Apa yang terjadi jika kurikulum tidak terlaksana

PRISIP DAN TAHAP PENGEMBANGAN KURIKULUM

Apa yang terjadi jika kurikulum tidak terlaksana
 

Mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu yang jelas dan mantap berdasarkan outputnya Kurikulum yang memiliki peran sentral dalam dunia pendidikan telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di     masyarakat.

  1. Prinsip Umum

a.      Prinsip Relevansi

Prinsip ini merupakan prinsip dasar yang paling dasar dalam sebuah kurikulum. Prinsip ini juga bisa dikatakan sebagai rohnya sebuah kurikulum. Artinya apabila prinsip ini tidak terpenuhi dalam sebuah kurikulum, maka kurikulum tersebut tidak ada lagi artinya; kurikulum menjadi tidak bermakna. Prinsip relevansi mengandung arti bahwa sebuah kurikulum harus relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sehingga para siswa mempelajari iptek yang benar – benar terbaru yang memungkinkan mereka memiliki wawasan dan pemikiran yang sejalan dengan perkembangan jaman. Relevan dengan kebutuhan dan karakteristik siswa, artinya suatu kurikulum harus sesuai dengan potensi intelektual, mental, emosional dan fisik para siswa. Apabila prinsip tidak terlaksana dalam kurikulum yang nyata maka potensi yang dimiliki anak tersebut tidak berkembang sebagai potensi yang diperlukan dalam melaksanakan tugas dan kehidupannya. Relevan dengan kebutuhan karakteristik masyarakat artinya kurikulum harus membekali para siswa dengan sejumlah keterampilan pengetahuan dan sikap yang sesuai dengan kondisi masyarakatnya. Apabila tidak terlaksana maka siswa tidak dapat beradaptasi dan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.

b.      Prinsip fleksibilitas

Prinsip fleksibilitas terkait dengan keluwesan dalam tahap implementasi kurikulum. Penerapan prinsip fleksibilitas dalam kurikulum adalah bahwa suatu kurikulum harus dirancang secara fleksibel atau luwes sehingga pada saat diimplementasikan memungkinkan untuk dilakukan perubahan untuk disesuaikan dengan kondisi yang ada yang tidak terprediksi saat kurikulum itu dirangcang. Contoh yang paling sederhana adalah pada saat sebuah kurikulum dirancang, pembelajaran akan dilaksanakan dengan menggunakan media LCD projector atau OHP/OHT namun pada saat hari H terjadi pemadaman listrik di lokasi. Bagi kurikulum yang memenuhi prinsip fleksibilitas kondisi ini tidak menghambat keberlangsungan pembelajaran. Dengan sedikit melakukan perubahan pada aspek media yang digunakan pembelajaran tetap berlangsung namun tetap mengarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan. Jika prinsip fleksibilitas ini tidak digunakan dimungkunkan tujuan pembelajaran yang direncanakan tidak terlaksana.

c.       Prinsip kontinuitas

Perkembangan dan proses belajar anak berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputus – putus. Artinya bagian – ­bagian, aspek – aspek, materi, dan bahan kajian disusun secara berurutan, tidak terlepas – lepas, melainkan satu sama lain me­miliki hubungan fungsional yang bermakna, sesuai dengan jenjang pendidikan, struktur dalam satuan pendidikan, dan tingkat perkem­bangan siswa. Oleh karena itu, pengalaman – pengalaman yang disediakan kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat kelas dengan kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang pendidikan yang lain juga antara jenjang pendidikan dengan pekerjaan. Dengan prinsip ini, tampak jelas alur dan keterkaitan di dalam kurikulum tersebut sehingga mempermudah guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.

d.      Prinsip efisiensi

Kurikulum mudah dilaksanakan menggunakan alat – alat sederhana dan memerlukan biaya yang murah. Kurikulum yang terlalu menuntut keahlian – keahlian dan peralatan yang sangat khusus serta biaya yang mahal merupakan kurikulum yang tidak praktis dan sukat dilaksanakan. Dana yang terbatas harus digunakan sedemikian rupa dalam rangka men­dukung pelaksanaan pembelajaran. Waktu yang tersedia bagi siswa belajar di sekolah juga terbatas harus dimanfaatkan secara tepat sesuai dengan mata ajaran dan bahan pembelajaran yang diperlukan. Tenaga di sekolah juga sangat ter­batas, baik dalam jumlah maupun dalam mutunya, hendaknya didayagunakan secara efisien untuk melaksanakan proses pem­belajaran.

e.       Prinsip efektifitas

Walaupun prinsip kurikulum itu mudah, sederhana, dan murah, keberhasilannya harus diperhatikan secara kuantitas dan kualitas karena pengembangan kurikulum tidak dapat dilepaskan dan merupakan penjabaran dari perencanaan pendidikan. Misal, keterbatasan fasilitas ruangan, peralatan dan sumber keterbacaan, harus digunakan secara tepat guna oleh siswa dalam rangka pembelajaran, yang kesemuanya demi untuk meningkatkan efektivitas atau keberhasilan siswa.

