Sebutkan 3 manfaat menjaga persatuan dan kesatuan bagi diri sendiri keluarga dan masyarakat

Suara.com - “Persatuan Indonesia” adalah sila ke-3 yang merupakan ideologi negara kita. Lalu tahukah kalian apa manfaat persatuan dan kesatuan itu?

Dalam konteks negara, persatuan dan kesatuan menjadi pondasi utama terhadap keberlangsungannya. Maka dari itu kedua hal tersebut menjadi dua konteks yang tidak dapat dipisahkan dan harus dijaga. Selain itu, ada manfaat persatuan dan kesatuan lainnya

Apa saja manfaat persatuan dan kesatuan? Adakah makna dibaliknya? Bagaimana contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari?

Dalam ulasan berikut akan dibahas tentang manfaat persatuan dan kesatuan beserta makna dan contohnya.

Baca Juga: Apa Alasan Pancasila sebagai Dasar Negara?

Manfaat Persatuan dan Kesatuan

  1. Menjaga kerukunan di tengah perbedaan yang begitu beraneka ragam
  2. Memudahkan bangsa Indonesia untuk berkembang
  3. Menciptakan suasana yang aman dan nyaman bagi setiap warga negara
  4. Memudahkan untuk mengatasi gangguan yang muncul baik dari dalam maupun dari luar
  5. Mempermudah negara Indonesia untuk mencapai tujuan negara

Makna Persatuan dan Kesatuan

Menurut KBBI memiliki makna sebagai sebuah gabungan, ikatan yang terdiri dari beberapa bagian yang sudah bersatu. Sedangkan kesatuan bermakna perihal satu, sifat tunggal, satuan.

Sedangkan berdasarkan kutipan dari situs resmi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, persatuan diartikan sebagai kumpulan dari berbagai komponen dan kesatuan adalah hasil dari perkumpulan tersebut (utuh tidak terpisahkan).

Dari pemaknaan yang sudah dijelaskan dapat kita simpulkan bahwa persatuan dan kesatuan adalah dua hal yang bergerak saling beriringan, persatuan dan kesatuan juga menjadi faktor utama berdiri dan merdekanya negara kita sehingga dapat melepaskan diri dari penjajahan.

Baca Juga: Beberapa Rumusan Dasar Negara hingga Terbentuk Pancasila

Tumbuhnya persatuan dan kesatuan dapat dimulai dengan menumbuhkan sifat cinta tanah air dan tinggi toleransi dalam hati masing-masing.

Indonesia salah satu negara dengan keberagaman yang begitu banyak. Keberagaman Indonesia tidak akan berjalan dengan baik jika masyarakatnya terlalu diam. Justru, masyarakat Indonesia memiliki sifat yang memang sangat mencintai keberagaman ini. Keberagaman bukanlah penghalang untuk bisa bekerjasama dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik.

Ditengah situasi pandemi Covid-19 yang mewabah di Indonesia seperti ini menjadikan momen untuk masyarakat Indonesia bisa saling membantu satu sama lainnya tanpa memandang suku, agama, ras dan antar golongan. Tentunya, banyak sekali cara yang bisa dilakukan untuk menjalin keberagaman tersebut agar tetap ada.

Berikut ini 4 tips untuk menjaga keberagaman di Indonesia agar semakin menjadikan Indonesia sebagai negara maju di masa depan.

1. Saling Menghargai

Hal utama yang paling penting untuk bisa dilakukan yaitu dengan saling menghargai. Dengan saling menghargai, maka akan memberikan manfaat yang baik. Serta, tidak terjadi permasalahan yang memang tidak diperlukan. Tidak ada manfaat dari permasalahan yang terjadi. Sebaliknya, jika saling menghargai satu sama lain maka akan sangat bermanfaat.

Cobalah untuk bisa menghargai baik Agama, suku, ras dan golongannya. Jangan jadikan hal tersebut sebagai perbedaan yang mendalam. Justru, sebaiknya bisa digunakan untuk membuktikan bahwa masyarakat Indonesia mencintai keberagaman. Dimanapun anda berada, tetaplah miliki rasa untuk bisa saling menghargai!

2. Membantu Satu Sama Lain

Sejatinya, manusia merupakan makhluk sosial yang memang membutuhkan satu sama lainnya. Termasuk dalam hal menjalin keberagaman di Indonesia. Dengan membantu satu sama lainnya akan memberikan efek yang sangat besar. Terlebih, sesama masyarakat Indonesia memang seharusnya melakukan hal ini.

Seperti saat terdapat musibah maka bisa membantu satu sama lainnya. Bersikaplah baik untuk tetap membantu lainnya. Jangan jadikan perbedaan sebagai alasan untuk tidak membantu. Tetapi, tetap berikan bantuan yang memang bisa bermanfaat untuk digunakan. Hal ini akan membuat pola kehidupan yang lebih baik.

3. Tidak Saling Menjatuhkan

Sebagaimana mestinya seorang saudara, maka tidak boleh untuk saling menjatuhkan. Terutama, untuk membuat keberagaman di Indonesia tetap berjalan. Di Negara yang lainnya, tentu tidak memiliki keberagaman yang begitu banyak. Memang, tugas masyarakat Indonesia saat ini cukup berat. Karena, harus menjaga keberagaman ini agar tetap lestari.

Sebenarnya, hal tersebut berat jika dilakukan sendiri. Sebaliknya, jika dilakukan bersama-sama tentu tidak. Justru, akan sangat menyenangkan untuk dilakukan. Mulai dengan lingkungan sekitar terlebih dahulu. Buat lingkungan masyarakat yang nyaman, tentram dan aman. Kemudian, sampaikan kepada saudara yang lainnya bahwa hal ini penting untuk dilakukan!

4. Saling Menjalin Kebersamaan

Baik dalam kondisi susah maupun senang, maka bisa untuk tetap menjalin kebersamaan. Jangan biarkan, saudara yang disana sedang susah maka tidak diberikan bantuan yang sesuai. Harus diberikan penanganan yang memang tepat. Padahal, saat ini sudah begitu banyak akses yang bisa dilakukan untuk tetap menjalin kebersamaan.

Tidak hanya pada kondisi senang saja, tetapi saat kondisi susah juga. Tetaplah menjadi bagian dari masyarakat yang memang siap membantu sesama. Jalin kebersamaan sesama masyarakat Indonesia. Jangan sampai, keberagaman ini hilang karena tidak ada jalinan kebersamaan satu sama lainnya. Mulailah dari sekarang!

Nah itulah beberapa tips agar kita sebagai masyarakat Indonesia dapat terus merawat keberagaman di Indonesia agar menjadikan negara ini melesat sebagai negara maju di masa depan. Untuk informasi produk asuransi kamu bisa kunjungi website www.aswata.co.id yang sudah dipercaya masyarakat sejak 56 tahun.

Kunjungi kantor cabang Aswata di kota kamu: //www.aswata.co.id/id/jaringan-kantor

Informasi Produk Asuransi Aswata:

Informasi produk Asuransi Kecelakaan Diri Keluarga

//www.aswata.co.id/id/kecelakaan-diri-keluarga

Informasi produk Asuransi Griya A+

//www.aswata.co.id/id/asuransi-property/aswata-griya-a

Informasi produk Asuransi Usaha A+

//www.aswata.co.id/id/asuransi-property/asuransi-usaha-a

Informasi produk Aswata Oto A+

//www.aswata.co.id/id/asuransi-kendaraan-bermotor/aswata-otoa

Penulis: Dr. Joni Tapingku, M.Th. [Rektor IAKN Toraja]

Lanjutan Opini sebelumnya

//www.iainpare.ac.id/moderasi-beragama-sebagai-perekat/

OPINI— Persoalan dan tantangan bangsa Indonesia tidaklah sedikit. Banyak dan kompleks. Tidak mungkin terselesaikan tanpa kolaborasi dan tanpa hadirnya kesatuan dan persatuan di antara segenap anak bangsa; tanpa hadirnya kesatuan hati anak bangsa. Di bawah ini diuraikan sejumlah persoalan dan tantangan yang mengancam persatuan bangsa.

Tantangan Beyond Post-Modern Era

Kita sedang berada di zaman peradaban baru yang didominasi oleh “perang urat saraf”, yaitu melibatkan kekuatan teknologi terbarukan [updating technology]. Tentu, teknologi yang terus terbarukan adalah anugerah Allah bagi manusia. Pada satu sisi, dengan adanya temuan dan teknologi yang semakin canggih akan semakin memanjakan dan memudahkan kita melakukan aktivitas dan pelayanan. Sebaliknya, dengan hadirnya teknologi terbarukan tersebut dapat menciptakan persoalan-persoalan baru yang menyeramkam. Inilah yang sedang mengemuka saat ini. Pemanfaatan media sosial yang kuat akan menjadi pemenang, baik dari sisi positif maupus sisi negatifnya. Penguasaan media cetak dan media elektronika yang semakin canggih memberikan referensi bahwa tantangan kita tidaklak sedikit. Teknologi dapat mengangkat derajat kehidupan manusia, tetapi pada saat yang sama pula dapat memusnahkan manusia itu sendiri.

Tantangan Intoleransi

Intoleransi adalah tindakan yang tidak toleran atau tidak memiliki tenggang rasa. Intoleransi ini sering dihubungkan dengan kepercayaan atau praktik agama lain. Dalam beberapa sumber, fakta menyebutkan bahwa tindak intoleransi beragama di Indonesia meningkat. Intoleransi ini sesungg merupakan buah dari kelalaian anak. bangsa untuk menjaga nilai, menjaga panji, menjaga semangat Pancasila yang merupakan buah dari kesepakatan bersama.

Persoalan Korupsi

Dalam berbagai kesempatan disebutkan bahwa korupsi adalah musuh bersama bahkan disebut sebagai kejahatan yang luar biasa [extraordinary crimes]. Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah, memperberat hukuman, memperkuat KPK, dsb. seakan-akan tidak mempan – tidak menjadi efek jera – bagi para  pelakunya. Undang-Undang KPK yang baru yang walaupun telah disahkan oleh DPR/MPR RI tetapi masih meninggalkan persoalan yang perlu dipastikan lebih jauh. Timbulnya protes dari elemen masyarakat dalam pasal-pasal tertentu tidak terlepas dari semangat agar bangsa ini terbebaskan dari cengkeraman korupsi. Hanya saja, dalam berbagai analisis bahwa persoalan kita adalah kompleks. Praktik nepotisme, lemahnya penegakkan hukum, wibawa hukum yang merosot, rendahnya komitmen moral, rendahnya peran hati nurani menjadi pemicu utama terjadinya praktik-praktik korupsi ini. Tidak heran bila Binoto Nadapdap menulis buku dengan judul “Korupsi Belum Ada Matinya”. Kapan matinya? Ini merupakan pertanyaan untuk dijawab oleh seluruh anak bangsa.

Tantangan Radikalisme

Radikalisme pada umumnya diartikan sebagai paham yang menghendaki terjadinya perubahan signifikan dalam bidang politik dan juga sosial. Pendekatan yang dipakai dengan cara ekstrim/kekerasan yang berpotensi terjadinya konflik. Bentuk perwujudan dan gerakan radikalisme bervariasi. Dalam tulisan Ahmad Jainuri dikatakan bahwa radikalisme dari perspektif pemikiran didasarkan pada keyakinan tentang nilai, ide, dan pandangan yang dimiliki oleh seseorang yang dinilainya sebagai yang paling benar dan menganggap yang lain salah. Ia sangat tertutup, biasanya sulit berinteraksi dan hanya saling berbicara dengan kelompoknya sendiri. Orang yang memiliki pandangan seperti ini biasanya tidak menerima pemikiran orang lain, selain pikiran dan kelompoknya sendiri. Otoritas pengetahuan yang dimilikinya dikaitkan dan diperoleh dari figur tertentu yang dinilai tidak dimiliki oleh orang lain. Karena itu, biasanya kaum radikal tidak menerima figur lain sebagai sumber rujukan pengetahuannya. Dalam dialog biasanya ia tidak ingin memahami keanekaragaman pendapat yang dimiliki orang lain, tetapi ingin menyatukan pandangan yang berbeda itu dengan pandangan dan pendapat menurut standar diri sendiri, bahkan dengan memaksakan kehendak. Pada sisi lain, radikalisme tindakan dan gerakan ditandai oleh aksi ekstrem yang harus dilakukan untuk mengubah suatu keadaan seperti yang diinginkan. Contoh dalam bidang politik seperti tindakan makar, revolusi, demonstrasi, dan protes sosial yang anarkis. 

