Analisislah penyebab terjadinya perubahan sosial yang terjadi di kota palembang

Analisislah penyebab terjadinya perubahan sosial yang terjadi di kota palembang
ilustrasi perubahan sosial. liputan6.com

JABAR | 25 Februari 2021 16:20 Reporter : Andre Kurniawan

Merdeka.com - Di dalam masyarakat, akan terjadi perubahan-perubahan yang nantinya akan memengaruhi kehidupan sosial. Perubahan sosial ini tidak hanya memberikan dampak negatif, tapi juga sisi positif.

Di balik perubahan negatif dan positif dalam masyarakat tersebut, ada faktor penyebab perubahan sosial yang akan terjadi sebelumnya. Faktor penyebab perubahan sosial ini muncul, akibat dari rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap suatu hal. Namun, perubahan juga bisa terjadi karena adanya anggapan dari masyarakat jika faktor-faktor baru yang muncul bisa memberikan manfaat yang lebih besar.

Namun, adanya perubahan dalam masyarakat tidak terjadi secara instan. Dalam masyarakat, penyebab perubahan sosial ini seringkali mengubah lingkungan sosial dalam jangka waktu yang cukup lama.

Penyebab perubahan sosial sendiri dibagi menjadi dua, yaitu yang berasal dari dalam masyarakat dan dari luar masyarakat. Dilansir dari liputan6.com, berikut adalah faktor penyebab perubahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat.

2 dari 3 halaman

Penyebab perubahan sosial intern adalah perubahan sosial yang berasal dari dalam masyarakat itu sendiri. Ada beberapa faktor penyebab perubahan sosial secara internal dalam masyarakat, antara lain:

Perubahan Penduduk

Dalam kehidupan masyarakat, pasti akan mengalami proses interaksi sosial dan sosialisasi. Dua kondisi inilah yang berpotensi untuk mengubah pola pikir dan tingkat pengetahuan masyarakat yang akan berujung pada proses perubahan sosial.

Perubahan penduduk yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk pada suatu daerah akan mengakibatkan keramahtamahan semakin menurun, kelompok sekunder akan bertambah banyak, struktur kelembagaan menjadi lebih rumit, dan bentuk-bentuk perubahan yang lainnya.

Penemuan Baru

Adanya penemuan baru juga dapat memengaruhi terjadinya perubahan sosial. Penemuan baru ini bisa berupa alat, gagasan, atau rangkaian ciptaan. Penemuan yang benar-benar baru disebut discovery. Sedangkan penemuan baru apabila telah diterima dan diakui masyarakat disebut invention.

Namun, proses yang terjadi dalam discovery menjadi invention, membutuhkan waktu yang lama. Munculnya penemuan baru ini juga didorong oleh beberapa faktor sebagai berikut:

  • Kesadaran individu atau masyarakat berkaitan dengan keterbatasan fungsi nilai kebudayaan.
  • Kualitas sumber daya manusia atau ahli untuk mengolah sumber daya alam dan teknologi.
  • Muncul rangsangan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja dalam masyarakat.

Konflik dalam Masyarakat

Adanya perbedaan dalam masyarakat, seperti perbedaan ciri-ciri fisik, kepentingan pendapat, status sosial ekonomi, suku bangsa, ras, agama, dan lain-lain, seringkali dapat memicu munculnya konflik.

Konflik yang terjadi di dalam masyarakat dapat terjadi antarindividu, antarkelompok, antar individu dengan kelompok, dan antargenerasi. Sebagai proses sosial, konflik memang merupakan proses disosiatif, namun munculnya konflik ini tidak selalu berakibat negatif.

Suatu konflik yang kemudian disadari akan memecahkan ikatan sosial biasanya akan diikuti dengan proses akomodasi yang justru akan menguatkan ikatan sosial. Jika demikian, biasanya akan terbentuk suatu keadaan yang berbeda dengan keadaan sebelum terjadi konflik.

3 dari 3 halaman

Penyebab perubahan sosial ekstern merupakan perubahan yang berasal dari luar masyarakat. Faktor penyebab perubahan sosial tersebut dapat berupa perubahan alam yang ada di sekitar masyarakat, adanya peperangan, atau pun pengaruh kebudayaan yang muncul dari masyarakat lain.

Perubahan Alam

Alam memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Seperti yang kita tahu, alam merupakan penyedia kebutuhan bagi manusia, mulai dari makanan, pakaian, hingga perkembangan teknologi. Sayangnya, keberadaan alam ini berisiko mengalami kerusakan akibat pertambahan penduduk dan kemajuan teknologi.

Jika jumlah penduduk semakin tinggi, maka akan semakin tinggi juga tekanan terhadap alam, sehingga dapat menimbulkan kerusakan alam. Contoh dari penyebab perubahan sosial yang disebabkan oleh alam yaitu ketika mengeringkan lahan pertanian untuk membangun rumah.

Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya lahan pertanian, serta para petani pun juga kehilangan lahan untuk bertani. Hingga akhirnya terpaksa harus bekerja sebagai buruh pabrik atau pekerjaan yang lainnya.

Peperangan

Adanya peperangan di suatu wilayah juga menjadi penyebab perubahan sosial. Sudah banyak contoh dari kasus ini dari berbagai belahan dunia. Peperangan yang terjadi akan mengakibatkan perubahan pada kepribadian individu sebagai anggota masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut.

Perubahan sosial karena peperangan ini bisa terjadi karena melibatkan seluruh komponen masyarakat dan akan membawa perubahan dalam masyarakat tersebut, baik besar maupun kecil.

Selain itu, perang juga akan membawa dampak bagi masyarakat setempat, khususnya pada masyarakat yang kalah perang. Ini karena adanya pemaksaan masuknya budaya dari negara yang menang perang.

Pengaruh Kebudayaan

Adanya hubungan sosial selalu terjadi dalam kehidupan masyarakat membuat kebudayaan satu dengan kebudayaan lainnya bertemu dalam proses sosial baik bertemunya, tersebut secara asosiatif ataupun disosiatif.

Pertemuan dari dua kebudayaan atau lebih yang memiliki latar belakang berbeda pada dasarnya menjadi faktor penyebab sosial budaya. Perubahan tersebut bisa dalam bentuk akulturasi ataupun dalam bentuk asimilasi.

Bencana Alam

Adanya bencana alam juga bisa menjadi penyebab perubahan sosial. Ini bisa terjadi karena bencana dalam suatu masyarakat akan mengubah segala bentuk struktur dan juga sistem hidup yang direncanakan.

(mdk/ank)

Kota Palembang merupakan ibukota Provinsi Sumatera Selatan. Letak Kota Palembang cukup strategis karena dilalui oleh jalan lintas Sumatera yang menghubungkan antar daerah di Pulau Sumatera. Wilayah Kota Palembang berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin di sebelah utara, timur, dan barat serta Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Ogan Ilir di sebelah selatan. Kota Palembang terdiri dari 16 kecamatan, yaitu Kecamatan Ilir Barat II, Kecamatan Gandus, Kecamatan Seberang Ulu I, Kecamatan Kertapati, Kecamatan Seberang Ulu II, Kecamatan Plahu, Kecamatan Ilir Barat I, Kecamatan Bukit Becil, Kecamatan Ilir Timur I, Kecamatan Kemuning, Kecamatan Ilir Timur II, Kecamatan Kalidoni, Kecamatan Sako, Kecamatan Sematang Borang, Kecamatan Sukarami, dan Kecamatan Alang-Alang Lebar.

Topografi Kota Palembang merupakan tanah datar yang relatif rendah sehingga terdapat banyak rawa dan dialiri banyak sungai. Kota Palembang terbelah oleh Sungai Musi menjadi dua bagian besar yang disebut sebagai Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Selain Sungai Musi, terdapat 3 sungai besar lainnya yang melintasi Kota Palembang yaitu Sungai Komering dengan lebar rata-rata 236 m, Sungai Ogan dengan lebar rata-rata 211 m, dan Sungai Keramasan dengan lebar rata-rata 103 m. Keempat sungai besar tersebut memiliki ratusan anak sungai yang sebelumnya berfungsi sebagai alat angkutan sungai ke daerah pedalaman, namun sekarang sudah banyak mengalami perubahan fungsi antara lain sebagai drainase dan untuk pengedalian banjir. Fungsi anak-anak sungai yang semula sebagai daerah tangkapan air, sudah banyak ditimbun untuk kepentingan sosial sehingga berubah fungsinya menjadi permukiman dan pusat kegiatan ekonomi lainnya. Banyaknya rawa dan sungai di Kota Palembang menyebabkan kota ini rentan bencana banjir apabila terjadi hujan terus menerus.

Jumlah penduduk Kota Palembang pada tahun 2016 yaitu 1.602.071 jiwa yang terdiri dari 802.990 jiwa penduduk laki-laki dan 799.081 jiwa penduduk perempuan dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,36%. Kepadatan penduduk di Kota Palembang tahun 2016 mencapai 3.999 jiwa/km2 dengan kepadatan tertinggi berada di Kecamatan Ilir Timur I dengan kepadatan sebesar 11.137 jiwa/km2 dan kepadatan terendah di Kecamatan Gandus sebesar 916 jiwa/km2. 

Berdasarkan sistem perkotaan nasional, Kota Palembang ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Dalam RPJMN 2015-2019,  Kota Palembang termasuk ke dalam Kawasan Perkotaan Metropolitan Patungraya Agung dan diarahakan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang diarahkan sebagai outlet pemasaran untuk wilayah Sumatera bagian Selatan dengan tetap memantapkan fungsi-fungsi keterkaitan dengan pusat-pusat pertumbuhan wilayah internasional sekaligus sebagai pusat pelaksanaan kegiatan berskala internsional. Kota Palembang juga diarahkan sebagai pusat permukiman baru yang layak huni dan didukung oleh fasilitas ekonomi dan sosial budaya yang lengkap guna mencegah terjadinya permukiman tidak terkendali (urban sprawl) akibat urbanisasi di kota otonom terdekatnya. 

Kota Palembang sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Selatan menduduki peringkat pertama dalam memberikan kontribusi terhadap PDRB Sumatera Selatan. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kota Palembang naik cukup tinggi hingga mencapai 108,48 triliun rupiah pada tahun 2015. Untuk PDRB Atas Dasar Harga Konstan juga mengalami peningkatan hingga mencapai angka 82,3 triliun rupiah.

Berdasarkan harga berlaku dengan migas, terdapat tiga sektor yang memberikan sumbangan terbesar adalah sektor industri pengolahan, diikuti oleh sektor konstruksi perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor meningkat sebesar 1,26%. Sedengakan sektor industri pengolahan dan konstruksi menurun masing-masing 0,31% dan 1,13%.

Kota Palembang merupakan kota tertua di Indonesia. Kota Palembang pernah menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya pada abad VII Masehi. Ditemukannya Prasasti Kedukan Bukit di daerah Palembang bagian barat pada tahun 1920, menunjukkan peran penting Palembang pada masa Sriwijaya. Prasasti Kedukan Bukit beraksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuno mencatat perjalanan ekspedisi Dapunta Hyang, raja Sriwijaya, bersama ribuan tentara naik perahu dan ada yang berjalan kaki. Mereka tiba di suatu tempat yang lokasinya sekarang di sekitar aliran sungai Kedukan, satu dari anak sungai Musi. Di tempat itu raja mendirikan wanua atau permukiman pada tanggal 16 Juni 682 Masehi. Wanua itu kemudian berkembang menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya sampai beberapa abad.

Jejak-jejak aktivitas permukiman masa Sriwijaya di Palembang banyak ditemukan di daerah Seberang Ilir (tepi Sungai Musi bagian utara), meliputi daerah Talang Tuo, Karanganyar, Bukit Siguntang, Candi Angsoka, daerah sekitar Benteng Kuto Besak, Sabokingking dan Geding Suro serta di kawasan Pusri. Penataan permukiman masa Sriwijaya itu dapat diamati antara lain sisa-sisa kanal kuno, dan pulau-pulau buatan yang berhubungan dengan Sungai Musi, sisa bangunan candi di Angsoka, situs-situs hunian dan pembuatan manik-manik di sekitar Bukit Siguntang dan Kambang Unglen dan situs-situs hunian di sekitar Sabokingking dan Gedingsuro.

Pengembangan Kota Palembang masa pasca Sriwijaya meliputi (1) masa Kerajaan Palembang dan Kesultanan Palembang; (2) masa kolonial Belanda, (3) masa sekarang. Penataan permukiman Kota Palembang pada masa pasca Sriwijaya tidak berbeda jauh dengan penataan permukiman pada masa Sriwijaya. Bangunan-bangunan untuk bermukim terdapat di sepanjang tepi Sungai Musi dan daerah lahan basah (wetland) lainnya, antara lain dataran banjir (floodplain), rawa belakang (backswamp) dan rawa gambut (peatswamp). Dataran kering biasanya digunakan untuk bangunan-bangunan yang berkaitan dengan religi (masjid, makam) dan bangunan publik lainnya. Kota Palembang pada masa Kerajaan Palembang dan Kesultanan Palembang mengembangkan morfologi permukiman masa Sriwijaya yaitu mengelompok di tepi Sungai Musi dan dataran kering di daerah Seberang Ilir. Pada masa sekarang tepatnya sekitar tahun 2000an, daerah Seberang Ulu mulai intensif dikembangkan, khususnya untuk kawasan perkantoran dan kawasan olah raga di Jaka Baring.