kemarau tiba.

3. Hilangnya cadangan karbon yang sangat besar

Keseluruhan lahan gambut yang ada di dunia hanya melingkupi 3% dari total daratan. Namun, lahan ini dapat menyimpan karbon hingga 550 gigaton karbon atau setara dengan 30% dari jumlah karbon tanah yang tersimpan di seluruh dunia. Lahan gambut di Indonesia dapat menyimpan hingga 57 gigaton karbon atau 20 kali lebih besar dari tanah mineral. Kebakaran hutan dan lahan pada 2019 telah melepaskan karbon sebanyak 109 juta ton karbon dioksida ekuivalen, yang 82,7 juta ton di antaranya berasal dari emisi tanah gambut (below ground). Hal ini akan memperburuk dampak dari krisis iklim yang sudah kita rasakan sekarang.

4. Mempercepat laju penurunan permukaan tanah gambut (Subsiden)

Pembakaran lahan gambut dapat mempercepat laju penurunan permukaan tanah (subsiden). Tinggi permukaan lahan yang telah dibakar biasanya akan lebih rendah dari tinggi permukaan lahan gambut di sekitarnya yang tidak terbakar. Kondisi lahan gambut ini berpotensi menciptakan tempat berkumpulnya air pada musim penghujan dan lahan akan mudah tergenang. Jika lahan tersebut telah mencapai drainability limit, yakni suatu kondisi yang menunjukkan batas di mana drainase tidak mungkin dilakukan lagi, lahan akan tergenang secara permanen.

Selain mempercepat laju subsiden, praktik penyiapan lahan dengan cara dibakar yang dilakukan secara terus menerus akan mengakibatkan hilangnya lapisan organik sehingga lahan gambut akan musnah.

Bagaimana dampak dari pengolahan lahan tersebut bagi petani

Kebakaran lahan di Kabupaten Pali, Sumatera Selatan. Foto oleh Dede Sulaeman/WRI Indonesia

Pemahaman masyarakat bahwa pengelolaan lahan gambut tidak harus dengan cara dibakar masih sangat rendah. Selain karena pembukaan lahan dengan cara dibakar itu lebih mudah, lebih murah, dan lebih cepat, ada anggapan bahwa lahan bekas terbakar juga dapat meningkatkan harga jual lahan sampai lebih dari tujuh kali lipat. Tantangan-tantangan ini yang membuat masih maraknya aktivitas pembakaran lahan gambut.

Sebenarnya sudah cukup banyak kisah sukses masyarakat yang mengelola lahan gambut tanpa membakar di Indonesia. Penyiapan lahan dapat dilakukan secara manual dengan cara mencabut pohon yang ada, meratakan tanahnya, dan setelah rata barulah dilakukan pembajakan. Untuk menjaga kesuburan tanah, pupuk kompos dan pupuk hayati dapat digunakan.

Dalam mendukung keberlanjutan lahan gambut, perlu diterapkan kaidah ramah gambut, yaitu mempertahankan gambut tetap basah. Praktik PLTB (Pengelolaan Lahan Tanpa Bakar) di lahan gambut dapat juga dilakukan dengan pemilihan varietas tanaman yang dapat beradaptasi dan toleran terhadap kondisi asam serta genangan di lahan gambut. Salah satu contohnya adalah padi rawa yang dapat dibudidayakan di lahan gambut tipis. Dengan memilih varietas tanaman yang tahan terhadap genangan, secara tidak langsung juga mendukung aktivitas pembasahan kembali di lahan gambut.

festival budaya asean tahun 2020-2022​

Sebutkan contoh contoh dari :-Letak geografis-Letak astronomis​

perkembangan transportasi di Asia Tenggara membawa pengaruh global pada interaksi antara wilayah,berilah contoh bentuk interaksi tersebut!?​

tabel perubahan sosial budaya dan faktor faktor yang mempengaruhi nya​

Apa pengaruh perubahan dan interaksi antar ruang negara terhadap kehidupan budaya​

Apabila terbentuk provinsi baru, pemilihan peta provinsi harus memperhatikan .... sumber peta a. b. penunjuk arah C. d. nama pembuat peta tahun pembua … tan peta​

sistem pemerintahan jawa tengah​

hikmah dari leganda rawa Denok​

Salah satu program pemerintah dalam usaha pemerataan penduduk adalah dengan program transmigrasi jenis transmigrasi yang diharapkan pemerintah Indones … ia adalah transmigrasi....​

berapakah kalor yang diperlukan untuk mendidihkan 2 kg Air jika suhu awalnya 25°C sampai 100°C dan kalor jenis air 4200 J/kg °C=(janlup pakai cara)​​