Tantangan Terorisme

Achmad Jainuri menulis bahwa istilah teror dan terorisme telah menjadi idiom ilmu sosial yang sangat populer pada dekade 1990-an dan awal 2000-an sebagai bentuk kekerasan atas nama agama. Meskipun sesungguhnya terorisme bukanlah sebuah istilah baru, tetapi teror dan terorisme telah muncul sepanjang sejarah kehidupan umat manusia. Lebih lanjut Jainuri menjelaskan bahwa terorisme bagian dari gerakan radikalisme yang paling mutakhir di abad ini telah mencapai puncak ancaman peradaban. Pada tahun 1980, CIA [Central Intelligence Agency] mendefinisikan terorisme sama dengan ancaman atau penggunaan kekerasan untuk tujuan politik yang dilakukan oleh individu atau kelompok atas nama atau menentang pemerintah yang sah, dengan menakut-takuti masyarakat yang lebih luas dari pada korban langsung teroris. Tulisan A.M. Hendropriyono tentang terorisme lebih komprehensif. Dalam Bab IV bukunya yang berjudul Terosisme: Fundamentalis Kristen. Yahudi, Islam menyuguhkan informasi dan penilaian terhadap terosisme itu sendiri sebagai ancaman ketahanan di bidang ketahanan politik, pertahanan dan keamanan, serta kemanusiaan. Persoalan terorisme merupakan persoalan yang tidak gampang dipahami. Ada berbagai kisi yang tidak dapat dimengerti. Banyak pakar menyatakan bahwa pemahaman radikalisme yang sebenarnya tidaklah dibentuk oleh sebab yang tunggal tetapi banyak kisi lain yang belum dapat dipahami secara tuntas. Ada misteri [hidden agenda].

Tantangan Kemiskinan

Menurut data dan persentase penduduk miskin di Indonesia per Maret 2017 mencapai 27,77 juta. Secara terperinci disebutkan bahwa angka tersebut bertambah 6,90 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2016 yang sebesar 27,7 juta orang [10,70 persen]. Kemiskinan terjadi bukan hanya karena kekurangan sumber daya alam, tetapi juga karena faktor sumber daya manusia yang sangat terbatas dalam pengetahuan dan ketrampilan mengelola sumber daya alam.

Hal ini, tentu menyangkut dimensi pendidikan dalam konteks yang lebih luas. Karena itu, memang persoalan keindonesiaan kita adalah persoalan kompleks. Dapat dikatakan, kondisi ini telah menahundan terbiarkan selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Indonesia dengan kekayaan alamnya yang luar biasa tetapi masih saja berhadapan dengan kemiskinan. Karena itu, perlu introspeksi diri secara jujur tentang keindonesiaan dan berbenah agar keluar dari petaka kemiskinan.

Tantangan Alzheimer Sejarah

Salah satu pidato kenegaraan Presiden Soekarno yang disampaikan dalam rangka memperingati Ulang Tahun kemerdekaan RI ke-21 Tahun 1966 berjudul “Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah”  atau yang umumnya dikenal dengan sebutan Jasmerah. Jasmerah ini bersi penuturan data dan fakta-fakta sejarah yang diuraikan secara gamblang. Berisi gagasan dan semangat patriotisme. Berisi awasan dan sekaligus tindakan antisipatif. Berisi semangat juang tanpa pamrih. Berisi ajakan untuk mengisi kemerdekaan tanpa pamrih. Telah 76 tahun Indonesia merdeka ini merupakan momentum untuk mengingat kembali sejarah bangsa yang tertorehkan dalam banyak catatan dan pengalaman.

Tentu, pengalaman selama 76 tahun adalah pengalaman yang penuh makna. Selingan persoalan juga silih berganti yang menjadikannya semakin kuat dan dewasa. Para pejuang dan pendiri bangsa telah rela memberikan segala-galanya. Mereka memberi tanpa merasa berkekurangan. Mereka memberi tidak untuk kepentingan golongan atau kepentingan sektarian. Mereka memberi dengan kepentingan besar, yaitu kepentingan bangsa dan negara. Kepentingan rumah besar kita bernama Indonesia.

Merajut Persatuan dan Kesatuan Bangsa

Dalam konteks kompleks yang telah dipaparkan di atas, pertanyaan urgen yang mesti kita jawab ialah, bagaimana kita merajut persatuan dan kesatuan bangsa yang sehat, harmonis, dan langgeng? Sebagai sesama anak bangsa, ada beberapa perspektif yang mesti dibangun sebagaimana diuraikan di bawah ini.

Perlunya Kesadaran Kuat tentang Wawasan Kebangsaan

Seluruh komponen bangsa harus memiliki kesadaran ini, tidak terkecuali seluruh pemeluk agama. Dalam agama Kristen, Alkitab memberi bukti bahwa betapa pentingnya mendukung bangsa dan negara. Semangat kebangsaan ditunjukkan secara terbuka bebera teks Alkitab

Para pendiri bangsa Indonesia [the founding fathers] semula telah menyadari bahwa kenyataan pluralisme bangsa Indonesia dari segi suku, budaya, daerah, dan terutama agama yang d berpotensi melahirkan konflik dan perpecahan yang mengancam keutuhan bangsa. Sesungguhnya kemajemukan adalah kekayaan yang patut disyukuri. Pilar-pilar kebangsaan semestinya dikedepankan karena sudah merupakan konfesi/konsensus bersama dan bersifat final, yaitu: NKRI, UUD 1945, Pancasila, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Pendidikan yang Berkarakter

Pendidikan yang berkarakter merupakan upaya sadar yang dilakuakan seseorang atau sekelompok orang untuk menginternalisasikan nilai-nilai pada seseorang yang lain sebagai pencerahan agar peserta didik mengetahui, berfikir, dan bertindak secara bermoral dalam menghadapi setiap situasi. Tujuan dari pendidikan yang berkarakter adalah untu membentuk pribadi seseoranng menjadi manusia yang baik.

Dewasa ini, pendidikan karakter di Indonesia semakin menjadi pusat perhatian dalam dunia pendidikan. Hal ini disebabkan karena penurunan moral para penerus bangsa yang semakin mengkhawatirkan. Tidak sedikit kasus-kasus beredar tentang turunnya moral anak bangsa, mulai dari perlakuan yang tidak sopan kepada guru/dosennya, tawuran, dan tindak asusila. Berbagai masalah inilah yang membuat perhatian pemerintah semakin tertuju pada pendidikan yang berkarakter. Namun usaha yang dilakukan oleh pemerintah terhadap peserta didik sepertinya tidak sejalan dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar lingkungannya, terutama di lingkungan sekolah atau kampus. Tidak sedikit tenaga pendidik yang memberikan contoh yang tidak baik kepada peserta didik. Padahal karakter dari seorang tenaga pendidik sangat berperan penting dalam pembentukan karakter seorang anak.

Jadi tenaga pendidik tidak hanya memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang bagaimana karakter yang baik itu, bagaimana seharusnya kita sebagai manusia itu berperilaku, tapi juga tenaga pendidik harus memberikan contoh yang baik pula kepada peserta didik agar sosialisasi yang diberikan itu dapat berjalan dengan sempurna dan agar pendidikan karakter itu dapat berjalan dengan sempurna pula. Pun peserta didik seharusnya juga harus memiliki kemampuan dalam memfilter mana perilaku yang baik dan mana perilaku yang tidak baik. Kesimpulannya, tenaga pendidik dan peserta didik harus bekerja sama agar pendidikan karakter di Indonesia berhasil.

Pendidikan Berbasis Keluarga 

Salah satu fungsi keluarga dalam perspektif pendidikan adalah sebagai tempat bagi penanaman nilai-nilai positif bagi kehidupan, pengembangan, dan pemantapan keterampilan, tingkah laku dan pengetahuan dalam hubungan dengan fungsi-fungsi lain. Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Tanpa pendidikan, manusia tidak mungkin berperadaban atau tidak mungkin berkebudayaan. Pengetahuan dapat bertambah karena melalui proses pendidikan, baik pendidikan formal [resmi], informal [keluarga, lingkungan, teladan], maupun non formal [kursus]. Melalui pendidikan, manusia bisa mengembankan kemampuan imajinasi menjadi kenyataan.

Mengingat begitu pentingnya pendidikan, melalui jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang menekankan tentang tujuan pendidikan. Pada pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Diharapkan melalui rumusan tujuan pendidikan nasional ini memberikan arah bagi pendidikan yang baik dan relevan untuk menjawab kebutuhan konteks Indonesia. Hanya saja, yang terlihat selama ini justru sangat jauh dari cita-cita ideal bangsa. Di mana-mana ditemukan hal-hal yang kontras dengan tujuan pendidikan. Degradasi mentalitas-moralitas-spiritualitas anak bangsa sangat terasa memilukan dan memalukan. Perilaku koruptif di luar aturan main menjadi hal yang seakan-akan dilegitimasi. Semua mengatasnamakan kebenaran dan hukum. Semua mencari pembenaran. Semua mencari kambing hitam, dst.

Penanaman Nilai Pendidikan dalam Konteks Plural

Sebagai bangsa yang kaya raya dengan sumber daya alam tetapi juga kaya raya dari sisi budaya, kesadaran terhadap nilai pendidikan dalam konteks plural perlu digemakan. Salah kesadaran pluralitas keyakinan dibincangkan oleh Julianus Mojau dalam bukunya yang berjudul Meniadakan atau Merangkul: Pergulatan Teologis Protestan dengan Islam Politik di Indonesia. Buku ini, tidak hanya menggumuli tentang tantangan yang kompleks, tetapi juga berbicara tentang kekayaan dalam konteks kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk. Salah satu tekanan tulisan ini terangkum dalam harapan yang tertuang dalam prakatanya yang menyatakan, “Semoga buku ini akan memberi sumbangan kecil dengan cara terssendiri pada usaha kita bersama memelihara proses menjadi Indonesia dengan semangat kebangsaan emansipatoris dan juga boleh saling menerima perbedaan antarelemen masyarakat [suku, agama, bahasa, dan budaya serta pilihan orientasi ideologi] sebagai fitra-sosiologis-teologis proses menjadi Indonesia. Dengan begitu, hidup damai bukanlah sekadar sebuah retorika, melainkan menjadi praksis hidup bersama”.

Tekanan utama dari pikiran ini adalah: Pertama, perlunya  pemeliharaan [perawatan] secara berkesinambungan; Kedua, perlunya semangat kebangsaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai/emansipasi ketika berhadapan dengan keragaman/kepelbagaian sebagai kekayaan; Ketiga, perlunya implementasi riil dalam konteks hidup bersama. Di luar kesadaran terhadap nilai-nilai ini akan kacau. Di luar ini akan terganggu.

Penutup

Harus diakui bahwa kita sedang menghadapi berbagai bentuk pertentangan dan konflik – yang  datang silih berganti – dengan berbagai wajah dan bentuk. Hal ini terjadi karena banyak faktor, antara lain belum terbiasanya dengan keterbukaan dan perbedaan [pluralitas]. Orang juga belum terbiasa dengan perkembangan kemajuan dalam sebuah iklim yang terbuka, demokratis, dan plural. Pada gilirannya, hal ini menimbulkan kecurigaan dan gesekan yang tidak sedikit di antara berbagai elemen masyarakat dan bangsa.

Karakter moderasi beragama meniscayakan adanya keterbukaan, penerimaan, dan kerjasama dari masing-masing kelompok yang berbeda. Karenanya, setiap individu pemeluk agama, apa pun suku, etnis, budaya, agama, dan pilihan politiknya harus mau saling mendengarkan satu sama lain, serta saling belajar melatih kemampuan mengelola dan mengatasi perbedaan pemahaman keagamaan di antara setiap pemeluk agama.

Akhirnya, mari kita senantiasa menyerukan sama seperti seruan Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama pada masanya, bahwa “Beragama hakikatnya berindonesia, dan berindonesia hakikatnya beragama”.

Video yang berhubungan

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA