Siapa Walisongo yang pertama kali mendirikan pesantren?

Jawaban yang tepat dari pertanyaan di atas adalah A.

Untuk lebih detailnya, yuk pahami penjelasan berikut:

Sunan Ampel merupakan anak dari Maulana Malik Ibrahim seorang penyebar agama Islam di Jawa yang pertama kali atau Sunan Gresik. Sunan Ampel mendirikan Pesantren Ampel yang berdiri di wilayah Surabaya, tepatnya di daerah Kembangkuning Ampel Denta.

Pondok Pesantren pada dasarnya didirikan karena semata-mata sebagai tempat belajar agama. Pondok Pesantren semacam ini biasanya berdiri dengan sendirinya, artinya tanpa ada maksud untuk mendirikan lembaga Pesantren , tetapi karena santri yang belajar pada seorang Kyai atau pengasuh Pesantren semakin lama semakin bertambah banyak. Pondok Pesantren semacam ini tidak memiliki nama lembaga dan kurikulum yang tetap. Jadi tidak ada penerapan administrasi apapun. Berbeda dengan kondisi pondok Pesantren sekarang yang sudah menggunakan kurikulum dan sistem administrasi yang baik.

kapan munculnya pondok pesantren di Indonesia? 

Lalu kapan munculnya Pondok Pesantren di Indonesia? Beberapa pendapat menyatakan bahwa:
  • Pondok Pesantren pertama kali ada yaitu di pulau Sumatera seiring dengan permulaan datang dan masuknya Islam di Indonesia muncullah Pondok Pesantren Dayah Cot Kala yang terdapat di Aceh.
  • Pondok Pesantren kali pertama muncul di Indonesia di daerah Jawa, tepatnya di desa Gapura, Gresik, Jawa Timur yang didirikan oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim. Selanjutnya Sunan Ampel yaitu putra tertua dari Syekh Maulana Malik Ibrahim mendirikan Pondok Pesantren di Ampel Denta, dan beberapa Walisongo juga mulai mendirikan Pondok Pesantren di berbagai daerah. Misalnya, Sunan Giri di daerah Giri, Sunan Bonang di daerah Tuban, Sunan Derajat di daerah Lamongan dan Raden Patah di daerah Demak.
Perkembangan Pondok Pesantren semakin lama semakin berkembang dan mulai menyebar di berbagai daerah. Di antara Pondok Pesantren yang terkenal adalah Pondok Pesantren Tebu Ireng, Tebuireng, Pondok Rejosari, Pondok Pesantren Denanyar dan pondok Pesantren Tambak Beras yang kesemuanya berada di daerah Jombang. Pondok pesantren Ploso dan Pondok Pesantren Lirboyo di wilayah Kediri, Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong dan Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton di wilayah Probolinggo, Pondok Pesantren Krapyak dan Mlangi di daerah Yogyakarta dan lain sebagainya.

Siapa Walisongo yang pertama kali mendirikan pesantren?

Pondok pesantren besar di Jawa Tengah yang masih berkembang diantaranya adalah pondok pesantren Watucongol dan Pondok Pesantren API Tegalrejo Magelang, Pondok Pesantren Maslakul Huda Kajen Pati, Pondok Pesantren Al Hikmah Sirampog Brebes, Pondok Pesantren Al Anwar Sarang Rembang, Pondok pesan Yanbu'ul Qur'an, Pondok Pesantren Somalangu Kebumen, Pondok Pesantren Kaliwungu, Pondok Pesantren Al Itqon Semarang, Pondok Pesantren Roudlotul Tholibin Rembang dan masih banyak lagi.

Peran pondok pesantren terhadap lahirnya NU

Tidak dapat dipungkiri peran Pondok pesantren sangatlah besar terhadap berdirinya NU. Pondok pesantren adalah tempat menanamkan nilai-nilai kemandirian dan membangun semangat dalam dakwah dan tempat peningkatan kualitas keilmuan agama. Hasil pendidikan Pondok pesantren mampu menjadi pribadi yang mandiri kuat dan semangat dalam menegakkan dakwah Islam terutama dalam menegakkan akidah Ahlussunnah Wal Jamaah. Baca juga : Sebagai lembaga pendidikan Islam yang mengajarkan berbagai pengetahuan berbasis paham Ahlussunnah Wal Jamaah, maka sudah sewajarnya jika Pondok pesantren menghasilkan alumni yang berkualitas terutama dalam pengetahuan dan Pengamalan ajaran agama Islam di Indonesia. Bukti nyata peran Pondok pesantren terhadap lahirnya NU adalah bahwa pencetus dan dan pendiri NU lahir Dari ulama-ulama yang berasal dari Pondok Pesantren di antaranya adalah Kyai Haji Muhammad Kholil Bangkalan Kyai Haji Hasyim Asy'ari dari Tebuireng Jombang dan Kyai Haji Abdul Wahid dari Pondok Pesantren tambak beras Jombang.

Itulah pembahasan mengenai sejarah pondok pesantren, semoga bermanfaat.

Sumber : ASWAJA NU


Ibadah.co.id – Pesantren, sebagai institusi pendidikan Islam tertua di Nusantara[4] memiliki riwayat jaringan keulamaan yang kokoh. Seorang perintis pesantren tidak dapat dipisahkan dengan pesantren yang lainnya. Begitu pula dengan tokoh ulamanya yang sambung-menyambung bertalian antara satu tokoh dengan tokoh selainnya. Baik secara keilmuan dan atau nasab kekerabatan. Bersamaan dengan itu pula, akar sejarah pesantren dapat ditelusuri hingga titik pangkalnnya. Sebagian besar para sejarawan meletakkan Syaikh Maulana Malik Ibrahim—di tanah Jawa masyhur dengan sebutan nama Syaikh Maghribi—dari Gujarat India sebagai peletak batu dasar pesantren nusantara. Agus Sunyoto misalnya, dalam gambar peta persebaran Wali Songo di Nusantara menuliskan Syaikh Ibrahim sebagai peletak dasar pertama pesantren di Nusantara.[5] Mohammad Said dan Junimar Affan menyebut Sunan Ampel (Raden Rahmat) sebagai pendiri pesantren pertama kali di Kembang Kuning Surabaya.[6] Bahkan Kyai Machrus Aly menginformasikan bahwa di samping Sunan Ampel, ada yang menganggap Sunan Gunung Jati (Syaikh Syarif Hidayatullah) di Cirebon sebagai pendiri pesantren pertama sewaktu mengasingkan diri bersama pengikutnya  dalam khalwat, beribadan secara istiqamah untuk ber-taqarrub kepada Allah.[7] Dalam perspektif Syed Muhammad Naquib al-Attas, Maulana  Malik Ibrahim  oleh kebanyakan ahli sejarah  dikenal sebagai penyebar pertama Islam  di Jawa yang mengislamkan wilayahwilayah pesisir utara Jawa, bahkan berkali-kali mencoba menyadarkan raja Hindu-Budha Majapahit, Vikramawardhana (berkuasa 788-833/1386-1429) agar mau masuk Islam.[8] Sementara itu, diidentifikasi bahwa pesantren mulai eksis sejak munculnya masyarakat Islam di Nusantara.[9] Akan tetapi mengingat pesantren yang dirintis Maulana Malik Ibrahim itu belum jelas sistemnya, maka keberadaannya masih spekulatif dan diragukan. Dalam konteks ini, analisis Lembaga Riset Islam (Pesantren Luhur) cukup cermat dan dapat dipegangi sebagai pedoman dalam memecahkan teka teki siapa pendiri pesantren pertama kali di Jawa. Dikatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim  sebagai peletak  dasar pertama sendi berdirinya pesantren, sedang Raden Rahmat, putranya sebagai wali pertama di Jawa Timur.[10] Adapun Sunan Gunung Jati mendirikan pesantren sesudah Sunan Ampel, bukan bersamaan. Teori kematian kedua wali ini menyebutkan  bahwa Sunan Ampel wafat tahun 1467 M, sedang Sunan Gunung Jati wafat tahun 1570 M, jadi terpaut 103 tahun. Karena itu, pandangan bahwa Sunan Gunung Jati  sebagai pendiri pesantren pertama mungkin saja benar, tetapi khusus di wilayah Cirebon  atau secara umum Jawa Barat dan bukan di Jawa secara keseluruhan.[11] Bersamaan dnegna ini di Jawa bagian barat didirikan Pesantren Al-Kahfi Somalangu merupakan Pondok Pesantren yang telah terhitung cukup tua keberadaannya. Karena Pondok Pesantren ini telah ada semenjak tahun 1475 M. Adapun tahun dan waktu berdirinya dapat kita ketahui diantaranya melalui Prasasti Batu Zamrud Siberia (Emerald Fuchsite) berbobot 9 kg yang ada di dalam Masjid Pondok Pesantren tersebut. Sebagaimana diketahui menurut keterangan yang dihimpun oleh para ahli sejarah bahwa ciri khas Pondok Pesantren yang didirikan pada awal purmulaan Islam masuk di Nusantara adalah bahwa di dalam Pondok Pesantren itu dipastikan adanya sebuah Masjid. Dan pendirian Masjid ini sesuai dengan kebiasaan waktu itu merupakan bagian dari pendirian sebuah Pesantren yang terkait dengannya. Pesantren ini resmi berdiri semenjak tanggal 25 Sya’ban 879 H atau bersamaan dengan Rabu, 4 Januari 1475 M. Pendirinya adalah Syekh As Sayid Abdul Kahfi Al Hasani. Beliau semula merupakan seorang tokoh ulama yang berasal dari Hadhramaut, Yaman. Lahir pada tanggal 15 Sya’ban 827 H di kampung Jamhar, Syihr. Datang ke Jawa tahun 852 H/1448 M ketika masa pemerintahan Prabu Kertawijaya Majapahit atau yang dikenal dengan julukannya Prabu Brawijaya I (1447 – 1451). (RB) [4] Sebelum tahun 1960, pesantren dikenal dengan nama pondok. Istilah pondok berasal dari kata Arab, funduq,  yang artinya tempat orang menuntut ilmu pengetahuan agama. Lihat Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1994), h. 18. [5] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 1985), h. 231. Lihat juga Soeparlan Soerjopratondo dan M. Syarif, Kapita Selekta Pondok Pesantren (Jakarta: Paryu Barokah, tt), h. 6. Dan Saifuddin Zuhri, Kyai Haji Abdul Wahab Khasbullah Bapak Pendiri Nahdhatul Ulama (Yogyakarta: Pustaka Falakiah, 1983), h. 103. [6] Muh. Said dan Junimar Affan, Mendidik dari Zaman ke Zaman (Bandung: Jemmars, 1987), h. 53. [7] Machrus Aly, “Hakikat Cita  Pondok Pesantren”, dalam Kapita Selekta Pondok Pesantren, (Jakarta: Paryu Barkah, tt), h. 40. [8] SMN al-Attas, Preliminary Statement on a General Theory of The Islamization of MalayIndonesian Archipelago, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka,  1969), h. 12-13. [9] Ahmad Qadry Abdillah Azizy, ―Pengantar: Memberdayakan Pesantren dan Madrasah‖ dalam Ismail SM, Nurul Huda dan Abd Kholiq, ed, Dinamika Pesantren dan Madrasah (Yogyakarta: Kerjasama IAIN Walisongo Semarang dengan Pustaka Pelajar, 2002), h. vii. [10] Lembaga  Riset Islam (Pesantren Luhur), Sejarah dan Dakwah Islamiyah Sunan Giri (Malang: Panitia  Penelitian dan pemugaran Sunan Giri Gresik, 1975), h. 53. [11] M. Dawam Rahardjo, ed., Pesantren dan Pembaharuan, (Jakarta: LP3ES, 1995), h. 65. Bandingkan dengan M. Ali Haidar,  Nahdhatul Ulama dan Islam di Indonesia Pendekata Fikih dalam Politik, (Jakarta: Gramedia  Pustaka Utama, 1994), h. 84.

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Prev Post

Pesantren Pada Abad 17