Ukiran yang tertera pada dinding candi borobudur disebut

Candi merupakan singkatan dari kata candika yang merupakan nama lain dari dewi durga atau dewi kematian. Candi sendiri bisa diartikan sebagai tempat untuk memuliakan orang – orang Hindu atau Buddha yang sudah meninggal. Bangunan candi masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya orang – orang India yang datang ke Indonesia. Sebelum adanya orang India yang menyebarkan keyakinan – keyakinannya, di Indonesia memiliki cara untuk menghormati leluhurnya yang sudah meninggal yaitu berupa tempat pemujaannya yang terbuat dari kayu, berukuran kecil dan minim akan ornamen – ornamen khas.

Menurut Bosch keunikan candi di Indonesia lebih ke sisi seni dari sebuah candi itu sendiri, baik dari ornamen maupun bentuk candi yang beragam. Ada teori yang mengatakan bahwa pembangunan candi di Indonesia ada campur tangan dari ahli arsitektur dari India yaitu dengan seorang raja memanggil orang yang ahli bangunan di India untuk membangun candi di Indonesia, namun teori ini dipatahkan dengan bukti bahwa corak dari bangunan candi di India seperti adanya tiang tidak ditemukan di candi – candi Indonesia. Kemudian muncul teori bahwa orang Indonesialah yang membangun candi seperti yang tertera di kitab Silpasastra. 

Latar Belakang Pembuatan Candi

Latar belakang pembuatan candi adalah untuk penyembahan dewa serta memuliakan orang yang sudah meninggal atau dengan kata lain di dharmakan. Sebenarnya orang yang di dharmakan di ajaran Hindu dan Buddha adalah orang – orang yang memiliki kasta bangsawan di suatu masyarakat seperti raja, agamawan dan lain – lain. Konsep dalam Hindu tidak mengenal penguburan mayat namun dengan cara membakar mayat dan kemudian melarung abu jenazah ke laut, hal ini menggambarkan bahwa seseorang tersebut sudah berpisah dengan duniawi dan kembali ke kehidupannya sebelum diciptakan.

Setelah beberapa upacara barulah mendirikan candi. Sedangkan di agama Buddha, candi digunakan sebagai tempat pemujaan, dan abu jenazah di taruh didalam stupa. Pembangunan candi memiliki proses serta tahapan untuk membangunnya, diantaranya adalah diawali dengan memilih sima atau tanah yang bebas pajak dalam membangun candi tersebut. Penetapan sima biasanya tertera dalam prasasti. Candi memiliki arsitektur yang jauh lebih rumit dari bangunan – bangunan pada masa kolonial maupun masa kini. Konsep tersebut diantaranya :

  1. Candi merupakan tiruan dari sebuah gunung seperti Mahameru, maka banyak ornamen yang menggambarkan baik tumbuhan maupun hewan
  2. Candi harus memiliki geometri suci atau disebut mandala
  3. Candi merupakan simbol dari rahim atau Grbagrha
  4. Candi adalah pusat dari kegiatan peziarahan
  5. Candi juga merupakan penggambaran dari surga
  6. Candi merupakan penghubung atau perantara surga dengan bumi

Pembangunan Candi

Dalam pembangunannya, masih menjadi kontroversi diantara para arkeolog karena alat yang digunakan untuk membangun atau membuat candi belum ditemukan. Teknik pembangunan candi disesuaikan dengan bahan bangunan dari candi tersebut. Apabila candi terbuat dari batu maka biasanya dibuat saling mengunci satu sama lain seperti pada permainan lego. Sedangkan candi yang terbuat dari batu bata cara pemasangannya dengan menggosok gosokkan dengan air satu sama lain. Pembagian kerja dalam membangun candi terdri dari enam pekerjaan, yaitu :

  1. Yajamana : Orang yang mendanai pembangunan candi
  2. Acharya : Pendeta yang memimpin upacara pembangunan candi
  3. Sthapati : Arsitek yang dipilih oleh Acharya
  4. Sutrhagin : Orang yang menetapkan tanah yang akan dibuat untuk membangun candi
  5. Taksaka : Bertugas menghias candi serta membuat relief dan arca
  6. Vardhakin : Pekerja kasar yang bertugas memecah batu, mengangkat serta memindahkan

Pembangunan candi menurut jurnal Tata Cara Pendirian Candi: Perspektif Negara Kertagama memiliki tahapan – tahapan sebagai berikut :

  1. Adanya peristiwa meninggalnya raja atau kerabat kerajaan yang meninggal dunia
  2. Survey pemilihan tanah dan membuka tanah yang tepat untuk pendirian candi
  3. Vastusastra (mencari titik pusat halaman dengan cara menggunakan sebuah sangkhu atau kayu yang dibuat khusus)
  4. Membuat diagram diatas tanah untuk memetakkan bangunan candi
  5. Penyucian tanah
  6. Melakukan upacara Srada atau dua belas tahun meninggalnya raja, pada tahap ini pembangunan candi mulai dilakukan
  7. Upacara peresmian atau abhiseka 
  8. Usaha menyempurnakan candi

Pembangunan candi ada yang dibangun sebelum raja meninggal dan sesudah raja meninggal. Seperti contoh Candi Kidal, candi ini merupakan tempat pendharmaan raja Anushapati, raja kedua Singasari. Tradisi seorang raja akan membangun candi untuk dirinya sendiri sebelum dirinya meninggal. Setelah ia meninggal, kemudian dilakukan upacara pembakaran jenazah, kemudian abunya dilarung di laut dengan maksut menyatukan dengan bhumi pertiwi. Setelah para pandhita berkumpul, kemudian dilakukan upacara mengundang arwah agar bersthana di candi. Maka dari itu, sebuah candi sama seperti sosok manusia namun dengan raga yang berbeda bukan berupa badan melainkan berupa bangunan. Di sisi lain ada pembangunan candi yang dilakukan setelah raja wafat, kemudian di tahun yang ke dua belas dilakukan peresmian wafatnya raja atau disebut srada.

Susunan Candi

Susunan candi memiliki perbedaan nama struktur antara candi Hindu dan candi Buddha namun pada dasarnya memiliki konsep yang sama yaitu menggambarkan strata kehidupan. Selengkapnya bisa dibaca pada postingan Perbedaan Candi Hindu dan Budha.

Pembangunan candi dibangun berdasarkan filosofi kuno yaitu dunia bawah, dunia tengah dan dunia atas. Hal ini sama dengan penyusunan candi yaitu terdiri dari kaki yang melambangkan manusia biasa, tubuh atau badan yang melambangkan alam antara, meninggalkan keduniawiannya, dan atap yang melambangkan alam atas tempat para dewa.

Pada bagian kaki terdapat beberapa komponen seperti lapik, pelipit bawah, batang, bingkai serta pelipit atas. Tubuh candi terdiri dari pelipit bawah, bingkai serta pelipit atas. Atap candi meliputi pelipit, tingkat atap serta puncak atap.

Ukiran yang tertera pada dinding candi borobudur disebut

Bagian candi terdiri dari bagian luar dan bagian dalam. Bagian dalam candi melambangkan rahim atau bisa disebut Grbhagra. Biasanya yang ada di dalam candi adalah sebuah lingga yaitu sebuah batu yang melambangkan siwa, adanya lingga ini menunjukkan bahwa candi tersebut adalah candi Hindu. Selain itu juga terdapat arca dewa dan pada bagian bawah akan kita temukan sebuah sumuran yang berfungsi untuk menyimpan abu. Pada bagian atas di dalam candi ada sebuah rongga kosong yang dipercaya adalah tempat bersemayamnya roh dewa. Berbeda dengan candi Buddha, yang akan kita dapatkan di dalam candi budha atau stupa adalah patung Budha serta para peingiringnya.

Sedangkan yang ada pada luar candi baik Buddha maupun Hindu biasanya terdapat relief yang menceritakan kisah – kisah tertentu. Pada candi Hindu biasanya mengisahkan cerita Mahabarata atau Ramayana, sedangkan untuk candi Buddha menceritakan kehidupan sang Budha Sidarta Gautama. Ada kemungkinan relief tersebut dahulu memiliki warna namun karena perkembangan zaman warna tersebut menghilang. Selain relief ada juga antefix atau hiasan segitiga yang berada pada puncak dinding. Kemudian ada jaladwara yaitu tempat pembuangan air pada candi yang dihias. Pada pintu candi terdapat kalamakara terdapat tepat diatas pintu candi berbentuk perpaduan kepala hewan yang menyerupai kepala iblis atau monster. Biasanya kepala dari kalamakara adalah perpaduan dari ikan, buaya, macan, ular dan binatang buas lain.

