Apa saja bentuk pergolakan atau konflik yang pernah terjadi di Indonesia?

tirto.id - Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkaitan dengan ideologi pernah terjadi di Indonesia selepas masa kemerdekaan. Contoh konflik ideologi yang pernah terjadi di Indonesia, yaitu peristiwa PKI Madiun, peristiwa DI/TII, dan Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI).

Dalam konflik dan pergolakan yang berkaitan dengan ideologi tersebut, ada yang berkaitan dengan ideologi yang dipegang oleh kelompok tertentu. Hal inilah yang menjadi latar belakang terjadinya konflik dan pergolakan yang berkaitan dengan ideologi.

Pergolakan ini kadangkala disebut juga sebagai pemberontakan terhadap pemerintahan Indonesia. Hal tersebut terjadi karena kelompok yang melakukan aksinya menginginkan Indonesia menjadi negara yang sejalan dengan menggunakan ideologi yang dipercayai kelompok tersebut.

Ideologi sendiri menurut KBBI bermakna kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup; cara berpikir seseorang atau suatu golongan; serta paham, teori, dan tujuan yang merupakan satu program sosial politik.

Konflik Ideologi yang Pernah Terjadi di Indonesia

Berikut ini peristiwa konflik dan pergolakan yang berkaitan dengan ideologi yang pernah terjadi di Indonesia.

  • Peristiwa PKI Madiun

PKI atau Partai Komunis Indonesia merupakan partai yang telah berdiri sejak zaman pergerakan nasional. Pada 1926, PKI pernah melakukan aksi pemberontakan terhadap pemerintah Hindia Belanda. Para pemimpin PKI ditangkap dan dipenjarakan.

Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, PKI kembali hidup. Berdasarkan catatan Abdurakhman dan kawan-kawan dalam Sejarah Indonesia (2015:9), PKI masih beriringan dengan pemerintah Indonesia karena anggota kelompoknya terlibat dalam pemerintahan.

Akan tetapi, mulai 1948, PKI mulai terlempar dari kedudukannya di pemerintahan sehingga menjadi partai oposisi. Mereka menggabungkan diri dengan partai-partai golongan kiri lainnya seperti Front Demokrasi Rakyat (FDR), Partai Sosialis Indonesia (PSI), Partai Buruh Indonesia (PBI), Pemuda Rakyat, dan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI).

Kelompok yang berafiliasi ini menginginkan Indonesia menjadi negara berideologi komunis. Awal September 1948, Muso yang memimpin PKI membawa kelompok tersebut melakukan pemberontakan di Madiun.

“Perebutan kekuasaan tersebut pada jam 07.00 pagi telah berhasil sepenuhnya menguasai Madiun. Pada pagi itu pasukan komunis dengan tanda merah mondar-mandir sepanjang jalan. Madiun dijadikan kubu pertahanan dan titik tolak untuk menguasai seluruh wilayah RI," ungkap Rachmat Susatyo melalui buku Pemberontakan PKI-Musso di Madiun (2008).

Peristiwa pergolakan dengan senjata ini puncaknya terjadi pada 18 September 1948. Kala itu, Muso memproklamasikan lahirnya negara Republik Soviet Indonesia.

Baca juga: Sejarah Peristiwa PKI Madiun 1948: Latar Belakang & Tujuan Musso

  • Peristiwa DI/TII

Gerakan ini dipelopori oleh Kartosuwiryo, seorang tokoh Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Perjanjian Renville dengan Belanda yang memaksa tentara RI di daerah Jawa Barat pergi, membuat Kartosuwiryo memutuskan mendirikan negara Islam.

Bersama pasukan bersenjata bernama Hizbullah dan Sabilillah, Kartosuwiryo membangun TII (Tentara Islam Indonesia). Wilayah Jawa Barat yang tadinya dilindungi sebagai bagian RI, ingin dijadikan olehnya sebagai negara Islam. Akhinrya pada Agustus 1948, Kartosuwiryo mendeklarasikan pembentukan Darul Islam (negara Islam) dengan tentaranya yang bernama TII.

Ketika tentara Republik Indonesia kembali ke Jawa Barat, DI/TII tidak menerimanya. Dengan kata lain, Kartosuwiryo bersama kelompoknya tidak mengakui kedaulatan Indonesia yang kala itu Jawa Barat juga menjadi wilayahnya.

Ketegasan pemerintah Indonesia terhadap peristiwa ini pun terwujud dengan operasi “Pagar Betis". Tentara Indonesia mengadakan penyisiran terhadap kelompok Kartosuwiryo sehingga pergerakannya mulai terbatas. Bahkan, operasi ini berhasil membawa Kartosuwiryo ke dalam genggaman Indonesia dengna ditangkap pada 1962.

Gerakan DI/TII ini tidak hanya terjadi di wilayah Jawa Barat, namun juga di beberapa wilayah lain Indonesia. Daerah yang kala itu diklaim dimotori DI/TII meliputi Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Aceh.

Baca juga: Sejarah Pemberontakan DI-TII Kartosoewirjo di Jawa Barat

  • Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI)

Peristiwa ini masih menimbulkan perdebatan terkait siapa yang memotorinya. Sebab ada banyak versi terkait peristiwa ini. Akan tetapi fakta yang terjadi kala itu PKI tengah dalam pertentangan dengan Angkatan Darat (AD) dan golongan anti PKI lain.

Situasi politik makin meruncing pada Juli 1965, Sukarno selaku presiden RI 'seumur hidup' jatuh sakit. Kala itu, ia didiagnosa akan lumpuh atau bahkan bisa meninggal. Isu ini memungkinkan bagi pihak berkepentingan untuk mengambilalih kekuasaan jika Sukarno benar-benar wafat.

Melalui rapat Politbiro PKI yang berlangsung dari Agustus hingga terakhir 28 September 1965, PKI memutuskan untuk mengambil 'tindakan'.

Pada 30 September 1965, beberapa pasukan PKI yang dipimpin Letnan Kolonel Untung, perwira yang memiliki hubungan baik dengan PKI, meluncurkan aksinya. Mereka menculik beberapa jenderal dan perwira--yang disebut Dewan Jenderal--dengan dalih untuk dihadapkan kepada Presiden Sukarno. Namun para jenderal yang diculik itu sebagian dibunuh saat diculik maupun di markas gerakan di Lubang Buata.

Jenazah mereka yang mati ditaruh di dalam sebuah sumur yang terletak di Lubang Buaya, Jakarta. Di antara jenderal dan perwira yang meninggal kala itu adalah Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal S. Parman, Mayor Jenderal Soeprapto, Mayor Jenderal MT. Haryono, Brigadir Jenderal DI Panjaitan, Brigadir Jenderal Sutoyo, dan Letnan Satu Pierre Andreas Tendean.

Selain itu, ada satu Jenderal yang lolos ketika hendak diculik saat itu, yakni Jenderal Abdul Haris Nasution. Bukan hanya orang-orang yang telah disebutkan meninggal di atas, namun di Yogyakarta Kolonel Katamso dan Letnan Kolonel Sugiono juga merasakan nasib yang sama.

Dengan tidak adanya pucuk pimpinan AD setelah Jenderal Ahmad Yani diketahui wafat, Mayor Jendral Soeharto akhirnya memutuskan untuk menggantikan posisinya. Di bawah kepemimpinannya, operasi penumpasan G30S/PKI pun diluncurkan mulai dari Jakarta hingga ke daerah lain.

Baca juga: Akhir Sejarah D.N. Aidit Ketua PKI Usai Peristiwa G30S 1965

Baca juga artikel terkait G30SPKI atau tulisan menarik lainnya Yuda Prinada
(tirto.id - prd/isw)


Penulis: Yuda Prinada
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Yuda Prinada

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Apa saja bentuk pergolakan atau konflik yang pernah terjadi di Indonesia?

Apa saja bentuk pergolakan atau konflik yang pernah terjadi di Indonesia?
Lihat Foto

KOMPAS.COM/MUHLIS AL ALAWI

Yanto Eko Cahyono, warga Kabupaten Bantul, Yogyakarta menunjuk nama kakeknya, Insp Pol Suparbak yang terukir di Monumen Kresek (Monumen kekejaman pembantaian PKI) yang berada di Desa Kresek, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Selasa (0/10/2019). Yanto bersama istrinya mencari keberadaan makam kakeknya, Insp Pol Suparbak yang menjadi korban pembantaian PKI tahun 1948 di Madiun.

KOMPAS.com - Pada masa awal kemerdekaan, Indonesia mengalami beberapa peristiwa pergolakan di dalam negeri. Puncaknya adalah peristiwa Gerakan 30 September atau dikenal dengan G30S. 

Sebelum peristiwa G30S, beberapa pemberontakan juga pernah terjadi di Indonesia. Berikut di antaranya: 

Peristiwa PKI Madiun 1946

Dilansir dari Sejarah Indonesia Modern (2008) karya MC Ricklefs, peristiwa PKI Madiun 1948 merupakan bentuk kekecewaan hasil perundingan Renville. Di mana Indonesia mendapat kerugian yang sangat besar.

Kekecewaan tersebut mengakibatkan PKI menginginkan kembali kekuasaan di bawah pemerintahan Amir Syariffudin. 

Dalam buku Lubang-Lubang Pembantaian PKI di Madiun (1990) karya Maksum, Amir yang merasa kecewa kemudian membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) pada 28 Juni 1948, di mana PKI menjadi salah satu yang tergabung di dalamnya.

Baca juga: Latar Belakang Pemberontakan PKI di Madiun

Muso dan Amir mendeklarasikan sebagai pemimpin kelompok tersebut. Muso dan Amir menggoyahkan kepercayaan masyarakat dengan menghasut dan membuat semua golongan menjadi bermusuhan dan mencurigai satu sama lain.

Untuk menumpas pemberontakan ini, pemerintah mengirim divisi Siliwangi I dan II di bawah pemerintahan Kolonel Soengkono dan Kolonel Soebroto.

Akibatnya beberapa tokoh PKI melarikan diri ke Tiongkok dan Vietnam, Muso terbunuh, dan Amir ditangkap kemudian dihukum mati pada 20 Desember 1948. 

Pemberontakan DI/TII

Awal pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) terjadi di Jawa Barat pada 7 Agustus 1949. Pemberontakan tidak hanya berhenti di situ saja, tetapi meluas hingga Aceh, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. 

Kartosuwirjo yang merupakan pemimpin DI/TII tidak mau mengakui pemerintah RI di Jawa Barat akibat penghapusan kesepakatan Perjanjian Renville.