Potensi bencana yang dapat terjadi di wilayah negara negara asean akibat faktor geologi adalah

Perubahan ruang dan interaksi antarruang akibat faktor Iklim Negara ASEAN, Kesamaan tujuan ini tentu dikarenakan adanya beberapa kesamaan seperti sosial, budaya, politik, ekonomi, alam dan sejarah. Negara-negara ASEAN juga memiliki pola interaksi antarruang yang disebabkan oleh beberapa factor, seperti kondisi alam.

Kondisi alam dan kondisi sosial negara-negara ASEAN relatif homogen [banyak kesamaan]. Negara-negara ASEAN saling membutuhkan sehingga memudahkan interaksi antara negara.

Perubahan ruang dan interaksi ini terjadi dalam bentuk kerja sama di berbagai bidang. Banyak faktor yang menimbulkan berbagai bentuk interaksi antara negara tersebut, antara lain faktor iklim dan faktor geologi.

Gambar. arah angin yang mempengaruhi musim di negara-negara ASEAN [ilustrasi foto/ilmuips.my.id]

Perhatikan gambar arah angin Muson di atas. Ananda tentu merasakan perubahan musim yang terjadi di Indonesia. Angin Muson Barat dan angin Muson Timur menggambarkan arah yang melewati negara-negara ASEAN.

Arah angin ini tidak lepas dari pengaruh letak astronomis negara-negara ASEAN. ASEAN memiliki lokasi di antara Benua Asia dan Benua Australia menyebabkan wilayah ini memiliki pola arah angin yang berganti setiap setengah tahun yaitu angin muson timur dan angin muson barat.

Kedua angin tersebut menyebabkan terjadinya musim kemarau [angin muson timur] dan musim hujan [angin muson barat]. Angin muson tersebut mempengaruhi iklim di negara-negara ASEAN yang dinamakan iklim muson.

Angin bukan semata penyebab perbedaan iklim di suatu wilayah. Wilayah negara-negara ASEAN juga dipengaruhi iklim fisis. Iklim fisis dipengaruhi keadaan fisik suatu wilayah, seperti perairan laut, pegunungan, dan dataran.

Negara-negara ASEAN terkadang mengalami perubahan iklim yang tidak terprediksi, sebagai akibat adanya perubahan pola penggunaan lahan dan perilaku yang menimbulkan pemanasan global. Perubahan iklim ini memicu terjadinya bencana alam klimatik atau bencana alam yang disebabkan kerusakan faktorfaktor iklim.

Gambar P89b. Dampak angin topan Nargis di Thailand tahun 2008. Sebagian besar negara ASEAN mengalami angin topan dengan nama yang berbeda. [ilustrasi foto/liputan6.com]

Ananda tentu sering menyimak berita terjadinya bencana di berbagai wilayah di Indonesia. Bahkan saat di salah satu tempat di Indonesia masih kekurangan hujan, di daerah lain sudah terjadi banjir.

Bencana kalimatik adalah bencana yang disebabkan oleh faktor iklim meliputi curah hujan, kelembapan udara, suhu udara, tekanan udara, insesitas cahaya dan matahari.

Dalam kehidupan masyarakat ASEAN bencana klimatik contohnya ; angin topan Nagris di Myanmar, Banhir di Malaysia, Letusan gunung dan angin topan di Filipina.

Berdasarkan kondisi iklim matahari, fisis, ataupun muson, hampir seluruh negara ASEAN memiliki kesamaan kondisi.

Kondisi iklim yang sama ini membuat negaranegara di ASEAN ini bahu membahu untuk saling membantu. Banjir dan badai angin merupakan salah satu bencana yang mengancam negaranegara ASEAN.

Gambar. banjir di Jakarta menjadi permasalahan hampir setiap tahun. [ilustrasi foto/merdeka.com]

Perhatikan fenomena banjir di ibukota Jakarta di atas. Fenomena ini menjadi permasalahan bukan hanya di Indonesia, tetapi juga kota-kota negara ASEAN. Iklim menjadi salah satu penyebab terjadinya curah hujan tinggi di musim hujan. Kondisi ini tentu dipengaruhi factor lain misalnya tata pengairan, kondisi ketinggian, dan konektivitas dengan daerah lainnya.

Baca juga Lembaga Sosial disekitar Kita Lekat Dengan Kehidupan Kita

Musim hujan dan musim kemarau yang menjadi ciri kas negara-negara ASEAN memiliki berbagai dampak kesamaan dalam aktivitas dan permasalahan negara-negara ASEAN.

Referensi : MODUL PEMBELAJARAN JARAK JAUH PADA MASA PANDEMI COVID-19 UNTUK JENJANG SMP/MTs Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial [IPS] Kelas VIII Semester Gasal. Direktorat Sekolah Menengah Pertama Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Artikel HERA ARMAN, ST[Badan Penanggulangan Bencana Daerah] 26 September 2016 15:48:36 WIB

BENCANA GEOLOGI

[artikel seri Pengetahuan Bencana]

Oleh : Yusra Agustin, ST – Staf Bidang Kedaruratan BPBD Provinsi Sumatera Barat]

Bencana Geologi adalah semua peristiwa atau kejadian di alam yang berkaitan dengan siklus-siklus yang terjadi di bumi atau segala sesuatu yang disebabkan oleh faktor-faktor geologi. Faktor-faktor geologi tersebut dapat berupa struktur dan tekstur tanah dan batuan, jenis tanah dan batuan, pola pengaliran sungai, topografi, struktur geologi [lipatan dan patahan], tektonik maupun gunungapi. Faktor-faktor geologi tersebut selain menyebabkan adanya potensi bencana, pada kenyataannya faktor-faktor geologi tersebut memberi arti penting dalam kehidupan dan siklus kehidupan di bumi kita ini.

Berikut adalah beberapa bencana yang umum disebabkan oleh Faktor-faktor Geologi:

1. Kekeringan

Bencana kekeringan merupakan fenomena alam yang dapat diakibatkan oleh kondisi geologi [batuan] suatu wilayah. Jenis-jenis dan sifat tanah dan batuan yang menjadi penyusun suatu daerah akan sangat berpengaruh pada asupan dan serapan air tanah. pada daerah yang didominasi atau tersusun oleh batuan pejal dan keras denga lapisan tanah yang tipis pada umumnya tidak menyimpan air dalam waktu yang lama bahkan dapat langsung menjadi surface run off atau lolos ke bawah permukaan melalui celah-celah batuan. Hal seperti ini sangat umum dijumpai pada daerah berbatu seperti di daerah karst yang umum tersusun oleh batu gamping atau batu kapur [seperti di sepanjang pegunungan selatan jawa, Gunug Kidul hingga Wonogiri], daerah yang kaya dengan batau beku dan metamorfik [seperti di daerah Nusa Tenggara Timur dan Selatan Lombok]. Pada daerah-daerah dengan karakteristik tadi umumnya lebih senang menanam singkong, jagung atau pada ladang sebagai bahan makanan pokok.

Selain faktor geologi tersebut, kekeringan juga diakibatkan oleh degradasi lahan akibat eksploitasi berlebihan, Pengrusakan lahan, sehingga mengakibatkan hilangnya kemampuan tanah dalam menyimpan air, ditambah dengan faktor iklim dan cuaca setempat sehingga terjadi kekeringan berkepanjangan saat musim kemarau [musim panas]. Bencana ini sering mengakibatkan kelaparan hingga wabah penyakit menular.

Penanganan bencana ini dapat dilakukan dengan melakukan rehabilitasi lahan secara berkelanjutan, penghijauan dan pembuatan waduk-waduk dengan area hijau disekitarnya untuk meningkatkan kesuburan dan pengadaan pasokan air secara alami di wilayah tersebut. 

2. Longsor

Secara umum longosr dapat dibedakan menjadi beberapa tipe berdasarkan tipe pergerakannya, yaitu: Longsoran Translasi, Longsoran Rotasi, Pergerakan Blok, Runtuhan Batu, Rayapan Tanah, Aliran Material Rombakan.

Penyebab:

  • Longsor dan gerakan tanah merupakan peristiwa umum yang terjadi di daerah berlereng tidak stabil dan dipicu oleh curah dan intensitas hujan.
  • Sering diakibatkan oleh pengrusakan lahan, penggundulan hutan, tidak adanya pelindung tanah secara memadai.
  • atau adanya lapisan impermeable [batuan keras kedap air, lapisan lempung] di bawah lapisan tanah sehingga air tanah akan mengendap/mengalir di atas lapisan lapisan tersebut, pada titik jenuhnya air tersebut akan membuburkan lapisan tanah di diatas lapisan tersebut sehingga tanah akan bergerak sesuai dengan arah kemiringan lapisan impermeable tersebut baik seketika maupun rayapan.

Upaya menyikapi:

Perlu meningkatkan pengetahuan karakteristik wilayah secara fisik, pemahaman akan pentingnya area hijau untuk kestabilan lereng dan resapan air tanah disaat curah hujan tinggi.  Dan untuk menekan risiko yang dapat diakibatkan longsor dan gerakan tanah perlu kita menghindari daerah-daerah rawan longsor dan gerakan tanah, atau melakukan treatmen-treatment untuk upaya mitigasi.

3. Banjir dan Banjir bandang

Banjir dan banjir bandang erat kaitannya dengan kapasitas area tangkapan air di daerah hulu. Berkurangnya area hijau di daerah hulu akan meningkatkan ancaman banjir, sementara itu minimnya vegetasi akan meningkatkan potensi longsor di daerah hulu, sehingga jika terjadi longsor di sekitar badan sungai akan mengakibatkan terbentuknya bendungan alam yang akan menjadi “peluncur peluru” banjir bandang.

Bendungan alam tersebut pada saatnya jika telah melewati kemampuan dan keseimbangannya, maka akan jebol dan akan terjadi terjangan air bah yang disertai dengan material longsor seperti tanah dan lumpur, bebatuan hingga pohon-pohon kayu tumbang. Percampuran air bah dengan segala material tersebut akan meningkatkan daya hancur dan akan merusak apapun yang dilaluinya.

4. Gunung Meletus

Indonesia secara geotektonik terletak pada "Segitiga Emas"  interaksi Lempeng yang menyebabkan Indonesia terdapat pada jalur cincin api dunia dimana pada jalur tersebut tersebar gunungapi-gunungapi aktif. Cincin api tersebut disebut dengan ring of fire circum Mediterania bagian Barat Indonesia [Sumatera - Jawa] dan Circum Pasifik di bagian Timur Indonesia [Sulawesi - Kepulauan Maluku]. Banyaknya gunungapi menghasilkan kekayaan alam, keindahan dan kesuburan lahan yang luar biasa, namun disamping itu juga menyimpan potensi bencana khususnya letusan gunungapi.

Berikut adalah potensi bahaya yang ditimbulkan dari adanya letusan gunungapi dan pembagian zona bahaya dari letusangunungapi:

  • Lontaran “bom” vulkanik
  • Aliran lava
  • Gas beracun
  • Awan panas [ 600 o - 1000 o C]
  • Banjir lahar panas/dingin
  • Gempabumi [lokal]

KRB III : Terlanda awan panas, aliran lava,  lontaran batu pijar dan hujan abu

KRB II : Dapat terlanda awan panas dan lontaran material vulkanik dan hujan abu.

KRB I : Terlanda aliran lahar dan hujan abu

Berdasarkan catatan sejarah letusan gunungapi, maka gunungapi di Indonesia dibagi menjadi beberapa tipe:

  • Gunung api tipe A, adalah gunung api yang pernah meletus atau meningkat kegiatannya sejak tahun 1.600 sampai sekarang. Tahun 1.600 dibuat sebagai patokan mungkin karena saat itu para naturalis dari Belanda melakukan pencatatan.
  • Gunung api tipe B, tidak memiliki sejarah letusan sejak tahun 1.600 atau sebelumnya, tetapi terdapat lubang bekas letusan [kawah yang tidak aktif] di kawah atau puncaknya. Tipe B ada 30 gunung.
  • Gunung api tipe C, adalah tipe gunung api yang hanya memiliki manifestasi panas bumi [solfatara, fumarola] dipermukaannya, tetapi tidak memiliki sejarah letusan sejak tahun 1.600 atau sebelumnya maupun lobang letusan di puncak/tubuhnya. Tipe ini sebanyak 21 gunung. 

Dalam upaya mitigasi dan pengurangan Risiko Bencana maka, diantaranya, perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:

Mempertimbangkan peta Bahaya Letusan Gunungapi :

  1. Tidak membangun permukiman, bangunan vital dan strategi, serta bangunan lainnya yang mengundang konsentrasi banyak manusia di KRB III.
  2. Hati-hati bermukim di KRB II .
  3. Tidak membangun pemukiman dan aktivitas penduduk di bantaran sungai yang berpotensi terjadi aliran/banjir lahar.
  4. Mempersiapkan Rencana evakuasi, peralatan dan kebutuhan dasar yang diperlukan jika terjadi Letusan Gunungapi. 

