Sebutkan dua contoh hal yang dapat didiskusikan sebelum berwisata

Dalam publikasinya, Dcode Economic & Financial Consulting (2020) menyebutkan bahwa akibat pandemi COVID-19 ini, sektor pariwisata merupakan sektor yang paling terpuruk dibanding sektor lainnya. Sementara berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Organisasi Pariwisata Dunia atau UNWTO, kerugian yang dirasakan akibat pandemi COVID-19 ini mencapai USD 300-400 miliar. Kerugian secara ekonomi ini disebabkan karena penurunan 20 hingga 30% perjalanan wisata internasional.

Meski kondisi seperti ini pernah dirasakan sebelumnya pada tahun 2003 akibat wabah SARS, 2009 akibat krisis ekonomi global, dan 2012 akibat wabah MERS, pandemi COVID-19 ini diprediksi akan memberikan dampak yang lebih parah dibanding sebelumnya. Namun di sisi lain, adanya pandemi COVID-19 ini memberikan hikmah bagi banyak negara.

Misalnya saja di Jakarta, berlakunya kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) akibat pandemi COVID-19 pada bulan Maret lalu membuat kualitas udara ibukota menjadi lebih baik. Di India, di bulan yang sama, gugusan pegunungan Himalaya dapat terlihat sangat jelas dari jarak 200 Km setelah tertutup oleh polusi selama 30 tahun. Sementara di perairan Italia, seekor lumba-lumba terlihat berenang di sepanjang dermaga di Cagliria. Sebelumnya, lumba-lumba sangat jarang terlihat di kawasan ini.

Adanya pandemi COVID-19 yang telah mewabah ke 88 negara seakan memberikan berkah tersembunyi yang membuat banyak destinasi wisata untuk dapat ‘istirahat sejenak’ dan memberikan kesempatan kepada alam untuk memperbaiki dirinya.

Di sisi lain, banyak lembaga yang berusaha memprediksi mengenai kapan pandemi COVID-19 ini berakhir. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Singapore University of Technology and Design, diperkirakan bahwa pandemi COVID-19 di Indonesia akan berakhir 100% pada 7 Oktober 2020. Sementara Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 memperkirakan pandemi ini akan berakhir pada Juni 2020.

Dampak COVID-19 pada berbagai sektor
Sumber: Dcode Economic & Financial Consulting (2020)

Seluruh prediksi di atas tentunya juga bergantung pada kebijakan pemerintah dalam menangani dan mencegah penyebaran COVID-19. Apabila pemerintah lambat dan tidak serius dalam mencegah penyebaran COVID-19, dan apabila terdapat pelonjakan kasus-kasus baru, maka prediksi waktu yang telah disebutkan di atas tentu menjadi tidak berlaku lagi.

Lantas, dengan penjelasan di atas, apakah masa pandemi ini membuat destinasi wisata berhenti melakukan promosi?

Secara garis besar, kondisi pandemi COVID-19 ini membuat seluruh pengelola destinasi maupun pelaku usaha wisata melakukan banyak cara untuk dapat bertahan hidup (surviving). Akibat pandemi ini, tak sedikit karyawan hotel yang dirumahkan sementara, bahkan terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Bahkan hampir seluruh destinasi wisata menutup usahanya.

Dilansir dari Detik Travel (10/04), dalam waktu dua bulan lebih sejak COVID-19 masuk ke Indonesia, Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) mencatat setidaknya sebanyak 1.542 hotel yang tutup di 31 provinsi yang tersebar di Indonesia.

Melalui artikel ini, izinkan kami memberikan gambaran bagaimana nantinya pandemi COVID-19 akan merubah perilaku dan pergerakan wisatawan. Selain itu, kami juga akan memberikan panduan tentang apa saja yang dapat dilakukan oleh para pengelola destinasi wisata agar tetap eksis di tengah pandemi COVID-19 ini.

