Apa saja yang dilakukan K.H. Ahmad Dahlan?

Apa saja yang dilakukan K.H. Ahmad Dahlan?

Kiai Haji Ahmad DahlanPendiri Muhammadiyah dan Pahlawan NasionalLahir: Yogyakarta, 1 Agustus 1868

Wafat: Yogyakarta, 23 Februari 1923

KH Ahmad Dahlan muncul sebagai seorang pembaru. Pada 12 November 1912, dia mendirikan Muhammadiyah, sebuah organisasi kemasyarakatan yang kini antara lain memiliki 177 perguruan tinggi dan 104 rumah sakit. Sosok yang mempunyai nama kecil Muhammad Darwis ini lebih mementingkan amal daripada ritual. Sebuah ranting Muhammadiyah dilarang berdiri sebelum memiliki amal usaha.

Dahlan lahir di Yogyakarta pada 1 Agustus 1868. Ayahnya, KH Abu Bakar, seorang khatib terkemuka di Kasultanan Yogyakarta. Ketika memasuki remaja, tepatnya saat berusia 15 tahun, Dahlan menunaikan ibadah haji dan menetap di Mekkah selama lima tahun.

Dalam kurun waktu itu, dia banyak bersentuhan dengan pemikiran-pemikiran progresif kala itu, seperti Rasyid Ridha, Ibnu Taimiyah, Muhammad Abduh, dan Al-Afghani. Sepulang dari Mekkah itulah dia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Tahun 1903, dia kembali ke Mekkah dan berguru kepada Syekh Ahmad Khatib, dia tak lain ulama kelahiran tanah Minang yang menjabat sebagai kepala imam sekolah ajaran Syafi’i di Masjidil Haram.

Muhammadiyah telah mendorong masyarakat untuk terus belajar dan beramal dengan dasar keislaman.

Pemerintah Indonesia mengangkat KH Ahmad Dahlan sebagai pahlawan nasional pada 1961 lewat Surat Keputusan Presiden No 657 Tahun 1961. Dia dinilai turut membangkitkan pembaruan Islam dan pendidikan melalui organisasi Muhammadiyah berikut organisasi otonom di bawahnya. Muhammadiyah telah mendorong masyarakat untuk terus belajar dan beramal dengan dasar keislaman.

K.H. Ahmad Dahlan, tokoh pendiri Muhammadiyah. Sumber : Dok. Pribadi

Dewasa ini siapa yang tidak mengenal sosok K.H. Ahmad Dahlan, beliau merupakan seorang pemrakarsa berdirinya salah satu organisasi islam yang berpengaruh di Indonesia yakni Muhammadiyah. Nama beliau sendiri selalu disandingkan dengan tokoh kiai lain yakni K.H. Hasyim Asy’ari yang merupakan pendiri dari organisasi Nadhatul Ulama. Kedua tokoh tersebut memiliki pengaruh dan peran yang besar, baik dalam perkembangan agama islam di Indonesia hingga dalam kancah perjuangan kemerdekaan di Indonesia. Atas peran dan pengaruhnya dalam memerjuangkan kemerdekaan Indonesia, pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada kedua kiai tersebut.

Jika kita membicarakan akan peran dan pengaruh kedua kiai ini, maka tidak bisa dibayangkan berapa banyak lembar kertas yang harus dibutuhkan untuk mendeskripsikannya. Maka dari itu penulis akan memfokuskan hasil tulisannya mengenai peranan K.H. Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan di masa pergerakan nasional.

Biografi Singkat K.H. Ahmad Dahlan

K.H. Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis lahir di Kauman, Yogyakarta pada tanggal 1 Agustus 1868. Beliau merupakan anak ke-4 dari tujuh bersaudara dari pasangan K.H. Abu Bakar bin Haji Sulaiman dengan Siti Aminah binti K.H. Ibrahim. Muhammad Darwis kecil tumbuh di keluarga yang menjunjung tinggi nilai agama serta di lingkungan yang kental akan nilai-nilai budaya Jawa. Hal ini bukan tanpa alasan, mengingat sang ayah merupakan abdi dalem kesultanan Yogyakarta yang menjabat sebagai khotib di Masjid Gedhe. Sejak usia yang masih belia, K.H Ahmad Dahlan telah diberikan pendidikan agama oleh sang Ayah.

