Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, penyebab cedera terbanyak disebabkan oleh jatuh (40,9%) dan kecelakaan sepeda motor (40,06%). Jenis cedera terbanyak yang dialami adalah luka lecet atau memar (70,9%) dan tempat terjadinya cedera paling banyak yaitu di jalan raya (42,8%). Oleh karena itu, mengetahui cara melakukan pertolongan pertama saat ada kecelakaan di jalan raya. Umumnya sebagai orang awam sering kali tidak tahu cara melakukan pertolongan pertama saat terjadi kecelakaan di jalan raya. Korban kecelakaan harus tetap segera dirujuk ke Unit Gawat Darurat (UGD) terdekat, saat sebelum dirujuk maka perlu dilakukan penanganan untuk meringankan penderitaan korban, menyelamatkan nyawa korban sebelum ditangani oleh ahli medis dan mencegah terjadinya keparahan. Apakah yang harus dilakukan ketika terjadi kecelakaan?
Bagaimana cara menangani korban yang pingsan? Pingsan dan tidak bernafas Bagaimana jika korban mengalami luka? Bagaimana jika korban mengalami patah tulang? Bagaimana jika korban mengalami luka pada mata? Bagaimana jika korban mengalami mimisan atau pendarahan keluar dari hidung? Bagaimana jika terdapat korban yang terperangkap dalam mobil? Jika Sahabat Viva memiliki pertanyaan lebih lanjut, silahkan kirimkan melalui:
Apabila terdapat istilah pertolongan pertama untuk penyakit-penyakit fisik pada umumnya, penyakit atau gangguan jiwa pun memiliki istilah yang serupa. Pertolongan pertama psikologis, atau biasa yang disebut sebagai PFA (Psychological First Aid) merupakan serangkaian tindakan yang diberikan guna membantu menguatkan mental seseorang yang mengalami krisis (WHO, 2009). Pengertian dari peristiwa krisis itu sendiri memiliki pandangan yang berbeda bagi setiap individu. Hal ini dikarenakan krisis merupakan insiden yang memberikan dampak tekanan dan pengalaman traumatis pada korbannya. Krisis terjadi berdasarkan penilaian masing-masing individu terhadap suatu peristiwa sehingga tidak bisa disamaratakan. PFA tidak bisa diterapkan kepada seluruh orang yang mengalami krisis. Hal tersebut merupakan hasil dari bagaimana tiap individu menanggapi krisis yang mereka alami. Sebagian memiliki reaksi yang cenderung ekstrem, namun sebagian juga memiliki reaksi sebaliknya. Sebagai penolong, sangatlah penting untuk memperhatikan kebutuhan masing-masing individu dengan tidak memaksakan kehendak mereka. Adapun para penyintas yang memiliki reaksi ekstrem dan tergolong membutuhkan PFA seringkali menunjukkan perilaku dan perasaan yang sangat terpukul, mengalami cedera yang cukup serius, bahkan hingga tidak bisa mengurus diri sendiri. Pada dasarnya, pertolongan pertama psikologis dilakukan spesifik untuk mengobati luka-luka batin yang membekas pada orang-orang yang baru saja mengalami pengalaman traumatis. Hal ini diterapkan untuk dapat meringankan beban para penyintas dengan mengurangi dampak-dampak psikologis yang dirasakan seperti rasa stress dan tertekan. PFA dilakukan untuk membantu individu mengembangkan koping fungsional dalam jangka pendek maupun jangka panjang yang diakibatkan oleh stres yang mereka rasakan (National Child Traumatic Stress Network and National Center for PTSD, 2006). PFA juga turut memainkan peran untuk menumbuhkan harapan dalam diri penyintas dengan merasa lebih tenang, aman dan terhubung. Penolong tentunya harus memastikan bahwa seluruh penyintas yang ditolong memiliki akses terhadap dukungan sosial, emosional, juga fisik yang memadai. PFA diberikan ketika penolong pertama kali melakukan kontak dengan penyintas yang baru saja mengalami peristiwa traumatis. Adapun waktu pemberiannya beragam; beberapa memilih untuk langsung menolong, namun PFA juga bisa diberikan beberapa hari atau minggu setelah krisis berlangsung. Pemberian PFA akan bergantung pada tingkat keparahan serta lamanya krisis terjadi. Dalam pelaksanaannya, PFA memiliki tiga prinsip yang berupa proses jalannya pertolongan pertama itu sendiri. Prinsip tersebut terdiri dari: Prinsip pertama mencakup bagaimana penolong mengamati lingkungan serta kondisi yang mengelilingi para penyintas. Di sini, akan lebih baik untuk penolong untuk bisa lebih sensitif terhadap penyintas dengan reaksi yang cukup serius. Mendengarkan aktif merupakan komponen utama dalam prinsip ini. Di proses kedua, penolong mendekati para penyintas dengan membangun rapport dan mengembangkan kemampuan mendengarkan aktif untuk memahami apa yang mereka rasakan. Dengan mendengarkan aktif, penolong juga dapat lebih mendalami hal-hal yang menjadi kebutuhan utama bagi para penyintas. Prinsip terakhir ini merupakan penerapan dari prinsip sebelumnya, dimana penolong akan membantu penyintas untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar serta mengatasi permasalahan yang mereka alami. Tidak hanya berhenti sampai di situ, penolong juga dapat memberikan informasi yang mereka ketahui dan mencoba menghubungkan penyintas dengan keluarga mereka maupun pihak-pihak terkait yang memiliki bantuan yang dibutuhkan oleh penyintas. Ketiga prinsip diatas merupakan langkah-langkah yang membantu penolong dalam mengaplikasikan PFA kepada para penyintas. Namun, masih terdapat beberapa hal lain yang yang perlu diperhatikan dalam memberikan pertolongan pertama psikologis, di antaranya adalah (National Child Traumatic Stress Network and National Center for PTSD, 2006; WHO, 2009):
PFA atau psychological first aid hadir untuk membantu individu yang sedang mengalami musibah dalam hidup. Tentunya, luka batin yang dialami tidak bisa dibiarkan terus mengendap dan mengarah pada tindakan-tindakan negatif. Oleh karena itu, sangat krusial bagi penolong untuk bisa membantu mengenali potensi yang dimiliki penyintas agar dapat meningkatkan daya mereka dalam mengatasi permasalahan yang akan datang. Referensi Brymer, M., Jacobs, A., Layne, C., Pynoos, R., Ruzek, J., Steinberg, A., Vernberg, E., & Watson, P. (2006). (National Child Traumatic Stress Network) Psychological First Aid: Fields Operation Guide (2nd ed.). Retrieved from www.nctsn.org and www.ncptsd.va.gov |