Bagaimana dampak dari pengolahan lahan tersebut bagi petani

DAMPAK PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN TERHADAP HASIL SEDIMEN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI GALEH KABUPATEN SEMARANG (The Impact of Agriculture Land Management to The Sediment Yield in Galeh Watershed Semarang District)

Bagaimana dampak dari pengolahan lahan tersebut bagi petani
https://doi.org/10.22146/jml.18461

Forita Dyah Arianti(1*), Suratman Suratman(2), Edhy Martono(3), Slamet Suprayogi(4)

(1) UGM (2) UGM (3) UGM (4) UGM (*) Corresponding Author


ABSTRAK

Perubahan jumlah manusia dan bentuk kegiatannya akan mengakibatkan perubahan dalam pengelolaan lahan. Sistem pengelolaan lahan pertanian pada daerah aliran sungai (DAS) Galeh umumnya masih belum memperhatikan kemampuan dan kesesuaian lahan. Masyarakat yang bermukim di DAS Galeh didominansi oleh petani. Dinamika pengel laan lahan pada sistem DAS akan mempengaruhi kondisi aliran sungai, yang menyebabkan terjadi perubaban debit aliran sungai sebagai keluaran DAS, sehingga mengakibatkan perubahan dalam kualitas lingkungan. Dampak yang sering terlihat adalah terjadinya kerusakan lahan karena meningkatnya erosi tanah dan sedimentasi. Kajian ini dilakukan dari bulan Pebruari sampai bulan Juli tahun 2010 di DAS Galeh, Kabupaten Semarang dengan tujuan untuk mengetahui hasil sedimen yang diakibatkan oleh pengelolaan lahan pertanian yang berbeda di daerah aliran sungai Galeh. Kajian dilakukan dengan cara menganalisis sampel-sampel sedimen melayang (suspended sediment) yang diambil dari outlets ketiga sungai utama yang bermuara ke Sungai Galeh. Parameter-parameter yang diukur untuk keperluan analisis hasil sedimen ini, yaitu konsentrasi sedirnen melayang Cs (mg/l), debit aliran air sungai Q (m3/detik) dan debit sedimen melayang Qs (gr/detik). Dari hasil kajian tampak bahwa terdapat debit aliran yang berpengaruh terbadap debit suspensi, di mana semakin besar debit aliran maka semakin besar debit suspensi. Pengelolaan lahan sawah memiliki debit aliran dan debit suspensi yang lebih tinggi dibanding pengelolaan lahan kebun dan lahan tegalan. Sedimen yang dihasilkan pada pengelolaan lahan sawah sebesar 14,593 ton/hari; pengelolaan lahan kebun sebesar 1,308 ton/hari, pengelolaan lahan tegalan sebesar 0,718 ton/hari.

ABSTRACT

The change of the number of people and the activity type will cause a change in cultivation land. Agriculture land cultivation system in Galeh Watershed (DAS)  generally still has not pay attention to the ability and appropriate land. The residents who stay in DAS Galeh are dominated by farmer. The dynamics of cultivation land on the DAS system will influence the river current condition, which causing the change of river current debit occurred as output of DAS, thus result in the change in environment quality. Impact that often observed is occurred damage of land because the increased of land erosion and sedimentation. This study was done from February until  July 2010 in DAS Galeh, Semarang District, aimed to know the sediment result which caused by different cultivation of agriculture land in the river current area Galeh. The study conducted with the methods is analyzing samples of suspended sediment that taken from outlets of the third main river which  flow into downstream Galeh river. The parameters measured to analyze  requirements of this sediment result, were concentration of suspended sediment Cs (mg/l), discharge debit Q (m3/second) and discharge of suspended sediment debit Qs (gram/second).The result of the study is showed  that there is current debit which affecting  the suspension debit, whereas greater the current debit thus greater the suspension debit. Cultivation land of rice field is 14.593 ton/day; cultivation land of plantation is 1.308 ton/day, cultivation land of garden is 0.718 ton/day.



Agricilture land; Sediment; Galeh Watershed; DAS


Bagaimana dampak dari pengolahan lahan tersebut bagi petani
DOI: https://doi.org/10.22146/jml.18461

Bagaimana dampak dari pengolahan lahan tersebut bagi petani
Abstract views : 6498 |
Bagaimana dampak dari pengolahan lahan tersebut bagi petani
views : 2773

  • There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2017 Jurnal Manusia dan Lingkungan

Bagaimana dampak dari pengolahan lahan tersebut bagi petani
Bagaimana dampak dari pengolahan lahan tersebut bagi petani
Bagaimana dampak dari pengolahan lahan tersebut bagi petani
Bagaimana dampak dari pengolahan lahan tersebut bagi petani
Bagaimana dampak dari pengolahan lahan tersebut bagi petani


View My Stats