Apa sikap Indonesia di masa perang dingin

Sejarawan Yuval Noah Harari menganggap invasi itu dilakukan Rusia terhadap negara berdaulat. Rusia tidak bisa mengklaim Ukraina adalah "Greater Russia". Bahkan, menurutnya, Kyiv, Ibukota Ukraina, sudah lebih maju ratusan tahun lalu dibanding Moskow, Ibukota Rusia.Di sisi lain, Profesor John Mearsheimer, Universitas Chicago, dalam ceramahnya (Universitas Chicago, 2015) dan wawancaranya (New Yorker, 2022) mengatakan bahwa invasi Rusia terhadap Ukraina adalah sebuah konsekuensi dari Amerika yang mengekspor demokrasi ke Ukraina dan negara eks Soviet serta Eropa Timur, serta konsekuensi ekspansi Uni Eropa dan NATO ke sana.
Sejak Bucharest Declaration, 2008, di mana NATO mengundang Ukraina dan Georgia masuk ke NATO, Putin sudah memberikan "warning" akan melakukan serangan ke negara-negara tetangganya tersebut.

Karena Putin, menurutnya, menganggap kehadiran pangkalan militer asing di negara tetangga merupakan ancaman bagi Rusia. Pandangan Mearsheimer ini dikenal dalam teori realistik (Realist Theory) pada ilmu politik internasional. Menurutnya, ini adalah kegagalan Amerika.

Dua jenis pandangan di atas berlangsung dalam tataran ide. Namun, dalam tataran praktis, perang Rusia-Ukraina telah memakan korban ribuan jiwa dan jutaan orang kehilangan tempat tinggal. Begitu pula perlombaan anggaran untuk senjata saat ini semakin meningkat.

Berbagai negara maju telah menaikkan anggaran pertahanan, bahkan ada yang dua kali lipat. Di sisi lainnya perang dingin ini telah menaikkan harga energi dan pangan, menciptakan inflasi, dan perasaan "insecurity" ke berbagai wilayah dunia.

Persoalan "insecurity" yang meluas ini terbentuk karena Rusia memiliki poros bersama China, yang menjadi opposite Amerika dan barat. Untuk perasaan "insecurity" ini, terkait Indonesia, dan Asean tentunya, saat ini selain meningkatnya adu gertak di wilayah Laut China Selatan, antara China versus Amerika, telah berkembang pula di negara-negara Pasifik.

Soal Pasifik ini, terkait ditandatanganinya fakta militer antara Solomon Island dan China, sebuah perjanjian yang bocor ke media sebulan lalu, memuat rencana China membangun pangkalan militer.Amerika dan Australia sudah mengeluarkan ancaman militer ke wilayah pasifik jika perjanjian itu direalisasikan. Laut Cina Selatan dan Pasifik merupakan wilayah luar terdekat dari Indonesia.Indonesia, sebagai negara terbesar di Asean –salah satu pusat pertumbuhan ekonomi dan industri dunia beberapa dekade belakangan ini– telah terombang-ambing dalam bersikap atas situasi perang dingin dunia saat ini.

Pada saat tekanan politik untuk bersikap, misalnya terkait kehadiran Rusia dalam pertemuan G-20, Indonesia memilih netral. Netralitas dalam situasi perang dingin masa lalu (Barat vs Soviet) dengan politik bebas-aktif dapat diterima akal sehat, karena negara-negara yang baru merdeka masih sibuk dengan tema kemerdekaannya "an sich".

Itu pun hanya sebatas jargon, sebab faktanya Indonesia sendiri masuk pada perangkap pemihakan atau kolaborasi, baik dengan Soviet dan China di era Sukarno, maupun dengan Amerika di era Suharto.

Saat ini, perang dingin 2.0 tentu berbeda, karena wilayah hidup manusia tidak saja di dunia nyata, namun juga dunia maya dan digital. Rusia misalnya mempunyai kemampuan disinformasi (Russia Disinformation Operation) di dunia maya, yang memanipulasi seolah-olah Rusia bersama tentara Islam Chechnya sedang melakukan "Perang Salib" atau perang melawan Yahudi di Ukraina saat ini.

