Apakah tidur sambil duduk membatalkan wudhu

LENGKONG, AYOBANDUNG.COM – Ada sejumlah hal yang membatalkan wudhu, salah satunya keluar hadas besar atau hadas kecil seperti BAB dan kencing.

Namun masih ada pertanyaan sejumlah penyebab wudhu batal. Salah satunya tertidur dalam posisi duduk. Apakah hal itu membatalkan wudhu juga?

Syekh Dr Mabruk Atiyah yang merupakan Guru besar hukum Islam Universitas Al Azhar Kairo Mesir, mengatakan, ada jenis tidur yang tidak membatalkan wudhu, yaitu tidur dalam kedaan duduk di kursi.

Baca Juga: Tata Cara Wudhu Sesuai Sunnah Nabi, Doa Setelah Wudhu, dan Keutamaan Wudhu Sebelum Tidur

Dia mengatakan, meski tidur di kursi hingga dua atau tiga jam, wudhu orang tersebut tidak batal.

Menurutnya, berikut ini hal-hal yang membatalkan wudhu. Pertama, keluarnya sesuatu dari dua saluran tubuh, bisa itu buang air kecil, buang air besar, atau keluar angin.

Kedua, wudhu akan batal jika menyentuh seseorang yang bukan mahram tanpa penghalang. 

Baca Juga: Doa Setelah Wudhu, dan Doa-doa yang Dibaca Saat Berwudhu

Lantas, apakah fitnah dan gosip membatalkan wudhu? Syekh Atiyah mengatakan, hal itu tidak membatalkan wudhu. Namun, pahalanya berkurang.

Terkini

loading...

Thaharah atau bersuci adalah ilmu fiqih dasar yang wajib dipelajari oleh umat muslim. Ilmu thaharah ini meliputi kajian tentang berwudhu , tayammum dan mandi. Banyak pertanyaan yang muncul seputar fiqih wudhu .

(Baca Juga: 11 Provinsi Tercatat Penambahan di Atas 100 Kasus Corona, Jakarta Tertinggi)

Salah satunya, tentang posisi tidur seperti apakah yang membatalkan wudhu ? Apabila bersandar atau duduk apakah itu termasuk membatalkan wudhu ? Berikut jawaban Ustaz Farid Nu'man Hasan (dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia). (Baca Juga: Ilmu Wudhu yang Wajib Kamu Ketahui (1))

Kata Ustaz Farid Nu'man , apabila tidurnya masih dalam posisi duduk, keadaan setengah sadar, masih terkantuk-kantuk saja, kepala manggut-manggut karena ngantuk. Maka, ini belum membatalkan wudhu . Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu:

كان أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم ينامون ثم يصلون ولا يتوضئون

"Dahulu para sahabat Rasululullah SAW tertidur lalu mereka salat dan tidak berwudhu lagi." (HR. Muslim No. 376)

Tertidur yang bagaimana? Ada rincian dalam riwayat lain, juga dari Anas bin Malik:

كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَنْتَظِرُونَ الْعِشَاءَ الآخِرَةَ حَتَّى تَخْفِقَ رُءُوسُهُمْ ثُمَّ يُصَلُّونَ وَلاَ يَتَوَضَّئُونَ

Dahulu para sahabat Nabi menunggu salat Isya di waktu akhir, sampai kepala mereka condong (karena ngantuk), lalu mereka salat dan tidak berwudhu lagi. (HR. Abu Daud No. 200, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 601). (Baca Juga: (Baca Juga: Dahsyatnya Fadhilah dan Pahala Berwudhu)

Posisinya masih duduk (Qu'uudan), sebagaimana riwayat Imam Al-Baihaqi. (Ma’rifah As Sunan wal Aatsar, No. 898) Abdullah bin Al Mubarak rahimahullah mengatakan: "Mereka dalam keadaan duduk menurut kami." (Ad Daruquthni, As Sunan, 1/130)

Imam Al-Baihaqi mengatakan: "Begitu juga yang dipahami oleh Abdurrahman bin Mahdi dan Imam Asy-Syafi'i (bahwa mereka dalam keadaan duduk, pen)." (As Sunan Al Kubra, 1/120)

Jadi, apabila tidurnya masih duduk dan kepala masih terkantuk-kantuk belum membatalkan wudhu sebagaimana dialami para sahabat, dan dipahami para ulama. (Baca Juga: Sunnah-sunnah Wudhu dan Dalilnya)

Wudhunya baru batal apabila sudah berbaring, sebagaimana riwayat Abu Hurairah: "Tidaklah berwudhu orang yang tidur dalam keadaan rukuk, sujud, tapi wudhu itu yang tidurnya sudah berbaring. Jika tidurnya berbaring maka dia wajib wudhu." (HR. Al-Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. No. 614)

Syeikh Sayyid Sabiq rahimahullah mengatakan tentang hal-hal pembatal wudhu :

النوم المستغرق الذي لا يبقى معه إدراك مع عدم تمكن المقعدة من الارض

Tidur yang sudah nyenyak yang tidak menyisakan adanya kesadaran, juga tidak memungkinkan posisinya duduk di bumi. (Fiqhus Sunnah, 1/52). (Baca Juga: 6 Perkara yang Membatalkan Wudhu)

Wallahu Ta'ala A'lam

(rhs)

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Kelanjutan tentang pembatal wudhu, kami rinci dalam postingan kali ini, yaitu mengenai masalah tidur. Apakah tidur membatalkan wudhu ataukah tidak, dalam masalah ini para ulama ada silang pendapat. Beda pendapat ini terjadi dikarenakan perbedaan dalam menilai hadits.

Hadits yang membicarakan tentang masalah tidur membatalkan wudhu terlihat (secara zhohir) saling bertentangan. Sebagian hadits menunjukkan bahwa tidur membatalkan wudhu. Sebagian lagi menunjukkan bahwa tidur tidak membatalkan wudhu. Sehingga dari sini para ulama menempuh dua jalan. Ada yang melakukan jama’ (menggabungkan dalil) dan ada yang melakukan tarjih (memilih manakah dalil yang lebih kuat).

Para ulama yang melakukan tarjih, boleh jadi ada yang memiliki pendapat bahwa tidur bukanlah hadats dan boleh jadi pula ada yang memiliki pendapat bahwa tidur termasuk hadats sehingga mengharuskan untuk wudhu. Sedangkan ulama yang menempuh jalan jama’, mereka memiliki pendapat bahwa tidur bukanlah hadats, namun hanya mazhonnatu lil hadats (kemungkinan terjadi hadats). Mereka pun nantinya berselisih, bagaimanakah bentuk tidur yang bisa membatalkan wudhu.

Intinya, dalam masalah ini ada delapan pendapat. Berikut di antara pendapat tersebut dan akan kami sebutkan beberapa dalil yang digunakan. [1]

Pendapat pertama: Tidur sama sekali bukan termasuk pembatal wudhu.

Inilah yang menjadi pendapat beberapa sahabat semacam Ibnu ‘Umar dan Abu Musa Al Asy’ari. Pendapat ini juga menjadi pendapat Sa’id bin Jubair, Makhul, ‘Ubaidah As Salmaniy, Al Awza’i dan selain mereka. Di antara dalil mereka adalah hadits dari Anas bin Malik,

أُقِيمَتِ الصَّلاَةُ وَالنَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- يُنَاجِى رَجُلاً فَلَمْ يَزَلْ يُنَاجِيهِ حَتَّى نَامَ أَصْحَابُهُ ثُمَّ جَاءَ فَصَلَّى بِهِمْ.

“Ketika shalat hendak ditegakkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbisik-bisik dengan seseorang. Beliau terus berbisik-bisik dengannya hingga para sahabat tertidur. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun datang dan shalat bersama mereka.”[2]

Qotadah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Anas berkata,

كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَنَامُونَ ثُمَّ يُصَلُّونَ وَلاَ يَتَوَضَّئُونَ قَالَ قُلْتُ سَمِعْتَهُ مِنْ أَنَسٍ قَالَ إِى وَاللَّهِ.

“Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ketiduran kemudian mereka pun melakukan shalat, tanpa berwudhu lagi.” Ada yang mengatakan, “Benarkah engkau mendengar hal ini dari Anas?” Qotadah, “Iya betul. Demi Allah.”[3]

Pendapat kedua: Tidur termasuk pembatal wudhu, baik tidur sesaat maupun tidur yang lama. Pendapat ini adalah pendapat Abu Hurairah, Abu Rofi’, ‘Urwah bin Az Zubair, ‘Atho’, Al Hasan AL Bashri, Ibnul Musayyib, Az Zuhri, Al Muzanni, Ibnul Mundzir dan Ibnu Hazm. Pendapat ini juga dipilih oleh Syaikh Al Albani -rahimahullah-.

Dalil dari pendapat ini adalah sebagaimana buang air besar dan kencing menyebabkan batalnya wudhu ketika memakai khuf, begitu pula tidur. Perhatikan hadits berikut dari Shofwan bin ‘Assal tentang mengusap khuf.

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنَا إِذَا كُنَّا مُسَافِرِينَ أَنْ نَمْسَحَ عَلَى خِفَافِنَا وَلَا نَنْزِعَهَا ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ وَنَوْمٍ إِلَّا مِنْ جَنَابَةٍ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami, jika kami bersafar, maka cukup kami mengusap sepatu kami, tanpa perlu melepasnya selama tiga hari. Tidak perlu melepasnya ketika wudhu batal karena buang air besar, kencing atau tertidur kecuali jika dalam keadaan junub.”[4]

Dalam hadits ini disebutkan tidur secara umum tanpa dikatakan tidur yang sesaat atau yang lama. Dan ditambah lagi bahwa tidur ini disamakan dengan kencing dan buang air besar yang merupakan pembatal wudhu.

Pendapat ketiga: Tidur yang lama yang membatalkan wudhu dalam keadaan tidur mana saja. Sedangkan tidur yang cuma sesaat tidak membatalkan wudhu.

Pendapat ini dipilih olehh Imam Malik dan salah satu pendapat dari Imam Ahmad. Pendapat ini memaknai hadits Anas yang disebutkan dalam pendapat pertama sebagai tidur yang sedikit (sesaat). Mereka memiliki argumen dengan perkataan Abu Hurairah,

مَنِ اسْتَحَقَّ النَّوْمَ فَقَدْ وَجَبَ عَلَيْهِ الْوُضُوءُ.

“Barangsiapa yang tertidur, maka wajib baginya untuk berwudhu.”[5] Namun perkataan ini hanya sampai derajat mauquf (sekedar perkataan sahabat).

Pendapat keempat: Tidak membatalkan wudhu kecuali jika tidurnya dalam keadaan berbaring (pada lambung) atau bersandar. Sedangkan apabila tidurnya dalam keadaan ruku’, sujud, berdiri atau duduk, maka ini tidak membatalkan wudhu baik di dalam maupun di luar shalat.

Inilah pendapat Hammad, Ats Tsauri, Abu Hanifah dan murid-muridnya, Daud, dan pendapat Imam Asy Syafi’i.

Di antara dalilnya adalah dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ عَلَى النَّائِمِ جَالِسًا وُضُوْءٌ حَتَّى يَضَعُ جَنْبَهُ

“Tidak ada wudhu bagi orang yang tidur dalam keadaan duduk sampai ia meletakkan lambungnya.” Namun hadits ini adalah hadits yang dho’if (lemah).[6]

Pendapat kelima: Wudhu tidak batal jika tidur dalam keadaan duduk, baik dalam shalat maupun di luar shalat, baik tidur sesaat maupun lama.

Alasan mereka, tidur hanyalah mazhonnatu lil hadats (sangkaan akan muncul hadats). Dan tidur dalam keadaan seperti ini masih mengingat berbagai hal (misalnya ia masih merasakan kentut atau hadats).

