Apa yang dimaksud pengelolaan wakaf

Mataram_Inmas, Humas Kanwil Kemenag NTB berdialog dengan Kepala Seksi Pemberdayaan Wakaf Hj. Fatihatul Munawarah terkait  lembaga yang yang betanggung jawab terhadap harta benda wakaf,  di ruang kerjanya Selasa, 24-6-2020. Disampaikan  Hj. Fatihatul Munawarah Badan Wakaf Indonesia  (BWI)  adalah lembaga yang mengurus dan bertanggung jawab soal wakaf. Sementara Nazir adalah orang/ badan hukum yang dipercayakan untuk memelihara, mengelola , mengurus benda wakaf sesuai  Pasal 9 UU Nomor 41 Tahun 2004 dimana disebutkan bahwa perseorangan dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan antara lain Warga Negara Indonesia, beragama Islam, dewasa, amanah, mampu secara jasmani rohani dan tidak terhalang oleh perbuatan hukum, sedangkan organisasi yang dapat menjadi Nazhir adalah bila memenuhi persyaratan  yaitu bergerak di bidang  sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan atau keagamaan Islam.

Kepala Seksi Hj. Fatihatul Munawarah menjelaskan “Tugas Nazhir” menurut pasal 11 UU No. 41 Tahun 2004 adalah melakukan pengadministrasian harta benda wakaf, mengelola, dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan fungsi dan peruntukannya, mengawasi dan melindungi harta beda wakaf, serta melaporkan pelaksanaan tugas kepada  Badan Wakaf Indonesia (BWI). Selanjutnya dalam pasal 12 UU No. 41 2004 disebutkan bahwa Nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10 %. Hj. Fatihatul Munawarah juga menjelaskan tentang pasal 13, dimana dalam pasal 13 tersebut disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas Nazhir memperoleh pembinaan dari menteri dan Badan Wakaf Indonesia, Sedangkan dalam pasal 14 ayat 1 disebutkan dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, maka Nazhir harus terdaftar pada Menteri dan BWI. Dan dalam ayat 2 disebutkan ketentuan lebih lanjut mengenai Nazhir sebagaimana dimaksud dalam pasal 9, pasal 10, pasal 11, pasal 12, pasal 13, dan pasal 14 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Persyaratan umum untuk menjadi Nazir adalah ; WNI, beragama Islam, dewasa, amanah, mampu secara jasmani rohani, tidak terhalang oleh perbuatan hukum. Dan dalam buku yang diterbitkan oleh Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Departemen Agama RI yang berjudul paradigama baru wakaf di Indonesia membagi syarat-syarat untuk nadzir dalam tiga bagian., 1. Syarat moral ( Paham tentang hukum wakaf dan ZIS, baik dalam tinjauan syari’ah maupun perundang-undangan negara RI, Jujur, amanah dan adil sehingga dapat dipercaya dalam proses pengelolaan wakaf,Tahan godaan, terutama menyangkut perkembangan usaha, Pilihan, sungguh-sungguh dan suka tantangan,Punya kecerdasan, baik emosional maupun spiritual ). 2. Syarat Manajemen ( Mempunyai kapasitas dan kapabilitas yang baik dalam leadership, Visioner,Mempunyai kecerdasan yang baik secara intelektual, sosial dan pemberdayaan, Profesional dalam bidang pengelolaan harta,  Memiliki program kerja yang jelas. 3. Syarat bisnis ( Mempunyai keinginan, Mempunyai pengalaman, Punya ketajaman melihat peluang usaha sebagaimana layaknya entrerpreneur )

Dari persyaratan diatas menunjukan bahwa nadzir menempati pada pos yang sangat sentral dalam pola pengelolaan harta wakaf. Ditinjau dari segi tugas nadzir, dimana nadzir berkewajiban untuk menjaga, mengembangkan dan melestarikan manfaat dari harta yang diwakafkan bagi orang-orang yang berhak menerimanya. Dan seorang Nazhir harus tunduk kepada Kementerian Agama dan Badan wakaf Indonesia (BWI) memberikan laporan keuangan dan administrasi sebelum akhir tahun. Nazhir bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian atau hutang yang timbul dan bertentangan dengan UU.

Lebih lanjut  Hj. Fatihatul Munawarah mengatakan bahwa menurut Kasubdit Pembinaan Nazir Kementerian Agama Bimas Islam dalam pengelolaan wakaf produktif Nazhir harus amanah juga memiliki kompetensi  yang profesional yang mengelola aset wakaf sesuai dengan peruntukannya. Disini Nazhir berperan penting dan pemerintah melakukan pembinaan yang intensif untuk membentuk Nazhir yang profesional, amanah,mandiri. Dalam Pasal 44 No. 41 Tahun 2004 disebutkan  didalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir dilarang melakukan perubahan peruntukan harta benda wakaf kecuali atas dasar  izin tertulis dari BWI. Izin tersebut dapat diberikan apabila harta benda wakaf ternyata tidak dapat diberikan apabila harta benda wakaf tersebut teryata tidak dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukan yang dinyatakan dalam ikrar wakaf. Untuk itu Nazhir juga diwajibkan untuk membuat laporan secara berkala tentang hasil pengelolaan usaha tersebut.

