Pernikahan membuat hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram menjadi

Ahmad Sarwat, Lc., MA Mon 24 November 2014 21:17 | 25401 views

Bagikan lewat

Pernikahan membuat hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram menjadi

Pernikahan membuat hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram menjadi
Sambil memakai sepatu di serambi masjid seusai pengajian, laki-laki setengah baya itu duduk di samping saya seraya menyapa dengan santun. "Mohon maaf Ustadz, afwan mau tanya, soalnya tadi tidak sempat bertanya waktu pengajian berlangsung", begitu dia mengawali pertanyaannya."Ya, silahkan", jawab saya sambil sibuk memakai sepatu juga."Begini ustadz, dari penjelasan ustadz di pengajian tadi, terus terang saya agak bingung. Yang bikin saya bingung adalah pernyataan ustadz bahwa istri kita itu ternyata bukan mahram kita, ya?", katanya. "Ya, benar sekali", jawab saya balik mantab."Nah, pernyataan ustadz itu yang bikin saya bingung ustadz. Kalau dikatakan bahwa istri itu bukan marham kita, kenapa kita boleh berdua-duaan dengan istri? Kan bukan mahram? Bukankah wanita yang bukan mahram itu tidak boleh diajak berdua-duaan?", tanyannya penasaran.Saya bilang,"Wah, sebenarnya di awal pengajian tadi saya sudah jelaskan masalah ini. Barangkali Anda agak terlambat sehingga tidak kebagian penjelasannya"."Iya, mohon maaf sekali ustadz, tadi saya memang terlambat datang ke masjid. Jadi mohon khusus buat saya dijelaskan sekali lagi", katanya memohon."Jadi begini sebenarnya, istilah mahram itu pada dasarnya adalah status hubungan antara laki-laki dan perempuan yang diharamkan terjadinya pernikahan antara keduanya. Misalnya, Anda ini tidak boleh menikahi ibunda sendiri, sebab antara Anda dan ibunda Anda itu hubungannya mahram. Artinya haram terjadi pernikahan", tutur saya sambil menatap wajah laki-laki itu."Begitu juga Anda haram menikahi anak perempuan Anda sendiri, termasuk juga saudari perempuan Anda sendiri. Sebab Anda punya hubungan kemahraman dengan keduanya", sambung saya."O, begitu ya", dia menimpali dengan serius."Nah, sekarang saya bertanya, kira-kira istri Anda itu mahram apa bukan dengan Anda?, tanya saya."Hmm, ya mahram lah. Ya kan Ustadz?", jawabnya agak ragu."Coba pikirkan baik-baik, mahram adalah wanita yang haram untuk dinikahi, bukan?", tanya saya lagi."Iya, iya ustadz.", jawabnya."Nah, istri Anda itu haram dinikahi apa tidak?", tanya saya lagi menegaskan."Wah, haram nggak ya, ustadz?", jawabnya sambil memiring-miringkan kepala sambil senyum-senyum rada bingung."Lho kok malah bertanya ke saya. Pernikahan Anda dengan istri Anda itu sah apa tidak sah?", pancing saya."Ya tentu sah dong ustadz, masak tidak sah sih?", jawabnya mulai mantap dan tegas."Kalau sah, berarti halal apa tidak?", pancing saya lagi."Ya, halal dong, ustadz", jawabnya sambil tersenyum penuh."Nah, berarti Anda itu halal apa haram menikahi istri Anda?", tanya saya sekali lagi."Halaaaal!!", jawabnya mantab "Ya sudah, berarti Anda paham ya bahwa istri Anda itu ternyata bukan mahram Anda. Betul tidak?,"tantang saya."Hmm, iya juga sih. Eee, tapi masak sih istri saya bukan mahram saya? Kalau bukan mahram saya, berarti saya tidak boleh dong berduaan dengan istri saya?", jawabnya kembali ragu."Siapa bilang tidak boleh, ya boleh, halal dan sah 100 persen. Istri Anda itu halal bagi Anda. Mau disentuh, mau dicium, mau dipeluk, mau diapain aja ya halal-halal saja. Tetapi asal tahu saja bahwa istri Anda itu bukan mahram Anda. Sebab kalau mahram malah tidak boleh digauli, bukan? Masak Anda menggaui ibu Anda sendiri, kan haram hukumnya", jawab saya."Oooh, gitu ya ustadz", jawabnya."Anda harus bisa bedakan istilah mahram dengan istri. Istri itu istri dan tentu saja bukan mahram, artinya bukan wanita yang haram dinikahi. Istri itu halal untuk dinikahi, maka halal hukumnya untuk digauli, dicumbu, bahkan disetubuhi.", kata saya sambil mengambil nafas."Sedangkan ibu, saudari atau anak perempuan Anda itu mahram, tidak boleh dinikahi, tidak boleh digauli, tidak boleh dicumbu apalagi disetubuhi. Itu haram hukumnya. Tetapi boleh berduaan, bersentuhan kulit, termasuk bepergian dengan ibu, saudari atau anak perempuan anda sendiri. Jelaskan bedanya?", tanya saya mengakhiri kalimat."Iya, jelas sekali ustadz. Sekarang baru jelas bahwa arti mahram itu adalah wanita yang tidak boleh dinikahi. Istri saya adalah wanita yang saya nikahi, berarti istri saya memang bukan mahram saya. Dan saya juga bukan mahramnya istri saya. Wah, iya ya benar juga. Selama ini saya pikir mahram tidak seperti itu"."Assalamu a'laikum", sapa saya sambil mengajak bersalaman.

"Wa 'alaikumussalam", jawabnya sambil menjabat tangan saya.

Baca Lainnya :

more...

Pria wanita bukan mahram berduaan berpotensi lakukan zina

Republika

Pria wanita bukan mahram berduaan berpotensi lakukan zina. Ilustrasi berduaan bukan mahram

Rep: Andrian Saputra Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, — Bila Anda mencintai seseorang, lebih baik segeralah untuk menjalin tali pernikahan dengan meminta restu kepada orang tua. Jangan sampai berlama-lama menunda pernikahan, apalagi dalam masa itu Anda justru intens bertemu bahkan berduaan dengannya atau populer disebut dengan berpacaran. 

Baca Juga

Sebab semakin lama Anda menunda-nunda pernikahan dan semakin sering Anda bertemu dengannya maka potensi terjadinya zina akan lebih besar kemungkinannya terjadi. Misalnya yang sering didapati adalah berduaan lelaki dan perempuan yang bukan mukhirm. Bahkan sering kali berada di tempat yang sepi. 

Maka ketika ini terjadi, setan memiliki ruang besar berada di anata keduanya untuk menghasut lelaki dan wanita yang sedang berpacaran itu untuk melakukan zina. 

Mungkin dimulai dari zina tangan dengan berpegangan, zina mata dengan saling memandag, kemudian zina bibir dengan berciuman dan lainnya hingga berujung pada zina badan. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad ﷺ:

وَعَنْ أَبِى أُمَامَةِ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ  :اِيَّاَك وَالْخَلْوَةَ بِالنِّسَاءِ وَالَّذِىْ نَفْسِى بِيَدِهِ مَاخَلَا رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ اِلَّا دَخَلَ الشَّيْطَانُ بَيْنَهُمَاوَلَاَ نْ يَزْحَمَ رَجُلٌ خِنْزِيْرًا مُتَلَطِّخًابِطِيْنٍ أَوْ حَمَأَةٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ يَزْحَمَ مِنْكِبُهُ مَنْكِبَ امْرَأَةٍ لَا تَحِلُّ لَهُ.

Diriwayatkan dari Abi Umamah radiyallahu ‘anhu dari Rasulullah ﷺ. Rasul bersabda, “Awas jauhilah bersepi-sepian (berduaan) dengan wanita. Demi Allah yang nyawaku ada pada kekuasan-Nya, tidak lah berduaan laki-laki dengan perempuan kecuali masuk setan di antara keduanya. Sungguh bilamana berhimpitan seorang laki-laki dengan babi yang berlumuran lumpur itu lebih baik bagi lelaki itu daripada menyenggolkan pundaknya pada pundak perempuan lain yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani). 

Karena itu Rasulullah ﷺ sangat mewanti-wanti umatnya agar jangan sampai bersentuhan antara lelaki dengan wanita yang bukan muhram kecuali melalui jalan pernikahan.

Ibaratnya bila Anda hendak melalui sebuah pintu namun berpotensi untuk berhimpitan dengan wanita maka lebih baik mencari pintu lainnya kendati pun harus berhimpitan dengan babi yang kotor.

Sebab berhimpitan dengan babi hanya akan menghasilkan najis yang bisa dihilangkan cepat dengan bersuci, tetapi berhimpitan dengan wanita akan melahirkan dosa dan hasrat untuk melakukan zina selanjutnya. 

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :  لَاَنْ يُطْعَنَ فِى رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لَا تَحِلُّ لَهُ. 

Rasulullah ﷺ bersabda, “Sungguh andai ditusuk-tusuk, kepala di antara kamu dengan jarum besi itu lebih baik baginya daripada harus menyentuh perempuan yang tidak halal baginya.” (HR Thabrani dan Baihaqi).    

  • mahram
  • berduaan bukan mahram
  • zina
  • bahaya zina
  • rasulullah
  • muhammad

Pernikahan membuat hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram menjadi

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...

Istilah mahram berasal dari makna haram, lawan kata halal. Artinya adalah sesuatu yang  terlarang dan tidak boleh dilakukan.

Di dalam kamus Al-Mu’jam  Al-Wasith disebutkan  bahwa al-mahram itu  adalah dzulhurmah (ذو الحرمة) yaitu wanita yang haram dinikahi.

2. Istilah

Sedangkan secara istilah di kalangan ulama fiqih, kata mahram di definisikan sebagai:

Para wanita yang diharamkan untuk dinikahi secara permanen, baik karena faktor kerabat, penyusuan ataupun berbesanan. 

Perlu kita cermati kembali perbedaan kalimat mahram dan muhrim. Dalam keseharian banyak orang sering menyebut kata mahram ini sama makna nya dengan muhrim. Muhrim dalam bahasa

Arab (أحَرم – يحرم – إحراما) berarti orang yang sedang mengerjakan ibadah ihram (haji atau umrah).

3. Dalil Mahram

Al-Qur’anul Kariem telah menyebutkan sebagian dari wanita yang haram dinikahi antara lain :

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudarasaudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anakanak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Banyak sekali sebab-sebab yang menyebabkan seseorang bisa menjadi mahram kita atau mahram bagi orang lain. Beberapa mahram tersebut pun ada yang bersifat abadi selamanya dan ada pula yang bersifat sementara. Tiga diantaranya sudah disepakati oleh para ulama dan beberapa yang lain terjadi perbedaan pendapat diantara ulama.

Dari ayat diatas dapat kita rinci beberapa kriteria orang yang haram dinikahi. Dan sekaligus juga menjadi orang yang boleh melihat bagian aurat tertentu dari wanita. Mereka adalah :

  1. Ibu kandung
  2. Anak-anakmu yang perempuan
  3. Saudara-saudaramu yang perempuan
  4. Saudara-saudara bapakmu yang perempuan 5. Saudara-saudara ibumu yang perempuan
  5. Anak-anak perempuan dari saudarasaudaramu yang laki-laki
  6. Anak-anak perempuan dari saudarasaudaramu yang perempuan
  7. Ibu-ibumu yang menyusui kamu
  8. Saudara perempuan sepersusuan
  9. Ibu-ibu istrimu anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri
  10. Istri-istri anak kandungmu

3. Pembagian Mahram

Berikutlah pembagian mahram yang bersifat abadi. Para ulama membaginya menjadi tiga kelompok.

a. Mahram Karena Nasab

Mahram karena nasab ini merupakan salah satu mahram yang bersifat abadi. Maksudnya adalah pernikahan yang haram terjadi antara laki-laki dan perempuan untuk selamanya meski apapun yang terjadi antara keduanya.

Seperti halnya seorang ibu yang haram menikahi anak kandungnya sendiri atau anak perempuan menikahi ayah kandungnya sendiri.

Mahram karna nasab dari pihak wanita dapat kita rinci sebagai berikut :

  1. Ayah
  2. Anak laki-laki
  3. Saudara laki-laki
  4. Saudara ayah (paman)
  5. Saudara ibu (paman)
  6. Keponakan dari saudara laki-laki
  7. Keponakan dari saudari perempuan

Mahram karna nasab mungkin bias kita katakan sebagai hubungan antara laki-laki dan perempuan yang masih sati nasab atau satu keluarga. Akan tetapi perlu kita perhatikan kembali kata keluarga disini tidak mencakup seluruh keluarga, hanya sebagian saja. Maka selain mahram keluarga yang ditetapkan , dia tidak ada hubungan kemahraman.

b. Mahram Karena Pernikahan

Penyebab kemahraman abadi kedua adalah mushaharah atau akibat adanya pernikahan. Sehingga terjadi hubungan mertua menantu atau orang tua tiri.

Berikut ini adalah siapa saja mahram bagi wanita yang sudah menikah :

  1. Ayah dari suami
  2. Anak laki-laki dari suami (tiri)
  3. Suami dari anak laki-laki (menantu)
  4. Suami dari ibu mertua (ayah tiri)

Dan kemahramannya berlaku selama-lamanya, meskipun wanita itu barangkali sudah tidak lagi menjadi menantu.

c. Mahram Karena Penyusuan

Dalam mahram karena penyusuan ini ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sehingga menyebabkan terjadinya kemahraman. Maka tidak semua          penyusuan   dapat menyebabkan kemahraman.      Diantara        syarat-syarat           yang dikemukakan oleh para ulama ialah:

Air Susu Manusia Wanita Baligh

Seandainya yang diminum bukan air susu manusia, seperti air susu hewan atau susu formula, maka tidak akan menimbulkan kemahraman.

Sampainya Air Susu ke dalam Perut

Yang menjadi ukuran sebenarnya bukan bayi menghisap puting, melainkan bayi meminum air susu. Sehingga bila disusui namun tidak keluar air susunya, tidak termasuk ke dalam kategori penyusuan yang menimbulkan kemahraman.

Sebaliknya, meski tidak melakukan penghisapan lewat putting susu, namun air susu ibu dimasukkan ke dalam botol dan dihisap oleh bayi atau diminumkan sehingga air susu ibu itu masuk ke dalam perut bayi, maka hal itu sudah termasuk penyusuan.

Minimal 5 Kali Penyusuan

Para ulama sepakat bahwa bila seorang bayi menyusu pada wanita yang sama sebanyak 5 kali, meski tidak berturut-turut, maka penyusuan itu telah menimbulkan akibat kemahraman.

Kalau baru sekali atau dua kali penyusuan saja, tentu belum mengakibatkan kemahraman. Ketentuan ini didasari oleh hadits yang diriwayatkan ibunda mukminin Aisyah radhiyallahuanha :

Dahulu ada ayat yang diturunkan dengan lafadz :Sepuluh kali penyusuan telah mengharamkan. Kemudian ayat itu dihapus dan diganti dengan 5 kali penyusuan. Dan Rasulullah SAW wafat dalam keadaan para wanita menyusui seperti itu. (HR. Muslim) 

Sampai Kenyang

Hitungan satu kali penyusuan bukanlah berapa kali bayi mengisap atau menyedot air susu, namun yang dijadikan hitungan untuk satu kali penyusuan adalah bayi menyusu hingga kenyang. Biasanya kenyangnya bayi ditandai dengan tidur pulas.

Ada pun bila bayi melepas puting sebentar lalu menghisapnya lagi, tidak dianggap dua kali penyusuan, tetapi dihitung satu kali saja. Dasarnya adalah sabda Nabi SAW :

Penyusuan itu karena lapar (HR. Bukhari dan Muslim)  

Maksimal 2 Tahun

Hanya bayi yang belum berusia dua tahun saja yang menimbulkan kemahraman. Sedangkan bila bayi yang menyusu itu sudah lewat usia dua tahun, maka tidak menimbulkan kemahraman.

Dalilnya adalah firman Allah SWT ;

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. (QS. Al-Baqarah : 233)

Berikut inilah rincian dari siapa saja yang menjadi mahram sepersusuan bila seorang bayi perempuan  menyusu kepada ibu susu nya:

  1. Suami dari ibu yang menyusui
  2. Anak laki-laki dari wanita yang menyusui
  3. Saudara laki-laki dari ibu yang menyusui
  4. Ayah dari wanita yang menyusui
  5. Ayah dari suami wanita yang menyusui
  6. Saudara dari suami wanita yang menyusui
  7. Bayi laki-laki yang menyusu pada wanita yang sama

Sumber: Nur Azizah Pulungan, Apakah Zina Menyebabkan Kemahraman? Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publishing, 2018