Inilah pendapat yang dipilih oleh Imam Asy Syafi’i dan Asy Syaukani. Pendapat ini menafsirkan hadits Anas dalam pendapat pertama bahwa para sahabat ketika itu tidur dalam keadaan duduk. Namun Al Hafizh Ibnu Hajar menyanggah pendapat ini dengan menyebutkan sebuah riwayat dari Al Bazzar dengan sanad yang shahih bahwa hadits Anas yang menceritakan sahabat yang tidur menyebutkan kalau ketika itu ada di antara sahabat yang tidur dengan berbaring (pada lambungnya), lalu mereka pergi hendak shalat.

Dan masih ada beberapa pendapat lainnya yang terbilang cukup lemah.

Pendapat yang terkuat:

Tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur lelap yang tidak lagi dalam keadaan sadar. Maksudnya, ia tidak lagi mendengar suara, atau tidak merasakan lagi sesuatu jatuh dari tangannya, atau tidak merasakan air liur yang menetes. Tidur seperti inilah yang membatalkan wudhu, baik tidurnya dalam keadaan berdiri, berbaring, ruku’ atau sujud. Karena tidur semacam inilah yang mazhonnatu lil hadats, yaitu kemungkinan muncul hadats. Pendapat ini sejalan dengan pemahamann pada pendapat pertama.

Sedangkan tidur yang hanya sesaat yang dalam keadaan kantuk, masih sadar dan masih merasakan merasakan apa-apa, maka tidur semacam ini tidak membatalkan wudhu. Inilah pendapat yang bisa menggabungkan dalil-dalil yang ada.

Demikian pembahasan singkat ini. Semoga bermanfaat.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.rumaysho.com


[1] Pembahasan ini kami sarikan dari pembahasan Syaikh Abu Malik dalam Shahih Fiqh Sunnah, 1/129-132, Al Maktabah At Taufiqiyah.

[2] HR. Muslim no. 376.

[3] HR. Muslim no. 376.

[4] HR. An Nasa-i no. 127. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.

[5] HR. Al Baihaqi, 2/135, ‘Abdur Rozaq no. 481. Hadits ini adalah hadits mauquf (hanya perkataan sahabat) dengan sanad yang shahih dan tidak shahih jika marfu’ (disandarkan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Lihat penjelasan Ibnu Hajar Al Asqolani dalam At Talkhis Al Habir, 1/179

[6] Ibnu Hajar Al ‘Asqolaniy menyebutkan hadits ini dalam Lisanul Mizan, 8/181. Dalam hadits ini ada perowi yang tertuduh berdusta dan sering memalsukan hadits, sebagaimana kata Ibnu Ma’in.

Tertidur saat duduk apakah membatalkan wudhu?

Syekh Dr Mabruk Atiyah yang merupakan Guru besar hukum Islam Universitas Al Azhar Kairo Mesir, mengatakan, ada jenis tidur yang tidak membatalkan wudhu, yaitu tidur dalam kedaan duduk di kursi. Dia mengatakan, meski tidur di kursi hingga dua atau tiga jam, wudhu orang tersebut tidak batal.

Apakah tidur lelap membatalkan wudhu?

Imam Maliki dan Hambali berpendapat, tidur dapat membatalkan wudhu karena dianggap sebagai perbuatan yang menghilangkan akal atau ingatan. Sementara hilang akal termasuk dalam perkara yang membatalkan wudhu.

Tidur seperti apa yang membatalkan wudhu?

Sama seperti gila atau pingsan, tidur dapat membatalkan wudhu karena disebut menghilangkan akal seseorang. Seperti kita ketahui, bahwa orang yang sedang tidur, pingsan, atau gila berada dalam keadaan berhadast kecil atau batal wudhunya karena mereka kehilangan akal sehatnya.

Hal apa saja yang bisa membatalkan wudhu?

7 hal yang membatalkan wudhu.
Segala yang keluar dari kemaluan. Segala sesuatu yang keluar dari salah satu kemaluan. ... .
Muntah dan sejenisnya. Mengeluarkan makanan dari mulut atau muntah bisa membatalkan wudhu. ... .
3. Hilang kesadaran. ... .
4. Tidur lelap. ... .
Menyentuh kemaluan. ... .
6. Tertawa terbahak-bahak. ... .
7. Makan daging unta..