2.      Prinsip Khusus

 a.    Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan

Tujuan menjadi pusat kegiatan dan arah semua kegiatan pendidikan. Perumusan komponen-komponen kurikulum hendaknya mengacu pada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan mencakup tujuan yang bersifat umum atau berjangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek (tujuan khusus). Perumusan tujuan pendidikan bersumber pada:

1)       Ketentuan dan kebijaksanaan pemerintah, yang dapat ditemukan dalam dokumen – dokumen  lembaga negara mengenai tujuan, dan strategi pembangunan termasuk di dalamnya pendidikan

2)       Survei mengenai persepsi orang tua/masyarakat tentang kebutuhan yang dikirimkan melalui angket atau wawancara dengan mereka

3)      Survei tentang pandangan para ahli dalam bidang-bidang tertentu, dihimpunmelalui angket, wawancara, observasi, dan dari berbagai media massa

4)      Survei tentang manpower.

5)      Pengalaman negara-negara lain dalam masalah yang sama.

6)      Penelitian.

b. Prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan

Memilih isi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang telah ditentukan para perencana kurikulum perlu mempertimbangkan beberapa hal:

  1. Perlu penjabaran tujuan pendidikan/pengajaran ke dalam bentuk perbuatan hasil belajar yang khusus dan sederhana. Makin umum suatu perbuatan hasil belajar dirumuskan semakin sulit menciptakan pengalaman belajar.
  2. Isi bahan pelajaran harus meliputi segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
  3. Unit – unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan sistematis. Ketiga ranah belajar, yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan diberikan secara simultan dalam urutan situasi belajar. Untuk hal tersebut diperlukan buku pedoman guru yang memberikan penjelasan tentang organisasi bahan dan alat pengajaran secara lebih mendetail.

c.   Prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar 

Pemilihan proses belajar mengajar yang digunakan hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

  1. Apakah metode/teknik belajar – mengajar yang digunakan cocok untuk mengajarkan bahan pelajaran?
  2. Apakah metode/teknik tersebut memberikan kegiatan yang bervariasisehingga dapat melayani perbedaan individual siswa?
  3. Apakah metode/teknik tersebut memberikan urutan kegiatan yang bertingkat-tingkat?
  4. Apakah metode/ teknik tersebut dapat menciptakan kegiatan untuk mencapai tujuan kognitif, afektif dan psikomotor?
  5. Apakah metode/teknik tersebut lebih mengaktifkan siswa, ataumengaktifkan guru atau kedua-duanya?
  6. Apakah metode/teknik tersebut mendorong berkembangnya kemampuan baru?
  7. Apakah metode/teknik tersebut menimbulkan jalinan kegiatan belajar disekolah dan di rumah, juga mendorong penggunaan sumber yang ada dirumah dan di masyarakat?
  8. Untuk belajar keterampilan sangat dibutuhkan kegiatan belajar yangmenekankan “learning by doing” di samping “learning by seeing and knowing”.

d.          Prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pengajaran

Proses belajar – mengajar yang baik perlu didukung oleh penggunaan media dan alat – alat bantu pengajaran yang tepat.

1)      Alat/media pengajaran apa yang diperlukan. Apakah semuanya sudah tersedia? Bila alat tersebut tidak ada apa penggantinya?

2)      Kalau ada alat yang harus dibuat, hendaknya memperhatikan: bagaimana pembuatannya, siapa yang membuat, pembiayaannya, waktu pembuatan?

3)      Bagaimana pengorganisasian alat dalam bahan pelajaran, apakah dalam bentuk modul, paket belajar, dan lain – lain?

4)      Bagaimana pengintegrasiannya dalam keseluruhan kegiatan belajar?

5)      Hasil yang terbaik akan diperoleh dengan menggunakan multi media.

e.        Prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian

Penilaian merupakan bagian integral dari pengajaran:.

1)      Dalam penyusunan alat penilaian (test) hendaknya diikuti langkah – langkah sebagai berikut:

  • Rumuskan tujuan-tujuan pendidikan yang umum, dalam ranahranahkognitif, afektif, dan psikomotor.
  • Uraikan ke dalam bentuk tingkah laku – tingkah laku murid yang dapat diamati.
  • Hubungkan dengan bahan pelajaran.
  • Tuliskan butir-butir test.

2)      Merencanakan suatu penilaian hendaknya diperhatikan beberapahal:

  • Bagaimana kelas, usia, dan tingkat kemampuan kelompok yang akanditest?
  • Berapa lama waktu dibutuhkan untuk pelaksanaan test?
  • Apakah testtersebut berbentuk uraian atau objektif?
  • Berapa banyak butir test perlu disusun?
  • Apakah tes tersebut diadministrasikan oleh guru atau oleh murid?

3)      Dalam pengolahan suatu hasil penilaian hendaknya diperhatikan hal-halsebagai berikut:

  • Norma apa yang digunakan di dalam pengolahan hasil test?
  • Apakah digunakan formula guessing?
  • Bagaimana pengubahan skor ke dalam skor masak?
  • Skor standar apa yang digunakan?
  • Untuk apakah hasil-hasil test digunakan?

Ketika prinsip-prinsip khusus ini  tidak terlaksana maka kurikulum tidak memiliki acuan, isi/tujuan kurikulum bertolak belakang (tidak searah) dengan tujuan pendidikan,  sehingga kurikulum tidak berkembang dan menghasilkan suatu sistem pendidikan yang lebih baik.

TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN KURIKULUM

A.      RENCANA PELAJARAN 1947

Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu penyebutannya lebih populer menggunakan leer plan (rencana pelajaran) ketimbang istilah curriculum dalam bahasa Inggris. Rencana Pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum 1950. Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya. Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani. Mata pelajaran untuk tingkat Sekolah Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura diberikan bahasa daerah. Daftar pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian, Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama. Pada awalnya pelajaran agama diberikan mulai kelas IV, namun sejak 1951 agama juga diajarkan sejak kelas 1. Garis-garis besar pengajaran pada saat itu menekankan pada cara guru mengajar dan cara murid mempelajari. Misalnya, pelajaran bahasa mengajarkan bagaimana cara bercakap-cakap, membaca, dan menulis. Ilmu Alam mengajarkan bagaimana proses kejadian sehari-hari, bagaimana mempergunakan berbagai perkakas sederhana (pompa, timbangan, manfaat bes berani), dan menyelidiki berbagai peristiwa sehari-hari, misalnya mengapa lokomotif diisi air dan kayu, mengapa nelayan melaut pada malam hari, dan bagaimana menyambung kabel listrik. Pada perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci lagi setiap pelajarannya, yang dikenal dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran”. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat. yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.

B.       RENCANA PELAJARAN TERURAI 1952

Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

C.    KURIKULUM 1968

Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
D.    KURIKULUM 1975

Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.

E.    KURIKULUM 1984

Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta sekarang Universitas Negeri Jakarta  periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.                               .

F.    KURIKULUM 1994 dan SUPLEMEN KURIKULUM 1999

Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan. Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.                                 .

G.    KURIKULUM 2004

Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa. Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.

H.    KTSP 2006

Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR)

Apa yg terjadi jika kurikulum tidak berjalan dengan baik?

Apabila kurikulum tersebut tidak dilaksanakan menjadi sebuah kurikulum yang nyata maka tidak akan mampu mengembangkan potensi yang dimiliki anak menjadi kompetensi yang diperlukan dalam melaksanakan tugas dan kehidupannya.

Apa yang akan terjadi apabila dalam pengembangan kurikulum tidak memperhatikan landasan?

Apabila tidak memiliki landasan, akibatnya terjadi pada hasil kurikulum itu sendiri yaitu sumber daya manusia tidak dapat terbentuk dengan maksimal. Terdapat empat landasan yang digunakan dalam pelaksanaannya.

Apa jadinya apabila kurikulum tidak berubah brainly?

Jawaban ini terverifikasi Hal yang terjadi jika kurikulum tidak berubah dari dulu hingga sekarang adalah akan menyebabkan sistem pendidikan menjadi tertinggal dengan negara lainnya yang telah beradabtasi dengan perkembangan zaman.

Mengapa kurikulum harus terus mengalami perbaikan?

Kurikulum harus selalu berubah agar sesuai dengan perkembangan zaman, apalagi masa sekarang ini ilmu pengetahuan dan teknologi informasi telah berkembang semakin masif dan tak terkendali.