Limbah merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang mana limbah tersebut berasal dari berbagai sumber seperti dari pembuangan rumah tangga, sisa hasil produksi dan sebagainya. Limbah cair tersebut apabila tidak ditangani sesegera mungkin maka akan menyebabkan terjadinya pencemaran air yang tentunya akan menimbulkan dampak bagi lingkungan maupun masyarakat (baca : Bahaya Limbah Bauksit bagi Lingkungan). Untuk itu limbah cair tersebut perlu diolah lebih lanjut agar tidak memberikan dampak negatif. Proses pengolahan limbah cair memang sudah dikembangkan menjadi beragam. Proses pengolahan limbah cair tersebut sudah disesuaikan dengan kebutuhan ataupun faktor finansial. Adapun pengolahannya terbagi atas 5 macam, yaitu pengolahan primer, pengolahan sekunder, pengolahan tersier, proses desinfeksi dan pengolahan lumpur. 1. Pengolahan Primer Tahap pertama dari pengolahan limbah cair industri adalah pengolahan primer (primary treatment), pengolahan ini merupakan pengolahan secara fisika. Adapun tahapan dari pengolahan primer adalah tahap penyaringan, tahap pengolahan awal, tahap pengendapan dan terakhir adalah tahap pengapungan.
Artikel terkait : Cara Pemanfaatan Sampah Perlu diketahui bahwa apabila limbah cair yang mengandung polutan tadi sudah bersih melalui proses primer, maka limbah akan langsung dibuang ke perairan. Akan tetapi apabila limbah cair yang mengandung polutan tadi masih menyisakan polutan lain yang sulit dihilangkan, maka limbah tadi akan diproses lebih lanjut menuju pengolahan sekunder. 2. Pengolahan Sekunder Pengolahan sekunder (secondary treatment) merupakan pengolahan limbah cair secara biologis, yaitu dengan melibatkan mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik. Salah satu mikroorganisme yang sering digunakan pada proses ini adalah bakteri aerob. Pengolahan sekunder secara umum terbagi atas 3 tahapan, yaitu tahap penyaringan dengan tetesan (tricking filter), tahap lumpur aktif (activated sludge) dan terakhir tahap kolam (treatment ponds).
3. Pengolahan Tersier Seperti yang telah disinggung diawal bahwa apabila setelah melalui proses pengolahan primer dan sekunder masih ada zat dalam limbah yang tentunya berbahaya bagi lingkungan dan juga masyarakat, maka akan dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu tertiary treatment. Pengolahan ini umumnya bersifat khusus yang berarti pengolahan akan disesuaikan dengan kandungan zat yang tersisa pada lembah cair tersebut. Adapun zat zat yang biasanya masih tertinggal adalah nitrat, fosfat dan garam. Pengolahan tersier terdiri atas rangkaian dari proses kimia dan fisika. Metode pengolahan ini sebenarnya jarang sekali digunakan pada pengolahan limbah cair industri karena biaya yang dikeluarkan untuk melakukan proses pengolahan ini cenderung tinggi dan tentunya tidak ekonomis. Artikel terkait : Pencemaran yang Mengakibatkan Perubahan Alam 4. Desinfikasi Pengolahan limbah cair industri yang berikutnya adalah desinfeksi atau sering disebut sebagai porses pembunuhan kuman yang tentunya bertujuan untuk membunuh dan mengurangi mikroorganisme yang ada dalam limbah cair. Mekanisme pada proses ini bersifat kimia yaitu dengan menambahkan senyawa pada cairan limbah tersebut. Perlu diketahui bahwa dalam menambahkan senyawa kimia tersebut harus memperhatikan hal-hal seperti daya tingkat racun, efektivitasnya, dosis yang digunakan, tidak boleh membahayakan bagi manusia dan hewan, tahan air dan tentunya biayanya terjangkau. Salah satu contoh pada proses ini adalah dengan menambahkan klorin. Apabila benar-benar sudah bersih maka limbah sudah aman untuk dibuang ke lingkungan. Artikel terkait : Pelestarian Lingkungan – Lingkungan Buatan 5. Pengolahan Lumpur Pengolahan lumpur atau slude treatment adalah tahap pengolahan paling terakhir yang dilakukan ketika pengolahan limbah cair primer, sekunder dan tersier yang menghasilkan endapan polutan berupa lumpur. Lumpur tersebut tentunya tidak dapat dibuang ke lingkungan begitu saja, karena akan mencemari lingkungan. Maka dari itu lumpur tadi perlu diolah agar ramah lingkungan. Proses pengolahan lumpur ini biasanya dengan menguraikannya dengan cara aerob yang nantinya akan disalurkan ke beberapa alternatif seperti dibuang ke laut atau dibuang ke lahan pembuangan khusus, bahkan dapat dijadikan sebagai pupuk kompos.Artikel terkait : Upaya Menjaga Keseimbangan Lingkungan
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Nomor 82 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjadi agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya. Sedangkan proses pengolahan air bersih dilakukan bila air baku tidak memenuhi persyaratan fisik untuk air minum seperti air permukaan, misalnya air sungai, air telaga, air waduk. Proses pengolahan lengkap umumnya melalui beberapa tahapan proses sebagai berikut: 1. Screening: Screening berfungsi untuk memisahkan atau pengambilan benda-benda yang mengapung seperti ranting-ranting pohon, dedaunan, kertas-kertas serta sampah-sampah yang terdapat pada air baku. Umumya dipakai jenis saringan yang kasar (coarse screen) dan bukan saringan yang halus (fine screen). Proses ini penting untuk mengolah air permukaan karena biasanya air permukaan digunakan untuk pembuangan sampah dan jenis buangan lainnya, banyaknya tumbuhan air seperti eceng gondok. Dengan adanya proses screening maka bisa dicegah timbulnya kerusakan-kerusakan serta penyumbatan-penyumbatan pada peralatan instalasi pengolahan seperti pompa, valve (katup pengatur aliran) dan peralatan lainnya. 2. Prasedimentasi (Pengendapan Pendahuluan): Proses pengendapan berfungsi untuk memisahkan benda-benda tersuspensi (suspended matter) yang terdiri dari pasir kasar, pasir halus dan lumpur yang sangat halus dari air baku. Umumnya diperlukan waktu pengendapan 2-3 jam untuk jenis partikel ini (Razif, 1985). 3. Koagulasi dan Flokulasi Tujuan utama dari proses koagulasi dan flokulasi ialah untuk memisahkan colloid yang ada di dalam air baku. Colloid adalah partikel halus, oleh karena itu sangat sukar untuk diendapkan atau perlu waktu yang sangat lama. Colloid umumnya bermuatan istrik, baik positif maupun negatif yang tergantung dari asalnya. Bila berasal dari anorganik maka muatan listriknya adalah positif, sedangkan bila berasal dari organik maka muatan listriknya adalah negatif. Agar colloid-colloid tersebut mudah diendapkan, maka ukurannya harus diperbesar dengan cara saling menggabungkan antara colloid-colloid tersebut melalui proses koagulasi dan flokulasi dengan cara penambahan koagulan dan flokulat. Colloid digolongkan menjadi hydrophobic colloid yang sulit bereaksi dengan air dan hydrophilic colloid yang mudah bereaksi dengan air, karena sifat tersebut maka hydrophilic colloid membutuhkan lebih banyak zat koagulan daripada hydrophobic colloid. Partikel-partikel colloid yang bermuatan listrik sejenis (sama negatifnya) dalam air akan saling tolak menolak sehingga tidak bisa saling mendekat dan kondisi dimana partikel tetap berada pada tempatnya sering disebut kondisi stabil. Kondisi partikel yang stabil tidak memungkinkan terbentuknya flok, maka air tersebut biasanya diberi muatan positif untuk mengurangi gaya tolak menolak sesama koloid (gaya repulsion), sehingga akan terjadi kondisi destabilisasi dari partikel. Kondisi partikel colloid yang tidak stabil memungkinkan terbentuknya flok, dengan adanya muatan positif yang cukup dan merata akan terbentuk flok¬flok kecil kumpulan dari colloid-colloid. Untuk bisa mengendap maka flok-flok kecil tersebut harus terus bergabung sampai menjadi flok yang besar sehingga bisa mengendap. Namun ada kalanya muatan positif yang diberikan tidak mampu untuk menggabungkan flok-flok kecil karena flok-flok kecil tersebut mengalami kondisi restabilisasi (kembali menjadi stabil), sehingga sulit menjadi flok yang cukup besar. Masalah ini bisa diatasi dengan memberikan flokulan. Uraian diatas mengambarkan bahwa mekanisme koagulasi dan flokulasi bisa terjadi berurutan atau secara bersamaan sehingga sulit memisahkan antara kedua proses tersebut. 4. Sedimentasi Proses sedimentasi adalah proses untuk memisahkan partikel-partikel yang terdapat di dalam air dengan airnya sendiri dengan cara diendapkan. Jenis partikel yang terbentuk dari pengolahasn air minum, maka tujuan khusus dari pengendapan mungkin berbeda-beda, seperti untuk pengendapan flok alum, flok kesadahan, flok besi. Secara umum partikel dibedakan atas: (1) partikel diskrit yaitu partikel yang selama proses pengolahannya tidak berubah ukuran, bentuk dan beratnya, dan (2) partikel flokulan yaitu partikel yang selama proses pengendapannya berubah ukuran, bentuk dan beratnya. Proses pengendapan partikel diskrit disebut proses prasedimentasi sedangkan proses pengendapan partikel flokulan disebut proses sedimentasi yang terpisah dari bangunan pengolahannya. 5. Filtrasi
6. Netralisasi 7. Desinfeksi Menurut Razif (1985) desinfeksi dapat dilakukan antara lain dengan cara:
Bahan-bahan yang digunakan untuk klorinasi antara lain: Gas klor (Cl2), Kalsium Hipoklorit Ca(OCl)2, Nitrogen Hipoklorit NaOCl atau klor dioksida. Kaporit merupakan desinfektant yang sering digunakan di perusahaan-perusahaan air minum. Secara garis besar prinsip klorinasi adalah: (1) pemakaian klorin yang merata dan tidak terputus-putus di seluruh bagian dari yang diolah, (2) penentuan dosis klor yang sesuai dengan kebutuhan dari jenis air yang diolah, dan mengontrol hasil klorinasi untuk menjamin serta menghasilkan air yang aman diminum. Menurut Depkes. RI (1991) efektifitas bahan kimia yang digunakan untuk desinfeksi tergantung pada: (1) waktu kontak, semakin lama semakin banyak bakteri yang terbunuh; (2) konsentrasi dan zat kimia; (3) temperatur, semakin tinggi semakin cepat bakteri terbunuh; (4) tipe organisme (bakteri berbeda dengan virus), umumnya yang membentuk spora lebih sulit; (5) jumlah organisme, organisme makin banyak, maka waktu kontak yang diperlukan lebih lama; dan (6) keadaan medium air. Refference, antara lain :
Incoming Search Terms:
|