End of preview. Want to read all 2 pages? Upload your study docs or become a Course Hero member to access this document
Lihat Foto KOMPAS.com - Bank syariah adalah bank yang melakukan penghimpunan dana serta penyalurannya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah. Perbedaan utama antara bank umum dan bank syariah pada sistem pemberian imbalan atau jasa dari dana. Bank syariah tidak menggunakan sistem bunga dalam menentukan imbalan atas dana yang digunakan atau dititipkan suatu pihak. Dalam buku Manajemen Perbankan Syariah (2020) karya La Ode Alimusa, sistem operasi pada bank syariah dan bank konvensional juga memiliki perbedaan. Perbedaan sistem dan mekanisme operasional tersebut didasari oleh perbedaan konsep, prinsip, dan akad-akad muamalah dalam Islam. Baca juga: Bank Syariah: Definisi, Prinsip, dan Fungsinya Akad-akad muamalah tersebut, terutama berkaitan dengan konsep bagi hasil yang merupakan bagian dari kerja sama bisnis dalam Islam. Pada sistem operasional bank syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, melainkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah, kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan. Dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan. Sistem operasionalDilansir dari situs resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), berikut konsep operasional perbankan syariah: Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan, dan deposito. Prinsip operasional yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat, yakni: Baca juga: Produk-Produk Bank Syariah
Prinsip operasional dan pendekatan hukum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, pengertian perbankan konvensional adalah bank melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sementara bank syariah, mengacu UU No. 21 Tahun 2008, menjalankan kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah. Pada bank konvensional, seluruh transaksi dan perjanjian menggunakan pendekatan hukum positif Indonesia. Dalam hal ini, hukum yang digunakan adalah hukum perdata dan pidana. Sedangkan perbankan syariah menjalankan hukum Islam, termasuk dalam implementasi akad bagi hasil, jual beli, serta pinjam meminjam. Kebijakan bunga dan margin Dalam menjalankan aktivitasnya, bank konvensional dan bank syariah berupaya memberikan keuntungan kepada para nasabahnya. Dalam hal menghimpun dana pihak ketiga (DPK), misalnya, perbankan konvensional menerapkan kebijakan bunga simpanan, sedangkan bank syariah tidak mengenal sistem bunga. Sebab, bunga adalah riba dan diharamkan dalam Islam. Dalam menghimpun pendanaan, bank syariah menerapkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dalam bentuk giro, tabungan dan sejenisnya. Perbedaan kebijakan bunga antara bank konvensional dan bank syariah juga berlaku dalam hal pengucuran kredit atau pembiayaan. Bank konvensional mengenakan bunga, sementara bank syariah menerapkan transaksi yang tak melanggar syariat Islam, seperti akad bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), sewa menyewa (ijarah), jual beli (murabahah dan istishna), serta pinjam meminjam (qardh). Kebijakan kredit Perbedaan selanjutnya antara bank konvensional dan bank syariah adalah terkait kebijakan kredit atau pembiayaan. Di bank konvensional, nasabah boleh mengajukan pinjaman dana untuk jenis usaha yang dimungkinkan oleh hukum positif yang berlaku di Indonesia. Meski usaha tersebut tidak halal berdasarkan prinsip syariah, misalnya minuman beralkohol, apabila diakui dalam hukum positif di Indonesia, maka bank konvensional tetap bisa menyalurkan pinjaman ke nasabah yang menjalankan bisnis minuman beralkohol. Sedangkan pada bank syariah, nasabah bisa meminjam dana apabila jenis usahanya halal dan sesuai dengan prinsip syariat Islam. Asalkan sesuai prinsip syariah, beberapa jenis usaha tersebut bisa mendapatkan pembiayaan, seperti di bidang perdagangan, transportasi, peternakan, pertanian, dan lain sebagainya. Pendekatan tujuan dan orientasi Dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, perbankan konvensional biasanya menerapkan prinsip untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Demi mengejar keuntungan, biasanya, bank konvensional akan mematok bunga kredit jauh lebih tinggi dibandingkan memberikan bunga simpanan kepada nasabah. Bank konvensional juga lebih ketat menyeleksi calon debitur untuk menekan non performing loan alias kredit macet. Sedangkan bank syariah, selain berorientasi pada keuntungan, biasanya mereka mengedepankan prinsip dan tujuan untuk kemakmuran bersama serta kebahagiaan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, bank syariah kerap dihadapkan pada masalah kredit macet yang cukup tinggi. Pengawasan internal Di setiap perusahaan, termasuk perbankan, tentu ada mekanisme pengawasan internal demi keberhasilan dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Pada perbankan konvensional, pengawasan internal direpresentasikan dengan tim audit internal maupun manajemen risiko. Sedangkan pada bank syariah, selain audit internal dan manejemen risiko, semua transaksi perbankan berada dalam pengawasan Dewan Pengawas Syariah, yang berasal dari kalangan ahli ilmu Islam dan ahli ekonomi yang mengerti tentang fiqih muamalah. Dewan Pengawas Syariah berasal dari rekomendasi Majelis Ulama Indonesia. Hubungan dengan nasabah Biasanya, perbankan konvensional memperlakukan hubungan dengan nasabah secara profesional, yakni antara kreditur (bank) dan debitur (nasabah). Jika pembayaran kredit oleh debitur lancar, maka pihak perbankan akan memberikan apresiasi dan catatan positif. Debitur juga tidak akan masuk dalam daftar hitam Bank Indonesia. Namun, jika pembayaran pinjaman macet, maka pihak bank akan menagih, bahkan bisa berujung pada penyitaan aset yang diagunkan. Sedangkan bank syariah, meski tetap berlaku hubungan bisnis profesional, mereka memperlakukan nasabah selayaknya mitra sejajar dengan ikatan perjanjian yang transparan. Perbankan syariah juga tetap memperlakukan nasabah secara profesional, namun lebih menerapkan pendekatan kemitraan dan kekeluargaan terlebih dahulu.
Hardiwinoto.com
Kerjakan enam diantara 13 soal di atas
BAB III. MEKANISME DAN SISTEM OPERASI BANK SYARIAH •Pertanyaan: Apakah nasabah investor (deposan) Bank Syariah mendapat imbalan bunga? • Jawab: Tidak, karena bank syariah tidak beroperasi berdasarkan sis¬tem bunga. •Pertanyaan: Kalau begitu tidak memperoleh imbalan apa-apa? • Jawab: Dapat imbalan berupa bagi hasil. •Pertanyaan: Apakah bagi hasil itu ? Bagaimana nasabah investor bisa memperoleh bagi hasil? • Jawab: Dulu Muhammad al Amin bermitra dengan Siti Khadijah r.a. dalam suatu usaha perdagangan seperti tertera dalam skema berikut ini: Waktu itu Siti Khadijah r.a. menyer¬ahkan modal berupa barang dagangan kepada Muhammad al Amin bin Abdullah. Oleh Muhammad al Amin barang-barang tersebut di¬perjualbelikan di pasar. Keuntungan dari hasil usaha tersebut kemudian dibagi untuk Siti Khadijah ra dan Muhammad al Amin. Besarnya bagian masing-masing sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat. Inilah yang disebut dengan bagi hasil. Cara kerja tersebut ditiru oleh bank syariah. Keterangan gambar : 1. Nasabah investor menyerahkan dananya kepada bank untuk dikelola 2. Bank melakukan penjualan cicilan a. Bank memberikan bagian keuntungan penjualan kepada nasabah b. Bank mencatat pembayaran modal dan keuntungan bank 3. Bank melakukan sewa cicilan a. Bank memberikan bagian keuntungan penyewaan kepada nasabah b. Bank mencatat pembayaran modal dan keuntungan bank 4. Bank melakukan kerjasama usaha a. Bank memberikan bagian keuntungan kerjasama usaha kepada nasabah b. Bank mencatat pembayaran modal dan keuntungan bank Sistem ini memungkinkan nasabah investor, untuk mengawasi kinerja bank syariah secara langsung. Bila jumlah keuntung¬an yang dihasilkan bank dari pembiayaan semakin besar, maka bagi hasil untuk nasabah investor juga semakin besar. Sebaliknya jika bagi hasil yang diterima nasabah investor semakin kecil, maka hal itu disebabkan oleh menurunnya kemampuan bank syariah untuk menghasilkan keuntungan. Mengecilnya bagi hasil untuk nasabah investor dalam waktu yang cukup lama merupakan pertanda bahwa bank syariah yang bersangkutan semakin tidak efisien. Ini merupakan peringatan dini (early warning system) bagi nasabah investor secara transparan akan kinerja bank syariah yang dipercayainya mengelola dana. Pertanyaan: Jawab: Pertanyaan: Jawab: Kedua; aliran dana dapat terjadi dari satu nasabah investor ke sekelompok pelaksana usaha dalam beberapa sektor terba¬tas, misalnya: pertanian, manufaktur, dan jasa. Nasabah invest¬or lainnya mungkin mensyaratkan dananya hanya boleh dipakai untuk pembiayaan di sektor pertambangan, properti, dan pertanian. Selain berdasarkan sektor, nasabah investor dapat saja mensyaratkan berdasarkan jenis akad yang digunakan; misal¬nya hanya boleh digunakan berdasarkan akad penjualan cicilan saja; atau penyewaan cicilan saja, atau kerjasama usaha saja. Skema ini membuat bank terlibat dalam mudharabah muqayyadah on balance-sheet. Disebut on balance sheet karena dicatat dalam neraca bank. Skema bagi hasilnya mengikuti Gambar 4a. Nisbah bagi hasil disepakati antara nasabah investor dan bank. Ketiga, dari seluruh nasabah investor kepada bank tanpa ada pembatasan tertentu pada pelaksana usaha yang dibiayai maupun akad yang digunakan. Nasabah investor memberikan kebe¬basan secara mutlak kepada bank syariah untuk mengatur se¬luruh aliran dana; termasuk memutuskan jenis akad dan pelaksana usaha di seluruh sektor. Skema ini disebut mudhara¬bah muthlaqah on balance-sheet. Pertanyaan : Jawab: Pertanyaan : Jawab: Bank menyewa jasa yang diinginkan nasabah penyewa secara tunai, kemudian enyewakannya kepada nasabah penyewa secara cicilan. Gambar 7 ini dapat memperjelas mekanisme tersebut. Pertanyaan: Bagaimana mekanisme bank melakukan transaksi penyewaan secara cicilan, bila kemudian nasabah penye¬waan itu ingin memiliki pada akhir masa penyewaan? Jawab: Pertanyaan: Jawab: baca sebelumnya :Buku Saku Perbankan Syariah (1/4) Sumber: http://www.scribd.com/doc/11839097/Buku-Saku-Perbankan-Syariah |