Candi merupakan singkatan dari kata candika yang merupakan nama lain dari dewi durga atau dewi kematian. Candi sendiri bisa diartikan sebagai tempat untuk memuliakan orang – orang Hindu atau Buddha yang sudah meninggal. Bangunan candi masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya orang – orang India yang datang ke Indonesia. Sebelum adanya orang India yang menyebarkan keyakinan – keyakinannya, di Indonesia memiliki cara untuk menghormati leluhurnya yang sudah meninggal yaitu berupa tempat pemujaannya yang terbuat dari kayu, berukuran kecil dan minim akan ornamen – ornamen khas. Show
Menurut Bosch keunikan candi di Indonesia lebih ke sisi seni dari sebuah candi itu sendiri, baik dari ornamen maupun bentuk candi yang beragam. Ada teori yang mengatakan bahwa pembangunan candi di Indonesia ada campur tangan dari ahli arsitektur dari India yaitu dengan seorang raja memanggil orang yang ahli bangunan di India untuk membangun candi di Indonesia, namun teori ini dipatahkan dengan bukti bahwa corak dari bangunan candi di India seperti adanya tiang tidak ditemukan di candi – candi Indonesia. Kemudian muncul teori bahwa orang Indonesialah yang membangun candi seperti yang tertera di kitab Silpasastra. Latar Belakang Pembuatan CandiLatar belakang pembuatan candi adalah untuk penyembahan dewa serta memuliakan orang yang sudah meninggal atau dengan kata lain di dharmakan. Sebenarnya orang yang di dharmakan di ajaran Hindu dan Buddha adalah orang – orang yang memiliki kasta bangsawan di suatu masyarakat seperti raja, agamawan dan lain – lain. Konsep dalam Hindu tidak mengenal penguburan mayat namun dengan cara membakar mayat dan kemudian melarung abu jenazah ke laut, hal ini menggambarkan bahwa seseorang tersebut sudah berpisah dengan duniawi dan kembali ke kehidupannya sebelum diciptakan. Setelah beberapa upacara barulah mendirikan candi. Sedangkan di agama Buddha, candi digunakan sebagai tempat pemujaan, dan abu jenazah di taruh didalam stupa. Pembangunan candi memiliki proses serta tahapan untuk membangunnya, diantaranya adalah diawali dengan memilih sima atau tanah yang bebas pajak dalam membangun candi tersebut. Penetapan sima biasanya tertera dalam prasasti. Candi memiliki arsitektur yang jauh lebih rumit dari bangunan – bangunan pada masa kolonial maupun masa kini. Konsep tersebut diantaranya :
Pembangunan CandiDalam pembangunannya, masih menjadi kontroversi diantara para arkeolog karena alat yang digunakan untuk membangun atau membuat candi belum ditemukan. Teknik pembangunan candi disesuaikan dengan bahan bangunan dari candi tersebut. Apabila candi terbuat dari batu maka biasanya dibuat saling mengunci satu sama lain seperti pada permainan lego. Sedangkan candi yang terbuat dari batu bata cara pemasangannya dengan menggosok gosokkan dengan air satu sama lain. Pembagian kerja dalam membangun candi terdri dari enam pekerjaan, yaitu :
Pembangunan candi menurut jurnal Tata Cara Pendirian Candi: Perspektif Negara Kertagama memiliki tahapan – tahapan sebagai berikut :
Pembangunan candi ada yang dibangun sebelum raja meninggal dan sesudah raja meninggal. Seperti contoh Candi Kidal, candi ini merupakan tempat pendharmaan raja Anushapati, raja kedua Singasari. Tradisi seorang raja akan membangun candi untuk dirinya sendiri sebelum dirinya meninggal. Setelah ia meninggal, kemudian dilakukan upacara pembakaran jenazah, kemudian abunya dilarung di laut dengan maksut menyatukan dengan bhumi pertiwi. Setelah para pandhita berkumpul, kemudian dilakukan upacara mengundang arwah agar bersthana di candi. Maka dari itu, sebuah candi sama seperti sosok manusia namun dengan raga yang berbeda bukan berupa badan melainkan berupa bangunan. Di sisi lain ada pembangunan candi yang dilakukan setelah raja wafat, kemudian di tahun yang ke dua belas dilakukan peresmian wafatnya raja atau disebut srada. Susunan CandiSusunan candi memiliki perbedaan nama struktur antara candi Hindu dan candi Buddha namun pada dasarnya memiliki konsep yang sama yaitu menggambarkan strata kehidupan. Selengkapnya bisa dibaca pada postingan Perbedaan Candi Hindu dan Budha. Pembangunan candi dibangun berdasarkan filosofi kuno yaitu dunia bawah, dunia tengah dan dunia atas. Hal ini sama dengan penyusunan candi yaitu terdiri dari kaki yang melambangkan manusia biasa, tubuh atau badan yang melambangkan alam antara, meninggalkan keduniawiannya, dan atap yang melambangkan alam atas tempat para dewa. Pada bagian kaki terdapat beberapa komponen seperti lapik, pelipit bawah, batang, bingkai serta pelipit atas. Tubuh candi terdiri dari pelipit bawah, bingkai serta pelipit atas. Atap candi meliputi pelipit, tingkat atap serta puncak atap. Bagian candi terdiri dari bagian luar dan bagian dalam. Bagian dalam candi melambangkan rahim atau bisa disebut Grbhagra. Biasanya yang ada di dalam candi adalah sebuah lingga yaitu sebuah batu yang melambangkan siwa, adanya lingga ini menunjukkan bahwa candi tersebut adalah candi Hindu. Selain itu juga terdapat arca dewa dan pada bagian bawah akan kita temukan sebuah sumuran yang berfungsi untuk menyimpan abu. Pada bagian atas di dalam candi ada sebuah rongga kosong yang dipercaya adalah tempat bersemayamnya roh dewa. Berbeda dengan candi Buddha, yang akan kita dapatkan di dalam candi budha atau stupa adalah patung Budha serta para peingiringnya. Sedangkan yang ada pada luar candi baik Buddha maupun Hindu biasanya terdapat relief yang menceritakan kisah – kisah tertentu. Pada candi Hindu biasanya mengisahkan cerita Mahabarata atau Ramayana, sedangkan untuk candi Buddha menceritakan kehidupan sang Budha Sidarta Gautama. Ada kemungkinan relief tersebut dahulu memiliki warna namun karena perkembangan zaman warna tersebut menghilang. Selain relief ada juga antefix atau hiasan segitiga yang berada pada puncak dinding. Kemudian ada jaladwara yaitu tempat pembuangan air pada candi yang dihias. Pada pintu candi terdapat kalamakara terdapat tepat diatas pintu candi berbentuk perpaduan kepala hewan yang menyerupai kepala iblis atau monster. Biasanya kepala dari kalamakara adalah perpaduan dari ikan, buaya, macan, ular dan binatang buas lain. Hiasan – Hiasan CandiCandi sebagai tempat suci umat Hindu dan Buddha memiliki sisi keindahan di arsitektur bangunan candi berupa hiasan – hiasan di setiap sisi candi. Hiasan – hiasan tersebut memiliki arti tersendiri. Hiasan – hiasan tersebut diantaranya ;
Struktur Candi HinduPenyusunan CandiPenyusunan candi memiliki cara tertentu tergantung bahan apa yang digunakan. Untuk batu andesit digunakan sistem interlock atau saling mengunci seperti yang dilakukan di Candi Borobudur. Dengan sistem interlock ini terbukti Candi Borobudur mampu bertahan ketika terjadi gempa di Jogjakarta. Teknik interlock ini lebih mirip permainan puzzle pada permainan anak – anak. Sistem ini juga dilakukan pada pembangunan piramida di Mesir. Sistem InterlockSedangkan untuk candi dengan bahan batu bata merah menggunakan sistem gosok satu dan lainnya untuk saling merekatkan seperti yang ada pada Candi Brahu. Dengan saling menggosokkan antara satu dan yang lain kemudian akan mengeluarkan serbuk pada batu bata tersebut kemudian diberi air akan mengeluarkan efek perekat pada batu bata tersebut. Sistem ini disebut sistem “kosod” dan ditemukan di candi – candi Jawa Timur dan hingga sekarang masih digunakan di Bali. Mengenai bagaimana cara membangun candi sedemikian besar, ada salah satu pendapat yaitu dengan mengubur candi. Pembangunan candi dibangun bertahap dan melalui puluhan tahun. Pembangunan candi dilakukan dengan bertahap yaitu dengan bagian dasar kemudin di “urug” atau dipendam kemudian membangun bagian atasnya dan diurug lagi, begitu seterusnya hingga puncak candi. Mengenai penggunaan putih telur untuk merekatkan batu pada candi hal ini belum sepenuhnya terbukti karena belum ada penemuan yang memberikan data bahwa telur dipergunakan dalam membangun candi. Namun telur dalam percobaannya memang memiliki daya rekat seperti lem. Bentuk Gerbang Pada CandiTerdapat tiga bentuk gerbang pada candi, diantaranya Gerbang Paduraksa, Gerbang Bentar, dan Gerbang Angkul – Angkul. Ketiga bentuk gerbang ini masih ada di candi – candi di Jawa.
Tata Letak CandiTata letak candi dibagi menjadi dua yaitu konsentris dan berurutan. Konsentris yaitu posisi candi yang paling besar dikelilingi candi – candi kecil (candi perwara), hal ini bisa kita lihat di Candi Sewu dan Prambanan. Sedangkan berurutan yaitu posisi candi besar berada paling belakang dan candi kecil (perwara) berada di depan seolah menyambut. Pola ini dianggap adalah pola nusantara yang memuliakan tempat tinggi sehingga bangunan induk atau bangunan paling suci berada paling tinggi di belakang seperti yang bisa kita lihat di Bali. Lokasi Membangun CandiDalam pebangunan candi menurut kitab Silpasastra masyarakat zaman dulu memperhatikan beberapa unsur diantaranya dekat dengan air karena air adalah salah satu unsur penting dalam setiap upacara keagamaan. Apabila tidak terdapat air maka akan dibuat kolam di sekitar candi. Selain itu kriteria pemilihan candi yaitu memilih tanah yang wangi, wangi dalam artian tidak memiliki bau seperti di tempat bekas pemakaman. Wangi juga dapat diartikan dengan tanah hutan atau bau – bau pepohonan. Pembangunan candi juga dibangun di gunung karena diyakini gunung adalah tempat bersemayamnya para dewa dan doa akan lebih cepat terkabul apabila berdoa di tempat yang lebih dekat dengan langit. Jenis – Jenis CandiBerdasarkan Agama
Candi Berdasarkan Ukuran, Kerumitan dan Kemegahannya dibagi menjadi tiga
Fungsi CandiAdapun fungsi candi sebagai berikut :
Bahan Pembuat CandiBahan pembuat candi menyesuaikan tempat masing – masing candi. Candi yang ada di Jawa Tengah terutama yang berada di Magelang, Klaten, dan sekitarnya menggunakan bahan batu andesit. Batu ini berasal dari letusan gunung api yang ada di sekitar daerah tersebut. Secara kebetulan candi – candi Mataram di Jawa Tengah berada di pegunungan sehingga lebih menguntungkan menggunakan batu andesit yang sudah tersedia di alam. Sedangkan candi – candi era Majapahit Jawa Timur berada di dataran berupa tanah – tanah pesawahan dengan tanah lempung sehingga lebih menguntungkan untuk menggunakan batu bata berbahan tanah liat. Namun hal ini tidak sepenuhnya bahwa candi era Majapahitan atau Candi di Jawa Timur menggunakan batu bata semua, terdapat pengecualian pada Candi Jedong, Candi Jedong menggunakan dua unsur bahan candi yaitu perpaduan andesit dan batu bata. Leluhur nusantara tidak memaksakan bahan bangunan candi, tetapi menggunakan bahan yang ada sesuai apa yang tersedia di sekitar tempat tersebut. Bangunan Candi Surawana dan Tegowangi yang dibuat pada masa Majapahit memiliki bahan batu andesit karena letaknya yang dekat dengan sungai, sedangkan Candi Kayen yang ada di pati menggunakan batu bata karena lokasinya yang lebih mudah mendapatkan lempung untuk batu bata dari pada batu andesit. Candi JedongBahan – bahan pembuat candi tersebut antara lain :
Relief Pada CandiRelief merupakan seni pahat yang terdapat pada media batu. Relief biasanya ditemukan di candi, monumen maupun prasasti. Ukiran ataupun pahatan pada relief mempunyai arti tersendiri yang menggambarkan cerita masa lampau yang berisi ajaran berharga atau filosofi nenek moyang yang diwariskan untuk generasi berikutnya. Proses pembuatan relief secara garis besar terdapat empat tahap, yaitu :
Relief yang ada di candi – candi Jawa memiliki ciri tersendiri yang tertuang di dinding – dinding candi. Untuk membaca relief tersebut pengunjung harus meakukan Pradaksina atau berjalan searah jarum jam dimana relief tersebut berada dikanan badan biasanya dimulai dari bagian timur candi. Pradaksina berasal dari bahasa Sansekerta yaitu daksina yang memiliki arti timur, dengan maksud cerita di relief di mulai dari sisi sebelah timur dan berakhir di sisi sebelah timur pula. Namun ada beberapa candi yang menggunakan cara berbeda untuk membaca reliefnya yaitu menggunakan teknik Prasawiya yaitu teknik membaca relief berlawanan dengan arah jarum jam. Berdasarkan ajaran leluhur, pradaksina memiliki manfaat :
Proses Pemugaran CandiSejak berakhirnya kerajaan – kerajaan bercorak Hindu dan Buddha seperti Mataram Kuno, Sriwijaya, Singasari dan Majapahit, candi secara tidak langsung tidak berfungsi lagi. Candi terakhir diperkirakan dibangun sekitar abad ke 14 – 16 M, ketika Majapahit mengalami masa kemunduran. Karena ditinggalkan penduduknya, praktis candi tidak ada yang merawat dan berangsur – angsur tertimbun dan tertutup oleh pepohonan, semak belukar, dan pasir. Bahkan yang lebih buruk, candi juga tidak luput dari bencana seperti gempa bumi, letusan gunung merapi, dan bencana lain. Dari ribuan candi yang ada pada masa lampau, hanya sebanyak 200 candi yang muncul ke permukaan. Sebagian berbentuk tidak utuh dan sebagian hanya berupa onggokan batu yang tercerai berai. Pengangkatan candi secara nyata baru dilakukan pada saat masa pemerintahan Raffles ketika menjabat di Hindia Belanda. Setelah dibentuk Oudheidkundige Dienst (Dinas Purbakala) pada tahun 1913, penanganan candi pun semakin digiatkan. Kesulitan dalam pembangunan kembali sebuah candi adalah banyaknya batu – batu candi yang sudah tidak lengkap. Ditambah berbagai bencana yang melanda serta tangan – tangan tak bertanggung jawab yang ikut andil dalam merusak bagian – bagian candi. Berbeda dengan bangunan pada masa sekarang yang menggunakan perekat semen untuk menyatukan antar bagian, bangunan candi menggunakan sistem pengait dan dihubungkan satu sama lain, sehingga satu saja bagian hilang maka akan membuatnya mudah berantakan. Tragisnya, pada zaman Hindia Belanda, banyak penduduk pribumi maupun orang – orang Belanda tidak menyadari hal ini. Terlebih, bahan – bahan candi digunakan sebagai pondasi rumah, tembok pabrik, pengerasan jalan dan saluran irigasi. Pemugaran candi dilakukan agar candi dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat. Dengan ini, diharapkan masyarakat Indonesia mampu menumbuhkan kesadaran akan masa lampau, sekaligus membuka kemungkinan pengembangan pariwisata. Banyak candi – candi yang kini menjadi destinasi wisata daerah seperti Candi Borobudur di Magelang, Candi Prambanan di Klaten, Ratu Boko di Sleman, Candi Wringin Lawang, Candi Brahu dan Bajang Ratu di Mojokerto. Dalam arkeologi, pemugaran dimaksudkan untuk mengembalikan bentuk suatu bangunan ke wujud semula. Batu – batu asli candi sangat penting dalam pemugaran dan mutlak dalam pemugaran. Jika tidak ditemukan batu asli maka dapat menggunakan batu baru dengan diberi tanda khusus terlebih dahulu. Pemugaran dilakukan bukan hanya bertujuan untuk kelestarian candi dan faktor ekonomi namun juga memperhatikan dimensi pendidikan yaitu sebagai pembelajaran mengenai kebudayaan masa lampau Nusantara. Selain terkendala dana, pemugaran juga terkendala tempat ditemukannya candi yang pada umumnya berada di daerah terpencil seperti di hutan maupun di lereng gunung. Menurut kepercayaan kuno, lokasi candi harus berdekatan dengan tempat para dewa, maka dari itu pada umumnya candi – candi berada di dataran tinggi, puncak dan lereng bukit. Akibat tempat yang terisolasi inilah, peralatan – peralatan berat sulit untuk masuk dan menghambat proses pemugaran. Prinsip pemugaran candi disesuaikan dengan aturan ICOMOS (International Council of Monuments and Site) yang ditetapkan pada tahun 1981. Singkat kata inti dari aturan tersebut adalah mempertahankan keaslian dari suatu obyek, keaslian tata letak, keaslian bahan dan material serta teknik pembuatan. Berikut ini adalah tahap – tahap pemugaran candi : 1. Pre Pemugaran 2. Pelaksanaan Pemugaran
Perawatan CandiPerawatan candi dilakukan untuk menghindarkan candi dari keruntuhan, jamur, lumut, ganggang dan tangan jahil manusia. Untuk menghindarkan candi dari keruntuhan, umumnya batuan candi yang telah lapuk maupun pecah diganti dengan batuan pengganti berupa batu andesit maupun batu bata yang telah diberi penanda seperti besi dan berbentuk polos tanpa ukiran. Hal ini bertujuan agar candi berbentuk seperti semula dan terjaga keasliannya. Untuk arca yang tidak berbentuk dibiarkan sedemikian rupa. Untuk menghindari jamur, lumut dan ganggang dilakukan perawatan baik menggunakan cara kimiawi maupun mekanis. Cairan kimiawi diberikan ke permukaan batu agar terhindar dari lumut, jamur dan ganggang. Sedangkan dengan cara mekanis diantaranya dengan melakukan penggosokan berkala pada permukaan candi. Dengan cara – cara ini diharapkan candi dapat terhindar dari lumut, jamur dan ganggang yang berpotensi merusak permukaan candi. Selain itu, pada beberapa candi – candi juga sudah diberikan peringatan – peringatan kepada pengunjung tentang apa saja yang tidak diperbolehkan selama berkunjung ke candi. Persebaran Candi di IndonesiaCandi di Jawa
Candi di Luar Jawa
Sumber : |