Data Kunjungan Wisatawan Mancanegara Januari-Maret 2019 dan 2020
Sumber : Ditjen Imigrasi dan BPS (diolah kembali oleh Pusat Data dan Sistem Informasi, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif)

Pergerakan wisatawan pascapandemi COVID-19

Dalam pandangan kami, pergerakan wisatawan pascapandemi COVID-19 ini akan dimulai dari jarak yang dekat. Kecenderungan calon wisatawan dalam memilih destinasi alam (back to nature) akan menjadi pilihan utama. Namun di sisi lain, diperkirakan juga calon wisatawan akan menghindari destinasi yang sifatnya massal/keramaian. Bahkan selama vaksin belum ditemukan dan dapat diproduksi secara massal, wisatawan tetap akan menjaga jarak dan mengikuti protokol kesehatan, seperti mengenakan masker dan membawa hand sanitizer saat berwisata.

Selanjutnya, destinasi yang mungkin akan menjadi pilihan calon wisatawan adalah destinasi yang mampu menjamin keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan wisatawan. Dalam hal kesehatan, tentu yang dicari adalah kebersihan dan higienitas, baik dari sisi lingkungan destinasi, akomodasi, maupun ketersediaan makanan minuman.

Selain itu, adanya pandemi COVID-19 yang masuk sejak Februari lalu telah mengguncang perekonomian setiap orang. Bagi yang tidak menyimpan dan mempersiapkan dana darurat, berwisata bukanlah hal yang menjadi prioritas untuk mengobati kejenuhan bepergian. Dengan begitu, perjalanan wisata dan membelanjakan uang untuk menyewa akomodasi wisata pascapandemi tentunya hanya dapat dilakukan oleh orang-orang dengan tingkat ekonomi yang relatif tinggi.

Masyarakat menutup sementara kawasan desa wisata dan akses masuk kawasan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi lalu lintas/ keluar masuk orang luar. Dokumentasi: Hannif Andy

Strategi mempromosikan destinasi wisata di masa pandemi COVID-19

Adanya pandemi COVID-19 dan imbauan akan physical distancing ini bukan berarti membuat para pengelola destinasi wisata tidak melakukan apa-apa. Justru di masa ini, harusnya dapat menjadi momentum bagi pengelola untuk melakukan peremajaan destinasi dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia.

Peremajaan yang dimaksud di sini adalah usaha-usaha perawatan dan perbaikan dari sisi destinasi, akomodasi, maupun layanan agar tampak lebih up to date dan segar. Di bidang kelembagaan dan SDM, pengelola destinasi wisata dapat mengikuti pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan secara virtual atau online.

1. Tetap aktif di sosial media, sebarkan postingan positif

Dalam situasi tanggap darurat ini, rasanya bukan waktu yang tepat untuk melakukan promosi secara langsung (hard selling). Terlebih lagi jika memberikan diskon atau potongan harga agar masyarakat bersedia melakukan perjalanan wisata di masa pandemi ini.

Kami melihat bahwa penggunaan sosial media di masa pandemi ini dapat dijadikan sebagai momentum untuk membangun komunikasi maupun meningkatkan engagement yang baik antara pengelola destinasi dengan pengikut/calon wisatawan.

Kumpulkan kembali dokumentasi aktivitas wisatawan yang pernah mengunjungi destinasi Anda. Ceritakan aktivitasnya dan buatlah tulisan yang menarik. Selain itu, sebarkan postingan positif dengan mengangkat nilai-nilai lokal di destinasi.

Misalnya, tentang sosok petugas kebersihan yang ramah dan rajin. Atau tentang cerita rakyat, sejarah, dan filosofi mengenai daya tarik/destinasi wisata yang Anda kelola. Pada intinya, dalam berpromosi di sosial media, kekuatan cerita menjadi kuncinya. Storytelling juga dapat digunakan untuk meningkatkan apresiasi wisatawan terhadap kekayaan alam dan budaya di destinasi wisata.

Hal yang tak kalah pentingnya adalah selalu memperbarui status akun Google Bisnis (Google My Business) Anda. Jangan lupa untuk menutup waktu kunjungan destinasi. Buatlah jadwal untuk mengunggah cerita dan foto secara rutin supaya tetap menjadi destinasi yang dipertimbangkan oleh mesin pencari Google.