Tidak berakhir disitu, pada usia 15 tahun beliau dikirimkan oleh ayahnya ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji serta memperdalam ilmu agama. Selama lima tahun di Mekkah beliau memperdalam berbagai ilmu agama seperti qiraat, tafsir, tauhid, fiqih, tasawuf, dsb. Sepulangnya dari Mekkah, beliau masih menuntut ilmu ke beberapa ulama seperti K. H. Muhsin, Kyai Mahfudh, Syekh Khayyat dsb.

Gagasan dan Peranan K.H Ahmad Dahlan dalam Pendidikan

Dikutip dari artikel yang berjudul “Peran K.H Ahmad Dahlan dalam Pendidikan” dijelaskan bahwa gagasan beliau dalam pendidikan berawal dari ketidakpuasan dirinya melihat adanya dualisme sistem pendidikan pada masa itu. Gagasan dan pemikiran ini kemudian didukung oleh adanya beberapa organisasi-organisasi yang berpengaruh pada kala itu. Salah satu organisasi yang mendukung gagasan dan pemikiran beliau adalah Budi Utomo. Perlu diketehui bahwa, K.H. Ahmad Dahlan merupakan seorang ulama yang berperan aktif dalam beberapa organisasi pada masa pergerakan nasional. Budi Utomo merupakan salah satu organisasi yang pernah diikuti oleh K.H. Ahmad Dahlan.

Beliau menjadi anggota resmi Budi Utomo pada tahun 1909. Keikutsertaan beliau dalam orgaanisasi Budi Utomo didasari pada tujuan, karakteristik, dan lingkungan organisasi Budi Utomo yang sesuai dengan pemikirannya. Dilansir dari artikel yang berjudul “Peranan Budi Utomo dalam Pendirian Muhammadiyah Tahun 1912” disebutkan bahwa, selain berperan aktif dalam kegiatan organisasi beliau juga sering menyampaikan ilmu keagamaan disela-sela kegiatan organisasi.

Kebiasaan beliau dalam menyampaikan ilmu agama disela-sela kegiatan, mendapat perhatian dari R. Budiharjo dan R. Sosrosugondo yang merupakan anggota Budi Utomo sekaligus guru di Kweekschool Jetis. Melalui kedua guru ini, K.H. Ahmad Dahlan berkesempatan untuk memberikan pelajaran agama islam di Kweekschool Jetis dan OSVIA Magelang. Pembelajaran agama yang diajarkan oleh K.H. Ahmad Dahlan sendiri membawa respon positif dari para siswa. Hal ini dibuktikan dengan adanya pembelajaran tambahan untuk para siswa Kweekschool di kediaman K.H. Ahmad Dahlan yang dilakukan pada hari Minggu. Dari pengalaman beliau mengajar dan berorganisasi inilah yang menjadi cikal bakal beliau dalam merintis sebuah sekolah.

Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah merupakan sekolah pertama yang dirintis oleh K.H. Ahmad Dahlan. Sekolah ini dibangun pada tanggal 11 Desember 1911 dan terletak di kediaman beliau sendiri. Perintisan sekolah ini didukung oleh para pengurus dan anggota Budi Utomo serta para guru dan siswa Kweekschool Jetis. Dilansir dari artikel “Peran K.H. Ahmad Dahlan dalam Pendidikan” disebutkan bahwa Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah ini menggunakan sistem barat, dengan materi pembelajaran yang diajarkan meliputi pembelajaran umum serta pembelajaran agama yang biasa diajarkan dalam pesantren.

Steenbrink menyebutkan bahwa perpaduan sistem pendidikan yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan ini melahirkan sistem pendidikan baru yang mampu berkompromi antara dualisme sistem pendidikan yang ada. Perpaduan dualisme dalam sistem pendidikan di madrasah ini nantinya akan diadopsi dan menjadi dasar dalam model sistem pendidikan nasional.

Apa saja yang dilakukan K.H. Ahmad Dahlan?
KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. wikipedia.org

TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini, 1 Agustus 1868 silam merupakan kelahiran Muhammad Darwis, yang kemudian dikenal dengan nama KH Ahmad Dahlan, di Yogyakarta. Ia adalah pendiri organisasi Muhammadiyah yang dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional menurut Surat Keprres No. 657 Tahun 1961

KH Ahmad Dahlan merupakan pelopor kebangkitan umat Islam untuk terus belajar dan berjuang serta menyadarkan umat tentang nasibnya sebagai bangsa terjajah. Organisasi Muhammadiyah yang didirikannya telah memberikan kontribusi terhadap ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran tersebut di antaranya menuntut kemajuan, kecerdasan, beramal bagi masyarakat dan umat dengan dasar keimanan dan keislaman.

Muhammadiyah juga telah memelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam. Selain itu, dengan organisasinya Aisyiyah, Muhammadiyah bagian wanita, KH Ahmad Dahlan telah memelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berkarir di bidang sosial setingkat dengan kaum pria. Atas jasa-jasanya tersebut, Pemerintah RI menetapkan KH Ahmad Dahlan sebagai Pahlawan Nasional.

KH Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis merupakan putra seorang ulama dan khatib utama di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta, KH. Abu Bakar. Ia merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara. Kakek dari pihak ibunya merupakan pejabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat kala itu. Muhammad Darwis juga merupakan keturunan keduabelas dari Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik, pelopor penyebaran agama Islam di Jawa.

Muhammad Darwis dididik dalam lingkungan pesantren sejak kecil, dan sekaligus menjadi tempatnya menimba pengetahuan agama Islam dan bahasa Arab. Pada 1883, di usianya yang baru 15 tahun, Muhammad Darwis menunaikan ibadah haji dan kemudian tinggal di Mekah, Arab Saudi selama lima tahun untuk mengenyam pendidikan Islam dan Bahasa Arab.

Selama mengenyam pendidikan di Mekah, Muhammad Darwis berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha, dan Ibnu Taimiyah, yang memberikan pengaruh bagi Muhammad Darwis di kemudian hari untuk mendirikan organisasi yang bercorak pembaharuan pemahaman keagamaan Islam.

Pemahaman agama Islam di tanah air saat itu masih sangat kolot atau ortodoks. Pandangan ortodoks ini menimbulkan kebekuan ajaran Islam dan menyebabkan kemunduran umat Islam di Indonesia. Oleh karena itu, pemahaman keagamaan yang kolot ini harus diubah dan diperbaharui, dengan gerakan pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada Al-Qur’an dan hadis.

Pada 1888, di usia 20 tahun, setelah mengenyam pendidikan selama lima tahun di Mekah, Muhammad Darwis kembali ke tanah air dengan nama baru Haji Ahmad Dahlan. Pemberian nama baru ini merupakan suatu kebiasaan dari masyarakat Islam Indonesia yang pulang haji, selalu mendapat nama Islam sebagai pengganti nama lahir. Sepulangnya dari Mekah, KH Ahmad Dahlan kemudian diangkat menjadi Khatib Amin di lingkungan Keraton Kesultanan Yogyakarta.

Pada tahun 1902 hingga 1904, KH. Ahmad Dahlan menunaikan ibadah haji untuk kali kedua. Ia melanjutkan memperdalam ilmu agama dengan beberapa guru di Mekah. Sepulang dari Mekah, ia menikah dengan sepupunya, Siti Walidah yang merupakan anak Kiai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, yang juga dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional dan pendiri Aisyiyah.

Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, K.H. Ahmad Dahlan dikaruniai enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, dan Siti Zaharah. Selain itu, Ahmad Dahlan juga pernah menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Ia pernah pula menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH Ahmad Dahlan juga pernah menikah dengan Nyai Aisyah adik Ajengan Penghulu Cianjur dan dikaruniai seorang putra Dandanah. Selain itu, ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin di Pakualaman Yogyakarta.

Kemudian Pada 1912, KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta. Organisasi keagamaan ini kemudian berkembang pesat dengan anggota tak kurang dari 30 juta orang yang tersebar di berbagai wilayah.  KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah ini meninggal pada 23 Februari 1923 di usianya yang ke-53 tahun dan dimakamkan di pemakaman Karang Kajen, Yogyakarta.

HENDRIK KHOIRUL MUHID 

Baca: Kampung Kauman Yogyakarta: Tempat KH Ahmad Dahlan Mendirikan Muhammadiyah