11 Dec 2019, 01:26 WIB - Oleh:
Bisnis.com, SURABAYA – PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi (UID) Jawa Timur telah memasang berbagai perangkat pelindung bagi trafo dan jaringan di kawasan Pulau Bawean untuk mengantisipasi gangguan pada musim kalong atau kelalawar. Manager PLN UP3 Gresik, Paultje Mangundap mengatakan pemasangan pipa penghalang atau pelindung tersebut telah dilakukan sejak awal tahun, sedangkan kabel isolasi sudah dipasang sejak akhir 2018. “Jadi kabel konduktor di Bawean sudah menggunakan kabel berisolasi dan kami juga memasang pipa penghalang binatang, ijuk, cover bushing trafo untuk titik-titik yang sering menjadi tempat kalong,” jelasnya, Selasa (10/12/2019). Dia menjelaskan pada musim kalong saat ini kerap menjadi kendala pelayanan yang di hadapi PLN, pasalnya kalong seringkali hinggap di komponen-komponen jaringan 20 kV seperti trafo, kabel, sambungan kabel, isolator, hingga perangkat kontruksi tiang besi atau tiang beton. “Seringkali penyebab gangguan listrik padam adalah karena banyaknya bangkai kalong yang mati akibat hinggap di jaringan listrik PLN,” katanya. Namun begitu, lanjutnya, upaya dalam penanganan gangguan telah berjalan dengan baik sehingga masa penormalan aliran listrik ke masyarakat dapat dilakukan secepat mungkin. “Kami berupaya mengoperasikan jaringan Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) seoptimal mungkin sehingga tidak terjadi gangguan, dan mengoptimalkan petugas siaga 24 jam untuk menjaga keandalan pasokan listrik di Bawean,” jelasnya. Di Bawean sendiri saat ini telah terdapat sekitar 22.100 pelanggan PLN. Sementara pada saat musim hujan, beberapa makluk hidup seperti kalong mengalami perubahan dan perpindahan tempat tinggal. Apalagi di seberang utara Kabupaten Gresik memiliki hutan dengan pohon-pohon tinggi. Setiap penghujung tahun ketika musim buah di Bawean, selalu muncul fenomena kalong keluar dari gua dan bukit-bukit dari sisi tengah pulau menyebar ke berbagai wilayah Pulau Bawean, termasuk di jaringan listrik. Simak Video Pilihan di Bawah Ini :
Editor: M. Taufikul Basari
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Mamdukh Adi Priyanto TRIBUNJATENG.COM, KUDUS- Gangguan listrik yang dapat menyebabkan pemadaman di Kudus, kebanyakan disebabkan faktor alam. Dari hasil evaluasi selama 2015 ini, Januari hingga Agustus 2015, gangguan paling banyak dan sering disebabkan dari pohon dan hewan. ”Pohon yang menempel dan bergesekan dengan kabel dapat membuat kabel listrik putus, itu sering terjadi pada musim kemarau seperti sekarang ini," kata Humas PLN (Persero) Kudus Arif Nuryadi, Sabtu (8/8/2015). Selain itu, binatang juga kerap menjadi momok kerusakan kabel sehingga dapat mengganggu jaringan. Misalnya burung, ular bahkan tikus juga sering menjadi penyebabnya. Menurutnya, agar gangguan yang terjadi tidak melampaui batas, pihaknya juga melakukan sejumlah upaya. Antara lain, pemotongan dahan pohon yang sekiranya berpotensi mengganggu jaringan listrik. Selain itu juga memasang peralon di kabel jaringan listrik yang berpotensi mengalami gangguan. Sedangkan untuk mencegah hewan naik ke kabel jaringan listrik, tiang listrik juga dipasang pengaman, seperti ijuk yang dililitkan di tiang serta pemasangan pengaman pada kabel penguat tiang listrik. ”Kami juga melakukan pergantian isolator untuk menjaga keandalan jaringan listrik PLN. Jadi upaya yang kami laklukan sudah banyak dan terus kami kembangkan,” imbuhnya. Sementara, dari sembilan kecamatan di Kudus, Kecamatan Dawe merupakan daerah paling rawan terjadi ganguan