Sebutkan dua cara meneladani sikap amanah Nabi Harun

Kisah Nabi harun diabadikan dalam Alquran. (Foto: istimewa)

Kastolani Kamis, 19 Maret 2020 - 05:30:00 WIB

JAKARTA, iNews.id - Kisah Nabi Harun alaihi salam (AS) merupakan saudara Nabi Musa AS yang sama-sama diutus untuk Bani Israil. Tidak disebutkan rinci berapa perbedaan usia anatar Musa dan Harun. Namun, menurut mufasir Nabi Harun lahir lebih dulu dibanding Musa.

Berbeda dengan Musa yang lahir bertepatan dengan masa di mana semua bayi laki-laki di zaman Firaun dibunuh. Nabi Harun AS lahir di masa jeda Raja Firaun membunuh anak laki-laki. Firaun menyelingi kebijakannya itu untuk mencegah punahnya anak laki-laki. Kebijakan Firaun itukarena kekhawatirannya ada keturunan Bani Israil yang akan menjadi raja dan menjadi penantang kekuasaannya sesuai nasihat dari penasihat istana.

Nabi Harun dan Musa meski keduanya diasuh berbeda oleh dua perempuan mulai, namun memiliki keterikatan batin. Hal ini terlihat saat keduanya baru bertemu setelah dewasa dan diangkat menjadi nabi.

Firman Allah Swt.: وَاجْعَلْ لِّيْ وَزِيْرًا مِّنْ اَهْلِيْۙ

"Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku. (Thaha: 29-30)

Musa mengadu kepada Tuhannya tentang apa yang ia takuti dari Firaun dan bala tentaranya menyangkut peristiwa pembunuhan yang dilakukannya. Musa pun mengadu kepada Tuhannya tentang kekakuan lidahnya, karena sesungguhnya lisan (lidah) Musa mengalami kekakuan yang membuatnya tidak dapat berbicara terlalu banyak. Dan Musa meminta kepada Tuhannya agar ia dibantu oleh saudaranya (yaitu Harun) yang kelak akan menjadi juru terjemahnya terhadap banyak perkataan yang ia tidak dapat mengungkapkannya secara fasih.

Maka Allah mengabulkan permintaannya dan melepaskan kekakuan lidahnya, lalu Allah menurunkan wahyu kepada Harun dan memerintah­kan kepada Musa agar menemui Harun. Maka Musa berangkat dengan membawa tongkatnya sampai bersua dengan Harun AS, setelah itu keduanya berangkat menuju negeri tempat Firaun berada.

Keduanya sampai di depan pintu istana Firaun dan berdiam selama beberapa lama karena tidak di beri izin untuk masuk, kemudian keduanya diberi izin sesudah mendapat rintangan yang sangat keras. Lalu keduanya berkata, seperti yang diceritakan oleh firman-Nya:

فَأْتِيٰهُ فَقُوْلَآ اِنَّا رَسُوْلَا رَبِّكَ فَاَرْسِلْ مَعَنَا بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ ەۙ وَلَا تُعَذِّبْهُمْۗ قَدْ جِئْنٰكَ بِاٰيَةٍ مِّنْ رَّبِّكَ ۗوَالسَّلٰمُ عَلٰى مَنِ اتَّبَعَ الْهُدٰى

Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu. (Surat Taha: 47)

Firaun bertanya, "Siapakah Tuhan kamu berdua?" Keduanya menjawab Firaun denganjawaban seperti yang dikisahkan oleh Allah di dalam Al-Quran kepada kita.

Firaun bertanya, "Lalu apakah yang kamu berdua inginkan?" Firaun teringat akan peristiwa pembunuhan yang telah dilakukan oleh Musa, tetapi ia tidak dapat mengatakannya karena pembicaraan telah mengarah ke topik lain. Musa menjawab, "Saya menginginkan agar engkau beriman kepada Allah dan melepaskan kaum Bani Israil untuk pergi bersama kami."

Firaun menolak permintaan Musa dan berkata, "Datangkanlah suatu tanda (mukjizat jika engkau termasuk orang-orang yang benar." Maka Musa melemparkan tongkatnya, tiba-tiba tongkatnya berubah ujud menjadi ular yang besar seraya mengangakan mulutnya merayap dengan cepat menuju ke arah Firaun.

Ketika Firaun melihat ular besar itu menuju ke arahnya, ia takut dan lari dari singgasananya, lalu meminta tolong kepada Musa agar menahan ular itu supaya tidak menyerangnya. Musa melakukan apa yang diminta oleh Firaun, kemudian Musa mengeluarkan tangannya dari kantongnya; maka tangan Musa kelihatan putih bersinar bukan karena penyakit. Lalu Musa mengembalikan tangannya ke dalam kantongnya, maka warna tangannya kembali seperti semula.

Firaun bermusyawarah dengan para pejabat yang ada di sekitarnya, menanggapi apa yang telah dilihatnya. Maka mereka berkata kepada Firaun, seperti yang diceritakan oleh Firman-Nya:

Dua orang ini adalah benar-benar ahli sihir yang hendak mengusir kalian dari negeri kalian dengan sihirnya dan hendak melenyapkan kedudukan kamu yang utama. (Thaha: 63)

Yakni bertujuan hendak melenyapkan kerajaan mereka yang menjadi tempat hidup mereka. Firaun dan orang-orang terdekatnya menolak, tidak mau memberikan kepada Musa sesuatu pun yang dimintanya. Bahkan mereka berkata kepada Firaun, "Kumpulkanlah semua ahli sihir yang banyak didapat di negerimu untuk menghadapi dua orang ini, sampai sihirmu menang atas sihir keduanya."

Maka Musa dan para ahli sihir itu mengadakan suatu janji pertemuan pada hari raya, dan hendak­nya pertandingan mereka disaksikan oleh semua orang di waktu duha.

Ibnu Abbas mengatakan kepadanya bahwa yang dimaksud dengan hari raya itu adalah hari Asyura; pada hari itu Allah Swt memenangkan Musa atas Firaun dan para ahli sihirnya.

Setelah mereka bertemu di suatu lapangan yang luas, maka orang-orang yang menyaksikan sebagian dari mereka mengatakan kepada sebagian yang lain, "Marilah kita berangkat untuk menyaksikan pertandingan ini."semoga kita mengikuti ahli-ahli sihir jika mereka adalah orang-orang yang menang. (Asy-Syuara: 40)

Selama berada di pengasingan di Padang Tih, Nabi Harun yang dipercaya Musa untuk memimpin kaumnya selama dirinya menemui Allah di Gunung Sinai sempat terjadi perselisihan antara keduanya.

Harun sebelum itu telah berkhotbah kepada mereka seraya mengatakan, "Sesungguhnya kalian telah diselamatkan dari negeri Mesir, sedangkan di tangan kalian masih ada barang pinjaman dan barang titipan milik kaum Firaun. Begitu pula sebaliknya, milik kalian masih ada yang tertinggal di tangan mereka. Menurutku, sebaiknya kalian merelakan barang kalian yang ada pada mereka. Tetapi aku tidak menghalalkan kepada kalian barang titipan atau barang pinjaman mereka yang ada di tangan kalian. Kita juga tidak akan mengembalikannya kepada mereka barang sedikit pun serta tidak pula memilikinya buat diri kita sendiri."

Lalu Harun membuat suatu galian dan memerintahkan kepada setiap orang yang mempunyai barang atau perhiasan titipan atau pinjaman dari kaumnya Firaun untuk melemparkannya ke dalam galian itu. Lalu semua barang itu dibakar dengan api dalam galian tersebut. Harun berkata, "Biarkanlah barang-barang ini tidak menjadi milik kita dan tidak pula milik mereka."

Saat itu Samiri yang berasal dari kaum penyembah sapi yang hidup bertetangga dengan kaum Bani Israil —tetapi ia bukan berasal dari kaum Bani Israil— ikut bersama mereka. Samiri yang menggabungkan diri bersama Musa dan Bani Israil saat mereka berangkat, telah ditakdirkan baginya dapat melihat suatu jejak. Lalu ia memungut segenggam tanah dari bekas jejak itu dan membawanya pergi.

Ketika ia bersua dengan Harun, Harun berkata kepadanya, "Hai Samiri, mengapa engkau tidak melemparkan apa yang ada di tanganmu itu?" Samiri menggenggam erat tanah tersebut tanpa ada seorang pun yang mengetahuinya selama itu, hanya Harunlah yang melihatnya.

Samiri menjawab, "Ini adalah segenggam tanah bekas jejak rasul (Jibril) yang membimbing kalian melewati laut itu. Aku tidak akan melemparkannya walau bagaimanapun, kecuali jika engkau berdoa kepada Allah bahwa jika barang ini kulemparkan ke dalam api itu Dia akan menjadikannya sesuatu menurut apa yang kukehendaki." Harun menyetujuinya. Maka Samiri melemparkan tanah bekas jejak rasul itu ke dalam api dan Harun berdoa memohon kepada Allah.

Samiri berkata, "Saya menginginkan agar ia menjadi anak lembu." Maka terhimpunlah semua barang dan perhiasan yang ada di dalam galian itu, baik yang berupa emas, tembaga, atau pun besi;, lalu membentuk menjadi seekor anak lembu yang berongga, tetapi tanpa roh dan hanya ada suaranya saja.

Maka kaum Bani Israil berpecah-belah menjadi banyak golongan. Segolongan di antara mereka mengatakan, "Hai Samiri, apakah ini?" Kamu lebih mengetahui tentangnya." Samiri menjawab, "Ini adalah tuhan kalian, tetapi Musa sesat jalan." Sebagian dari mereka mengatakan, "Kami tidak mau mendustakan ini hingga Musa kembali kepada kita. Jika patung anak lembu ini benar-benar tuhan kita, tentu kita tidak akan menyia-nyiakannya dan kita tidak dapat berbuat apa-apa lagi terhadapnya. Dan jika patung lembu ini bukan tuhan kita, maka kita mengikuti Musa."

Musa menarik kepala (jenggot) saudaranya (Harun) mendekat ke dirinya dan membanting luh-luh-nya. karena marah. Tetapi pada akhirnya Musa memaafkan saudaranya karena saudaranya mengemukakan alasan yang benar, lalu Musa memohonkan ampun buat saudaranya.

Sesudah itu Musa pergi menemui Samiri dan berkata kepadanya, "Apakah yang mendorongmu berbuat demikian?" Samiri menjawab, "Saya memungut segenggam tanah dari bekas telapak utusan Allah (Jibril), dan saya mengetahui hikmahnya, tetapi saya sembunyikan dari kalian.

lalu aku melemparkannya, dan demikianlah nafsuku membujukku.” Berkata Musa, "Pergilah kamu. maka sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan di dunia ini (hanya dapat) mengatakan, Janganlah menyentuh (aku).

Dan sesungguhnya bagimu hukuman (di akhirat) yang kamu sekali-kali tidak dapat menghindarinya, dan lihatlah tuhanmu yang kamu tetap menyembahnya. Sesungguhnya kami akan membakarnya, kemudian kami sungguh-sungguh akan menghamburkannya ke dalam laut (berupa abu yang berserakan).” (Thaha: 96-97)

Seandainya dia benar-benar tuhan, tentulah nasibnya tidak akan demikian. Akhirnya kaum Bani Israil sadar bahwa diri mereka tertimpa fitnah, dan mereka iri kepada orang-orang yang sependapat dengan Harun.


Editor : Kastolani Marzuki

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA