Sebutkan sikap dan perilaku seseorang yang mengamalkan quran surat an-nahl ayat 125

Sebutkan sikap dan perilaku seseorang yang mengamalkan quran surat an-nahl ayat 125
Sebutkan sikap dan perilaku seseorang yang mengamalkan quran surat an-nahl ayat 125

Surat An Nahl ayat 125 adalah ayat tentang kewajiban dan metode dakwah. Apa saja isi kandungan surat An Nahl ayat 125? Berikut ini penjelasannya.

Terjemahan Surat An Nahl Ayat 125

اُدْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

(Ud’u ilaa sabiili robbika bil hikmati wal mau’idhotil hasanati wajaadilhum bil latii hisa ahsan, inna robbaka huwa a’lamu biman dlolla ‘an sabiilihi wahuwa a’lamu bil muhtadiin)

Artinya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An Nahl: 125)

Baca juga: Isi Kandungan Surat An Nahl Ayat 114

Intisari Tafsir An Nahl Ayat 125

Surat An Nahl ayat 125 merupakan ayat yang menunjukkan kewajiban berdakwah dan menjelaskan metode dakwah. Meskipun khitab ini ditujukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ia juga berlaku bagi kaum muslimin. Bahwa setiap kaum muslimin wajib berdakwah dan dalam berdakwah harus menggunakan metode dakwah sebagaimana tuntunan ayat ini.

Tiga metode dakwah pada ayat ini juga menunjukkan prioritas implementasinya. Tiga metode dakwah itu adalah hikmah, mauidhah hasanah dan jidal.

Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar menjelaskan, hikmah adalah kebijaksanaan. Yaitu cara yang bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang dan hati yang bersih guna menarik hati orang kepada agama Allah. Hikmah itu bukan sekedar kata-kata melainkan juga sikap hidup dan perbuatan. Bahkan sikap hidup dan perbuatan bisa lebih berhikmah daripada kata-kata.

Mauidhatul hasanah adalah pengajaran yang baik, pesan-pesan yang baik sebagai nasehat. Sedangkan jidal adalah debat. Metode ini hanya ditempuh jika diperlukan. Ketika dakwah dibantah, disanggah atau ditantang untuk beradu argumentasi maka hendaklah perdebatan dilakukan dengan cara yang lebih baik.

“Yakni lemah lembut, tutur kata yang baik serta cara yang bijak,” terang Ibnu Katsir.

Setelah menunjukkan metode dakwah, ayat ini mengisyaratkan bahwa kewajiban dai adalah menyampaikan, bukan memberi hidayah. Hanya Allah Yang Kuasa memberikan hidayah.

Allah Mengetahui siapa di antara hamba-Nya yang tersesat dan siapa yang mendapat petunjuk. Allah Maha Mengetahui siapa yang mau menentang dakwah dan siapa yang mau menerimanya. Sedangkan kewajiban Nabi dan kaum muslimin hanyalah berdakwah.

Baca juga: Ayat Kursi

Isi Kandungan Surat An Nahl Ayat 125

Berikut ini isi kandungan Surat An Nahl ayat 125 yang kami sarikan dari sejumlah tafsir. Yakni Tafsir Al Qur’anil ‘Adhim karya Ibnu Katsir, Tafsir Al Munir karya Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Tafsir Fi Zilalil Quran karya Sayyid Qutb dan Tafsir Al Azhar karya Buya Hamka.

1. Allah memerintahkan Rasulullah untuk berdakwah menyeru manusia kepada agama-Nya. Kewajiban berdakwah ini juga berlaku bagi umat Islam.

2. Ayat ini menjelaskan tiga metode dakwah yakni hikmah, mauidhah hasanah (pengajaran yang baik) dan jidal (debat) dengan cara baik.

3. Allah hanya mewajibkan dakwah, sedangkan apakah seseorang mendapat hidayah atau tidak adalah urusan Allah. Bukan kewajiban seorang dai.

4. Allah Maha Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan siapa yang mendapat petunjuk. Dia Maha Mengetahui siapa yang mau menolak dakwah dan siapa yang mau menerimanya.

5. Ayat ini menenangkan Rasulullah dan para dai agar tidak sedih dan kecewa jika ada orang yang menolak dakwah.

Demikian isi kandungan Surat An Nahl ayat 125. Semoga menguatkan semangat berdakwah dengan metode dakwah yang Qur’ani ini. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/WebMuslimah]

*Untuk tafsir lengkap, bisa dibaca di artikel Surat An Nahl Ayat 125

Perintah Allah untuk Pedoman Berdakwah QS An Nahl Ayat 125. | koleksi pribadi

Metode dakwah dapat di artikan sebagai suatu jalan atau cara yang di lakukan da'i dalam menyampaikan dakwahnya kepada mad'u (jamaah). Penggunaan metode yang benar merupakan unsur yang paling penting dalam menunjang proses berhasilnya suatu kegiatan dakwah. 

Pesan dakwah yang baik jika tidak di dukung dengan metode yang benar tidak akan dapat sampai dan di terima dengan baik.

Pada dasar nya metode dakwah tertuang dalam Al-Qurab surat An Nahl Ayat 125

Pada ayat ini, Allah SWT memberikan pedoman kepada Rasuln-Nya tentang cara supaya mereka mengajak dan menyeru kepada manusia kepada jalan Allah, jalan yang di maksud adalah Agama Allah, yaitu syariat islam yang di turunkan kepada Nabi Muhhamad SAW.

Baca juga: Penolakan Dakwah Nabi Nuh, Ketika Manusia Lebih Mendahulukan Akal Dibanding Iman Mereka

Nabi Muhammad di utus oleh Allah sebagai Nabi Terakhir yang di beri tanggung jawab untuk menyerukan Agam Allah kepada seluruh umat manusia dan menyelamatkan manusia dari kegelapan dan kesesatan.

Allah meletakkan dasar-dasar dakwah untuk pegangan bagi umatnya di kemudian hari dalam mengemban tugas dakwah.

Allah menjelaskan kepada Rasul-Nya agar berdakwah dengan hikmat dan pengaran yang baik.

Adapun pengertian hikmat adalah, sebagai berikut:

  • Mengetahui hakikat tentang sesuatu sebagaimana adanya, dan mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya
  • Perkataan yang tepat dan benar, yang menjadi dalil untuk menjelaskan mana yang hak dan mana yang batil.
  • Mengetahui hukum-hukum Al-Quran,paham Al-Quran,paham agama,takut kepada Allah,serta benar perkataan dan perbuatan.

Baca juga: Tingkatkan Skill Produksi Konten Youtube, Dakwah Digital Makin Keren

Arti hikmah yang paling mendekati kebenaran ialah arti  pertamah yaitu pengetahuan tentang rahasia dan faedah sesuatu, yakni pengetahuan yang bermanfaat.

Sebutkan sikap dan perilaku seseorang yang mengamalkan quran surat an-nahl ayat 125

Dakwah merupakan kewajiban bagi umat Muslim, dengan memperhatikan obyek/sasaran dakwah (mad’u), pelaku dakwah (da’i), tujuan dakwah, materi yang didakwahkan, media dakwahnya dan sarana dakwah.

Al-Qur'an Surat An-Nahl: 125.




ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ


"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang terbaik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. An-Nahl: 125)

Memahami Isi Kandungan Qur'an Surat An-Nahl Ayat 125.

Menurut Yunahar Ilyas bahwa salah satu faktor penentu keberhasilan dakwah adalah metode tang tepat. Rasulullah Saw sangat berhasil dalam berdakwah karena beliau dapat menyampaikan pesan yang tepat kepada orang yang tepat dengan cara yang tepat pada waktu yang tepat. Dalam bahasa al-Qur’an metode yang tepat itu adalah bil-hikmah wal mau’izhah al-hasanah, yang difirmankan oleh Allah Swt dalam QS. An-Nahl: 125 di atas.

Metode Dakwah.

Ada beberapa metode dakwah yang dijelaskan oleh ayat tersebut,

Pertama, yaitu Metode bil hikmah artinya bin-nash wal ‘aqli (menggunakan nash dan akal), Dakwah tetap mengacuh kepada nash (al-Qur’an dan Sunnah) tapi menggunakan akal dlaam menentukan pemilihan terhadap nash mana yang akan disampaikan lebih dahulu (menyangkut tahapan dan silabi dakwah), bagaimana menyampaikannya (media dan cara yang digunakan) yang sesuai dengan keadaan sasaran dakwah.



Kedua, Metode ma’uidhah hasanah yaitu berdakwah dengan nasehat-nasehat yang baik yang diungkapkan dengan bahasa yang mudah dipahami masyarakat dan berdasarkan realitas kehidupan masyarakat yang dikemas dalam bahasa yang santun dan menyentuh hati masyarakat.

Ketiga, Metode berdebat yaitu berdakwah dengan cara berdebat, ini dilakukan terutama bagi kalangan intelektual atau orangorang terdidik yang berfikiran logis. Maka ajaran Islam harus bisa dijelaskan dengan argumentasi-argumentasi yang logis dan rasional. Islam menuntunkan hendaknyadalam berdebat itu dilakukan dengan cara-cara yang baik dan penuh kesantuan tanpa ada tendensi menyerang lawan dialog. Tujuanya adalah menjelaskan kebenaran dan mencari kebenaran berdasarkan tuntunan Allah Swt.

Ayat ini juga menegaskan tentang orang yang enggan menerima seruan dakwah, disebut sebagai orang yang tersesat dari jalan kebenaran Allah Swt. Karena itulah, tugas berdakwah itu menyampaikan pesan-pesan ilahi, dilakukan sepanjang masa, tidak boleh berputus asa jika ada orang yang tidak mau mengikuti seruan dakwahnya. Tugas seorang Muslim hanya lah mendakwahkan, sedang yang memberikan hidayah adalah Allah Swt, sehingga orang itu mengikuti seruhan dakwah. Semakin sering seseorang itu didakwahi maka kesempatan mendapatkan hidayah Allah Swt semakin dekat. Karena itu diperlukan semangat yang tinggi, ilmu yang luas dan pergaulan yang baik agar dakwah berjalan dengan baik. Untuk itu, yang perlu diperhatikan dalam menentukan tahapan dakwah, misalnya sebagian ahli membagi lima tahapan dakwah: 1). Tahapan penyampaian pesan (marhalah tablîgh) 2). Tahapan pengajaran (marhalah ta’lîm) 3). Tahapan pembinaan (marhalah takwin)  4). Tahapan pengornasiaan (marhalah tanzhîm) 5) Tahapan pelaksanaan (marhalah tanfizh) Dalam tahapan-tahapan di atas dapat dilihat bahwa tabligh merupakan tahap awal dari kegiatan dakwah secara keseluruhan. Untuk dapat berhasil mengajak mad’u (obyek/sasaran dakwah) memahami dan mengamalkan ajaran Islam dalam seluruh aspek kehidupannya masih diperlukan lagi beberapa tahap berikut setelah tabligh. Sungguh sangat keliru kalau seorang da’i (orang yang berdakwah) menganggap tabligh adalah satu-satunya cara, atau menjadikan tabligh terlepas sama sekali dari tahapan lainnya. Oleh sebab itu kegiatan dakwah tidak dapat dilakukan secara sendirian, tetapi harus bersama-sama (berjamaah atau berorganisasi) sehingga tahapan-tahapan dakwah tersebut dapat dijalankan secara terencana dan bertahap. Sedangkan penentuan media yang digunakan dapat disesuaikan dengan kemampuan dan fasilitas yang ada serta keperluhan dan kemampuan penerimaan sasaran dakwah. Apakah akan menggunakan media tradisional (ceramah dan khutbah) atau multi media baik elektronik maupun audiovisual. Apapun metode yang diikuti, selain mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi, tidak boleh dilupakan adalah bahwa semua metode yang digunakan tidakboleh menyimpang atau bertentangan dengan nash al-Qur’an dan Sunnah. Dalam berdakwah sekalipun, tujuan tetap tidak menghalalkan segala cara. Harus tetap mengedepankan cara-cara yang dituntunkan oleh al-Qur’an. Sedangkan yang terkait dengan pelaku dakwah, yaitu da’i harus memiliki kompetensi. Yang dimaksud dengan kompetensi da’i adalah sejumlah pemahaman, pengetahuan, penghayatan dan perilaku serta ketrampilan tertentu yang harus ada pada diri da’i, agar dia dapat melakukan fungsinya dengan memadai. Kompetensi itu ada yang bersifat subtantif dan ada yang bersifat metodologis. Kompetensi substansif seorang da’i adalah: 1. Pemahaman agama Islam secara cukup, tepat dan benar 2. Memiliki al-akhlaq al-karimah. 3. Memiliki perkembangan pengetahuan umum yang relative luas 4. Pemahaman hakekat dakwah 5. Mengenal kondisi lingkungan dengan baik, dan 6. Mempunyai rasa ikhlah li wajhillah (mencari ridha Allah) Adapun kompetensi metodologis da’i adalah: 1. Kemampuan melakukan identifikasi permasalahan dakwah yang dihadapi, baik tingkat indivu maupun tingkat masyarakat. 2. Kemampuan untuk mendapatkan informasi mengenai ciri-ciri obyektif dan subyektif obyek dakwah serta kondisi lingkungannya. 3. Kemampan menyusun langkah perencanaan yang benar-benar dapat diharapkan menyelesaikan problem masyarakat atau menjawab permasalahan dakwah yang ada. 4. Kemampuan untuk merealisasikan perencaan dalam pelaksanaan kegiatan dakwah. Kedua kompetensi tersebut penting untuk dimiliki bagi bagi seorang da’i agar tujuan dakwah bisa tercapai dengan baik. Apa tujuan dakwah itu? Menurut Sukriyanto AR, Tujuan dakwah adalah mempertemukan kembali fitrah manusia dengan agama atau menyadarkan manusia supaya mengakui kebenaran Islam dan mau mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi orang baik. Menjadikan orang baik itu berarti menyelamatkan orang itu dari kesesatan, dari kebodohan, dari kemiskinan dan dari keterbelakangan. Oleh karena itu, sebenarnya dakwah bukan kegiatan mencari atau menambah pengikut, tetapi kegiatan mempertemukan fitrah manusia dengan Islam atau menyadarkan orang yang didakwahi tentang perlunya bertauhid dan berperilaku baik. Semakin banyak yang sadar (beriman dan berakhlak al-karimah) masyarakat akan semakin baik. Artinya tujuan dakwah bukan memperbanyak pengikut, tetapi memperbanyak orang yang sadar kepada kebenaran Islam, masyarakat atau dunia akan menjadi semakin baik dan semakin tenteram. Karena itu, dakwah harus dilandasi cinta kasih pada sesama manusia untuk menyelematkan manusia dari kesesatan dan penderitaan. Bagi seorang Da’i yang kalau melihat orang belum beriman, berislam dan berihsan, tidak boleh benci dan marah, tetapi harus prihatin. Karena kalau orang itu selalu berbuat dosa atau kafir, maka dia akan rugi, sebab hidupnya sesat dan kelak di akhirat selalu menderita. Yang oleh ayat tersebut diisyaratkan dengan kalimat biman zhalla ‘an sabîlihi. Jadi, yang harus dibenci oleh dai bukan orangnya, tetapi sifatnya dan perilakunya yang buruk, yang tidak imani, islami dan ihsani.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang isi kandungan Al-Qur'an surat An-Nahl ayat 125 Tentang kewajiban berdakwah. Kesimpulannya bahwa setiap muslim itu wajib berdakwah, sedang yang memberikan hidayah adalah Allah Swt, sehingga orang itu mengikuti seruhan dakwah. Sumber Tafsir Ilmu Tafsir Kementerian Agama Republik Indonesia, 2016. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.