listrik. Kejadian tersebut terjadi khususnya pada musim kemarau seperti sekarang ini. Arif mengatakan, karena berkontur pegunungan, Dawe merupakan daerah dingin, sehingga mempercepat kerusakan jaringan listrik jika dibandingkan dengan daerah lain. "Kalau daerah dingin membuat beku jaringannya. Terlebih usai hujan turun. Dengan hal tersebut, sedikit gesekan saja membuat jaringan mudah terganggu," katanya. Di Kecamatan Dawe yang paling sering mengalami gangguan adalah di Desa Colo. Dengan pepohonan yang masih banyak membuat potensi gesekan timbul. Terlebih angin yang terdapat di desa tersebut juga cenderung tinggi, sehingga mampu menggerakan pohon di sekitar jaringan. "Kalau pohon kering tidak menjadi masalah, namun kalau pohon yang menggeser itu basah, maka akan berbahaya," imbuhnya. (*) Sumber: Tribun Jateng
Setiap daerah memang selalu mempunyai keunikannya tersendiri. Kearifan lokal yang terdapat di seluruh pelosok Indonesia merupakan sebuah kekayaan budaya dan wajib dihormati. Tidak ada yang perlu diperdebatkan selama kearifan lokal itu mendatangkan kenyamanan bagi masyarakat setempat. Begitulah kesimpulan awal yang bisa saya petik ketika menyaksikan pemandangan unik saat melintasi pusat kota Teluk Bintuni, Papua Barat. Saya amat penasaran, tiang listrik yang berjejer di sepanjang jalan selalu dipasangi ijuk di bagian tengah tiangnya. Kira-kira 3 meter dari pangkal tiang atau di bawah sambungan kabel antara tiang. Kira-kira, buat apa sih ijuk yang menyerupai topi melingkar itu dipasangi? Itulah pertanyaan saya kepada beberapa kolega yang membawa kami berkeliling di Bintuni. Sebab tak hanya satu tiang, tetapi saya menghitung ada puluhan tiang, mungkin mencapai 50 tiang listrik. Saat melintasi wilayah bersemak, saya kemudian berasumsi bahwa ijuk itu kemungkinan besar dipasangi untuk menahan laju tumbuhan yang merambat di tiang. Dengan memasangi ijuk, tumbuhan merambat diharapkan tidak terus menjulang tinggi hingga mengenai kabel listrik dan rawan menyebabkan korsleting listrik. Sebuah ide yang cukup sederhana tetapi brilian. Namun kolega yang saya tanyakan juga memberikan keterangan berbeda. Ijuk itu ternyata berfungsi sebagai penangkal hujan. Ceritanya, warga setempat memasangi ijuk itu saat ada sebuah acara yang sangat penting di Bintuni. Mereka meyakini pemasangan ijuk itu akan membuat cuaca cerah sehingga acara bisa berjalan tanpa halangan hujan. Kepercayaan seperti itu tentunya harus dihormati dan tidak perlu diperdebatkan. Namun saya masih penasaran sehingga iseng-iseng mencari informasi tambahan di mesin pencari. Berdasarkan penelusuran singkat itu, saya menemui sebuah berita yang menerangkan alasan di balik pemasangan ijuk itu. Ternyata PLN setempat memang sengaja memasangi ijuk tersebut guna menangkal tumbuhan merambat serta menghambat binatang ular memanjat hingga ke bagian rawan tiang listrik. Disebutkan juga, petugas PLN mengaku mendapat larangan dari warga setempat ketika hendak melakukan pembersihan pepohonan maupun tumbuhan merambat di sekitar jaringan listrik. Masalahnya, aliran listrik rawan terputus jika perawatan jaringan tidak dilakukan PLN. Sehingga cara yang paling mungkin dilakukan PLN adalah dengan memasangi ijuk sebagai pembatas tumbuhan dan binatang merayap tadi. Page 2
Setiap daerah memang selalu mempunyai keunikannya tersendiri. Kearifan lokal yang terdapat di seluruh pelosok Indonesia merupakan sebuah kekayaan budaya dan wajib dihormati. Tidak ada yang perlu diperdebatkan selama kearifan lokal itu mendatangkan kenyamanan bagi masyarakat setempat. Begitulah kesimpulan awal yang bisa saya petik ketika menyaksikan pemandangan unik saat melintasi pusat kota Teluk Bintuni, Papua Barat. Saya amat penasaran, tiang listrik yang berjejer di sepanjang jalan selalu dipasangi ijuk di bagian tengah tiangnya. Kira-kira 3 meter dari pangkal tiang atau di bawah sambungan kabel antara tiang. Kira-kira, buat apa sih ijuk yang menyerupai topi melingkar itu dipasangi? Itulah pertanyaan saya kepada beberapa kolega yang membawa kami berkeliling di Bintuni. Sebab tak hanya satu tiang, tetapi saya menghitung ada puluhan tiang, mungkin mencapai 50 tiang listrik. Saat melintasi wilayah bersemak, saya kemudian berasumsi bahwa ijuk itu kemungkinan besar dipasangi untuk menahan laju tumbuhan yang merambat di tiang. Dengan memasangi ijuk, tumbuhan merambat diharapkan tidak terus menjulang tinggi hingga mengenai kabel listrik dan rawan menyebabkan korsleting listrik. Sebuah ide yang cukup sederhana tetapi brilian. Namun kolega yang saya tanyakan juga memberikan keterangan berbeda. Ijuk itu ternyata berfungsi sebagai penangkal hujan.
Tiang listrik di wilayah pemukiman juga dipasangi pembatas ijuk (Pribadi) Ceritanya, warga setempat memasangi ijuk itu saat ada sebuah acara yang sangat penting di Bintuni. Mereka meyakini pemasangan ijuk itu akan membuat cuaca cerah sehingga acara bisa berjalan tanpa halangan hujan. Kepercayaan seperti itu tentunya harus dihormati dan tidak perlu diperdebatkan.Namun saya masih penasaran sehingga iseng-iseng mencari informasi tambahan di mesin pencari. Berdasarkan penelusuran singkat itu, saya menemui sebuah berita yang menerangkan alasan di balik pemasangan ijuk itu. Ternyata PLN setempat memang sengaja memasangi ijuk tersebut guna menangkal tumbuhan merambat serta menghambat binatang ular memanjat hingga ke bagian rawan tiang listrik. Disebutkan juga, petugas PLN mengaku mendapat larangan dari warga setempat ketika hendak melakukan pembersihan pepohonan maupun tumbuhan merambat di sekitar jaringan listrik. Masalahnya, aliran listrik rawan terputus jika perawatan jaringan tidak dilakukan PLN. Sehingga cara yang paling mungkin dilakukan PLN adalah dengan memasangi ijuk sebagai pembatas tumbuhan dan binatang merayap tadi. Page 3
Setiap daerah memang selalu mempunyai keunikannya tersendiri. Kearifan lokal yang terdapat di seluruh pelosok Indonesia merupakan sebuah kekayaan budaya dan wajib dihormati. Tidak ada yang perlu diperdebatkan selama kearifan lokal itu mendatangkan kenyamanan bagi masyarakat setempat. Begitulah kesimpulan awal yang bisa saya petik ketika menyaksikan pemandangan unik saat melintasi pusat kota Teluk Bintuni, Papua Barat. Saya amat penasaran, tiang listrik yang berjejer di sepanjang jalan selalu dipasangi ijuk di bagian tengah tiangnya. Kira-kira 3 meter dari pangkal tiang atau di bawah sambungan kabel antara tiang. Kira-kira, buat apa sih ijuk yang menyerupai topi melingkar itu dipasangi? Itulah pertanyaan saya kepada beberapa kolega yang membawa kami berkeliling di Bintuni. Sebab tak hanya satu tiang, tetapi saya menghitung ada puluhan tiang, mungkin mencapai 50 tiang listrik. Saat melintasi wilayah bersemak, saya kemudian berasumsi bahwa ijuk itu kemungkinan besar dipasangi untuk menahan laju tumbuhan yang merambat di tiang. Dengan memasangi ijuk, tumbuhan merambat diharapkan tidak terus menjulang tinggi hingga mengenai kabel listrik dan rawan menyebabkan korsleting listrik. Sebuah ide yang cukup sederhana tetapi brilian. Namun kolega yang saya tanyakan juga memberikan keterangan berbeda. Ijuk itu ternyata berfungsi sebagai penangkal hujan.
Tiang listrik di wilayah pemukiman juga dipasangi pembatas ijuk (Pribadi) Ceritanya, warga setempat memasangi ijuk itu saat ada sebuah acara yang sangat penting di Bintuni. Mereka meyakini pemasangan ijuk itu akan membuat cuaca cerah sehingga acara bisa berjalan tanpa halangan hujan. Kepercayaan seperti itu tentunya harus dihormati dan tidak perlu diperdebatkan.Namun saya masih penasaran sehingga iseng-iseng mencari informasi tambahan di mesin pencari. Berdasarkan penelusuran singkat itu, saya menemui sebuah berita yang menerangkan alasan di balik pemasangan ijuk itu. Ternyata PLN setempat memang sengaja memasangi ijuk tersebut guna menangkal tumbuhan merambat serta menghambat binatang ular memanjat hingga ke bagian rawan tiang listrik. Disebutkan juga, petugas PLN mengaku mendapat larangan dari warga setempat ketika hendak melakukan pembersihan pepohonan maupun tumbuhan merambat di sekitar jaringan listrik. Masalahnya, aliran listrik rawan terputus jika perawatan jaringan tidak dilakukan PLN. Sehingga cara yang paling mungkin dilakukan PLN adalah dengan memasangi ijuk sebagai pembatas tumbuhan dan binatang merayap tadi. Page 4
Setiap daerah memang selalu mempunyai keunikannya tersendiri. Kearifan lokal yang terdapat di seluruh pelosok Indonesia merupakan sebuah kekayaan budaya dan wajib dihormati. Tidak ada yang perlu diperdebatkan selama kearifan lokal itu mendatangkan kenyamanan bagi masyarakat setempat. Begitulah kesimpulan awal yang bisa saya petik ketika menyaksikan pemandangan unik saat melintasi pusat kota Teluk Bintuni, Papua Barat. Saya amat penasaran, tiang listrik yang berjejer di sepanjang jalan selalu dipasangi ijuk di bagian tengah tiangnya. Kira-kira 3 meter dari pangkal tiang atau di bawah sambungan kabel antara tiang. Kira-kira, buat apa sih ijuk yang menyerupai topi melingkar itu dipasangi? Itulah pertanyaan saya kepada beberapa kolega yang membawa kami berkeliling di Bintuni. Sebab tak hanya satu tiang, tetapi saya menghitung ada puluhan tiang, mungkin mencapai 50 tiang listrik. Saat melintasi wilayah bersemak, saya kemudian berasumsi bahwa ijuk itu kemungkinan besar dipasangi untuk menahan laju tumbuhan yang merambat di tiang. Dengan memasangi ijuk, tumbuhan merambat diharapkan tidak terus menjulang tinggi hingga mengenai kabel listrik dan rawan menyebabkan korsleting listrik. Sebuah ide yang cukup sederhana tetapi brilian. Namun kolega yang saya tanyakan juga memberikan keterangan berbeda. Ijuk itu ternyata berfungsi sebagai penangkal hujan.
Tiang listrik di wilayah pemukiman juga dipasangi pembatas ijuk (Pribadi) Ceritanya, warga setempat memasangi ijuk itu saat ada sebuah acara yang sangat penting di Bintuni. Mereka meyakini pemasangan ijuk itu akan membuat cuaca cerah sehingga acara bisa berjalan tanpa halangan hujan. Kepercayaan seperti itu tentunya harus dihormati dan tidak perlu diperdebatkan.Namun saya masih penasaran sehingga iseng-iseng mencari informasi tambahan di mesin pencari. Berdasarkan penelusuran singkat itu, saya menemui sebuah berita yang menerangkan alasan di balik pemasangan ijuk itu. Ternyata PLN setempat memang sengaja memasangi ijuk tersebut guna menangkal tumbuhan merambat serta menghambat binatang ular memanjat hingga ke bagian rawan tiang listrik. Disebutkan juga, petugas PLN mengaku mendapat larangan dari warga setempat ketika hendak melakukan pembersihan pepohonan maupun tumbuhan merambat di sekitar jaringan listrik. Masalahnya, aliran listrik rawan terputus jika perawatan jaringan tidak dilakukan PLN. Sehingga cara yang paling mungkin dilakukan PLN adalah dengan memasangi ijuk sebagai pembatas tumbuhan dan binatang merayap tadi. Page 5
Setiap daerah memang selalu mempunyai keunikannya tersendiri. Kearifan lokal yang terdapat di seluruh pelosok Indonesia merupakan sebuah kekayaan budaya dan wajib dihormati. Tidak ada yang perlu diperdebatkan selama kearifan lokal itu mendatangkan kenyamanan bagi masyarakat setempat. Begitulah kesimpulan awal yang bisa saya petik ketika menyaksikan pemandangan unik saat melintasi pusat kota Teluk Bintuni, Papua Barat. Saya amat penasaran, tiang listrik yang berjejer di sepanjang jalan selalu dipasangi ijuk di bagian tengah tiangnya. Kira-kira 3 meter dari pangkal tiang atau di bawah sambungan kabel antara tiang. Kira-kira, buat apa sih ijuk yang menyerupai topi melingkar itu dipasangi? Itulah pertanyaan saya kepada beberapa kolega yang membawa kami berkeliling di Bintuni. Sebab tak hanya satu tiang, tetapi saya menghitung ada puluhan tiang, mungkin mencapai 50 tiang listrik. Saat melintasi wilayah bersemak, saya kemudian berasumsi bahwa ijuk itu kemungkinan besar dipasangi untuk menahan laju tumbuhan yang merambat di tiang. Dengan memasangi ijuk, tumbuhan merambat diharapkan tidak terus menjulang tinggi hingga mengenai kabel listrik dan rawan menyebabkan korsleting listrik. Sebuah ide yang cukup sederhana tetapi brilian. Namun kolega yang saya tanyakan juga memberikan keterangan berbeda. Ijuk itu ternyata berfungsi sebagai penangkal hujan.
Tiang listrik di wilayah pemukiman juga dipasangi pembatas ijuk (Pribadi) Ceritanya, warga setempat memasangi ijuk itu saat ada sebuah acara yang sangat penting di Bintuni. Mereka meyakini pemasangan ijuk itu akan membuat cuaca cerah sehingga acara bisa berjalan tanpa halangan hujan. Kepercayaan seperti itu tentunya harus dihormati dan tidak perlu diperdebatkan.Namun saya masih penasaran sehingga iseng-iseng mencari informasi tambahan di mesin pencari. Berdasarkan penelusuran singkat itu, saya menemui sebuah berita yang menerangkan alasan di balik pemasangan ijuk itu. Ternyata PLN setempat memang sengaja memasangi ijuk tersebut guna menangkal tumbuhan merambat serta menghambat binatang ular memanjat hingga ke bagian rawan tiang listrik. Disebutkan juga, petugas PLN mengaku mendapat larangan dari warga setempat ketika hendak melakukan pembersihan pepohonan maupun tumbuhan merambat di sekitar jaringan listrik. Masalahnya, aliran listrik rawan terputus jika perawatan jaringan tidak dilakukan PLN. Sehingga cara yang paling mungkin dilakukan PLN adalah dengan memasangi ijuk sebagai pembatas tumbuhan dan binatang merayap tadi. |