Sedangkan dalam pasal 45 UU No. 41 Tahun 2004 di dalam pengelolaan harta benda wakaf Nazhir diberhentikan dengan Nazir yang lain apabila Nazir bersangkutan : -meninggal dunia bagi Nazhir  perseorangan, - bubar atau dibubarkan dengan ketentuan peraturan peUUngan yang berlaku untuk Nazhir organisasi atau Nazhir badan hukum, - atas permintaan sendiri, - tidak melaksanakan tugas sebagai Nazhir dan atau melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sesuai peratutan perUUngan yang berlaku, dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Selanjutnya pemberhentian dan penggantian Nazhir sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 tersebut dilaksanakan oleh BWI. Adapun pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dilakukan oleh Nazhir lain karena pemberhentian dan penggantian Nazhir, dilakukan dengan tetap memperhatikan peruntukan harta benda wakaf yang ditetapkan dan tujuan serta fungsi wakaf.

Terhadap Nazir yang tidak melaksanakan tugasnya, maka Kasubdit Pembinaan Nazhir  Kementerian Agama pada Bimas Islam Kemenag menyatakan bahwa pihak  wakif atau KUA bisa mengusulkan penggantian Nazhir  kepada BWI  apabila setelah satu tahun sejak ditandatangninya Akta Ikrar Wakaf  ( AIW )  Nazhir tidak melaksanakan tugasnya. Selama ini memang banyak yang belum mengetahui bahwa kewenangan untuk mengganti Nazhir terletak di BWI, bukan dalam kewenangan Kementerian Agama. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006. Sebagaimana diketahui  Pasal 4 hingga pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tantang Wakaf menyebutkan bahwa apabila Nazhir dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak AIW dibuat tidak melaksanakan tugasnya maka Kepala KUA baik itu atas inisiatif sendiri maupun atas usul Wakif atau ahli warisnya berhak mengusulkan kepada BWI untuk pemberhentian dan penggantian Nazhir.

Ditambahkan Hj. Fatihatul Munawarah jika Nazhir melakukan penyelewengan dalam tugasnya maka Nazhir akan dikenakan sangsi, baik itu sangsi adiministratif maupun sangsi pidana. Untuk sangsi pidananya apabila Nazhir : 1) Dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan , mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang  telah diwakafkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 ( lima ) tahun, dan atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000 ( Lima Ratus Juta Rupiah ), 2) Mengubah peruntukan  harta benda  wakaf, dipidana dengan pidana  penjara paling lama 4 ( empat )  tahun dan / atau pidana denda paling banyak  Rp 400.000.000,- ( Empat Ratus Juta Rupiah ), 3) Menggunakan atau mengambil fasilitas atas hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf melebihi  jumlah yang ditentukan  ( 10% )  dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 ( tiga ) tahun dan / atau pidana  denda paaling banyak Rp 300.000.000 (  Tiga Ratus Juta Rupiah ).

Sedangkan untuk Lebaga Keuangan Syariah dan Pejabat Pembuat Akta  Ikrar Wakaf juga dapat dikenakan sanksi administratif sesuai pasal 88 UU Wakaf jika mendaftarkan harta benda wakaf. Sanksi tersebut berupa  : Peringatan tertulis, penghentian sementara  atau pencabutan izin kegiatan di bidang wakaf bagi lembaga keuangan syariah, penghentian sementara dari jabatan atau penghentian dari jabatan PPAIW.

Sebelum mengakhiri penjelasannya Hj. Fatihatul Munawarah Kasi Pemberdayaan Wakaf yang ramah dan supel ini seraya tersenyum berpesan agar jangan ragu untuk berwakaf, karena Wakaf merupakan salah satu amal jariah yang tidak terputus, yang pahalanya  akan terus mengalir walaupun sudah meninggal dunia nanti. Dan bagi yang ingin berwakaf maka agar mendaftar dan memilih Nazhir yang terdaftar di BWI ( Badan Wakaf Indonesia ) agar memiliki kepastian dan keyakinan.

Pembuat Rilis                     :      H. Muhamad, SH

E d i t o r                           :      Dra. Hj. Diah Purnawati

Disetujui Kasubag Humas    :      Drs. H. Saipun Nasri, M.Pd