Apa tujuan sebenarnya dari di tii tersebut

Pemberontakan DI/TII Jawa Barat - Kita sering mendengar, melihat atau membaca istilah "DI/TII, tapi apakah kalian mengetahui kepanjanganya? DI/TII merupakan singkatan dari Darul Islam / Tentara Islam Indonesia. Setelah tiga tahun kemerdekaan RI, terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok tersebut terhadap kedaulatan Indonesia. Kelompok tersebut menginginkan pembentukan negara Islam Indonesia. Perlawanan TNI terhadap DI/TII berlangsung di beberapa daerah, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi dan Kalimantan.

Nah, pada kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai pemberontakan DI/TII yang berlangsung di Jawa Barat. Sub pokok materi pembahasan meliputi latar belakang pemberontakan DI/TII Jawa Barat, tujuan, tokoh yang terlibat dan upaya penumpasan yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada saat itu. Jika informasi tersebut kebetulan sedang kalian cari, maka simak pembahasan berikut ini.

Apa tujuan sebenarnya dari di tii tersebut
Tokoh DI/TII

Latar Belakang DI/TII Jawa Barat

Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat maupun di wilayah lainnya berlangsung bukan tanpa sebab terjadi begitu saja. Namun ada latar belakang masalah yang menjadi penyebab kelompok Islam ini melakukan pembangkangan terhadap kedaulatan Republik Indonesia. Pemberontakan DI/TII secara umum disebabkan karena kekecewaan atas kebijakan Presiden Soekarno yang dianggap terlalu lunak terhadap pihak Belanda.

Seperti yang kita ketahui, setelah proklamasi kemerdekaan pihak Belanda berusaha untuk datang kembali ke Indonesia. Berbagai masalah muncul akibat kedatangan Belanda yang kemudian menimbulkan peperangan yang merugikan, seperti Agresi Militer Belanda 1 dan 2. Kebijakan pemerintah Indonesia untuk mengatasi permasalahan tersebut melalui perjanjian damai salah satunya perjanjian Renville dianggap sangat fatal.

Pada awalnya milisi DI/TII ikut terlibat langsung dalam revolusi fisik pasca proklamasi kemerdekaan tahun 1945. Namun pada perkembangan selanjutnya Darul Islam berbelok arah untuk menentang pemerintahan Republik Indonesia, hal ini disebabkan karena kebijakan Soekarno yang terlalu lunak.

Baca Juga :


1. Pemberontakan DI/TII Jawa Tengah
2. Pemberontakan PKI Madiun 1948

Proses Pemberontakan DI/TII Jawa Barat dan Jawa Tengah

Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dan Jawa Tengah disebut juga dengan DI/TII Kartosuwiryo. DI/TII Kartosuwiryo melakukan perlawanan sejak tahun 1948 sebagai reaksi negatif atas perjanjian Renville pada Januari 1948. Menurut persetujuan Renville, Pasuan TNI harus ditarik dari daerah Jawa Barat yang terletak di belakang garis demarkasi van Mook. Ketentuan itu dilandaskan dalam bulan februari.

Tapi ada sekitar 4.000 pasukan Hisbullah di bawah pimpinan Kartosuwiryo, bekas anggota PSII sebelum parang dan bekas anggota Masyumi, yang menolak untuk berhijrah. Bahkan dalam bulan Maret 1948 mereka membentuk Gerakan Darul Islam. Kartosuwiryo sebagai imam DI pada tanggal 7 Agustus 1949 menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII). Dalam masa Revolusi TNI yang kembali dari Yogyakarta dengan long march terpaksa menghadapi 2 musuh sekaligus, yakni pihak Belanda dan DI/TII.

Baca Juga: Isi Perjanjian Renville

Tujuan Pemberontakan DI/TII

Tujuan utama Darul Islam / Tentara Islam Indonesia adalah membentuk negara Islam Indonesia berdasarkan hukum syariah.

Tokoh Pemberontakan DI/TII Jawa Barat dan Jawa Tengah

Tokoh utama yang terlibat dalam pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dan Jawa Tengah adalah Kartosuwiryo atau nama lengkapnya Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Ia merupakan pria kelahiran Cepu, Jawa Tengah pada tanggal 7 Januari 1905. Beliau adalah tokoh Islam Indonesia yang menjadi pemimpin pemberontakan Darul Islam untuk melawan pemerintah Indonesia. Kartosuwiryo pernah menjadi sekertaris jenderal PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia).

Kartosuwiryo merupakan sahabat baik dari Amir Sjarifuddin dan Sugondo Djojopuspito ketika peristiwa Sumpah Pemuda. Bahkan saat masa kemerdekaan, ia pernah menolak tawaran Amir Sjarifuddin untuk menjadi menteri. Alasannya karena dasar negara bukan Islam.

Penumpasan Pemberontakan DI/TII Jawa Barat dan Jawa Tengah

Sesudah Revolusi, pemerintah RI terus berupaya untuk memadamkan pemberontakan DI/TII, namun berbagai operasi dinilai terlalu insidental, bersifat lokal dan rutin, bukan merupakan program yang sistematis dam dilaksanakan dengan tegas. Operasi penumpasan yang sistematis baru dilakukan pada tahun 1960 dengan nama operasi pagar betis. Operasi pagar betis adalah upaya pengepungan oleh kekuatan militer bersama rakyat oleh Kodam Siliwangi di bawah pimpinan Pangdam Ibrahim Ajie.

Dengan operasi pagar betis, daerah kekuasaan DI/TII makin lama semakin sempit, sehingga pada tanggal 2 Juni 1962 pemimpin Darul Islam yakni Kartosuwiryo berhasil ditangkap oleh prajurit-prajurit Siliwangi di bawah pimpinan Letnan Suhanda. Pusat perlawanan DI/TII berada di daerah Parahyangan, namun sebelum itu awal mulanya berasal dari wilayah Jawa Tengah yang kemudian menyebar ke Jawa Barat. 

Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah berhasil ditumpas oleh pasukan pimpinan Divisi Diponegoro, hal ini karena sebelum memberontak gerak gerik mereka sudah tercium oleh pasukan tersebut. Sisa-sisa pasukan gerombolan pemberontak inilah yang kemudian bergabung dengan Kartosuwiryo di Jawa Barat. Setelah tertangkapnya Kartosuwirnyo, dengan demikian daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah telah menjadi aman kembali.

Baca Juga :

Demikian rangkuman materi Pemberontakan DI/TII Jawa Barat : Latar Belakang, Tujuan, Tokoh dan Penumpasan. Semoga bermanfaat dan berguna bagi pembaca semua.

Sumber referensi :

  • Drs. G. Moedjanto, M.A. 1988. Indonesia Abad ke-20 : Dari Perang Kemerdekaan Pertama Sampai PELITA III. Yogyakarta : Kanisius.

Share ke teman kamu:

Tags :

Pemberontakan DI/TII di Indonesia, Latar Belakang, Penyebab, Tujuan - Negara Islam Indonesia (NII),  Tentara Islam Indonesia (TII) atau biasa disebut dengan DI (Darul Islam) adalah sebuah gerakan politik yang didirikan pada tanggal 7 Agustus 1949 (12 syawal 1368 Hijriah) oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di sebuah desa yang berada di kota Tasikmalaya, Jawa Barat. NII tersebut diproklamasikan pada saat Negara Pasundan yang dibuat oleh Belanda mengangkat seorang Raden yang bernama Raden Aria Adipati Wiranatakoesoema sebagai pemimpin/presiden di Negara Pasundan tersebut.

1. Latar Belakang dan Tujuan Pemberontakan DI/TII


Gerakan NII ini bertujuan untuk menjadikan Republik Indonesia sebagai sebuah Negara yang menerapkan dasar Agama Islam sebagai dasar Negara. Dalam proklamasinya tertulis bahwa “Hukum yang berlaku di Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam” atau lebih jelasnya lagi, di dalam undang-undang tertulis bahwa “Negara Berdasarkan Islam” dan “Hukum tertinggi adalah Al Qur’an dan Hadist”. Proklamasi Negara Islam Indonesia (NII) menyatakan dengan tegas bahwa kewajiban Negara untuk membuat undang-undang berdasarkan syari’at Islam, dan menolak keras terhadap ideologi selain Al Qur’an dan Hadist, atau yang sering mereka sebut dengan hukum kafir.

Apa tujuan sebenarnya dari di tii tersebut
Bendera NII. (Wikimedia Commons) [1]

Dalam perkembangannya, Negara Islam Indonesia ini menyebar sampai ke beberapa wilayah yang berada di Negara Indonesia terutama Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Aceh, dan Sulawesi Selatan. Setelah Sekarmadji ditangkap oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan dieksekusi pada tahun 1962, gerakan Darul Islam tersebut menjadi terpecah. Akan tetapi, meskipun dianggap sebagai gerakan ilegal oleh Negara Indonesia, pemberontakan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) ini masih berjalan meskipun dengan secara diam-diam di Jawa Barat, Indonesia.


Pada Tanggal 7 Agustus 1949, di sebuah desa yang terletak di kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo mengumumkan bahwa Negara Islam Indonesia telah berdiri di Negara Indonesia, dengan gerakannya yang disebut dengan DI (Darul Islam) dan para tentaranya diberi julukan dengan sebutan TII (Tentara Islam Indonesia). Gerakan DI/NII ini dibentuk pada saat provinsi Jawa Barat ditinggalkan oleh Pasukan Siliwangi yang sedang berhijrah ke Jawa Tengah dan Yogyakarta dalam rangka melaksanakan perundingan Renville.

Saat pasukan Siliwangi tersebut berhijrah, kelompok DI/TII ini dengan leluasa melakukan gerakannya dengan merusak dan membakar rumah penduduk, membongkar jalan kereta api, serta menyiksa dan merampas harta benda yang dimiliki oleh penduduk di daerah tersebut. Namun, setelah pasukan Siliwangi menjadwalkan untuk kembali ke Jawa Barat, kelompok DI/TII tersebut harus berhadapan dengan pasukan Siliwangi.

2. Upaya Penumpasan Pemberontakan DI/TII


Usaha untuk meruntuhkan organisasi DI/TII ini memakan waktu cukup lama di karenakan oleh beberapa faktor, yaitu:

  1. Tempat tinggal pasukan DI/TII ini berada di daerah pegunungan yang sangat mendukung organisasi DI/TII untuk bergerilya.
  2. Pasukan Sekarmadji dapat bergerak dengan leluasa di lingkungan penduduk.
  3. Pasukan DI/TII mendapat bantuan dari orang Belanda yang di antaranya pemilik perkebunan, dan para pendukung Negara pasundan.
  4. Suasana Politik yang tidak konsisten, serta prilaku beberapa golongan partai politik yang telah mempersulit usaha untuk pemulihan keamanan.

Selanjutnya, untuk menghadapi pasukan DI/TII, pemerintah mengerahkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk meringkus kelompok ini. Pada tahun 1960 para pasukan Siliwangi bekerjasama dengan rakyat untuk melakukan operasi “Bratayudha” dan “Pagar Betis” untuk menumpas kelompok DI/TII tersebut. Pada Tanggal 4 Juni 1962 Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo dan para pengawalnya di tangkap oleh pasukan Siliwangi dalam operasi Bratayudha yang berlangsung di Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat. Setelah Sekarmadji ditangkap oleh pasukan TNI, Mahkamah Angkatan Darat menyatakan bahwa Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo dijatuhi hukuman mati, dan dan setelah Sekarmadji meninggal, pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dapat dimusnahkan.


3. Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat


Pada tanggal 7 Agustus 1949 Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo secara resmi menyatakan bahwa organisasi Negara Islam Indonesia (NII) berdiri berlandaskan kanun azasi, dan pada tanggal 25 Januari 1949, ketika pasukan Siliwangi sedang melaksanakan hijrah dari Jawa Barat ke Jawa Tengah, saat itulah terjadi kontak senjata yang pertama kali antara pasukan TNI dengan pasukan DI/TII. Selama peperangan pasukan DI/TII ini di bantu oleh tentara Belanda sehingga peperangan antara DI/TII dan TNI menjadi sangat sengit. Hadirnya DI/TII ini mengakibatkan penderitaan penduduk Jawa Barat, karena penduduk tersebut sering menerima terror dari pasukan DI/TII. Selain mengancam para warga, para pasukan DI/TII juga merampas harta benda milik warga untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.


4. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah


Selain di Jawa Barat, pasukan DI/TII ini juga muncul di Jawa Tengah semenjak adanya Majelis Islam yang di pimpin oleh seseorang bernama Amir Fatah. Amir Fatah adalah seorang komandan Laskar Hizbullah yang berdiri pada tahun 1946, menggabungkan diri dengan pasukan TNI Battalion 52, dan bertempat tinggal di Berebes, Tegal. Amir ini mempunyai pengikut yang jumlahnya cukup banyak, dan cara Amir mendapatkan para pasukan tersebut, yaitu. Dengan cara menggabungkan para laskar untuk masuk ke dalam anggota TNI. Setelah Amir Fatah mendapatkan pengikut yang banyak, maka pada tangal 23 Agustus 1949 ia memproklamasikan bahwa organisasi Darul Islam (DI) berdiri di desa pesangrahan, Tegal. Dan setelah proklamasi tersebut di laksanakan, Amir Fatah pun menyatakan bahwa gerakan DI yang di pimpinnya bergabung dengan organisasi DI/TII Jawa Barat yang di pimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.


Di Kebumen juga terdapat sebuah organisasi  bernama Angkatan Umat Islam (AUI) yang di dirikan oleh seorang kyai bernama Mohammad Mahfud Abdurrahman. Organisasi tersebut juga bermaksud untuk membentuk Negara Islam Indonesia (NII) dan bersekutu dengan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Sebenarnya, gerakan ini sudah di desak oleh pasukan TNI. Akan tetapi, pada tahun 1952, organisasi ini bangkit kembali dan menjadi lebih kuat setelah terjadinya pemberontakan Battalion 423 dan 426 di Magelang dan Kudus. Upaya untuk menumpas pemberontakan tersebut, pemerintah membentuk sebuah pasukan baru yang di beri nama Banteng Raiders dengan organisasinya yang di sebut Gerakan Banteng Negara (GBN). Pada tahun 1954 di lakukan sebuah operasi yang di sebut Operasi Guntur untuk menghancurkan kelompok DI/TII tersebut.


5. Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan


Pada bulan Oktober 1950 terjadi sebuah pemberontakan Kesatuan Rakyat yang Tertindas (KRyT) yang di pimpin oleh seorang mantan letnan dua TNI bernama Ibnu Hajar. Dia bersama kelompok KRyT menyatakan bahwa dirinya adalah bagian dari organisasi DI/TII yang berada di Jawa Barat. Sasaran utama yang di serang oleh kelompok ini adalah pos-pos TNI yang berada di wilayah tersebut. Setelah pemerintah memberi kesempatan untuk menghentikan pemberontakan secara baik-baik, akhirnya seorang mantan letnan Ibnu Hajar menyerahkan diri. Akan tetapi, penyerahan dirinya tersebut hanyalah sebuah topeng untuk merampas peralatan TNI, dan setelah peralatan tersebut di rampas olehnya, maka Ibnu Hajar pun melarikan diri dan kembali bersekutu dengan kelompok DI/TII. Setelah itu, akhirnya pemerintahan RI mengadakan Gerakan Operasi Militer (GOM) yang di kirim ke Kalimantan selatan untuk menumpas pemberontakan yang terjadi di Kalimantan Selatan tersebut, dan pada tahun 1959, Ibnu Hajar berhasil di ringkus dan di jatuhi hukuman mati pada tanggal 22 Maret 1965.


6. Pemberontakan DI/TII di Aceh


Sesaat setelah Kemerdekaan Republik Indonesia di proklamasikan, di Aceh (Serambi Mekah) terjadi sebuah konflik antara kelompok alim ulama yang tergabung dalam sebuah organisasi bernama PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) yang di pimpin oleh Tengku Daud Beureuh dengan kepala adat (Uleebalang). Konflik tersebut mengakibatkan perang saudara antara kedua kelompok tersebut yang berlangsung sejak Desember 1945 sampai Februari 1946. Untuk menanggulangi masalah tersebut, pemerintah RI memberikan status Daerah Istimewa tingkat provinsi kepada Aceh, dan mengangkat Tengku Daud Beureuh sebagai pemimpin/gubernur.


Setelah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indoneisa (NKRI) yang terbentuk pada bulan Agustus 1950. Pemerintahan Republik Indonesia mengadakan sebuah sistem penyederhanaan administrasi pemerintahaan yang mengakibatkan beberapa daerah di Indonesia mengalami penurunan status. Salah satu dari semua daerah yang statusnya turun yaitu Aceh, yang tadinya menjabat sebagai Daerah Istimewa, setelah operasi penyederhanaan tersebut di mulai, status Aceh pun berubah menjadi daerah keresidenan yang di kuasai oleh provinsi Sumatera Utara. Kejadiaan ini sangat mengecewakan seorang Daud Beureuh, dan akhirnya Daud Beureuh membuat sebuah keputusan yang bulat untuk bergabung dengan organisasi Negara Islam Indonesia (NII) yang di pimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 20 Spetember 1953. Setelah Daud Beureuh bergabung dengan NII, mereka melakukan sebuah operasi untuk menguasai kota-kota yang berada di Aceh, selain itu mereka juga melakukan propaganda untuk memperkeruh citra pemerintahan Republik Indonesia.


Pemberontakan yang di lakukan Daud Beureuh bersama angota NII yang di pimpin oleh Sekarmadji akhirnya di atasi oleh pemerintah dengan cara menggunakan kekuatan senjata dan operasi militer dari TNI. Setelah pemerintahan RI melakukan operasi tersebut, maka kelompok DI/TII tersebut mulai terkikis dari kota-kota yang di tempatinya. Tentara Nasional Indonesia-pun memberikan pencerahan kepada penduduk setempat untuk menghindari kesalah pahaman dan mengembalikan kepercayaan kepada pemerintahan Republik Indoneisa. Tanggal 17 sampai 28 Desember 1962, atas nama Prakasa Panglima Kodami Iskandar Muda, kolonel M.Jasin mengadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh, yang musyawarah tersebut mendapat dukungan dari para tokoh masyarakat Aceh dan musyawarah yang di lakukan tersebut berhasil memulihkan kemanana di Aceh.


7. Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan


Selain pemberontakan DI/TII di Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Kalimantan Selatan. Pemberontakan DI/TII ini juga terjadi di Sulawesi Selatan yang di pimpin oleh Kahar Muzakar, organisasi yang sudah di dirikan sejak tahun 1951 tersebut baru bisa di runtuhkan oleh pemerintah pada Tahun 1965. Untuk menumpas organisasi tersebut di butuhkan banyak biaya, tenaga, dan waktu karena kondisi medan yang sangat sulit. Meski demikian, para pemberontak DI/TII sangat menguasai area tersebut. Selain itu, para pemberontak memanfaatkan rasa kesukuan yang berkembang di kalangan masyarakat untuk melawan pemerintah dalam menumpas organisasi DI/TII tersebut. Setelah pemerintahan Republik Indonesia mengadakan operasi penumpasan DI/TII bersama anggota Tentara Republik Indonesia. Barulah seorang Kahar Muzakar tertangkap dan di tembak oleh pasukan TNI pada tanggal 3 Februari 1965.


Pada akhirnya TNI mampu menghalau seluruh pemberontakan yang terjadi pada saat itu. Karena seperti yang kita ketahui Indonesia terbentuk dari berbagai suku dengan beragam kebudayaannya dan UUD 45 yang melindungi beberapa kepercayaan sehingga tidak mungkin untuk menjadikan salah satu hukum agama di jadikan hukum negara.

(Disarikan dari berbagai sumber)

Sumber Gambar :

Semoga artikel mengenai Pemberontakan DI/TII menambah wawasan kita. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Tags :