Operasi "cuci otak" seperti ini misalnya, berlangsung masif di dunia maya. Agar orang-orang Islam Indonesia melihat barat sebagai musuh. Padahal pada saat bersamaan, Rusia dan China adalah pendukung rezim Jokowi, yang terasa kejam terhadap Islam dan pemimpin-pemimpinnya.Kelemahan Indonesia saat ini, terlebih-lebih lagi paska pandemi Covid-19, adalah ketergantungan pada utang. Untuk mendapatkan utang dan restrukturisasi utang serta bunganya yang menggunung, kita perlu "mengemis" pada negara besar yang berkonflik.Struktur utang sendiri saat ini mayoritas pada negara blok barat. China tidak mungkin mengambil alih utang kita dan merestrukturisasinya dari barat. Ini adalah pilihan sulit.Sedikit saja kemarahan Amerika pada Indonesia, terkait sikap netralitasnya saat ini, dapat mengakibatkan ketersinggungan. Hal ini sensitif pada kegoncangan ekonomi kita secara total. Misalnya, ancaman terhadap stabilitas nilai tukar dolar, yang sangat tergantung Amerika.Dalam pertemuan G-20 sektor keuangan dan perbankan beberapa hari lalu di Washington DC, Janet Yellen, Menteri Keuangan Amerika, sudah menunjukkan kekesalannya pada Sri Mulyani atau Indonesia terkait sikap netralitas kita saat ini.Sri Mulyani sebelumnya mengatakan bahwa urusan G-20 bukanlah urusan politik. Yellen balik mengatakan bahwa tidak ada urusan bisnis normal secara global terkait Rusia saat ini. Tentu saja situasi saat ini sangat mencekam atau "vulnerable" dalam jangka yang sangat pendek. Mengapa sangat pendek?Pertama, Amerika sudah menunjukkan ketidak senangannya pada Indonesia dengan merilis berbagai masalah pelanggaran HAM dan kehancuran demokrasi, pada website resmi pemerintah Amerika (https://www.state.gov/wp-content/uploads/2022/03/3136152_INDONESIA-2021-HUMAN-RIGHTS-REPORT.pdf). Rilis ini dikeluarkan tahun ini untuk memotret kejadian tahun 2020 dan 2021.

Pelanggaran HAM mencakup antara lain unlawfull killing terhadap 6 orang pengawal Habib Rizieq Sihab, Laskar FPI di KM 50, pembunuhan Pendeta Yeremia di Kabupaten Intan Papua, penangkapan tokoh oposisi, antara lain Jumhur Hidayat dan Khairul Amri dari Koalisi Aksi Menyelamatkan Indoneisia (KAMI), “surveillence” kegiatan aktivis antipemerintah di dunia maya, penyingkiran Novel Baswedan dan pegiat antikorupsi atas nama ideologi/wawasan kebangsaan, buruknya nasib buruh, dan lain-lain.

Termasuk juga Amerika menyinggung adanya promosi karier pada petinggi militer yang dahulu dianggap melakukan kekerasan HAM.Tekanan Amerika terkait HAM sudah dialami Indonesia di masa lalu, berupa embargo pembelian senjata, pelarangan tokoh politik tertentu memasuki wilayah Amerika dan kerumitan melakukan pinjaman utang baru. Melihat sejarah Indonesia, bangsa kita terus-menerus mengalami posisi lemah dalam berunding dengan Amerika.Kedua, kedekatan hubungan rezim Jokowi dengan RRC berimplikasi pada penyingkiran politik umat Islam. Sebagai mayoritas, Islam merasa teraniaya selama 8 tahun pemerintahan Jokowi.Sangat sulit diharapkan umat Islam secara sukarela melakukan konsolidasi diri pada rezim Jokowi. Apalagi, Habib Rizieq, yang merupakan simbol perlawanan umat Islam terhadap rezim Jokowi masih di penjara.Tanpa konsolidasi yang melibatkan umat Islam, totalitas bangsa Indonesia bertahan dari pengaruh konflik geopolitik tidak terjadi.Ketiga, Indonesia menghadapi kesulitan keuangan, utang yang tinggi dan beban hidup masyarakat yang terus memburuk. Survei Litbang Kompas terakhir, menunjukkan 70% rakyat mengalami kesulitan hidup saat ini.Keempat, Jokowi merupakan pemimpin yang lemah. Menteri Kordinator Politik dan Hukum, Mahfud MD beberapa hari lalu mengatakan bahwa saat ini sampai tahun 2024, Indonesia mengalami perpecahan bangsa dan korupsi merajalela karena ketiadaan pemimpin yang kuat.Kelima, berbagai elite nasional sibuk memikirkan perebutan kekuasaan nasional, dengan pola yang sama, yakni politik pencitraan. Andi Arief, Kepala Bappilu Parta Demokrat, dalam renungannya yang dirilis kemarin, meminta agar ke depan elite-elite ini mengubah diri dengan melibatkan kekuatan nonpartai politik, sehingga totalitas kebersamaan bangsa dalam menghadapi situasi nasional bisa lebih kuat.Kita sudah melihat betapa rentannya bangsa kita dalam situasi dunia saat ini.

Indonesia akan bisa sewaktu-waktu terperosok dalam kehancuran akibat situasi geopolitik perang dingin saat ini, baik karena kelemahan bersikap maupun karena hal-hal yang tidak terduga (unprecedented). Semua komponen bangsa harus bersiap diri.

Apa sikap Indonesia di masa perang dingin

Direktur Sabang Merauke Circle

Apa sikap Indonesia di masa perang dingin
www.intisari.grid.id

Munculnya Perang Dingin

Setelah Perang Dunia II usai, Amerika Serikat dan Uni Soviet terlibat persaingan yang tidak berujung pertempuran langsung di antara keduanya. Persaingan tersebut dikenal dengan Perang Dingin. Persaingan terjadi diberbagai bidang dengan satu tujuan utama, yaitu membuktikan bahwa negara dan ideologi yang dianutnya adalah yang terbaik dan mampu membawa dunia pada perdamaian.

Amerika Serikat dengan faham Liberalisme (Kapitalisme) dan Blok Barat negara-negara Eropa Barat juga NATO. Adapun Blok Timur yang menganut paham Komunisme dipimpin oleh Uni Soviet. Negara-negara Blok Timur ini tergabung dalam Pakta Warsawa. Dengan adanya perebutan pengaruh antara kedua Negara adikuasa tersebut, situasi politik di dunia kembali tegang dan mengakibatkan timbulnya rasa saling curiga dan perlombaan senjata antara kedua belah pihak sehingga masing-masing pihak diliputi Perang Dingin.

Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perang Dingin

Terdapat 2 faktor utama yaitu pertama, perbedaan paham. Paham demokrasi liberal yang dianut oleh Amerika Serikat sangat bertentangan dengan paham sosialisme komunis Uni Soviet. Kedua, adanya perebutan pengaruh. Amerika dan Uni Soviet berlomba untuk menjadi negara kreditor terhadap negara-negara lain khususnya di wilayah Eropa. Bantuan pinjaman untuk membantu pembangunan ekonomi supaya rakyat makmur yang kelak menjadi pasar industri dan mencegah pengaruh komunis karena masyarakat yang miskin merupakan lahan yang subur bagi tumbuhnya paham komunis. Sedangkan Uni Soviet membantu perjuangan nasional berupa senjata atau tenaga ahli dengan tujuan mendapatkan simpati dan pengaruh bagi perkembangan komunis di dunia.

Masa perang dingin, sudah barang tentu Indonesia kena (dampaknya). Tarik menarik kekuatan Barat dan Timur seakan menghantui jajak langkah negara yang kaya potensi ini. Setelah PD usai hingga tahun 1991, rentang masa perang dingin itu, tahun 1945-1961, masa ketika Indonesia sibuk dengan urusan dapurnya sendiri sambil mencari sekutu terkuat dan terpercaya untuk pembangunan bangsanya. Alhasil, Indonesia di bawah Soekarno ini lebih memilih untuk tidak memilih Blok Barat dan Timur. Politik bebas aktif terasa lebih kental. Ekonomi terombang ambing, namun diakhir masa ini mulai membaik. Peranan Indonesia yang mendunia, antara lain di KAA, bantuan kemanusiaan, GNB, dan pasukan perdamaian Internasional.

Apa sikap Indonesia di masa perang dingin
Modul Sejarah Peminatan Direktorat SMA

Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin

1. Kontribusi Indonesia dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung

Pada 28 April sampai dengan 2 Mei 1954 diselenggarakan Konferensi Kolombo di Srilangka. Konferensi yang menjadi pelopor diadakannya Konferensi Asia Afrika ini dihadiri oleh :

1). Ali Sastroamidjojo (Perdana Menteri Indonesia)

2). Jawaharlal Nehru (Perdana Menteri India)

3). U Nu (Perdana Menteri Burma/Myanmar)

4). Mohammad Ali (Perdana Menteri Pakistan)

5). Sir John Kotelawala (Perdana Menteri Srilangka)

Setelah itu, Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo menyarankan untuk diadakan lagi konferensi yang lebih besar. Akhirnya, pada 18 sampai 21 April 1955, saran dari PM Ali Sastroamidjojo terealisasi dengan diadakannya Konferensi Asia Afrika di Bandung. Konferensi tersebut menjadi cikal bakal lahirnya. Gerakan Nonblok. (Ratna Hapsari, 2018:137).

Konferensi Asia Afrika dihadiri oleh 29 pemimpin negara, 23 diantaranya dari Asia dan 6 dari Afrika. Para pemimpin negara tersebut sepakat mendeklarasikan komitmen untuk tidak terlibat dalam konfrontasi Blok Barat dan Blok Timur. Lebih daripada itu, konferensi ini juga berhasil menyatukan kekuataan bersama negara-negara dunia ketiga untuk menghadapi dua kubu adidaya, Barat dan Timur. Pada akhir konferensi, ditandatangani sebuah deklarasi yang dikenal sebagai Deklarasi Bandung atau Dasasila Bandung

Apa sikap Indonesia di masa perang dingin

2. Dampak Konferensi Asia Afrika terhadap politik global

Konferensi Asia Afrika memiliki arti penting yang besar pengaruhnya terutama bagi negara yang cinta damai dan telah   menaikan citra Indonesia di mata dunia internasional, khususnya bagi bangsa Asia Afrika yang   mendambakan kemerdekaan dan perdamaian. Dasasila Bandung juga dianggap sebagai akhir dari era penjajahan dan kekerasan terhadap suatu kau(apartheid). Konferensini juga dianalogikan sebagai suatu badan yang berpendirian luas dan toleran,   yang   memberi   kesan   kepada dunia bahwa semua orang dapat hidup bersama, bertemu, berbicara, dan mempertahankan hidupnya di dunia iniMelansir Museum of The Asian-African Conference, Spirit Bandung juga menimbulkan perubahan struktur badan internasional Perserikatan Bangsa-bangsa atau PBB). Sehingga forum PBB tidak lagi menjadi forum eksklusif Barat atau Timur saja. 

Konferensi Asia Afrika juga telah berhasil menumbuhkan semangat solidaritas di antara Negara-negara Asia Afrika, baik dalam menghadapi masalah internasional maupun regional. Menyusul Konferensi Asia Afrika banyak konferensi serupa diselenggarakan yakni Konferensi Islam Afrika Asia, Konferensi Setiakawan Rakyat Asia Afrika, Konferensi Mahasiswa Asia Afrika, Konferensi Wartawan Asia Afrika.

3. Dampak Konferensi Asia Afrika terhadap kehidupan ekonomi global

Komunike akhir dari Konferensi ini menggarisbawahi perlunya negara-negara berkembang untuk melonggarkan ketergantungan ekonomi mereka pada negara-negara industri terkemuka dengan memberikan bantuan teknis satu sama lain melalui pertukaran ahli dan bantuan teknis untuk proyek-proyek pembangunan, serta pertukaran pengetahuan teknologi, dan pembentukan lembaga pelatihan dan penelitian regional.

Perang Indonesia Dalam Gerakan Non Blok Pada Masa Perang Dingin

1. Peran Aktif dalam PendiriaGerakan Non Blok (GNB)

Pada tahun 1945, Perang Dunia II berakhir, muncul dua blok yaitu Blok Barat (Liberalisme-Demokratis) dan Blok Timur (Sosialis-Komunis). Diantara Blok Barat dan Blok Timur, ada beberapa negara yang memilih untuk bersikap netral. Negara-negara netral tersebut pun membentuk Gerakan Non Blok (GNB). Pembentukan GNB ini diprakarsai oleh Presiden Soekarno (Indonesia), Presiden Gamal Abdul Nasser (Republik Persatuan Arab-Mesir), PM Pandith Jawaharlal Nehru (India), Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia), dan Presiden Kwame Nkrumah (Ghana).

Apa sikap Indonesia di masa perang dingin


Dalam GNB, Indonesia memiliki peran penting sebab negara ini memiliki prinsip politik luar negeri yang bebas aktif, tidak mendukung pakta miliiter atau aliansi militer manapun. Prinsip tersebut dianggap sesua dengan   tujuan   didirikannya GNB.  Pada tahun 1992, peran penting lain dari Indonesia bagi KTT GNB adalah sebagai tuan rumah dan Presiden Soeharto sebagai ketua GNB. Pada saat itu, Indonesia memprakarsai kerja sama teknis di beberapa bidang seperti pertanian dan kependudukan serta mencetuskan upaya untuk menghidupkan kembali dialog Utara- Selatan.

Setiap KTT GNB yang diselenggarakan memiliki tujuan yang berbeda sesuai dengan masalah yang sedang dihadapi oleh negara-negara anggota. Setiap negara bisa menjadi anggota GNB namun negara tersebut harus menganut politik bebas aktif, mampu hidup berdampingan secara damai, mendukung gerakan kemerdekaan nasional, dan tidak menjadi anggota salah satu pakta militer. Persyaratan yang ditetapkan oleh GNB ternyata mampu memikat hati berbagai negara, terbukti dengan meningkatnya jumlah negara yang bergabungSejak Gerakan Non Blok lahir hingga sekarang, KTT dilakukan tiap tiga tahun sekali. TiaKTT paling lama tujuh hari. Indonesia pernah menjadi tuan rumah KTT Gerakan Non Blok ke sepuluh pada tanggal 1 hingga 6 september 1992 di Jakarta.

 2. Dampak Gerakan Non Blok terhadap kehidupan Politik Global

 KTT GNB I mencetuskan prinsip politik bersama, yaitu bahwa politik berdasarkan koeksistensi damai, bebas blok, tidak menjadi anggota pasukan militer dan bercita-cita melenyapkan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasi. GNB juga membantu Afrika Selatan dalam menghapus politik Apartheid.

GNB mencari perdamaian yang berkelanjutan melalui pemerintah global dan mewujudkan adanya rasa optimism bahwa GNB dapat memainkan peran yang sangat penting dalam mempromosikan perdamaian dan stabilitas. Pentingnya GNB terletak pada kenyataan bahwa  GNB  merupakan  gerakan  Internasional  terbesar  kedua, setelah Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), GNB dapat mewujudkan eratnya hubungan kerjasama antara negara satu dengan negara yang lain.

3. Dampak Gerakan Non Blok terhadap kehidupan Ekonomi Global

Kerjasama antara anggota-anggota GNB dapat memiliki dampak positif pada situasi ekonomi dunia. Dengan menciptakan tata hubungan ekonomi Internasional yang masih seimbang, dan memperluas partisipasi negara-negara berkembang dalam proses pengambilan keputusan mengenai masalah-masalah ekonomi dunia. GNB membuat negara-negara anggota Non-Blok berjalan lancar tanpa hambatan. Jadi GNB ini meningkatkan program kearah tata ekonomi dunia. 

Peran Indonesia Dalam Misi Perdamaian Pengiriman Kontingen Garuda Pada Masa Perang Dingin

1. Indonesia dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB

Komitmen Indonesia untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial merupakan amanat dari alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Apa sikap Indonesia di masa perang dingin
Pasukan garuda (sumber : dunia.tempo.co)

Dalam konteks internasional, partisipasi tersebut merupakan indikator penting dan konkrit   dari   peran  suatu   negara   dalam   memberikan   kontribusi   dalam   menjaga perdamaian    dan    keamanan   internasional.    Sedangkan    dalam    konteks    nasional, keterlibatan  tersebut  merupakan  sarana peningkatan  profesionalisme  individu  dan organisasi yang terlibat secara langsung dalam penggelaran operasi internasional. Indonesia terlibat dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB. Sesuai Pembukaan Undang- undang Dasar 1945 alinea IV, salah satu tujuan negara yakni menjaga ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Indonesia diberi kepercayaan oleh PBB untuk mengirim personel keamanan terbaiknya dalam menjalankan Misi Pemerliharaan Perdamaian. Pasukan tentara, kepolisian, dan sipil Indonesia dikenal dengan nama Kontingen Garuda.

2. Pengiriman Kontingen Garuda dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB

Dalam misinya menjaga perdamaian dunia, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) punya Peacekeeping Operation  (UNPO)  atau  Misi  Pemeliharaan  Perdamaian  (MPP). Kontingen Garuda adalah pasukan penjaga perdamaian yang anggotanya diambil dari militer Indonesia yang bertugas dibawah naugan Perserikatan Bangsa-bangsa.

