Amirul Mukminin yang merupakan gelar Umar bin Khattab mempunyai arti

Umar bin Khattab lahir di Mekkah pada 582 M dan menjadi khalifah pada tahun 634 M menggantikan Abu Bakar. Ia bernama lengkap Umar bin Khattab bin Ady bin Abd al-‘Uzza bin Riyakh bin Abdullah bin Qorth bin Razakh bin Ka’ab bin Ady bin Luay bin Ghalib al-Qurasyi al-Adwi.

Nama ibunya adalah Hantamah binti Hasyim bin al-Mughirah al-Makhzurniyyah. Ia berasal dari keturunan terhormat Suka Quraisy dan ayahnya merupakan pemimpin dari Bani Makhzum.

Semasa kecilnya Umar bin Khattab diasuh dengan keras oleh ayahnya dan ia biasa menghabiskan waktu untuk menggembala unta untuk ayahnya.

Beranjak dewasa, Umar bin Khattab mulai belajar berdagang dan melatih diri untuk bergulat hingga berkuda. Hal inilah yang membuat Umar bin Khattab dikenal sebagai jawara gulat yang tangguh di Ukaz, sebuah gelanggang dan pasar ternama di ceruk bukit Arafah, sebelah selatan Ka’bah.

Rasulullah SAW memberinya julukan Al-Faruq (sang pembeda) atau berarti sebagai orang yang mampu membedakan antara yang haq (kebenaran) dan yang bathil (kesesatan). Selain itu, Umar juga menjadi orang pertama yang digelari dengan Amir al-Mu’minin (pemimpin orang beriman).

Sebelum mengucapkan dua kalimat syahadat, Umar bin Khattab dikenal sebagai musuh umat Islam yang ditakuti. Namun, setelah masuk Islam, Umar mempertaruhkan hidupnya untuk melindungi dakwah Rasulullah hingga menjadi orang terpercaya sekaligus penasihat Rasulullah.

Al Imam Hasan, cucu pertama Nabi Muhammad SAW, bercerita bahwa Utsman bin Abi al-‘Ash menikahi salah seorang mantan istri dari Umar bin Khattab agar memperoleh informasi tentang bagaimana Umar menghabiskan waktu malamnya.

“Demi ALLAH, aku tidak menikahi janda Umar sebab mengharap harta dan keturunan, tetapi semata-mata karena aku berharap ia dapat memberiku kabar tentang malam-malam yang dilalui Umar,” ujar Utsman bin Abi al-‘Ash.

BACA JUGA: Kuliah Umum Green Infrastructure Bersama Ridwan Kamil

Utsman bertanya pada mantan istri Umar bin Khattab tentang bagaimana sholat Umar di waktu malam dan berikut ini jawaban dari mantan istrinya.

“Selepas sholat isya, Umar menyuruhku meletakkan bejana berisi air di samping kepalanya. Ketika terjaga, ia akan mencelupkan tangannya ke dalam air, lalu mengusap wajah dan kedua tangannya untuk kemudian berdzikir sampai ia terkantuk dan tertidur lagi. Lalu Umar terjaga lagi, sampai tiba waktu ia benar-benar terbangun,” cerita mantan istri Umar bin Khattab.

Tidak cukup sampai di situ, Umar bin Khattab kerap kali terjaga di malam dan siang hari untuk beribadah dan juga berpuasa demi hajat rakyatnya, seperti yang dikisahkan oleh Mu’awiyah bin Khudayj, jenderal dari suku Kindah.

Mu’awiyah bin Khudayj mendatangi Umar pada waktu dzuhur, kemudian Umar berkata padanya, “Sungguh celaka ucapanku, atau sungguhh celaka prasangkaku. Jika aku tidur siang hari, aku telah menyia-nyiakan amanah rakyatku. Jika aku tidur siang hari, aku telah menyia-nyiakan kesempatanku dengan Tuhanku. Bagaimana aku bisa tidur di kedua waktu ini, wahai Mu’awiyah?”

Mu’awiyah melihat Umar terlihat sangat kelelahan dan mengantuk dalam duduknya. Kemudian Mu’awiyah bertanya, “Tidakkah kau tidur, wahai Amirul Mukminin?”

Dan dijawab oleh Umar, “Bagaimana mungkin aku bisa memejamkan mataku? Jika aku tidur di waktu malam, aku akan menyia-nyiakan kesempatanku dengan ALLAH.”

Paman dan Sahabat dari Nabi Muhammad pun ikut bercerita tentang Umar bin Khattab dan kegemarannya dalam beribadah. Ia berkata,
“Umar bin Khattab adalah tetangga terdekatku. Aku tidak pernah mempunyai tetangga dan orang-orang di sekitarku sebaik Umar. Malam-malam Umar adalah sholat dan siang harinya adalah puasa demi hajat rakyatnya.”

Hingga waktu terakhir Umar bin Khattab, ia tampak menghitam karena berpuasa dan putra Umar, Abdullah, berkata ayahnya selalu berpuasa setiap waktu kecuali dalam sebuah perjalanan dan hari-hari besar tertentu.

BACA JUGA: Buta Permanen Ancaman Bagi Pengonsumsi Miras Oplosan

“Ayahku terus-menerus berpuasa kecuali saat hari raya kurban, hari raya fitri, dan dalam perjalanan,” ucap Abdullah.

Dikisahkan dari Aslam al-‘Adawi, seorang hamba sahaya, bahwa Umar bin Khattab memiliki waktu khusus di malam hari untuk menunaikan shalat.

“Suatu malam aku menginap bersama Umar. Ia mempunyai waktu khusus di malam hari untuk menunaikan sholat. Ketika terbangun dari tidur, Umar selalu membaca ayat: ‘Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan sholat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.’ (QS. Thaha: 132).”

Seorang Umar bin Khattab yang notabene adalah seorang khalifah dan memiliki banyak tanggung jawab pun tidak pernah lalai bahkan tidak tidur hanya untuk mengerjakan sholat.

Wallahua’lam bissawab.

Sumber: Pacak Leret

Amirul Mukminin yang merupakan gelar Umar bin Khattab mempunyai arti

Amirul Mukminin yang merupakan gelar Umar bin Khattab mempunyai arti

Amirul Mukminin (bahasa Arab: امیرالمؤمنین) artinya pemimpin bagi orang-orang yang beriman. Laqab ini menurut keyakinan umat Islam Syiah secara khusus hanya dimiliki oleh Imam Ali bin Abi Thalib as. Keyakinan Syiah tersebut berdasarkan riwayat yang menyebutkan Nabi Muhammad saw sendiri yang memperkenalkan lakab tersebut sebagai milik Imam Ali as, sehingga lakab tersebut bukan hanya tidak boleh digunakan oleh Khulafaur Rasyidin ataupun khalifah lainnya namun juga tidak boleh digunakan oleh para Imam as lainnya. Laqab ini memiliki latar belakang politik dan agama sebagaimana yang disebutkan dalam sumber referensi Islam dan sangat ma'ruf dikalangan umat Islam. Dalam pandangan Ahlusunah lakab ini tidak secara khusus hanya diperuntukkan untuk Imam Ali as namun juga untuk semua khalifah, baik dari Khulafaur Rasyidin, Khulafah Bani Umayyah maupun Khulafah Bani Abbasiyah.

Arti Etimologi

Amirul Mukminin secara etimologi adalah pemimpin umat Islam. [1]Sesuai dengan defenisi secara etimologi tersebut, maka Nabi Muhammad saw pun termasuk Amirul Mukminin, begitupun untuk para khalifah Daulah Islamiyah seperti Khulafa Rasyidin, Khulafah Bani Umayyah dan Khulafah Bani Abbasiyah. [2] Laqab ini memiliki latar belakang politik dan agama sebagaimana yang disebutkan dalam sumber referensi Islam dan sangat ma’ruf dikalangan umat Islam.

Pengunaan

Umat Islam Syiah berkeyakinan laqab tersebut diberikan Nabi Muhammad saw sendiri untuk Imam Ali bin Abi Thalib as dan keyakinan tersebut berdasarkan sejumlah hadis yang diriwayatkan melalui jalur Syiah dan Ahlusunah. Sebagai contoh Ibnu Asakir dari Abu Buraidah Aslami meriwayatkan:

"Rasulullah saw memerintahkan kepada kami agar mengucapkan salam kepada Ali bin Abi Thalib dengan menyebutnya Amirul Mukminin." [3][4]

Atau dalam riwayat lain, juga dari Abu Buraidah: Abu Bakar menemui Rasulullah saw. Rasulullah saw berkata kepadanya, "Ucapkanlah salam terlebih dahulu kepada Amirul Mukminin!." Abu Bakar berkata, "Ya Rasulullah, sekalipun engkau masih hidup?". Rasulullah saw menjawab, "Iya". Ketika itu Umar tiba-tiba masuk dan Rasulullah saw juga memerintahkan kepadanya sebagaimana perintahnya sebelumnya kepada Abu Bakar. [5]

Namun Ahlusunah berkeyakinan, pasca wafatnya Rasulullah saw, yang pertama kali menggunakan laqab tersebut adalah Umar bin Khattab saat dibaiat menjadi khalifah oleh kaum Muslimin. [6] Ibnu Khaldun, Abdullah bin Jahasy, Amru bin 'Ash [7]dan sebagian lainnya seperti Mugirah bin Syu'bah menyematkan laqab tersebut untuk khalifah Umar bin Khattab. Sedikit catatan, bahwa Abdullah bin Jahasy meninggal dunia sebelum Umar bin Khattab menjadi khalifah.[8]

Amirul Mukminin dalam Aqidah Sunni dan Syiah

Ahlusunah dengan berdasar pada arti etimologi Amirul Mukminin menyematkan laqab tersebut untuk semua khalifah, dari Khulafa Rasyidin, Khulafa Bani Umayyah dan Khulafa Bani Abbasiyah. Sementara dalam keyakinan Syiah, laqab tersebut hanya khusus untuk Imam Ali bin Abi Thalib as. [9] Amirul Mukminin dalam literatur Syiah memiliki arti khusus yaitu pemimpin atau amir langsung pasca Rasulullah saw, yang dengan defenisi tersebut berarti hanya Imam Ali as yang dimaksud dan tidak ada sosok lain selainnya.

Sejumlah riwayat menyebutkan, dimasa Rasulullah saw masih hidup pun, oleh Rasulullah saw sendiri, Ia memanggil dan menyebut Imam Ali as dengan sebutan Amirul Mukminin. [10] Oleh karena itu, laqab tersebut hatta oleh Para Imam Maksum lainnya tidak dapat menggunakannya. Kekhususan laqab Amirul Mukminin untuk Imam Ali as menunjukkan pasca wafatnya Rasulullah saw, kepemimpinan kaum Muslimin berada di pundak Imam Ali as dan itu yang telah menjadi keinginan Rasulullah saw dengan menggelari Imam Ali as sebagai Amirul Mukminin sejak awal, sebagaimana sabda Rasullah saw sebagai berikut:

"Jika umat tahu kapan laqab tersebut diperuntukkan untuk Ali maka keutamaannya tidak akan pernah mereka ingkari. Karena Ali sejak manusia masih berada di antara ruh dan jasad, laqab tersebut telah diperuntukkan untuknya. Ketika Allah swt berfirman, "Apakah Aku bukan Tuhanmu?" Dijawab, "Tentu saja Engkau Tuhanku.". Maka Allah swt berfirman, "Aku adalah Tuhanmu dan Muhammad Nabimu dan Ali adalah pemimpinmu." [11]

Akan tetapi Syiah Ismailiyah juga menyematkan laqab Amirul Mukminin untuk Khulafa Fatimiyah dan Syiah Zaidiyah juga menyematkan laqab tersebut untuk para Imam mereka dari kalangan Alawiyyin. [12]

Catatan Kaki

  1. Dairah al-Ma'ārif Tasayyu, jld. 2, hlm. 522.
  2. Dairah al-Ma’ārif Tasayyu, jld. 2, hlm. 522-523.
  3. Tārikh Damsyik, jld. 2, hlm. 259-260.
  4. Ibnu Syahr Asyub dalam kitab Manāqib menulis: Disebutkan dalam kitab Tafsir Mujahid, bahwa setiap ayat dalam Al-Qur'an yang berbunyi یا ایها الذین آمنوا yang lebih awal dari semuanya adalah Ali bin Abi Thalib as, karena ia memiliki keutamaan diatas kaum muslimin lainnya. Oleh karena itu Allah swt menyebutkan 89 kali nama Amirul Mukminin dan Sayid al-Mukhathabin sampai hari kiamat. Riwayat yang menyebutkan perintah untuk mengucapkan salam kepada Ali sebagai Amirul Mukminin dalam pandangan Syiah adalah riwayat yang mutawatir dan mayoritas Ahlusunnah dengan beragam jalur juga meriwayatkan demikian, dan kami tidak melihat satupun dari periwayatan dari jalur Ahlusunah tersebut yang memiliki cacat atau sabda Rasulllah saw, "سلموا علی علی بامره المومنین" Ucapkanlah salam kepada Ali dengan sebutan Amirul Mukminin" tidak seorangpun yang menentang atau mengingkarinya. Silahkan rujuk kitab Manāqib Ibnu Syahr Asyub, jld. 1, hlm. 546-547.
  5. Bahrani, Sayid Hasyim, Ghāyat al-Marām, jld. 1, hlm. 81, hadits 40.
  6. Campo, Juan E, Encyclopedia of Islam. New York: Facts On File. p. 685., 2009.
  7. Sesuai dengan riwayat dalam kitab Ahlusunah, suatu hari Amru bin 'Ash masuk menemui Umar dan berkata, "Salam untukmu Amirul Mukminin." Umar berkata, "Ada apa ini?". Amru bin 'Ash berkata, "Anda adalah Amir/pemimpin dan kami adalah Mukmin. Setelah hari itu, Umar pun lekat dengan sebutan tersebut. Rujuk kitab Majma' al-Zawāid, kitab al-Manāqib, bab Tasmiyatihi bi Amiril Mukminin, jld. 9, hlm. 54, hadis 14399.
  8. Bargnisi, Nadiya, "Amir", dalam Dairah al-Ma'ārif Buzurgh Islami, jld. 10.
  9. Ma'ārif wa Ma'āriif, jld/ 2, hlm. 448; Dairah al-Ma'ārif Tasayyuh, jld. 2, hlm. 522.
  10. Bihār al-Anwār, jld. 35, hlm 37; Arsyād Mufid, jld. 1, hlm. 54-48.
  11. Yanābi' al-Mawaddah, jld. 2, hlm. 63; Bihār al-Anwār, jld. 9, hlm. 256.
  12. Gibb, H.A.R.. " Amīr al-Muʾminīn." Encyclopaedia of Islam, Second Edition. Brill Online, 2012.