Tembang macapat kang nggambarake manungsa kang lagi lair ing alam donya yaiku

Tembang macapat kang nggambarake manungsa kang lagi nandang asmara yaiku?

  1. Pocung
  2. Gambuh
  3. Mijil
  4. Maskumambang
  5. Asmarandana

Jawaban yang benar adalah: E. Asmarandana.

Dilansir dari Ensiklopedia, tembang macapat kang nggambarake manungsa kang lagi nandang asmara yaiku Asmarandana.

[irp]

Pembahasan dan Penjelasan

Menurut saya jawaban A. Pocung adalah jawaban yang kurang tepat, karena sudah terlihat jelas antara pertanyaan dan jawaban tidak nyambung sama sekali.

Menurut saya jawaban B. Gambuh adalah jawaban salah, karena jawaban tersebut lebih tepat kalau dipakai untuk pertanyaan lain.

[irp]

Menurut saya jawaban C. Mijil adalah jawaban salah, karena jawaban tersebut sudah melenceng dari apa yang ditanyakan.

Menurut saya jawaban D. Maskumambang adalah jawaban salah, karena setelah saya coba cari di google, jawaban ini lebih cocok untuk pertanyaan lain.

[irp]

Menurut saya jawaban E. Asmarandana adalah jawaban yang paling benar, bisa dibuktikan dari buku bacaan dan informasi yang ada di google.

Kesimpulan

Dari penjelasan dan pembahasan serta pilihan diatas, saya bisa menyimpulkan bahwa jawaban yang paling benar adalah E. Asmarandana.

[irp]

Jika anda masih punya pertanyaan lain atau ingin menanyakan sesuatu bisa tulis di kolom kometar dibawah.

1. Mijil nggambarake nalika metu utawa lair putra, watake prihatin amarga wong tuwa nalika putrane arep lair pangrasane prihatin

2. Maskumambang nggambarake nalika isih bocah amarga seneng wis nduwei nggedhulang ati nanging isih prihatin menawa putrane kena kecilakaan dening kancane

3. Sinom nggambarake wektu nom – noman wateke tembang grapyak lan luwes amarga wong enom wasis ngomong

4. Durma nggambarake wong enom – noman gampang kenek pengaruh

5. Asmaradana nggambarake wektu nom- noman seneng karo wong nom -noman liya

6. Kinanti nggambarake wong kang lagi mbangun bale wisma utawa omah bebrayan

7. Dhandhanggula nggambarake umur kang diwasa bisa ngatur urip lan semangat kerja.

8. Gambuh nggambarake kadiwasaning jiwa, wis bisa nunggalaken cipta, rasa, karsa lan karya.

9. Pangkur nggambarake pawongan kang bisa ngungkurake marang kadonyan

10. Megatruh nggambarake wektu seda, peja ,pisah nyawa karo rogo

11. Pocung nggambarake layon kang wes dadi pocong.

Friday, August 26, 2011 Edit

FALSAFAH HIDUP DALAM TEMBANG-TEMBANG MACAPAT

Setiap jenis tembang macapat tidak hanya memiliki fungsi sebagai pengatur ritme bahasa dan suara sehingga terasa enak di dengar di telinga. Akan tetapi juga memiliki makna falsafah hidup di dalamnya.


 

Gambarke jabang bayi kang isih ana ning rahim ibu. Durung bisa dimangerteni lanang utawa wadon. “Mas” ateges urung weruh lanang utawa wadon. “kumambang” ateges uripe jabang bayi mau ngambang sakjroning wetenge ibu.

[mendiskripsikan atau menggambarkan keadaan bayi yang masih ada di dalam rahim ibu. Belum bisa ditebak pria atau wanita [jenis kelaminnya]. “Mas” maknanya belum diketahui pria atau wanita [jenis kelaminnya]. “kumambang” maknanya hidupnya bayi itu mengambang dalam perut ibunya.]

Ateges wis lair lan jelas priya utawa wanita

[bermakna sudah lahir dan jelas jenis kelaminnya pria atau wanita. “mijil” berarti sudah lahir atau keluar.] 

Asalae saka tembung “kanthi” utawa tuntun kang mengku ateges dituntun supaya bisa mlaku. Dadi pralambang uripe bocah cilik utawa bayi kang perlu tuntunan lair lan bathine supaya bisa lumaku ana ing samudra urip ngalam donya.

[Berasal dari kata “kanthi” atau tuntun yang maksudnya dituntun supaya bisa berjalan. Menjadi lamban hidupnya anak kecil atau bayi yang perlu tuntunan lahir dan batin supaya bisa berjalan di dalam samudra alam dunia.]

Duweni ateges kanoman. Sinom bisa dijabarke dadi tembung “sinoman” kang mengku teges wong kang isih enom. Manungsa kang isih anom iku penting ana ing babakan uripe, amarga perlu akeh ngangsu kawruh kanggo nyiapake lelumbayan bebrayan, yaiku duweni sisihan.

[memiliki makna pemuda. “sinom” bisa dijabarkan menjadi “sinoman” yang berarti orang yang berusia muda. Manusia yang masih muda itu memiliki arti penting dalam babak kehidupannya. Karena itu perlu banyak belajar untuk mempersiapkan diri hidup berumah tangga.]

Tegese rasa tresna. Kang dimaksud tresna ana ing kene duweni rasa tresna marang liyan. Kabeh wus dadi kodrating Gusti Ingkang Murbeng Dumadi. Rasa tresna kiwi njalari kanggo mbangun balewisma.

[Bermakna rasa saling mencintai. Maksud mencintai di sini memiliki rasa suka pada lain jenis. Semua itu sudah menjadi kehendak Sang Khalik. Tumbuhnya rasa mencintai itu menjadi awal untuk membangun kehidupan rumah tangga.]

Saka tembung “jumbuh” kang ateges cocok. Yen wis jumbuh utawa pada cocoke antara pria kalawan wanita sing didasari tresna sak dhurunge, diteruske mbangun keluwarga.

[berasal dari kata “jumbuh” yang bermakna cocok. Jika sudah cocok antara pria dan wanita yang didasari cinta sebelumnya, dilanjutkan membangun kehidupan keluarga.]

Nggambarake uripe wong kang lagi seneng amarga apa kang dadi panggayuh katurutan. Kelakon duwe sisihan, duwe anak, duwe papan panggonan, ora kurang sandang lan pangan. Iku mau ndadekke rasa bungah.

[menggambarkan hidupnya orang yang sedang senang karena apa yang menjadi keinggunannya terkabul. Terlaksana punya istri, punya anak, punya rumah, tidak kurang sandang dan pangan. Itu semua menjadikan rasa bahagia.]

Asale saka tembung “darma” utawa berbakti. Manungsa kang wis kacukupan uripe kudu mulat sak kiwa tengene utawa nonton kahanan sedelure lan tanggane kang ora duweni urip kepenak. Banjur sih pitulungan marang sapadha-padha.

[berasal dari kata “darma” atau berbakti. Manusia jika sudah hidup kecukupan harus melihat kanan kirinya, melihat keadaan saudaranya dan tetangga yang masih dalam kesengsaraan. Lalu member pertolongan pada sesamanya.]

Saka tembung “mungkur” kang ateges nyingkiri hawa nepsu angkara murka. Kang dipikir tansah kepengin weweh  marang sapadha-padha.

Dari kata “mungkur” yang artinya menghindari sifat angkara murka. Selalu memikirkan dan melaksanakan niat berbuat baik untuk sesame.]

Saka tembung “megat ruh” utawa pisah ruhe saka raga. Yen wis titi wancine manungsa ora bisa ngelak saka takdire Pangeran ya kuwi mati.

[dari kata “megat-ruh” atau berpisahnya ruh dengan jasad. Jika sudah waktunya manusia tidak bisa mengelak dari takdir Tuhan, yaitu kematian.

Manungsa iku yen wis mati dibungkus mori putih utawa diistilahake dipocung.

[manusia jika sudah mati dibungkus kain mori putih atau istilahnya dipocung –tentu saja cara ini berdasarkan syariat Islam.]

Jika kita lihat falsafah hidup yang secara tersirat dalam tembang-tembang macapat, maka kita sendiri dapat mengira-ngira kita ini sampai pada tahap yang mana. Namun demikian bukan berarti mutlak bahwa jalan hidup manusia mesti seperti itu karena tentunya setiap pribadi memiliki kesadaran hidup sendiri-sendiri. Kita bisa melihat bahwa tarikan bumi lebih dominan sampai manusia berkeluarga dan kecukupan [dandanggula]. Lantas setelah itu tahap kesadaran mengenai hal kelangitan baru menjadi inti selepasnya. Ya, normalnya memang demikian.

Akan tetapi ironisnya dewasa ini tidaklah demikian yang terjadi. Walau umur sudah tua, banyak dari kita masih didominasi oleh tarikan bumi [nafsu harta, tahta, wanita, kekuasaan dll.] Alhasil apa yang dialami bangsa kita sekarang ini adalah buah dari perbuatan kita sendiri. Selepas dandanggula kesadarannya tak meningkat malah makin sekarat. Hm….. hm…. Hm….

Posting di SINI mungkin dapat lebih memberikan gambaran pada Anda tentang bagaimana tingkat kesadaran manusia mulai berkembang. 

Liputan6.com, Jakarta - Tembang macapat tentu bukan hal asing bagi pegiat sastra Jawa. Macapat adalah puisi Jawa bertembang. Dilihat dari periodisasinya, macapat masuk ke dalam puisi Jawa baru.

Dosen Sastra Jawa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia [FIB UI], Karsono H. Saputra menjelaskan, macapat disebut sebagai puisi bertembang karena pembacaannya dengan ditembangkan. Pembacaan itu berdasarkan susunan titilaras atau notasi yang sesuai pola metrum atau pakemnya.

"Karena pembacaan harus dengan cara ditembangkan inilah, macapat disebut tembang macapat atau dalam raga krama menjadi sekar macapat," ujar Karsono dalam bukunya, 'Puisi Jawa Struktur dan Estetika' [Jakarta, 2001].

Sebagai sebuah puisi bertembang, macapat memiliki beragam jenis pola metrum atau pakem. Karsono menyebut, secara tradisional ada 15 pakem dalam macapat. Namun, secara umum macapat hanya memiliki 11 pola metrum.

Sesuai pakem itu, dikenal 11 tembang macapat yakni maskumambang, mijil, sinom, kinanthi, asmaradana, gambuh, dhandanggula, durma, pangkur, megatruh, dan pucung. Kesebelas tembang macapat itu menggambarkan perjalanan kehidupan manusia.

Masing-masing tembang macapat sesuai pola metrum punya makna falsafah tersendiri. Mulai dari makna tentang alam ruh manusia sebelum dilahirkan, fase manusia lahir, tumbuh, mengenal cinta, sampai pada manusia meninggal dunia dan kembali ke alam ruh.

Berikut 11 tembang macapat yang menggambarkan atau menceritakan perjalanan kehidupan manusia.

1. Maskumambang

Maskumambang menceritakan tentang keadaan manusia saat masih di alam ruh yang kemudian ditanamkan dalam rahim atau gua garba seorang ibu.

2. Mijil

Pola metrum ini merupakan ilustrasi dari proses kelahiran manusia. Mijil atau mbrojol dan keluarlah jabang bayi bernama manusia.

3. Sinom

Sinom berarti penggambaran masa muda. Masa muda yang indah, penuh dengan harapan dan angan-angan.

4. Kinanthi

Pada pola kinanthi ini dicertiakan tentang masa pembentukan jatidiri dan meniti jalan menuju cita-cita. Kinanti berasal dari kata kanthi atau tuntun yang bermakna bahwa kita membutuhkan tuntunan atau jalan yang benar agar cita-cita kita bisa terwujud.

5. Asmaradana

Asmara artinya cinta. Sehingga ilustrasi pada pola metrum ini mengisahkan akan masa-masa kisah asmara, percintaan, atau larut dalam lautan kasih cinta.

6. Gambuh

Awal kata gambuh adalah jumbuh atau bersatu. Jadi pola metrum ini menceritakan soal komitmen dalam perkawinan untuk menyatukan cinta dalam satu biduk rumah tangga.

7. Dhandhanggula

Gambaran pola metrum ini, yakni kehidupan yang telah mencapai tahap kemapanan sosial serta kesejahteraan, cukup sandang, papan, dan pangan.

8. Durma

Durma berasal dari kata darma. Pola metrum ini menggambarkan bahwa seseorang sedianya harus melakukan sedekah dan berbagi kepada sesama.

9. Pangkur

Pola metrum ini menggambarkan hawa nafsu manusia. Pangkur atau mungkur memiliki arti menyingkirkan hawa nafsu dan angkara murka, serta nafsu negatif yang menggerogoti jiwa.

10. Megatruh

Megatruh atau megat roh berarti terpisahnya nyawa dari jasad kita, terlepasnya ruh atau nyawa menuju keabadian. Jadi pola metrum ini mengisahkan tentang kematian manusia.

11. Pucung

Pucung berarti pocong atau jasad manusia yang dibungkus kain mori putih. Pola metrum ini menceritakan tubuh manusia yang hanya menyisakan jasad yang dibungkus kain kafan saat dikuburkan di tempat peristirahatan abadi.