Negara-negara yang pernah menjadi tujuan dalam misi Kontingen Garuda adalah Negara- negara  di Timur  Tengah  seperti  Mesir, Lebanon, Palestina, Irak.  Negara  Asean  sepertFilipina, Kamboja, dan Vietnam. Juga Negara Eropa Timur seperti Georgia dan Bosnia. Peran aktif   Indonesia dalam mengirimkan   Kontingen Garuda untuk misi perdamaian pada masa perang dunia adalah sebagai berikut :  

  1. Kontingen Garuda I, dikirim pada 8 Januari 1957 ke Mesir  
  2. Kontingen Garuda II, dikirim kKongo pada 1960 
  3. Kontingen Garuda IIIdikirim kKongo pada 1962
  4. Kontingen Garuda IV, dikirim ke Vietnam pada 1973 
  5. Kontingen GarudVdikirim ke Vietnam pada 1973 
  6. Kontingen GarudVI, dikirim ke Timur Tengah pada 1973 
  7. Kontingen GarudVII, dikirim kVietnam pada 1974 
  8. Kontingen Garuda VIII, dikirim ke Timur Tengah 1973 pasca Perang Yom Kippur Mesir-Israel
  9. Kontingen Garuda IX, dikirim ke Iran dan Irak pada 1988 
  10. Kontingen Garuda X, dikirim ke Namibia pada 1989  

 Peran Indonesia Pada ASEAN Dalam Masa Perang Dingin 

1. Peran Indonesia dalam mewujudkan perdamaian di kawasan Asia Tenggara pada masa Perang Dingin 

Pada Era 1960-an  dunia dihadapkan pada situasi rawan konflik, yaitu perebutan pengaruh ideologi negara-negara besar dan konflik antar negara di kawasan yang apabila dibiarkan dapat mengganggu stabilitas kawasan sehingga menghambat pembangunan. untuk menciptakan kawasan Asia Tenggara yang damai, aman, stabil dan sejahtera maka didirikanlah   organisasi ASEAN yang merupakan perhimpunan Bangsa bangsa Asia Tenggara. Indonesia adalah salah pendiri organisasi ASEAN. 

Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) merupakan sebuah organisasi geopolitik dan ekonomi dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yang didirikan di Bangkok, 8 Agustus 1967 berdasarkan Deklarasi Perbara oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya, memajukan perdamaian dan kestabilan di tingkat regional, serta meningkatkan kesempatan untuk membahas perbedaandi antara anggotanya dengan damai

Apa sikap Indonesia di masa perang dingin
Anggota ASEAN (sumber: asean.usmission.gov)

Pembentukan ASEAN tidak serta merta hanya karena kesamaan geografis masing-masing anggotanya saja, tapi juga karena adanya keinginan yang kuat antara Negara anggota untuk membangun kerjasama yang baik dibidang ekonomi, sosial, dan pengembangan kebudayaan bagi masing-masing Negara anggota. Selain sebagai salah satu pemrakarsa berdirinya ASEAN, tentunya Indonesia juga memiliki peran tersendiri  sebagai anggota ASEAN. Entah itu dalam bentuk  program ataupun kerjasama antar sesame anggotanya.

Keberadaan ASEAN ternyata sejalan dengan sikap politik Indonesia yang mengacu politik bebas-aktif. Bebas yang dimaksud, berarti Indonesia tidak memihak blok manapun. Sedangkan aktif, berarti Indonesia turut serta mewujudkan perdamaian dunia. Peran Indonesia dalam mewujudkan perdamaian di kawasan Asia Tenggara ini terlihat saat Indonesia membantu mewujudkan perdamaian konflik di Kamboja dan Vietnam. Indonesia ditunjuk oleh ASEAN sebagai pihak penengah dalam konflik tersebut. Pada tahun 1988 sampai 1989, Indonesia menjadi tuan rumah Jakarta Informal Meeting (JIM) untuk menyelesaikan konflik antara Kamboja dan Vietnam. Indonesia berhasil memfasilitasi kedua negara untuk mendiskusikan dan menyelesaikan konflik.

Pada kasus lainnya, yaitu saat pemerintah Filipina dan Moro National Front Liberation (MNFL) berkonflik. Kedua pihak tersebut akhirnya menyetujui perjanjian damai yang  kala itu dipertemukan di Indonesia.

Selain sebagai salah satu penggagas, Indonesia juga dipercaya untuk menyelenggarakan KTT ASEAN pertama. Saat itu, KTT ASEAN pertama sukses diselenggarakan di Bali pada 23-24 Februari 1976. Maka tak heran jika Indonesia juga dikenal sebagai penyelenggara KTT ASEAN pertama. Nah itulah kiprah Indonesia di dunia internasional pada masa Perang Dingin.