Sebutkan salah satu Tokoh Seni rupa di wilayah Sulawesi Selatan

Oleh NASRULLAH NARA

Ia ikut merancang aksi "merebut" Societeit de Harmonie ketika berlangsung reformasi 1998. Kini, Ridwan Effendy dan kawan-kawan
menjadikan gedung tua itu sebagai ajang pergelaran seni yang kian diperhitungkan.

Sebelum era reformasi, gedung peninggalan Belanda itu silih berganti ditempati berbagai instansi pemerintah. Pada masa itu
fungsinya sebagai gedung kesenian tenggelam. Di tangan Ridwan Gedung Kesenian Societeit de Harmonie (GKSdH) rutin untuk pentas teater, tari, musik, dan pameran seni rupa.

Rata-rata dalam sebulan di gedung tersebut ada 10 kali pertunjukan. Dari frekuensi itu, 2-3 kali di antaranya adalah hajatan
seniman dari luar Sulawesi Selatan.

Kiprah Ridwan menggairahkan kesenian lewat pementasan di gedung berkapasitas 300 penonton itu setidaknya mengimbangi gersangnya Kota Makassar akan kontemplasi seni-budaya. Dahsyatnya gempuran budaya populer dan kapitalisme telah menyulap kota berpenduduk 1,5 juta jiwa ini sebagai kota sejuta ruko.

Dia mudah ditemui di gedung yang terletak di jantung Makassar, Jalan Ribura'ne 15, sekitar 100 meter arah barat balaikota itu.
Selepas mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin, ia menghabiskan waktunya sebagai manajer program acara di sini.

Dia salah satu tokoh yang berhasil "memaksa" Pemerintah Provinsi Sulsel memfungsikan kembali Societeit de Harmonie sebagai gedung kesenian. Haltersebut bermula dari reformasi 1998. Waktu itu Ridwan bersama 200-an seniman/pekerja seni yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Seniman Proreformasi (Kasprosi) menduduki gedung tersebut selama empat hari.

Pada periode awal kepengurusan Badan Pengelola GKSdH (2000-2003) yang semuanya para seniman/tokoh kesenian, Ridwan menjabat sebagai wakil direktur. Namun, pada periode kepengurusan selanjutnya, pimpinan GKSdH dijabat oleh birokrat di Pemprov Sulsel secara ex-officio. Dia menjadi manajer program acara.

Kendati hanya mendapat bantuan dana pas-pasan dari Pemprov Sulsel, GKSdH secara perlahan semakin memantapkan diri sebagai pusat kesenian di Makassar. Dengan keterbatasan fasilitas, mereka menghadirkan pertunjukan dan pameran seni, seperti teater Payung Hitam (Bandung) serta Bandar dan Tetas (Jakarta). Adapun pusat kebudayaan asing yang rutin menggelar acara di sini adalah Belanda, Jepang, Inggris, AS,Australia, dan Belgia.

Keberhasilan itu didukung terbentuknya jejaring dengan grup dan lembaga kesenian di berbagai tempat. Mereka menerapkan sistem subsidi silang. Dana yang disisihkan dari biaya kontribusi acara nonprogram dimanfaatkan untuk membiayai acara yang diprogramkan Badan Pengelola GKSdH. Sebesar Rp 1,5 juta dana yang diterima dari setiap penyelenggara acara, Rp 300.000-nya disisihkan untuk pembinaan internal.

GKSdH pun berfungsi sebagai ruang interaksi para seniman ataupun dengan orang dari beragam kalangan. Gedung itu tak sekadar fasilitas berkesenian, tetapi juga semacam "oase" atau "kantong budaya" di tengah kegalauan hidup sehari-hari.

Merangkak dari bawah

Ridwan mulai berkesenian ketika duduk di kelas III SMP. Tahun 1974 ia bergabung sebagai pemain di Teater Buana pimpinan S Jamalul Alam Tinggi, yang kerap pentas di Taman Hiburan Rakyat (THR) Makassar.

Kala itu Ridwan pentas ditengah hiruk-pikuk berbagai kegiatan di THR, seperti permainan ketangkasan, pedagang obat, teater boneka Baco Puraga, dan orkes melayu. Sore hari sebelum malam pementasan, mereka berpawai keliling kota dengan kostum lengkap untuk pentas.

Tahun 1976 ia menjadi anggota Studi Teater Tambora (STT), yang pementasan drama kolosal bernuansa lokalnya selalu dipadati penonton. Ia pun mendirikan Teater Kampus Unhas (TKU) pada 1984, setahun sebelum menyelesaikan studinya di Fakultas Sastra Unhas.

Pada tahun yang sama ia menjadi sutradara terbaik dalam Festival Teater Mahasiswa se-Indonesia Timur lewat lakon Orang Gila di Atas Atap karya sastrawan Jepang, Kikuchi Khan. Dengan lakon itu pula ia membawa TKU berpentas di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, sebagai finalis lomba teater dalam Porseni mahasiswa tingkat nasional.

Menjadi dosen FIB Unhas tahun 1987, pada 1989 Ridwan mengambil S-2 Ilmu Susastrapada Program Pascasarjana Universitas Indonesia (UI). Di Jakarta ia indekos di Jalan Kalipasir, bersebelahan dengan TIM.

Setelah meraih gelar magister ilmu susastra 1994, ia mengajar di UI dan IKJ, di samping mengikuti berbagai acara kesenian di Ibu Kota. Ia juga menulis laporan dan kritik seni pada koran Republika.

Ridwan ikut mendirikan Asosiasi Teater Jakarta (ATJ) tahun 1995. Pada 1996 ia menjadi Ketua Panitia Jambore Teater di Bumi Perkemahan Cibubur. Acara itu diikuti oleh lebih dari 100 grup teater dari berbagai daerah di Indonesia serta menghadirkan pakar, kritikus, dan sutradara teater.

Kembali ke Kampus Unhas pada 1997, Ridwan terpilih menjadi Ketua Harian Dewan Kesenian Makassar (DKM) 1997-2002.

Modal awal untuk setiap proses penggarapan teater, kata Ridwan, didapat dengan menyisihkan separuh gajinya sebagai dosen dan
pendapatan lain di luar kesenian. Kawan-kawannya yang mapan sering membantunya mengatasi kesulitan keuangan untuk kesenian.

Di tengah maraknya hiburan populer di Makassar, ia bisa menyajikan pertunjukan teater yang menghibur dan relevan dengan situasi
masyarakat. Ia juga menerapkan manajemen modern dalam organisasi teater dengan memisahkan tugas pimpinan produksi dan sutradara serta memantapkan kerja promosi dan pemasaran.

Alhasil, dalam tiga tahun terakhir ia dapat menghadirkan pertunjukan di Teater Tertutup GKSdH. Penontonnya pun berasal dari
berbagai kalangan, seperti pengusaha, akademisi, dan politisi. Judul pementasan teaternya, antara lain Pakaian dan Kepalsuan karya Achdiat K Miharja (2006) dan  Seribu Kunang-kunang di Manhattan karya Umar Kayam (2007).

Pada 24-27 April 2008 ia menampilkan sandiwara Konglomerat Burisrawa karya N Riantiarno. Dalam produksi Studi Teater Tambora itu, ia menggabungkan pemain senior dan pemain muda. Dengan pertunjukan teater itu, Ridwan meniupkan spirit kesenian dan keberagaman...

Biodata* Nama      : Ridwan Effendy* Lahir       : Makassar, 17 September 1959* Pendidikan:  - S-2 Ilmu Susastra Universitas Indonesia, 1994  - S-1 Kesusastraan Universitas Hasanuddin, 1985* Istri         : Dra Nurlina Syahrir, M Hum,               dosen Universitas Negeri Makassar* Anak      : Liryn Amaudy Effendy (8)* Karier     :  - Manajer Program Acara Gedung Kesenian Societeit de Harmonie  - Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin  - Wakil Ketua Asosiasi Teater Jakarta, 1993-1995  - Ketua Harian Dewan Kesenian Makassar, 1997-2002  - Sekretaris Dewan Kesenian Sulawesi Selatan, 2000-2004* Karya tulis:  - I Tolok Karya Rahman Arge: Studi Hubungan Antartreks, 2004  - Seni Tradisional Sulawesi Selatan, 2004  - Tradisi Masyarakat Islam di Sulawesi Selatan, 2004    * Prestasi Seni:  - 1990 dan 1992 menang Lomba Kritik Film Austaralia,     Pekan Film Australia di Jakarta  - 1984, Sutradara Teater Terbaik pada Pekan Seni Mahasiswa

    se-Indonesia Timur

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Jika diingat-ingat lagi, Sulawesi Selatan acapkali menyumbang sosok berpengaruh di blantika sastra nasional. Contohnya Aslan Abidin, Hendragunawan S. Thayf, Udin Palisuri, Badaruddin Amir hingga Muhary Wahyu Nurba. Namun, nama-nama yang disebutkan sebelumnya agaknya masih asing di telinga mayoritas anak-anak millennial.

Eit, simpan dulu rasa skeptismu. Beberapa tahun terakhir jadi momentum sederetan penulis muda untuk unjuk gigi, lho. Salah satunya ditandai dengan buku puisi Tidak Ada New York Hari Ini karya M. Aan Manysur yang jadi fenomena tersendiri di generasi muda. Berikut ini enam sastrawan muda lokal yang karya-karyanya patut masuk dalam rak bukumu.

Sebutkan salah satu Tokoh Seni rupa di wilayah Sulawesi Selatan
Muvila.com

Kita memulai daftar pendek ini tentu saja dari M. Aan Mansyur. Sosok kelahiran Bone 14 Januari 1982 tersebut mulai mencuri perhatian ketika beberapa puisinya dipilih sebagai materi film Ada Apa Dengan Cinta? 2. Petikan-petikan kalimat yang dipakai membangun karakter Rangga memang amat melekat di benak banyak orang.

Siapa sangka, bait-bait gelisahnya lebih dahulu tertumpah di akun Twitter @hurufkecil sebelum kemudian berpindah dari linimasa ke buku fisik. Total Aan sudah menghasilkan 11 karya sastra berupa novel, kumpulan cerita pendek dan puisi. Yang terbaru, Cinta Yang Marah, terbit pada pertengahan 2017 silam.

Sebutkan salah satu Tokoh Seni rupa di wilayah Sulawesi Selatan
Twitter.com/faisaloddang_

Penulis kelahiran Wajo 18 September 1994 ini digadang-gadang sebagai masa depan sastra Indonesia. Kerap mengangkat tema budaya di seantero Sulawesi Selatan, penghargaan demi penghargaan diraih sebagai bentuk pengakuan. Yang paling fenomenal yakni gelar "Novel Terbaik" untuk Dari Puya ke Puya dan "Tokoh Seni Prosa" dari majalah Tempo di tahun 2015.

Faisal telah menerbitkan dua novel, sepasang kumpulan puisi, satu kumpulan cerpen dan tergabung dalam lima buku antologi bersama. Dirinya pun cukup sering wara-wiri di sejumlah festival sastra serta ambil bagian dalam program residensi penulis.

Sebutkan salah satu Tokoh Seni rupa di wilayah Sulawesi Selatan
UbudWritersFestival.com

Karya keduanya, Cuaca Buruk Sebuah Buku Puisi, tengah menjadi buah bibir pasca dinyatakan lolos dalam 10 besar kategori buku puisi ajang Kusala Sastra Khatulistiwa. Inspirasi puisi-puisi di dalamnya berasal dari peristiwa Perang Makassar (1666-1667) yang dianggap berpengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat Sulsel hingga sekarang.

Baru-baru ini, pemuda kelahiran Takalar 7 Juli 1993 tersebut menjadi pengisi dua festival sastra bergengsi secara beruntun yakni Makassar International Writers Festival dan Ubud Writers & Readers Festival.

Sebutkan salah satu Tokoh Seni rupa di wilayah Sulawesi Selatan
wawankurn.com

Dengan nama pena Wawan Kurn, lulusan Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar ini menulis puisi, cerita pendek, esai dan menerjemahkan sejumlah tulisan. Kendati baru menerbitkan sepasang buku kumpulan puisi, dirinya berhasil lolos sebagai penulis undangan di helatan MIWF 2015. 

Beberapa karyanya pernah menghiasi kolom sejumlah surat kabar lokal dan nasional. Yang lebih istimewa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2012 lalu menyematkan penghargaan penulis artikel pendidikan terbaik. Kini, Wawan lebih banyak bergiat di sejumlah komunitas tulis-menulis.

Sebutkan salah satu Tokoh Seni rupa di wilayah Sulawesi Selatan
Twitter.com/dippahatang

Terhitung nama baru dalam kancah sastra Kota Daeng, Alfian langsung meroket berkat karya perdananya yakni buku puisi tunggal bertajuk Dapur Ajaib (2017). Sosok yang baru saja menamatkan pendidikan di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin ini turut mengisi MIWF bulan Mei kemarin.

Salah satu ciri khas, inspirasi kerap berasal dari keseharian masyarakat Sulsel. Mulai dari tradisi Tabe' (Permisi saat berhadapan dengan orang) hingga Coto Makassar yang menjadi makanan favoritnya.

Sebutkan salah satu Tokoh Seni rupa di wilayah Sulawesi Selatan
idwriters.com

Tak hanya menjadi penulis, pemuda kelahiran Sidrap 7 September 1993 tersebut menekuni bidang perfilman. Baru menelurkan satu buku puisi yakni Merelakan Diri Terbakar (2017), Rachmat sudah pernah terlibat dalam beberapa festival sastra berskala nasional dan internasional.

Dirinya tengah sibuk menyelesaikan studi master Institut Seni Indonesia Surakarta bidang Penciptaan Seni. Lebih jauh, lulusan Universiti Kebangsaan Malaysia ini juga acapkali melibatkan diri dalam sejumlah kegiatan seni kota Makassar.

Nah, bagaimana? Apa ada salah satu dari karya keenam penulis di atas yang resmi masuk dalam daftar belanjamu? Sekali lagi, jangan ragukan kualitas mereka ya. Selamat membaca!

Baca Artikel Selengkapnya