Perlawanan Rakyat Indonesia – Terhadap Jepang, Dampak & Tujuan – Setelah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang di Indonesia, Jepang mulai menanamkan system penjajahan menggantikan pemerintah Hindia Belanda. Lajunya kemenangan pasukan Jepang seperti badai yang mampu menyapu tempat-tempat pertahanan Hindia Belanda. Namun kemenangan Jepang itu tidak secara fisik saja karena keunggulan militer dan teknologinya, tetapi dibalik itu sebenarnya terdapat dorongan bangsa Indonesia sendiri yang bosan terhadap penjajahan Belanda, apalagi Jepang menggunakan propaganda yang mampu menembus kebencian terhadap kolonialisme pada umunya. Show
Masa pendudukan Jepang di Indonesia dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada tanggal 17 Agustus 1945 seiring dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan M. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Pada Juli 1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan para Kyai didekorasi oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang. Jepang membentuk persiapan kemerdekaan yaitu BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu junbi chōsa-kai dalam bahasa Jepang. Badan ini bertugas membentuk persiapan-persiapan pra-kemerdekaan dan membuat dasar negara dan digantikan oleh PPKI yang bertugas menyiapkan kemerdekaan. Latar Belakang Jepang Menjajah IndonesiaPada tanggal 14 Februari 1942, Jepang menyerang Indonesia dan segera menguasai Sumatra Selatan. Tanggal 1 Maret dini hari, mereka mendarat di Jawa dan dalam waktu delapan hari, Letnan Jendral Ter Poorten, Panglima Tentara Hindia Belanda (KNIL), Menyerah atas nama seluruh angkatan perang Sekutu di Jawa. Pendudukan bangsa Jepang atas wilayah Indonesia sebagai negara imperialis, tidak jauh berbeda dengan negara-negara imperialisme lainnya. Kedatangan bangsa Jepang ke Indonesia berlatar belakang masalah ekonomi, yaitu mencari daerah-daerah sebagai penghasil bahan mentah dan bahan baku untuk memenuhi kebutuhan industrinya dan mencari tempat pemasaran untuk hasil-hasil industrinya. Sehingga aktivitas perekonomian bangsa Indonesia pada zaman Jepang sepenuhnya dipegang oleh pemerintah Jepang. Masuknya Jepang ke IndonesiaPada tanggal 8 Maret 1942, Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer (Gubernur Jenderal Belanda), Letnan Jenderal Ter Poorten (Panglima tentara Hindia Belanda), serta pejabat tinggi militer dan seorang penerjemah pergi ke Kalijati. Dari pihak Jepang hadir Letnan Jenderal Imamura. Dalam pertemuan itu, Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Dengan demikian, secara resmi masa penjajahan Belanda di Indonesia berakhir. Jepang berkuasa di Indonesia. Bukan kemerdekaan dan kesejahteraan yang didapat bangsa Indonesia. Situasi penjajahan tidak berubah. Hanya kini yang menjajah Indonesia adalah Jepang. Kedatangan Jepang pada umumnya diterima dengan penuh semangat. Rakyat percaya bahwa Jepang datang untuk memerdekakan, dan Jepang makin disenangi karena segera mengizinkan dikibarkannya bendera nasional Indonesia merah putih, dan dikumandangkannya lagu kebangsaan Indonesia raya, dua hal penting yang dulu dilarang oleh Belanda. Alasan penting kenapa penjajahan Jepang justru diterima oleh mayoritas kaum terpelajar Indonesia adalah karena penguasa baru itu dapat lebih meningkatkan status sosial ekonomi orang Indonesia, hanya dengan kelayakan saja, tanpa kekerasan. Lebih-lebih lagi, dalam waktu enam bulan sejak kedatangannya, Jepang memenjarakan semua penduduk Belanda, sebagian besar orang Indo, dan sejumlah orang Kristen Indonesia yang dicurigai pro-Belanda kedalam kamp-kamp konsentrasi. Jumlah personil pemerintah militer Jepang hanya sedikit, oleh karena itu mereka terpaksa mengambil orang-orang Indonesia untuk mengisi lowongan hampir semua jabatan tingkat menengah, atasan bidang administrasi dan teknisi yang dulu diduduki orang Belanda atau Indo. Jadi, hampir semua personil Indonesia dalam bidang pemerintahan, mendapat kenaikan pangkat satu, dan bahkan sering dua atau tiga tingkat dalam hirarki tempat mereka bekerja. Dari situlah Jepang mula-mula memenangkan dukungan dari rakyat Indonesia. Karena alasan ini dan karena mereka diterima dengan tangan terbuka oleh penduduk, Orang Jepang tampaknya tidak mendapat tantangan nyata apa pun sebelumnya dari para pemimpin nasionalis. Mereka dapat dengan mudah mengambil sumber-sumber kekayaan Indonesia demi tujuan kepentingan perang mereka, tanpa harus mengadakan persetujuan dengan kaum nasionalis Indonesia. Berdasarkan keyakinan ini, mereka membentuk pergerakan tiga A pada tanggal 29 April 1942. Pada saat itu, Jepang memperkenalkan dan memprogandakan semboyan dan semangat Jepang, yaitu “Nippon pemimpin Asia, Nippon pelindung Asia, dan Nippon cahaya Asia”. Pergerakan itu bertujuan mengumpulkan dukungan untuk tujuan perang Jepang dan kemakmuran bersama Asia Timur Raya. Jepang terlalu dini untuk percaya bahwa mereka tidak perlu menggarap nasionalisme Indonesia untuk mencapai tujuan-tujuannya lebih lanjut, karena kenyataannya orang Indonesia yang mereka pilih untuk memimpin pergerakan tersebut adalah Mr. Raden Samsoedin, jelas bukan seoang pemimpin nasionalis eselon pertama. Orang Jepang segera menyadari kekeliruan perkiraan ini. Meskipun propagandanya hebat, Pergerakan Tiga A sebenarnya sangat melempem (gagal). Ternyata kemakmuran ekonomi Indonesia dinomorduakan dibawah kepentingan Jepang, tanpa suatu imbalan yang memadai bagi Indonesia. Nusantara dikuras habis bahkan makanannya, minyak dan kinanya, sementara barang-barang pokok yang sangat diperlukan seperti barang sandang dan onderdil-onderdil tidak masuk lagi. Jepang mengawasi kurikulum sekolah secara kasar dengan tangan besi. Mereka memaksakan bahasa Jepang sebagai pengganti bahasa Belanda di sekolah-sekolah menengah atas, dan sebagai bahasa resmi dikalangan pemerintah. Ini semua menimbulkan reaksi-reaksi negatif yang tajam. Yang lebih penting dan lebih meresap dihati hampir seluruh penduduk Indonesia adalah antagonisme yang tajam yang diciptakan oleh kekerasan yang keterlaluan, serta kekurangajaran yang sering ditunjukan oleh orang Jepang dalam pergaulan dengan orang Indonesia. Dalam waktu beberapa bulan saja, Jepang mulai menyadari bahwa mereka tidak lagi mendapat dukungan dari massa maupun mayoritas orang Indonesia terpelajar. Suatu rasa tidak senang terhadap Jepang terus tumbuh di kalangan rakyat mulai nyata dan ditunjukkan dengan mendadakan pemberontakan sebelum tahun 1942 berakhir. Jepang mulai khawatir pada permusuhan yang jelas serta perlawananan yang kadang oleh pelajar sekolah dan mamhasiswa. Mereka cemas terutama setelah mengetahui bahwa dibentuk organisasi-oraganisasi bawah tanah yang terdiri dari mahasiswa-mahasiswa ini maupun para pemimpin politik. Mereka mulai memahami bahwa pergerakan kebangsaan Indonesia adalah suatu kekuatan yang nyata dan kuat, dengan apa harus dicapai suatu cara penyelesaian tertentu, jika mereka menghendaki tercapainya tujuan-tujuan penjajahan yang minim sekalipun. Menyadari hal ini, Jepang mengubah kebijakan politiknya secara radikal. Pertama-tama mereka mengalihkan perhatian kepada para pemimpin nasionalis, yang mereka yakini bahwa pemimpin tersbut benar-benar disukai rakyat. Tujuan Jepang Menjajah Indonesia
Dengan tujuan tersebut maka Jepang harus mampu membungkus tujuan yang jelas-jelas merugikan bangsa Indonesia dengan berbagai propaganda agar diterima oleh bangsa Indonesia. Propaganda Jepang yang cukup menarik simpati rakyat Indonesia adalah sebagai berikut :
Baca Juga: “Perjanjian Giyanti” Sejarah & ( Latar Belakang – Isi – Dampak ) Kebijakan – Kebijakan yang Dibuat oleh JepangJepang di Indonesia menegakkan pemerintahan militer yang diperintah oleh Angkatan Darat dan Angkatan Laut. Organisasi dan perkumpulan yang didirikan pemerintah Jepang di antaranya adalah : Gerakan Tiga A, Putera, Jawa Hokokai, MIAI dan Masyumi.
Jepang menyadari perlunya bantuan penduduk setempat dalam rangka mempertahankan kedudukannya di kawasan Asia. Pada bulan April 1943, pemerintah militer Jepang secara intensif mulai mengorganisir barisan pemuda. Barisan pemuda ini berciri semi militer maupun militer. Tujuan Jepang adalah untuk mendidik dan melatih para pemuda agar mampu mempertahankan tanah air Indonesia dari serangan pasukan Sekutu. Berbagai barisan pemuda yang berbentuk semi militer, antara lain Seinendan, Fujinkai, dan Keibodan.
Jepang juga membutuhkan bantuan tenaga untuk membangun sarana pendukung perang, antara lain kubu pertahanan, jalan raya, rel kereta api, jembatan, dan lapangan udara. Oleh karena itu, Jepang membutuhkan banyak tenaga kerja. Pengerahan tenaga kerja itu disebut romusha. yang dilakukan pemerintah pendudukan Jepang adalah:
Baca Juga: “Biografi Ir. Soekarno” Sang Proklamator – Pahlawan Nasional Perlawanan Rakyat Indonesia terhadap JepangPemberontakan dipimpin seorang ulama muda Tengku Abdul Jalil, guru mengaji di Cot Plieng, Lhokseumawe. Usaha Jepang untuk membujuk sang ulama tidak berhasil, sehingga Jepang melakukan serangan mendadak di pagi buta sewaktu rakyat sedang melaksanakan salat Subuh. Dengan persenjataan sederhana/seadanya rakyat berusaha menahan serangan dan berhasil memukul mundur pasukan Jepang untuk kembali ke Lhokseumawe. Begitu juga dengan serangan kedua, berhasil digagalkan oleh rakyat. Baru pada serangan terakhir (ketiga) Jepang berhasil membakar masjid sementara pemimpin pemberontakan (Teuku Abdul Jalil) berhasil meloloskan diri dari kepungan musuh, namun akhirnya tertembak saat sedang salat. Perlawanan fisik ini terjadi di pesantren Sukamanah Singaparna Tasikmalaya, Jawa Barat di bawah pimpinan KH. Zainal Mustafa, tahun 1943. Beliau menolak dengan tegas ajaran yang berbau Jepang, khususnya kewajiban untuk melakukan Seikerei setiap pagi, yaitu memberi penghormatan kepada Kaisar Jepang dengan cara membungkukkan badan ke arah matahari terbit. Kewajiban Seikerei ini jelas menyinggung perasaan umat Islam Indonesia karena termasuk perbuatan syirik/menyekutukan Tuhan. Selain itu beliaupun tidak tahan melihat penderitaan rakyat akibat tanam paksa. Saat utusan Jepang akan menangkap, KH. Zainal Mustafa telah mempersiapkan para santrinya yang telah dibekali ilmu beladiri untuk mengepung dan mengeroyok tentara Jepang, yang akhirnya mundur ke Tasikmalaya. Jepang memutuskan untuk menggunakan kekerasan sebagai upaya untuk mengakhiri pembangkangan ulama tersebut. Pada tanggal 25 Februari 1944, terjadilah pertempuran sengit antara rakyat dengan pasukan Jepang setelah salat Jumat. Meskipun berbagai upaya perlawanan telah dilakukan, namun KH. Zainal Mustafa berhasil juga ditangkap dan dibawa ke Tasikmalaya kemudian dibawa ke Jakarta untuk menerima hukuman mati dan dimakamkan di Ancol. Peristiwa Indramayu terjadi bulan April 1944 disebabkan adanya pemaksaan kewajiban menyetorkan sebagian hasil padi dan pelaksanaan kerja rodi/kerja paksa/Romusha yang telah mengakibatkan penderitaan rakyat yang berkepanjangan. Pemberontakan ini dipimpin oleh Haji Madriyan dan kawan-kawan di desa Karang Ampel, Sindang, Kabupaten Indramayu. Pasukan Jepang sengaja bertindak kejam terhadap rakyat di kedua wilayah (Lohbener dan Sindang) agar daerah lain tidak ikut memberontak setelah mengetahi kekejaman yang dilakukan pada setiap pemberontakan. Teuku Hamid adalah seorang perwira Giyugun, bersama dengan satu pleton pasukannya melarikan diri ke hutan untuk melakukan perlawanan. Ini terjadi pada bulan November 1944. Menghadapi kondisi tersebut, pemerintah Jepang melakukan ancaman akan membunuh para keluarga pemberontak jika tidak mau menyerah. Kondisi tersebut memaksa sebagian pasukan pemberontak menyerah, sehingga akhirnya dapat ditumpas. Di daerah Aceh lainnya timbul pula upaya perlawanan rakyat seperti di Kabupaten Berenaih yang dipimpin oleh kepala kampung dan dibantu oleh satu regu Giyugun (perwira tentara sukarela), namun semua berakhir dengan kondisi yang sama yakni berhasil ditumpas oleh kekuatan militer Jepang dengan sangat kejam. Pemberontakan PetaPerlawanan ini dipimpin oleh Syodanco Supriyadi, Syodanco Muradi, dan Dr. Ismail. Perlawanan ini disebabkan karena persoalan pengumpulan padi, Romusha maupun Heiho yang dilakukan secara paksa dan di luar batas perikemanusiaan. Sebagai putera rakyat para pejuang tidak tega melihat penderitaan rakyat. Di samping itu sikap para pelatih militer Jepang yang angkuh dan merendahkan prajurit-prajurit Indonesia. Perlawanan PETA di Blitar merupakan perlawanan yang terbesar di Jawa. Tetapi dengan tipu muslihat Jepang melalui Kolonel Katagiri (Komandan pasukan Jepang), pasukan PETA berhasil ditipu dengan pura-pura diajak berunding. Empat perwira PETA dihukum mati dan tiga lainnya disiksa sampai mati. Sedangkan Syodanco Supriyadi berhasil meloloskan diri. Baca Juga: “Imperialisme” Pengertian & ( Tujuan – Akibat ) Perlawanan ini dipimpin oleh Perwira Gyugun Teuku Hamid. Latar belakang perlawanan ini karena sikap Jepang yang angkuh dan kejam terhadap rakyat pada umumnya dan prajurit Indonesia pada khususnya. Perlawanan ini dipimpin oleh pemimpin regu (Bundanco), Kusaeri bersama rekan-rekannya. Perlawanan yang direncanakan dimulai tanggal 21 April 1945 diketahui Jepang sehingga Kusaeri ditangkap pada tanggal 25 April 1945. Kusaeri divonis hukuman mati tetapi tidak terlaksana karena Jepang terdesak oleh Sekutu. Perlawanan rakyat yang dipimpin oleh Pang Suma berkobar di Kalimantan Barat. Pang Suma adalah pemimpin suku Dayak yang besar pengaruhnya di kalangan suku-suku di daerah Tayan dan Meliau. Perlawanan ini bersifat gerilya untuk mengganggu aktivitas Jepang di Kalimantan. Momentum perlawanan Pang Suma diawali dengan pemukulan seorang tenaga kerja Dayak oleh pengawas Jepang, satu di antara sekitar 130 pekerja pada sebuah perusahaan kayu Jepang. Kejadian ini kemudian memulai sebuah rangkaian perlawanan yang mencapai puncak dalam sebuah serangan balasan Dayak yang dikenal dengan Perang Majang Desa, dari April hingga Agustus 1944 di daerah Tayan-Meliau-Batang Tarang (Kab. Sanggau). Sekitar 600 pejuang kemerdekaan dibunuh oleh Jepang, termasuk Pang Suma. Perlawanan ini dipimpin oleh L. Rumkorem, pimpinan Gerakan Koreri yang berpusat di Biak. Perlawanan ini dilatarbelakangi oleh penderitaan rakyat yang diperlakukan sebagai budak belian, dipukuli, dan dianiaya. Dalam perlawanan tersebut rakyat banyak jatuh korban, tetapi rakyat melawan dengan gigih. Akhirnya Jepang meninggalkan Pulau Biak. Perlawanan ini dipimpin oleh Nimrod. Ketika Sekutu sudah mendekat maka memberi bantuan senjata kepada pejuang sehingga perlawanan semakin seru. Nimrod dihukum pancung oleh Jepang untuk menakut-nakuti rakyat. Tetapi rakyat tidak takut dan muncullah seorang pemimpin gerilya yakni S. Papare. Perlawanan ini dipimpin oleh Simson. Dalam perlawanan rakyat di Papua, terjadi hubungan kerja sama antara gerilyawan dengan pasukan penyusup Sekutu sehingga rakyat mendapatkan modal senjata dari Sekutu. Sebenarnya bentuk perlawanan terhadap pemerintah Jepang yang dilakukan rakyat Indonesia tidak hanya terbatas pada bentuk perlawanan fisik saja tetapi Anda dapat pula melihat betnuk perlawanan lain/gerakan bawah tanah seperti yang dilakukan oleh:
Mereka yang tergabung dalam kelompok di bawah tanah, berusaha untuk mencari informasi dan peluang untuk bisa melihat kelemahan pasukan militer Jepang dan usaha mereka akan dapat Anda lihat hasilnya pada saat Jepang telah kalah dari Sekutu, kelompok pemudalah yang lebih cepat dapat informasi tersebut serta merekalah yang akhirnya mendesak golongan tua untuk secepatnya melakukn proklamasi. Demikianlah gambaran tentang aktifitas pergerakan Nasional yang dilakukan oleh kelompok organisasi maupun gerakan sosial pada masa pemerintah pendudukan Jepang, tentu Anda dapat memahami sebab-sebab kegagalan dan mengapa para tokoh pergerakan lebih memilih sikap kooperatif menghadapi pemerintahan militer Jepang yang sangat ganas/kejam. Baca Juga: Sejarah Adalah Periode Menjelang Kemerdekaan RI
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta, bertemu dengan Jenderal Moichiro Yamamoto dan bermalam di kediaman Laksamana Muda Maeda Tadashi. Dari komunikasi antara Hatta dan tangan kanan komandan Jepang di Jawa ini, Soekarno dan Hatta menjadi yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu, dan tidak memiliki wewenang lagi untuk memberikan kemerdekaan.
Tentara Pembela Tanah Air, kelompok muda radikal, dan rakyat Jakarta mengorganisasi pertahanan di kediaman Soekarno. Selebaran kemudian dibagi-bagikan berisi tentang pengumuman proklamasi kemerdekaan. Adam Malik juga mengirim pesan singkat pengumuman Proklamasi ke luar negeri. Pasca Kemerdekaan RI
Baca Juga: “Sistem Penyerahan Wajib Oleh VOC” Sejarah & ( Definisi ) Dampak Pendudukan Jepang dalam Berbagai Aspek Kehidupan Bangsa IndonesiaKebijakan pertama yang dilakukan Dai Nippon (pemerintah militer Jepang) adalah melarang semua rapat dan kegiatan politik. Pada tanggal 20 Maret 1942, dikeluarkan peraturan yang membubarkan semua organisasi politik dan semua bentuk perkumpulan. Pada tanggal 8 September 1942 dikeluarkan UU no. 2 Jepang mengendalikan seluruh organisasi nasional. Selain itu, Jepangpun melakukan propaganda untuk menarik simpati bangsa Indonesia dengan cara:
Selain propaganda, Jepang juga melakukan berbagai tindakan nyata berupa pembentukan badan-badan kerjasama seperti berikut:
Penerapan sistem Autarki (daerah yang harus memenuhi kebutuhan sendiri dan kebutuhan perang). Sistem ini diterapkan di setiap wilayah ekonomi. Contoh Jawa menjadi 17 daerah, Sumatera 3 daerah, dan Meinsefu (daerah yang diperintah Angkatan Laut) 3 daerah. Setelah penyerahan kekuasaan dari Belanda kepada Jepang di Kalijati maka seluruh daerah Hindia Belanda menjadi 3 daerah pemerintahan militer:
Selain kebijakan politik di atas, pemerintah Militer Jepang juga melakukan perubahan dalam birokrasi pemerintahan, diantaranya adalah pembentukan organisasi pemerintahan di tingkat pusat dengan membentuk Departemen dan pembentukan Cou Sang In/dewan penasehat. Untuk mempermudah pengawasan dibentuk tiga pemerintahan militer yakni:
Baca Juga: Latar Belakang Masalah Irian Barat Pada kedua aspek ini, Anda akan menemukan bagaimana praktek eksploitasi ekonomi dan sosial yang dilakukan Jepang terhadap bangsa Indonesia dan Anda bisa membandingkan dampak ekonomi dan sosial dengan dampak politis dan birokrasi. Hal-hal yang diberlakukan dalam sistem pengaturan ekonomi pemerintah Jepang adalah sebagai berikut:
Pada tahun 1944, kondisi politis dan militer Jepang mulai terdesak, sehingga tuntutan akan kebutuhan bahan-bahan perang makin meningkat. Untuk mengatasinya pemerintah Jepang mengadakan kampanye penyerahan bahan pangan dan barang secara besar-besaran melalui Jawa Hokokai dan Nagyo Kumiai (koperasi pertanian), serta instansi resmi pemerintah. Dampak dari kondisi tersebut, rakyat dibebankan menyerahkan bahan makanan 30% untuk pemerintah, 30% untuk lumbung desa dan 40% menjadi hak pemiliknya. Sistem ini menyebabkan kehidupan rakyat semakin sulit, gairah kerja menurun, kekurangan pangan, gizi rendah, penyakit mewabah melanda hampir di setiap desa di pulau Jawa salah satunya: Wonosobo (Jateng) angka kematian 53,7% dan untuk Purworejo (Jateng) angka kematian mencapai 224,7%. Bisa Anda bayangkan bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan bangsa Indonesia pada masa Jepang (bahkan rakyat dipaksa makan makanan hewan seperti keladi gatal, bekicot, umbi-umbian). Pada aspek militer ini, Anda akan memahami bahwa badan-badan militer yang dibuat Jepang semata-mata karena kondisi militer Jepang yang semakin terdesak dalam perang Pasifik. Memasuki tahun kedua pendudukannya (1943), Jepang semakin intensif mendidik dan melatih pemuda-pemuda Indonesia di bidang militer. Hal ini disebabkan karena situasi di medan pertempuran (Asia – Pasifik) semakin menyulitkan Jepang. Mulai dari pukulan Sekutu pada pertempuran laut di Midway (Juni 1942) dan sekitar Laut Karang (Agustus ’42 – Februari 1943). Kondisi tersebut diperparah dengan jatuhnya Guadalacanal yang merupakan basis kekuatan Jepang di Pasifik (Agustus 1943). Situasi di atas membuat Jepang melakukan konsolidasi kekuatan dengan menghimpun kekuatan dari kalangan pemuda dan pelajar Indonesia sebagai tenaga potensial yang akan diikutsertakn dalam pertempuran menghadapi Sekutu. Dampak Positif dan Negatif Pendudukan Jepang di IndonesiaMasa Pendudukan Jepang di Indonesia adalah masa yang sangat berpengaruh bagi perkembangan Indonesia, selain itu hampir tidak adanya tantangan yang berarti kepada Belanda sebelumnya. Dalam masanya yang singkat itu, Jepang membawa dampak yang positif dan juga membawa dampak yang negatif bagi bangsa Indonesia pada umumnya. Pada umumnya kebanyakan beranggapan masa pendudukan Jepang adalah masa-masa yang kelam dan penuh penderitaan. Akan tetapi tidak semuanya itu benar, ada beberapa kebijakan pemerintah pendudukan Jepang yang memberikan dampak positif, terutama dalam pembentukan nasionalisme Indonesia dan pelatihan militer bagi pemuda Indonesia. Baca Juga: Raja Krajaan Kutai Dampak Positif Pendudukan JepangTidak banyak yang mengetahui tentang dampak positifnya Jepang menduduki Indonesia. Ada pun dampak positif yang dapat dihadirkan antara lain :
Dampak Negatif Pendudukan JepangSelain dampak positifnya tadi diatas, Jepang juga membawa dampak negatif yang luar biasa antara lain :
Baca Juga: Pemberontakan PKI Madiun Demikianlah pembahasan mengenai Perlawanan Rakyat Indonesia – Terhadap Jepang, Dampak & Tujuan semoga dengan adanya ulasan tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan anda semua, terima kasih banyak atas kunjungannya. |