Ukiran yang tertera pada dinding candi borobudur disebut

Hiasan – Hiasan Candi

Candi sebagai tempat suci umat Hindu dan Buddha memiliki sisi keindahan di arsitektur bangunan candi berupa hiasan – hiasan di setiap sisi candi. Hiasan – hiasan tersebut memiliki arti tersendiri. Hiasan – hiasan tersebut diantaranya ;

  1. KalamakaraKalamakara merupakan hiasan berupa kepala kala yang berada diatas pintu candi. Kalamakara dianggap sebagai penolak bala hal – hal buruk di candi dan pengingat kepada siapa saja yang memasuki candi tentang masa kematian, selain itu kalamakara memiliki filosofi siapapun yang memasuki bangunan yang memiliki kalamakara di atap pintu harus hati, dan apabila tidak hati – hati dan berbuat nista di dalamnya maka akan dimakan kala. Kalamakara berbentuk kepala monster yang memiliki rupa campuran dari ikan, naga, buaya, singa, macan dan hewan – hewan lain. Kalamakara pada candi Hindu dan Buddha memiliki perbedaan, pada kalamakara candi Hindu kepala kalamakara terdapat rahang sedangkan pada candi Buddha bentuk kalamakara tidak berahang.
  2. Dwarapala
    Dwarapala merupakan patung penjaga yang terletak di depan pintu candi. Dwarapala berbentuk makhluk yang memegang gada dengan posisi berdiri. Dwarapala menggambarkan penjaga candi.
  3. JaladwaraJaladwara adalah aliran air dalam candi. Keberadaan jaladwara sangat penting mengingat air merupakan salah satu faktor yang mampu merusak batu – batu pada candi. Fungsi jaladwara adalah mengalirkan air dari puncak candi ke luar candi. Jaladwara pada candi digambarkan berupa kepala ikan yang menganga dengan lubang air menuju keluar candi.Namun pada masa sekarang jaladwara tidak berfungsi sepenuhnya seperti pada masa lampau.
  4. Arca
    Bagian terpenting dari candi adalah arca yang dianggap sebagai penjelmaan dari dewa. Arca pada candi Hindu adalah arca – arca dewa seperti dewa Siwa, dewa Wisnu, dan dewa Brahma sedangkan arca pada candi Buddha adalah Budha atau Bodhisatwa.
  5. Relief
    Cerita pada masa lampau mengenai legenda ataupun fenomena yang terjadi digambarkan berupa pahatan batu yang ditatah pada dinding – dinding candi. Pahatan inilah yang disebut relief.

Struktur Candi Hindu

Ukiran yang tertera pada dinding candi borobudur disebut

Penyusunan Candi

Penyusunan candi memiliki cara tertentu tergantung bahan apa yang digunakan. Untuk batu andesit digunakan sistem interlock atau saling mengunci seperti yang dilakukan di Candi Borobudur. Dengan sistem interlock ini terbukti Candi Borobudur mampu bertahan ketika terjadi gempa di Jogjakarta. Teknik interlock ini lebih mirip permainan puzzle pada permainan anak – anak. Sistem ini juga dilakukan pada pembangunan piramida di Mesir.

Ukiran yang tertera pada dinding candi borobudur disebut
Sistem Interlock

Sedangkan untuk candi dengan bahan batu bata merah menggunakan sistem gosok satu dan lainnya untuk saling merekatkan seperti yang ada pada Candi Brahu. Dengan saling menggosokkan antara satu dan yang lain kemudian akan mengeluarkan serbuk pada batu bata tersebut kemudian diberi air akan mengeluarkan efek perekat pada batu bata tersebut. Sistem ini disebut sistem “kosod” dan ditemukan di candi – candi Jawa Timur dan hingga sekarang masih digunakan di Bali. Mengenai bagaimana cara membangun candi sedemikian besar, ada salah satu pendapat yaitu dengan mengubur candi. Pembangunan candi dibangun bertahap dan melalui puluhan tahun. Pembangunan candi dilakukan dengan bertahap yaitu dengan bagian dasar kemudin di “urug” atau dipendam kemudian membangun bagian atasnya dan diurug lagi, begitu seterusnya hingga puncak candi. Mengenai penggunaan putih telur untuk merekatkan batu pada candi hal ini belum sepenuhnya terbukti karena belum ada penemuan yang memberikan data bahwa telur dipergunakan dalam membangun candi. Namun telur dalam percobaannya memang memiliki daya rekat seperti lem.

Ukiran yang tertera pada dinding candi borobudur disebut

Bentuk Gerbang Pada Candi

Terdapat tiga bentuk gerbang pada candi, diantaranya Gerbang Paduraksa, Gerbang Bentar, dan Gerbang Angkul – Angkul. Ketiga bentuk gerbang ini masih ada di candi – candi di Jawa.

  • Gerbang Paduraksa
    Paduraksa merupakan gapura yang memiliki atap yang sering digunakan dalam arsitektur kuno di daerah Jawa dan Bali. Bangunan ini biasanya digunakan sebagai gerbang akses antar kawasan. Bangunan ini sering dijumpai di Jawa dan Bali seperti Candi Bajang Ratu di Trowulan.
  • Gapura Bentar
    Gapura Bentar merupakan pintu gerbang berbentuk dua bangunan seperti candi yang terbelah dua yang serupa dan simetri cermin. Candi ini juga menjadi perantara antar kawasan di dalam sebuah kerajaan. Contoh Gapura Bentar bisa dilihat di Candi Wringin Lawang di Trowulan.
  • Gerbang Angkul – Angkul
    Angkul – angkul merupakan pintu gerbang pada rumah – rumah yang ada di Bali. Gerbang ini menyatu dengan pagar rumah. Contoh Gerbang Angkul – Angkul yaitu pada rumah – rumah yang ada di Bali
Ukiran yang tertera pada dinding candi borobudur disebut

Tata Letak Candi

Tata letak candi dibagi menjadi dua yaitu konsentris dan berurutan. Konsentris yaitu posisi candi yang paling besar dikelilingi candi – candi kecil (candi perwara), hal ini bisa kita lihat di Candi Sewu dan Prambanan. Sedangkan berurutan yaitu posisi candi besar berada paling belakang dan candi kecil (perwara) berada di depan seolah menyambut. Pola ini dianggap adalah pola nusantara yang memuliakan tempat tinggi sehingga bangunan induk atau bangunan paling suci berada paling tinggi di belakang seperti yang bisa kita lihat di Bali.

Ukiran yang tertera pada dinding candi borobudur disebut

Lokasi Membangun Candi

Dalam pebangunan candi menurut kitab Silpasastra masyarakat zaman dulu memperhatikan beberapa unsur diantaranya dekat dengan air karena air adalah salah satu unsur penting dalam setiap upacara keagamaan. Apabila tidak terdapat air maka akan dibuat kolam di sekitar candi. Selain itu kriteria pemilihan candi yaitu memilih tanah yang wangi, wangi dalam artian tidak memiliki bau seperti di tempat bekas pemakaman. Wangi juga dapat diartikan dengan tanah hutan atau bau – bau pepohonan. Pembangunan candi juga dibangun di gunung karena diyakini gunung adalah tempat bersemayamnya para dewa dan doa akan lebih cepat terkabul apabila berdoa di tempat yang lebih dekat dengan langit.

Jenis – Jenis Candi

Berdasarkan Agama

  1. Candi Hindu
    Candi Hindu yaitu tempat untuk memuliakan dewa – dewa Hindu seperti Siwa dan Wisnu. Contoh Candi Prambanan, Candi Gedong Songo, Candi Dieng dan Candi Ijo.
  2. Candi Buddha
    Candi Buddha yaitu candi yang difungsikan untuk memuliakan sang Budha atau pemuliaan bhiksu sangha. Contoh Candi Borobudur, Candi Sari dan Candi Sewu.
  3. Candi Siwa Buddha
    Candi Siwa Buddha merupakan penyembahan bagi pemeluk ajaran Siwa Buddha seperti kerajaan Majapahit. Contoh Candi Jawi.
  4. Candi non religius
    Candi non religius yaitu candi – candi yang tidak diperuntukkan sebagai tempat pemujaan. Contoh Candi Bajang Ratu dan Candi Wringin Lawang.

Candi Berdasarkan Ukuran, Kerumitan dan Kemegahannya dibagi menjadi tiga

  1. Candi Kerajaan
    yaitu candi yang digunakan oleh seluruh warga dari kerajaan tempat digelarnya upacara keagamaan, biasanya candi ini dibangun megah dan luas. Contoh borobudur, prambanan.
  2. Candi Wanua atau Watak
    Candi yang dibangun di desa berukuran kecil karena penggunaanya hanya digunakan kelompok kecil saja dan sifatnya tidak berkelompok dan tunggal. Contoh Candi Gebang dan Pringapus.
  3. Candi Pribadi
    Yatu candi yang digunakan untuk mendharmakan seorang tokoh penting atau bisa disebut sebagai makam. Contoh Candi Rimbi, Surawana dan Tegowangi

Fungsi Candi

Adapun fungsi candi sebagai berikut :

  1. Candi pemujaan, digunakan untuk memuja dewa – dewa tertentu.
  2. Candi stupa, digunakan untuk menyimpan relik buddhis atau tempat ziarah untuk penganut agama budha
  3. Candi Pedharmaan, digunakan untuk memuliakan arwah raja atau tokoh penting yang telah meninggal
  4. Candi pertapaan digunakan untuk kegiatan pertapaan
  5. Candi Wihara digunakan untuk tempat semedi para biksu
  6. Candi Gerbang digunakan sebagai pintu masuk atau gapura, candi ini bisa juga disebut dengan nama Candi Bentar.
  7. Candi petirtaan digunakan untuk tempat pemandian dalam upacara agama

Bahan Pembuat Candi

Bahan pembuat candi menyesuaikan tempat masing – masing candi. Candi yang ada di Jawa Tengah terutama yang berada di Magelang, Klaten, dan sekitarnya menggunakan bahan batu andesit. Batu ini berasal dari letusan gunung api yang ada di sekitar daerah tersebut. Secara kebetulan candi – candi Mataram di Jawa Tengah berada di pegunungan sehingga lebih menguntungkan menggunakan batu andesit yang sudah tersedia di alam. Sedangkan candi – candi era Majapahit Jawa Timur berada di dataran berupa tanah – tanah pesawahan dengan tanah lempung sehingga lebih menguntungkan untuk menggunakan batu bata berbahan tanah liat. Namun hal ini tidak sepenuhnya bahwa candi era Majapahitan atau Candi di Jawa Timur menggunakan batu bata semua, terdapat pengecualian pada Candi Jedong, Candi Jedong menggunakan dua unsur bahan candi yaitu perpaduan andesit dan batu bata. Leluhur nusantara tidak memaksakan bahan bangunan candi, tetapi menggunakan bahan yang ada sesuai apa yang tersedia di sekitar tempat tersebut.

Bangunan Candi Surawana dan Tegowangi yang dibuat pada masa Majapahit memiliki bahan batu andesit karena letaknya yang dekat dengan sungai, sedangkan Candi Kayen yang ada di pati menggunakan batu bata karena lokasinya yang lebih mudah mendapatkan lempung untuk batu bata dari pada batu andesit.

Ukiran yang tertera pada dinding candi borobudur disebut
Candi Jedong

Bahan – bahan pembuat candi tersebut antara lain :

  • Batu andesit, batu ini terbuat dari bekuan vulkanik yang di bentuk menjadi balok – balok yang saling mengunci. Batu andesit berbeda dengan batu kali, batu kali memiliki sifat keras dan mudah pecah apabila ditatah atau dibentuk. Batu andesit yang baik berupa batu yang terpendam di dalam tanah, maka pada zaman Hindu – Buddha ketika membangun candi mengharuskan penambangan dari tebing bukit. Batu ini digunakan pada candi – candi yang berada di sekitar gunung api seperti candi – candi yang berada di sekitar Gunung Merapi di wilayah Klaten, Magelang dan Sleman.
  • Batu Putih (Tuff), batu ini berasal dari endapan piroklastik (batuan yang berasal dari hasil letusan gunung berapi) berwarna putih seperti yang ada di Ratu Boko. Pada kompleks Ratu Boko batu putih dilapisi dengan batu andesit sebagai pelapis bagian luar batu tersebut. 
  • Stuko (Stucco), bahan stuko ditemukan di Candi Batu Jaya, bahan ini merupakan campuran dari semacam beton dari tumbukan batu dan pasir.
  • Bajralepa (Vajralepa), Bajralepa merupakan bahan pelapis candi berupa plester putih kekuningan yang berfungsi untuk memperhalus, memperindah, dan melindungi dinding dari kerusakan. Konon bajralepa terbuat dari campuran putih telur, getah tumbuhan, kapur halus, dan lain – lain. Bajralepa ditemukan pada Candi Sari dan Candi Kalasan, dan kini lapisan bajralepa yang ada di candi tersebut sudah mulai mengelupas.
  • Kayu, diduga terdapat candi – candi yang menggunakan kayu sebagai salah satu komponen pendukung dari candi. Hal ini bisa dilihat adanya umpak yang terbuat dari batu andesit yang berfungsi sebagai penyangga bagian atas yang berupa bahan organik yaitu kayu yang telah lama musnah dimakan zaman. Peninggalan di Trowulan berupa umpak dianggap sebagai candi, namun sebenarnya umpak tersebut merupakan bagian bawah dari pendopo yang bertiang kayu. Penggunaan umpak juga ditemukan di Candi Sari, Plaosan serta Dharamsala di Dieng.
  • Batu Bata, Batu bata merah digunakan pada candi – candi yang ada di Trowulan dan Karawang. Batu bata digunakan pada candi apabila tidak ditemukan batu andesit, biasanya candi – candi yang menggunakan batu bata umumnya merupakan candi yang berada di wilayah dataran seperti di area pesawahan dan tidak ditemukan gunung. Kelebihan dari batu bata adalah mudah didapatkan apabila dibandingkan dengan batu andesit. Batu bata juga mudah untuk di bentuk.
  • Perekat Kapur dan Putih Telur, Kalau zaman sekarang kita mengenal adanya semen, pada zaman dahulu perekat yang harus ada untuk bangunan candi berbahan dasar batu bata adalah kapur dan putih telur yang direkatkan dengan batu bata.
  • Perekat Bata menggunakan air dan serbuk bata, sistem ini disebut juga sistem kosot, sistem perekatan ini masih digunakan di Bali

Relief Pada Candi

Relief merupakan seni pahat yang terdapat pada media batu. Relief biasanya ditemukan di candi, monumen maupun prasasti. Ukiran ataupun pahatan pada relief mempunyai arti tersendiri yang menggambarkan cerita masa lampau yang berisi ajaran berharga atau filosofi nenek moyang yang diwariskan untuk generasi berikutnya. Proses pembuatan relief secara garis besar terdapat empat tahap, yaitu :

  1. Pendeta menulis judul atau tema cerita pada relief
  2. Seniman menggambar pada panel
  3. Pembuatan tahap awal berupa pemahatan karakter pada panel
  4. Penyempurnaan detail serta karakter oleh pemahat.

 Relief yang ada di candi – candi Jawa memiliki ciri tersendiri yang tertuang di dinding – dinding candi. Untuk membaca relief tersebut pengunjung harus meakukan Pradaksina atau berjalan searah jarum jam dimana relief tersebut berada dikanan badan biasanya dimulai dari bagian timur candi. Pradaksina berasal dari bahasa Sansekerta yaitu daksina yang memiliki arti timur, dengan maksud cerita di relief di mulai dari sisi sebelah timur dan berakhir di sisi sebelah timur pula. Namun ada beberapa candi yang menggunakan cara berbeda untuk membaca reliefnya yaitu menggunakan teknik Prasawiya yaitu teknik membaca relief berlawanan dengan arah jarum jam. Berdasarkan ajaran leluhur, pradaksina memiliki manfaat :

  • Akan dihormati makhluk – makhluk gaib
  • Terhindar dari kesialan
  • Mempunyai batin waskita, penuh kewaspadaan, memiliki daya pemahaman yang jelas, cerdas, penuh kekuatan dan keteguhan iman
  • Akan memiliki raut muka yang bersinar dan dihormati dimanapun
  • Sehat serta mendapatkan usia panjang, lancar rejeki dan menjadi dermawan
  • Terhindar dari gangguan makhluk jahat
  • Mempunyai suara merdu atau menyenangkan

Proses Pemugaran Candi

Sejak berakhirnya kerajaan – kerajaan bercorak Hindu dan Buddha seperti Mataram Kuno, Sriwijaya, Singasari dan Majapahit, candi secara tidak langsung tidak berfungsi lagi. Candi terakhir diperkirakan dibangun sekitar abad ke 14 – 16 M, ketika Majapahit mengalami masa kemunduran. Karena ditinggalkan penduduknya, praktis candi tidak ada yang merawat dan berangsur – angsur tertimbun dan tertutup oleh pepohonan, semak belukar, dan pasir. Bahkan yang lebih buruk, candi juga tidak luput dari bencana seperti gempa bumi, letusan gunung merapi, dan bencana lain. Dari ribuan candi yang ada pada masa lampau, hanya sebanyak 200 candi yang muncul ke permukaan. Sebagian berbentuk tidak utuh dan sebagian hanya berupa onggokan batu yang tercerai berai.

Pengangkatan candi secara nyata baru dilakukan pada saat masa pemerintahan Raffles ketika menjabat di Hindia Belanda. Setelah dibentuk Oudheidkundige Dienst (Dinas Purbakala) pada tahun 1913, penanganan candi pun semakin digiatkan. Kesulitan dalam pembangunan kembali sebuah candi adalah banyaknya batu – batu candi yang sudah tidak lengkap. Ditambah berbagai bencana yang melanda serta tangan – tangan tak bertanggung jawab yang ikut andil dalam merusak bagian – bagian candi.

Berbeda dengan bangunan pada masa sekarang yang menggunakan perekat semen untuk menyatukan antar bagian, bangunan candi menggunakan sistem pengait dan dihubungkan satu sama lain, sehingga satu saja bagian hilang maka akan membuatnya mudah berantakan. Tragisnya, pada zaman Hindia Belanda, banyak penduduk pribumi maupun orang – orang Belanda tidak menyadari hal ini. Terlebih, bahan – bahan candi digunakan sebagai pondasi rumah, tembok pabrik, pengerasan jalan dan saluran irigasi.

Pemugaran candi dilakukan agar candi dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat. Dengan ini, diharapkan masyarakat Indonesia mampu menumbuhkan kesadaran akan masa lampau, sekaligus membuka kemungkinan pengembangan pariwisata. Banyak candi – candi yang kini menjadi destinasi wisata daerah seperti Candi Borobudur di Magelang, Candi Prambanan di Klaten, Ratu Boko di Sleman, Candi Wringin Lawang, Candi Brahu dan Bajang Ratu di Mojokerto.

Dalam arkeologi, pemugaran dimaksudkan untuk mengembalikan bentuk suatu bangunan ke wujud semula. Batu – batu asli candi sangat penting dalam pemugaran dan mutlak dalam pemugaran. Jika tidak ditemukan batu asli maka dapat menggunakan batu baru dengan diberi tanda khusus terlebih dahulu. Pemugaran dilakukan bukan hanya bertujuan untuk kelestarian candi dan faktor ekonomi namun juga memperhatikan dimensi pendidikan yaitu sebagai pembelajaran mengenai kebudayaan masa lampau Nusantara.

Selain terkendala dana, pemugaran juga terkendala tempat ditemukannya candi yang pada umumnya berada di daerah terpencil seperti di hutan maupun di lereng gunung. Menurut kepercayaan kuno, lokasi candi harus berdekatan dengan tempat para dewa, maka dari itu pada umumnya candi – candi berada di dataran tinggi, puncak dan lereng bukit. Akibat tempat yang terisolasi inilah, peralatan – peralatan berat sulit untuk masuk dan menghambat proses pemugaran.

Prinsip pemugaran candi disesuaikan dengan aturan ICOMOS (International Council of Monuments and Site) yang ditetapkan pada tahun 1981. Singkat kata inti dari aturan tersebut adalah mempertahankan keaslian dari suatu obyek, keaslian tata letak, keaslian bahan dan material serta teknik pembuatan. Berikut ini adalah tahap – tahap pemugaran candi :

1. Pre Pemugaran
Sebelum melakukan pemugaran harus dilakukan studi kelayakan, studi teknis dan studi kasus. Berdasarkan kajian – kajian tersebut akan didadapatkan hasil tentang kerusakan, penyebab kerusakan serta bagaimana penanggulangannya. Studi kelayakan akan memberi rekomendasi mengenai bentuk pemugaran dan apakah dibongkar total atau sebagian saja. Pre pemugaran akan melibatkan arkeolog, tenaga teknis, juru gambar, juru ukur serta fotografi.

2. Pelaksanaan Pemugaran
Dari hasil kajian kemudian akan ditentukan pemugaran secara total atau sebagian. Ada beberapa tahap pemugaran diantaranya persiapan, pembongkaran, konservasi, penyusunan kembali, penyelesaian akhir, dan pembenahan lingkungan.

  • Tahap Persiapan
    Pada tahap persiapan dilakukan pengadaan alat dan bahan, tenaga, bangunan barak, konstruksi perancah, fasilitas pengadaan air, sistem drainase dan resapan limbah kimia serta pengukuran dan penggambaran.
  • Tahap Pembongkaran
    Sebelum melakukan tahap pembongkaran, dilakukan registrasi terhadap batu – batu yang akan dibongkar sehingga dapat diketahui asalnya. Selama pembongkaran berlangsung dilakukan pengawasan, perekaman data teknis arkeologis, serta pendokumentasian.
  • Tahap Konservasi
    Pada tahap ini meliputi kegiatan pembersihan batu dengan menggunakan teknik mekanik dan kimiawi, perbaikan batu – batu yang rusak, pengawetan batu, pemasangan lapisan kedap air dan pengaturan drainase  bangunan. Pembersihan menggunakan teknik mekanik yaitu dengan cara disikat dan diguyur air, sedangkan pembersihan kimiawi menggunakan AC 322. Batu – batu yang rusak disambung, diberi angkur, diinjeksi, dikamuflase, dan diganti. Batu yang pecah disambung dengan perekat Epoxy Resin.
  • Tahap Penyusunan Kembali
    Tahap penyusunan kembali meliputi pemadatan beton dasar pondasi, penyusunan kembali batu candi, penguatan dengan pembetonan di dalam struktur bangunan, pemasangan angkur pada bagian yang berkonstruksi lemah, pemasangan batu baru, pemasangan lapisan kedap air. Penyusunan kembali pada bangunan candi menggunakan sistem anastilosis yaitu batu asli yang sudah runtuh dan berserakan dicari, dikumpulkan, diseleksi dan dilakukan penyusunan percobaan.
  • Tahap Penyelesaian
    Pada tahap ini dilakukan pemahatan batu baru, pemberian tanda batu baru, pemasangan penangkal petir, dan pembongkaran perancah.
  • Tahap Pembenahan Lingkungan
    Kegiatan terakhir ini meliputi pembersihan kotoran dan sisa – sisa bongkaran candi dan pembuatan sistem drainase.

Perawatan Candi 

Perawatan candi dilakukan untuk menghindarkan candi dari keruntuhan, jamur, lumut, ganggang dan tangan jahil manusia. Untuk menghindarkan candi dari keruntuhan, umumnya batuan candi yang telah lapuk maupun pecah diganti dengan batuan pengganti berupa batu andesit maupun batu bata yang telah diberi penanda seperti besi dan berbentuk polos tanpa ukiran. Hal ini bertujuan agar candi berbentuk seperti semula dan terjaga keasliannya. Untuk arca yang tidak berbentuk dibiarkan sedemikian rupa.

Untuk menghindari jamur, lumut dan ganggang dilakukan perawatan baik menggunakan cara kimiawi maupun mekanis. Cairan kimiawi diberikan ke permukaan batu agar terhindar dari lumut, jamur dan ganggang. Sedangkan dengan cara mekanis diantaranya dengan melakukan penggosokan berkala pada permukaan candi. Dengan cara – cara ini diharapkan candi dapat terhindar dari lumut, jamur dan ganggang yang berpotensi merusak permukaan candi. Selain itu, pada beberapa candi – candi juga sudah diberikan peringatan – peringatan kepada pengunjung tentang apa saja yang tidak diperbolehkan selama berkunjung ke candi.

Persebaran Candi di Indonesia

Candi di Jawa

Jawa BaratJawa TengahYogyakartaJawa Timur
Candi BojongmenjeCandi CangkuangCandi Cibuaya

Candi Situs Batujaya

Candi Asu SengiCandi BorobudurCandi BubrahCandi CethaCandi DiengCandi Gedong SongoCandi KleroCandi LumbungCandi MendutCandi NgawenCandi NgemponCandi PawonCandi PlaosanCandi PrambananCandi PringapusCandi SojiwanCandi SelogriyoCandi Sewu

Candi Sukuh

Candi AbangCandi BanyuniboCandi BarongCandi GebangCandi IjoCandi KalasanCandi KedulanCandi Ratu BakaCandi Sambisari

Candi Sari

Candi BadutCandi BajangratuCandi BrahuCandi GununggangsirCandi JagoCandi JawiCandi KidalCandi Kolam SegaranCandi PanataranCandi PlumbanganCandi RimbiCandi SadonCandi SawentarCandi SingasariCandi SurawanaCandi TegawangiCandi Tikus

Candi Wringinlawang

Candi di Luar Jawa

SumateraKalimantanBali
Candi Bahal
Candi Muara Takus
Candi AgungPura Taman AyunPura Tanah Lot

Pura Uluwatu

Sumber :