5. Gempa bumi

Aktifitas gempabumi sangat erat kaitannya dengan aktifitas tektonik yang berlangsung di permukaan bumi yang menyebabkan adanya jalur-jalur patahan yang rawan terjadi gempa. Masing-masing jalur patahan tersebut akan memiliki karakteristik yang berbeda-beda tergantung tipe interkasi tektonik yang ada di derah tersebut  [apakah terjadi tumpukan lempeng, lempeng-lempeng saling bersinggungan atau bergerak menjauh], sehingga juga mengakibatkan adanya perbedaan karakteristik gempa. Untuk memahami ini sobat-sobit dapat membaca aritikel-artikel yang berkaitan dengan lempeng tektonik [Plate Tektonik].

Dalam pemahaman fenomena gempa bumi terdapat beberapa pemahaman yang harus dipahami dan disepakati bersama, artinya perlu ada penyamaan persepsi, yaitu :

  1. Kekuatan gempa pada sumbernya di nilai dengan skala richter [SR], sedangkan kuat goncangan yang dirasakan dan dampak yang diakibatkannya dinilai dengan “MMI” [modified mercally intensity].
  2. Gempa bumi akan terasa kuat jika dekat dengan sumbernya dan terasa lemah jika jauh dari sumbernya meskipun >8 sr [berskala magnitudo besar]. sehingga...
  3. Semakin dekat dengan pusat gempa maka efek yang dirasakan akan semakin kuat, nilai MMI-nya akan semakin besar, sebaliknya jika lebih jauh dari pusat gempa maka MMI [dampak dan goncangan] akan lebih kecil.
  4. Kejadian/fenomena gempabumi merupakan rambatan gelombang yang menghasilkan goncangan atau getaran dipermukaan bumi, dan setiap tipe rambatan gelombang gempa akan menghasilkan dampak yang berbeda pada wilayah yang dilaluinya. 
  5. Pengetahuan dan pemahaman tentang rambatan gelombang gempa akan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang tindakan apa yang harus dilakukan ketika terjadi gempabumi..sehingga pemahaman akan MMI, tipe dan sifat rembatan gelombang gempa perlu diperkuat di masyarakat agar dapat memahami secara instan dampak yang mungkin atau akan ditimbulkan oleh suatu fenomena gempabumi dan tindakan apa yang perlu dilakukan jika terjadi gempabumi.

6. Tsunami

Tsunami umum terjadi pada tipe patahan yang memiliki lentingan vertikal [patahan naik], dimana bagian lempeng yang tertekan melenting ke atas saat terjadi perlepasan energi saat gempa [Patahan Horizontal/Transform tidak menyebabkan Tsunami]. Hal ini umum terdapat pada daerah daerah tepi benua dimana terjadi tabrakan lempeng samudera dengan lempeng benua, dalam hal ini lempeng samudera menyusup ke bawah lempeng benua [hal ini di sebut subduksi]. 

Daerah tepi benua tersebut menjadi bagian yang tertekan akibat tabrakan ini, sehingga pada waktunya, mungkin dalam siklus beberapa ratus tahun, akan terjadi pelepasan energi pada zona yang tertekan ini. Nah, saat pelepasan energi  ini lah terjadi pelentingan tepi benua yang umum di sebut Megathrust dan memicu perhamburan air laut  dari dasar samudera menyebabkan gelombang besar [riak raksasa] yang  pada akhirnya dihempaskan ke daerah. Pelentingan ini juga menyebabkan munculnya karang-karang laut di permukaan [daratan bertambah akibat pengangkatan].

Sebagaimana pengalaman gempabumi dan tsunami selama ini di wilayah Indonesia, pelepasan  energi gempa di sepanjang zona megathrust tidak menghasilkan MMI yang besar, artinya rambatan gelombang gempa tidak menimbulkan kerusakan yang berarti pada bangunan dan lingkungan, goncangan tidak besar namun berayun dalam waktu yang cukup lama, ayunan dapat diarasakan kuat hingga lemah tergantung jarak dari episentrum. Tipe rambatan gempa BERUPA slow earthquake [gempa lambat]. [ysr]

Video yang berhubungan

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA