Riya artinya beribadah bukan karena mengharap ridha Allah tapi berharap pujian dari

Salah satu derajat yang harus dicapai seorang muslim adalah menjadi seorang mukmin. Untuk melihat ciri seorang mukmin, Allah berfirman dalam Al-Quran Surat Ali-Imron ayat 113-114, yang artinya : “Mereka itu tidak (seluruhnya) sama. Di antara Ahli Kitab ada golongan yang jujur, mereka membaca ayat-ayat Allah pada malam hari, dan mereka juga bersujud (shalat). Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan bersegera (mengerjakan) berbagai kebajikan. Mereka termasuk orang-orang saleh.”

DARI firmah Allah itu, ada empat perilaku yang menunjukkan bahwa seseorang mempunyai ciri seorang mukmin, yaitu : Pertama, orang mukmin jika bekerja akan cepat, tidak pernah dinanti-nanti. Kedua, ketika bekerja paling semangat. Ketiga, paling depan ketika berbuat baik. Keempat, tidak pernah mempunyai niat untuk berbuat jahat.

Semua perbuatan itu harus dijalankan dengan ikhlas, seperti dicontohkan Rasulullah yang selalu menghabiskan waktu malam untuk sujud dan ruku meminta ridho-Nya. Rasulullah mencontohkan untuk tidak pernah lelah dalam melakukan sesuatu, karena ikhlas dalam menjalankannya.

Sebagai karyawan-karyawati, kita harus meniru sikap Rasulullah yang tak kenal lelah beribadah dan bekerja atas nama Allah, bukan yang lainnya. Padahal Rasulullah adalah manusia yang akhlaqnya paling mulia, pasti terbebas dari semua dosa, dan dijamin masuk surga. Bekerja dengan hati ikhlas dan bulat tekad karena Allah akan memudahkan perjalanan karier kita ke depan.

Ada tiga tingkatan orang ikhlas. Pertama, orang beribadah karena Allah, namun masih dikaitkan dengan urusan dunia. Contohnya, semangat bekerja jika ada pimpinan, karena ingin mendapat pujian.

Kedua, ibadah karena Allah, namun masih dikaitkan ingin masuk surga dan menghindari neraka. Ketiga, beribadah karena Allah tidak ada iming-iming lain kecuali hanya karena Allah. Sebab, apapun yang Allah kehendaki, tentu Allah sudah ridho. Ikhlas jenis terakhir inilah ikhlas yang sangat dimuliakan.

Orang ikhlas hatinya senantiasa terbuka, karena mendapat cahaya iman dan takwa dari Allah SWT. Sebaliknya, celakalah bagi orang yang suka melanggar, karena memiliki hati yang sangat keras untuk ingat kepada Allah. Mereka itulah yang berada dalam kesesatan yang nyata.

Agar tidak sesat dan selalu dicintai Allah SWT, Al-Quran Surat Al-Anbiya ayat 19-20 memberi petunjuk : “ Dan milik-Nya siapa yang di langit dan di bumi. Dan (malaikat-malaikat) yang di sisi-Nya, tidak mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tidak (pula) merasa letih. Mereka (malaikat-malaikat) bertasbih tidak henti-hentinya malam dan siang.”

Ada tiga hal yang harus diperhatikan manusia dalam berperilaku agar dicintai Allah. Pertama, tidak sombong dan angkuh. Allah akan mencintai hambaNya yang senantiasa rendah hati dan tidak sombong. Kemuliaan di depan Allah bukan karena warna kulit, jabatan, atau ilmu, tetapi karena takwa. Perilaku sombong dan angkuh merupakan induk dosa. Berawal dari sombong dan angkuh akan menyebabkan perilaku-perilaku lain yang tidak diridhoi Allah.

Tanda kedua orang yang dicintai Allah adalah ketika manusia beribadah, baik beribadah kepada Allah maupun kepada masyarakat. Kalau kita bekerja, niatkan karena Allah, bukan karena uang dan yang lainnya. Bila di dunia tidak didapat, kelak di akhirat Allah akan memberi kesempatan dan kebahagiaan yang luas, karena kita bekerja karena Allah.

Tanda terakhir orang yang dicintai Allah adalah dia selalu mengingat Allah. tidak ada hentinya. Dalam Al-Quran ada pesan : “Saat kalian selesai menunaikan shalat, jangan berhenti untuk ingat kepada Allah.” v (wasu / DK)

Tausyah Ustadz Hapid, Dosen UIN, dalam Manajemen Qalbu di hadapan pimpinan, karyawan dan, karyawati DBMPR Provinsi Jawa Barat.

TEMPO.CO, Jakarta - Riya merupakan sikap yang sangat buruk dan juga tercela, sehingga memiliki sikap riya sangat tidak diperbolehkan dalam Islam.

Banyak ayat ayat Alquran serta hadis Nabi Muhammad SAW yang melarang seseorang agar menjauhi yang namanya sikap Riya dalam dirinya.

Salah satunya sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 264 yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan pahala sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerima, seperti orang yang menafkahkan hartanya karena Riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian.

Dalam ayat tersebut Allah juga menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki sikap riya dalam hatinya maka Allah akan senantiasa menghapus pahala atas kebaikannya tersebut. Umpama sebuah batu yang diatasnya ada tanah namun akhirnya tersapu bersih oleh derasnya air hujan, yang menandakan bahwa pahala yang telah kita usahakan telah hilang tanpa bekas sedikitpun.

Dilansir dari kitab Lisan Al-Arab Juz XIV karangan Jamaluddin Muhammad bin Makram Ibn Mandzur menjelaskan secara singkat mengenai makna dari riya itu, bahwa riya adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan tujuan menunjukkan secara berlebihan demi mendapatkan kepopuleran di mata manusia.

Adapun hukum Riya menurut pandangan Islam yaitu ada dua jenis, pertama riya yang digolongkan kedalam syirik akbar dan Riya digolongkan dalam syirik asghar. Riya yang termasuk kedalam syirik akbar yaitu, apabila seseorang melaksanakan suatu amalan namun tidak mengharap ridho Allah SWT, melainkan hanya ingin mendapat pujian atau agar dianggap hebat. Seperti sifatnya orang munafik.

Adapun Riya yang termasuk syirik asghar ialah apabila seseorang mencampur adukkan tujuan dari amal ibadah yang sedang dikerjakan. Terkadang ia berharap ridho Allah namun disertai niat untuk mendapat suatu pujian.

Dimana hukum kedua tingkatan Riya tersebut menurut pandangan Islam adalah haram sebab termasuk kedalam dosa syirik kecil kepada Allah SWT. Sebagaiman yang telah diriwayatkan oleh Mahmud bin Labid bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:“Sesungguhnya yang paling ditakutkan dari apa yang saya takutkan menimpa kalian adalah asy syirkul ashghar atau syirik kecil, maka para shahabat bertanya, apa yang dimaksud dengan asy syirkul ashghar? Maka Rasulullah SAW menjawab Ar Riya yaitu perbuatan Riya".

Mengutip salah satu jurnal yang disusun Eko Zulfikar mengenai Interpretasi Makna Riya Dalam Alquran: Studi Kritis Perilaku Riya Dalam Kehidupan Sehari-Hari. Diungkapkan bahwa sikap riya terdapat dalam tiga tahap aktivitas manusia yakni riya pada awal aktivitas, riya saat beraktivitas dan riya setelah beraktivitas.

Pertama, riya pada awal aktivitas dimana saat ingin melakukan suatu amalan kebaikan seringkali kita dihadapkan dengan pilihan antara mengharap ridho Allah atau mengharap pujian dan sanjungan dari manusia.

Kedua, riya saat beraktivitas dimana hal ini sering terjadi saat melakukan rutinitas ibadah yang dilakukan setiap hari, seperti salat yang dilakukan dengan tekun, namun sejatinya hanya ingin disaksikan, diperhatikan dan mengharapkan pujian dari orang lain agar dianggap sebagai orang yang taat dan tekun beribadah khususnya pada salat berjamaah.

Ketiga, riya setelah beraktivitas, riya seperti ini kadang tidak disengaja datangnya, misalnya saat sedang melaksanakan suatu ibadah untuk berharap ridho Allah. Namum, setelah selesai, seseorang memberikan pujian terdapat amalan yang berusan saja dikerjakan. Hingga membuat kita jadi begitu gembira dan bangga diri, hal seperti ini juga harus dijauhi.

SABAR ALIANSYAH PANJAITAN

Baca: Tip Menghindari Sifat Riya Di Bulan Ramadan

Kamis, 27 Agustus 2020 - 21:35 WIB

Riya adalah memperlihatkan suatu amal kebaikan atau menampakkan ibadah kepada orang lain dengan berharap pujian darinya. Foto ilustrasi/Dok dictio.id

Riya adalah salah satu perbuatan tercela yang dibenci Allah Ta'ala dan Rasulullah SAW . Riya termasuk syirik kecil yang wajib dijauhi setiap muslim. Menurut bahasa, riya (الرياء) berasal dari kata الرؤية (ru'yah) yang artinya menampakkan.

Secara umum Riya adalah memperlihatkan suatu amal kebaikan atau menampakkan ibadah kepada orang lain dengan berharap pujian darinya. Lawan dari riya adalah ikhlas. Sedangkan ikhlas artinya mengalir tanpa ada tujuan selain ridha Allah Ta'ala. (Baca Juga: Pamer Amal di Medsos? Hati-hati Dengan Riya dan Sum'ah )

Dalam Kitab Tanbihul Ghafilin, Ulama fiqih dan pakar hadis kelahiran Samarkan Uzbekistan, Imam Abu Laits As-Samarqandi (wafat 373 H) menukil perkataan Sayyidina Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu (RA) yang menyebutkan 4 tanda orang yang riya . Berikut tanda-tandanya:

1. Malas jika bersendirian.2. Tangkas (semangat) jika di depan orang lain.3. Menambah amalnya jika dipuji.4. Mengurangi amalnya jika dicela.

Syaqiq bin Ibrahim berkata: "Benteng amal itu ada tiga yaitu (1) Merasa bahwa hidayah dan taufik itu datangnya dari Allah Ta'ala. (2) Berniat untuk mendapat ridha Allah agar dapat mematahkan hawa nafsu. (3) Mengharap pahala dari Allah untuk menghilangkan rasa tamak, rakus, riya '.(Baca Juga: Buru Kelompok Bersenjata Aparat Gabungan Diserang, 2 Orang Ditangkap )

Dengan benteng di atas, maka amalan kita akan ikhlas kepada Allah Ta'ala. Setiap amal sejatinya memang hanya mengharap ridha Allah. Apabila amal mengharap ridha Allah, maka ia tidak peduli dengan pujian ataupun celaan orang.

Seorang Ahli Hikmah berkata: "Seharusnya seorang yang beramal itu belajar adab dari penggembala kambing." Ketika ditanya kenapa demikian? Jawabnya: "Penggembala itu jika sembahyang di tengah-tengah kambingnya, sekali-kali tidak mengharap pujian dari kambing-kambingnya. Demikianlah seorang yang beramal tidak perlu menghiraukan apakah dilihat orang atau tidak."(Baca Juga: Disebut Hendak Nyapres di 2024, Gatot Nurmantyo Bilang Begini )

Untuk keselamatan amal, seseorang harus menyiapkan empat bekal berikut, yaitu:

1. Ilmu Pengetahuan.Amal tanpa ilmu lebih banyak salah daripada benarnya.

2. Niat.Setiap amal tergantung pada niatnya sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW : "Sesungguhnya amal perbuatan tergantung pada niat, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan yang ia niatkan."

3. Sabar.Supaya dapat melaksanakan amal itu dengan baik dan sempurna, thuma'ninah dan tidak terburu-buru.

4. Tulus (Ikhlas).Sebab amal tidak akan diterima tanpa keikhlasan.

Imam Abu-Laits mengatakan, "Orang-orang berpendapat bahwa ketika mengerjakan amalan fardhu tidak dapat dimasuki riya karena sebuah kewajiban. Tetapi sebenarnya riya dapat saja masuk ke dalamnya. Jika ia melakukan ibadah fardhu karena sebab riya maka ia termasuk golongan munafik. Adapun orang-orang munafik itu berada dalam tingkat neraka terbawah. Na'udzubillahi min dzalik.

Demikian bahaya riya dalam beramal. Semoga Allah Ta'ala memberi kita taufik dan keikhlasan hati dalam menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. (Baca Juga: Syeikh Ahmad Al-Misri Ajarkan Cara Menghindari Riya )

Wallahu Ta'ala A'lam