Masyarakat di Desa Wisata Bromonilan, Yogyakarta melakukan penanaman sayur dan tanaman obat keluarga di lahan kosong. Penanaman ini dilakukan sebagai bentuk usaha agar masyarakat desa wisata bisa bertahan hidup di tengah pandemi COVID-19.
Dokumentasi: Hannif Andy

2. Membuat konten kreatif

Di era digital ini, konten diibaratkan sebagai raja. Konten pun memiliki arti yang luas dan tidak hanya terpaku pada teks saja. Konten juga dapat diartikan sebagai bentuk gambar, video, atau film dokumenter pendek. Namun, bila isinya tidak sesuai, maka akan sulit diterjemahkan oleh pembaca maupun calon wisatawan.

Dalam kasus ini, kami ingin mengambil contoh tentang channel youtube Purba Production yang dikelola anak-anak muda kreatif dari destinasi wisata Gunungapi Purba Nglanggeran, Yogyakarta. Tema yang diangkat pun beragam. Mulai dari konten edukasi untuk tetap di rumah aja, maupun masalah-masalah umum yang terjadi di usia remaja dan lingkungan masyarakat. Untuk membuat Anda semakin penasaran, silakan menyaksikan sendiri konten-konten yang dipublikasikan tim Purba Production melalui YouTube.

3. Jalin komunikasi dengan wisatawan, supplier, dan masyarakat di sekitar destinasi

Dalam hal ini, betapa pentingnya destinasi wisata untuk menyediakan buku tamu, merekap, bahkan menyimpan database wisatawan yang pernah berkunjung ke tempat Anda. Database berupa nama, tempat tinggal, alamat surat elektronik (email), dan nomor telepon dapat digunakan untuk membangun komunikasi antara tuan rumah dan tamunya.

Buatlah rilis kebijakan mengenai kondisi saat ini agar wisatawan dapat mengetahui kabar dari destinasi wisata yang Anda kelola. Selain rilis mengenai kondisi destinasi wisata, Anda pun dapat mengirimkan artikel-artikel terbaru yang telah dipublikasikan melalui website.

Pada intinya, bangunlah komunikasi dengan memberikan empati, menanyakan kabar dan ikut mendoakan agar pandemi ini segera berakhir. Selain membangun komunikasi dengan wisatawan yang pernah berkunjung ke tempat Anda, bangunlah komunikasi yang baik dengan supplier maupun masyarakat di sekitar destinasi yang Anda kelola.

4. Perbaikan website dari sisi keamanan dan audit SEO

Strategi selanjutnya yang dapat dilakukan oleh pengelola destinasi wisata adalah perbaikan website. Cek kembali kualitas website Anda dari sisi kecepatan dan kemudahan aksesnya, baik saat menggunakan perangkat desktop, tablet, maupun mobile. Gunakan tools seperti GTMetrix atau Google PageSpeed Insights untuk melihat performa website yang Anda kelola.

Rapikan konten website dengan memperbanyak artikel-artikel edukasi saat berwisata. Misalnya, larangan memberi makan satwa liar saat berwisata, atau tips berkegiatan di luar ruangan di kala pandemi COVID-19. Selain itu, rutinlah melakukan publikasi artikel dengan memasukkan kata kunci relevan sesuai target pasar Anda. Jangan lupa untuk melakukan audit SEO (Search Engine Optimization) agar dapat bersaing dengan kompetitor.

5. Tinjau ulang strategi pemasaran yang telah dan akan dilakukan

Setiap organisasi yang mengelola destinasi wisata tentunya memiliki rencana program yang berkaitan dengan hal pemasaran. Di masa istirahat ini, Anda dapat mereview atau meninjau ulang strategi pemasaran yang telah dan akan dilakukan. Jika memungkinkan, libatkan mentor bisnis untuk membuat strategi baru.

Adanya pandemi COVID-19 ini juga membuat semua orang makin dekat dengan penggunaan internet dan teknologi. Banyak survei yang telah menyebutkan, bahwa calon wisatawan menginginkan proses reservasi yang mudah dan cepat. Untuk itu, jika destinasi wisata Anda belum memiliki platform digital untuk berpromosi dan sistem reservasi, segeralah untuk membuatnya.

Tren baru berwisata seperti reservasi daring, pembayaran digital, penggunaan Augmented Reality maupun Virtual Reality akan makin memperkaya pengalaman wisatawan saat mengunjungi destinasi. Untuk itu, beradaptasi dan melakukan inovasi adalah kunci agar destinasi wisata yang Anda kelola dapat bersaing di era revolusi digital ini.

6. Tinjau ulang harga dan paket wisata

Hal yang tak kalah pentingnya juga adalah meninjau ulang harga dan paket wisata yang ditawarkan. Cobalah untuk melakukan survei kecil kepada wisatawan terhadap tingkat kepuasan dan layanan di destinasi wisata. Apakah sudah sebanding dengan harga yang wisatawan keluarkan?

Selain itu, perkaya kembali paket wisata di destinasi yang Anda kelola. Galilah potensi-potensi yang belum diperkenalkan kepada wisatawan dan masukkan ke dalam perhitungan paket wisata yang akan Anda susun. Gabungkan dengan beberapa komponen seperti jasa fotografer, pemandu, kuliner, maupun akomodasi homestay di dalam paket wisata yang Anda susun.

7. Merumuskan keunikan dan branding (identitas) destinasi

Apakah destinasi wisata yang Anda kelola sudah cukup unik di mata wisatawan? Sudahkah memiliki brand? Jika belum, inilah saat yang tepat untuk menyusun dan mengonsep branding destinasi. Strategi destination branding sangatlah penting dilakukan agar destinasi wisata dapat berkembang dan dikenal oleh masyarakat luas.

Adapun definisi branding pada konteks ini adalah bagaimana destinasi wisata dapat mengelola image dan reputasi dengan cara memenuhi janji-janji (trust) kepada wisatawan. Dengan begitu, branding bukan hanya sekedar logo, slogan, maupun tagline. Namun, menyangkut janji dari destinasi wisata yang harus ditepati. Pada akhirnya, branding yang telah ditentukan akan menjadi image maupun reputasi yang akan selalu diingat dan dikenang oleh konsumen/wisatawan.

Baca juga : Pariwisata Indonesia Pascapandemi COVID-19

8. Memetakan maupun merencanakan kolaborasi antarlembaga dan perusahaan

Sektor pariwisata tidak pernah bisa berdiri dan berjalan sendiri. Ia membutuhkan kolaborasi antar dan lintas sektor agar keberlanjutan bisnis usahanya tetap berjalan. Maksimalkan peran dari lembaga di wilayah destinasi, seperti keterlibatan perangkat desa, pemerintah daerah, swasta (hotel, restauran, travel agent), akademisi, dan media. Cobalah untuk menjalin kerja sama antarperusahaan, atau dikenal dengan konsep B2B (Business to Business), seperti misalnya layanan tiketing online, transaksi digital (e–money), jasa asuransi, maupun model kerja sama lainnya.

Selain itu, buatlah saluran pemasaran atau chanel untuk memaksimalkan penjualan. Saluran pemasaran sangatlah dibutuhkan agar produk dan jasa yang ditawarkan destinasi wisata dapat sampai ke calon wisatawan.

Saluran pemasaran dapat dibentuk melalui dua cara, yaitu langsung dan tidak langsung. Saluran pemasaran langsung dapat dilakukan dengan mendatangkan wisatawan tanpa melalui perantara. Misalnya, melalui pengiriman proposal ke instansi, menyebar brosur paket harga destinasi wisata, dan lainnya. Sementara saluran pemasaran tidak langsung dapat dilakukan dengan cara melibatkan perantara untuk mendatangkan wisatawan. Misalnya, melakukan kerja sama dengan biro perjalanan wisata/travel agent, pramuwisata (guide), antar destinasi wisata, ASITA, PHRI, atau lainnya.

Itulah delapan strategi promosi destinasi wisata yang dapat Anda lakukan di tengah pandemi COVID-19 ini. Jika melihat linimasa sosial media, pascapandemi COVID-19 akan menjadi momen bagi semua orang untuk melakukan ‘balas dendam’ dengan kembali menghirup udara segar alam, berkumpul bersama keluarga di kampung halaman, dan melakukan perjalanan wisata. Untuk itu, pengelola destinasi wisata perlu memastikan bahwa produk dan jasa yang ditawarkan telah sesuai dengan harapan wisatawan.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA