Pemerintah mengurangi anggaran untuk subsidi BBM sehingga menyebabkan kenaikan harga BBM

19-09-2022 / KOMISI VIII

Pemerintah mengurangi anggaran untuk subsidi BBM sehingga menyebabkan kenaikan harga BBM

Anggota Komisi VIII DPR RI Nur Azizah Tamhid. Foto: Runi/Man

Anggota Komisi VIII DPR RI Nur Azizah Tamhid menilai kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) memberatkan rakyat kecil. Menurutnya Bantuan Tunai Langsung (BLT) BBM yang diambil dari Kas Negara senilai Rp12,4 triliun bukanlah solusi. Meskipun pemerintah menyalurkan BLT, hal tersebut hanyalah sementara. BLT tersebut tidak sebanding dengan dampak jangka panjang yang dirasakan masyarakat kecil.

“Besaran  BLT BBM senilai Rp600 ribu akan dibagikan kepada 20,65 juta masyarakat Indonesia yang terdaftar dalam DTKS yang diberikan dalam dua tahap dalam rentang 4 bulan. Namun yang menjadi permasalahan, BLT itu hanya bersifat sementara. Dana yang diberikan tidak sebanding dengan dampak jangka panjang yang akan timbul," ungkap Nur Azizah dalam keterangan persnya, baru-baru ini. 

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut menambahkan bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi Pertalite dan Solar di saat kondisi ekonomi global tidak menentu akhirnya harus ditanggung oleh masyarakat. Menurutnya, hal ini seharusnya menjadi  tanggung jawab pemerintah dalam mengendalikan penggunaan BBM bersubsidi, sehingga tidak  menyebabkan volume penggunaannya melonjak tajam.

“(Kenaikan harga BBM) ini tentu mencekik masyarakat kecil. Seperti nelayan di beberapa wilayah yang sudah menggantungkan mata pencaharian yang pas-pasan, mengandalkan subsidi BBM. Dengan kenaikan (harga BBM) ini, mereka harus berhenti melaut, karena pengeluaran menjadi lebih besar dari pendapatan. Kenaikan harga BBM ini tidak membuat harga ikan juga naik," kritik Nur Azizah.

Menurut legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat VI tersebut, pemerintah harus memiliki pertimbangan yang matang akan dampak yang ditimbulkan dari harga BBM naik. Terdapat hampir 70 persen subsidi BBM dinikmati oleh orang kaya, sedangkan subsidi LPG sebesar 76 persen justru dinikmati oleh masyarakat mampu.

Adapun masyarakat miskin dan rentan yang merasakan subsidi listrik hanya sekitar 26 persen. Hal ini menunjukkan penyaluran subsidi energi tidak tepat sasaran. Untuk itu, menurutnya pemerintah perlu segera melakukan koreksi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) agar BBM bersubsidi seperti Solar dan Pertalite hanya dijual kepada masyarakat kurang mampu, pelaku ekonomi kecil dan transportasi umum.

"Pemerintah harus segera melakukan tindakan. Dengan berkurangnya volume BBM bersubsidi namun tepat sasaran, maka BBM bersubsidi tersebut tidak perlu dinaikkan harga jualnya. Hal ini penting, sehingga rakyat kecil dan pelaku usaha kecil tetap dapat membeli BBM dengan harga murah. Dengan demikian juga akan berdampak pada aktivitas ekonomi mereka dapat bangkit lebih kuat," papar Nur Azizah.

Selain itu, Nur Azizah menjelaskan, saat ini banyak beredar isu penyelundupan BBM bersubsidi beberapa waktu lalu di Jawa Tengah, Polri baru saja me ringkus penimbun sekaligus pengoplos puluhan ton BBM bersubsidi. Hal ini menimbulkan potensi kerugian negara yang juga tidak sedikit, bahkan ditaksir hingga Rp 11 miliar. “Penangkapan yang dilakukan Polri ini menjadi bukti adanya penyelundupan BBM. BBM yang disubsidi dari uang rakyat melalui pajak itu justru dinikmati oleh sektor industri," tandas Nur Azizah. (rnm/sf)


Jakarta Pusat, Kominfo - Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa pemerintah telah memutuskan untuk mengalihkan sebagian subsidi dari bahan bakar minyak (BBM) untuk bantuan yang lebih tepat sasaran. Presiden mengatakan, beberapa jenis BBM yang selama ini mendapatkan subsidi akan mengalami penyesuaian harga.

“Mestinya uang negara itu harus diprioritaskan untuk memberi subsidi kepada masyarakat yang kurang mampu. Dan saat ini pemerintah harus membuat keputusan dalam situasi yang sulit. Ini adalah pilihan terakhir pemerintah, yaitu mengalihkan subsidi BBM, sehingga harga beberapa jenis BBM yang selama ini mendapat subsidi akan mengalami penyesuaian,” ujar Presiden saat memberikan keterangan pers bersama para menteri di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Sabtu (03/09/2022).

Kepala Negara menuturkan bahwa pemerintah telah berupaya untuk melindungi masyarakat dari kenaikan harga minyak dunia melalui subsidi BBM. Namun, Presiden menyebut bahwa kompensasi BBM tahun 2022 telah meningkat tiga kali lipat.

“Saya sebetulnya ingin harga BBM di dalam negeri tetap terjangkau dengan memberikan subsidi dari APBN. Tetapi anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun 2022 telah meningkat tiga kali lipat dari Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun, dan itu akan meningkat terus. Dan lagi, lebih dari 70 persen subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu yaitu pemilik mobil-mobil pribadi,” tutur Kepala Negara.

Oleh sebab itu, Presiden mengatakan bahwa pemerintah akan menyalurkan bantuan yang lebih tepat sasaran, yaitu melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM yang akan diberikan kepada 20,65 juta keluarga yang kurang mampu.

“Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM sebesar Rp12,4 triliun yang diberikan kepada 20,65 juta keluarga yang kurang mampu sebesar Rp150 ribu per bulan dan mulai diberikan bulan September selama empat bulan,” jelas Presiden.

Selain BLT BBM, Presiden melanjutkan, pemerintah juga telah menyiapkan anggaran untuk bantuan subsidi upah yang diberikan kepada pekerja dengan gaji maksimum Rp3,5 juta per bulan.

“Pemerintah juga menyiapkan anggaran sebesar Rp9,6 triliun untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp3,5 juta per bulan dalam bentuk bantuan subsidi upah yang diberikan sebesar Rp600 ribu,” tuturnya.

Lebih lanjut, Presiden telah menginstruksikan pemerintah daerah untuk menggunakan anggaran sebesar 2 persen dari dana transfer umum salah satunya untuk bantuan sektor transportasi.

“Saya juga telah memerintahkan kepada pmerintah daerah untuk menggunakan 2 persen dana transfer umum sebesar Rp2,17 triliun untuk bantuan angkutan umum, bantuan ojek online, dan untuk nelayan. Pemerintah berkomitmen agar penggunaan subsidi yang merupakan uang rakyat harus tepat sasaran, subsidi harus lebih menguntungkan untuk masyarakat yang kurang mampu,” tandas Presiden.

Pada kesempatan tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyampaikan penyesuaian harga BBM yang mulai berlaku pada hari ini, 3 September 2022 pukul 14.30 WIB.

“Pemerintah memutuskan untuk menyesuaikan harga BBM subsidi antara lain Pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter, kemudian Solar subsidi dari Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter, Pertamax nonsubsidi dari Rp12.500 per liter menjadi Rp14.500 per liter,” jelas Menteri ESDM.

Turut mendampingi Presiden antara lain Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.

Pemerintah mengurangi anggaran untuk subsidi BBM sehingga menyebabkan kenaikan harga BBM

Kementerian Perdagangan telah menyiapkan jalan tol agar produk UKM dapat memasuki pasar internasional, khususnya pasar baru. Selengkapnya

Pemerintah mengurangi anggaran untuk subsidi BBM sehingga menyebabkan kenaikan harga BBM

Wapres mengapresiasi adanya organisasi yang menjadi wadah bertemunya para cendekiawan dunia. Selengkapnya

Pemerintah mengurangi anggaran untuk subsidi BBM sehingga menyebabkan kenaikan harga BBM

Pemerintah menambah anggaran bantuan sosial yang akan disalurkan kepada anak yatim piatu, lansia tunggal, dan penyandang disabilitas pada bu Selengkapnya

Pemerintah mengurangi anggaran untuk subsidi BBM sehingga menyebabkan kenaikan harga BBM

Presiden menyampaikan bahwa pemerintah telah menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT) bahan bakar minyak (BBM) kepada para penerima manfaat Selengkapnya

Pemerintah mengurangi anggaran untuk subsidi BBM sehingga menyebabkan kenaikan harga BBM
Pemerintah mengurangi anggaran untuk subsidi BBM sehingga menyebabkan kenaikan harga BBM

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Makna Zaezar

Keterangan gambar,

Mahasiswa berunjuk rasa menolak kenaikan harga BBM di depan kantor DPRD Provinsi Kalimantan Tengah, Senin (05/09).

Kebijakan pemerintah Indonesia menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan alasan karena sekitar 70% subsidi BBM dinikmati kelompok masyarakat mampu, disebut pengamat ekonomi sebagai upaya "yang tidak tepat dan salah sasaran".

“Ini seperti targetnya menyembuhkan batuk, tapi yang diobati panu. Ini kan salah sasaran, dan kebijakan mencari gampangnya saja,” kata pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, kepada BBC News Indonesia, Senin (05/09/2022).

Alih-alih meningkatkan harga BBM, menurut Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies), Bhima Yudhistira, pemerintah harus melakukan pembatasan dan pengawasan ketat dalam penyaluran BBM.

“Kesalahan dalam pengelolaan, pembatasan hingga pengawasan oleh pemerintah, malah dibebankan kepada seluruh masyarakat,” katanya.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter A Redjalam mengatakan, subsidi BBM tidak sekadar dilihat dari nilai transaksi jual beli di SPBU, tapi pengaruhnya ke perekonomian yang melindungi kelompok miskin.

Menanggapi itu, Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo mengatakan, kenaikan harga akan menyediakan ruang fiskal lebih leluasa untuk belanja yang lebih produktif, termasuk juga melakukan perbaikan dalam sasaran pengguna BBM.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan mengatakan, risiko beban subsidi tanpa kenaikan harga menjadi Rp698 triliun, dari alokasi saat ini sekitar Rp502 triliun.

Kini setelah harga BBM subsidi dinaikkan, anggaran untuk BBM diprediksi tetap membengkak menjadi Rp650 triliun - meningkat lebih dari empat kali lipat dibanding anggaran APBN 2022 sebesar Rp152,5 triliun.

Artinya, selisih anggaran BBM dinaikkan dan tidak berada di bawah Rp50 triliun.

Pengemudi ojek online asal Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Suriadi Sinamo, kecewa dengan keputusan pemerintah menaikan harga BBM.

"Aku pikir begini, kalau lah alasan pemerintah menaikkan harga BBM subsidi karena banyak dipakai orang mampu, kenapa malah menaikkan harganya? Seharusnya kan pengawasan diperketat. Bukan malah harganya yang dinaikkan," kata Suriadi kepada wartawan Nanda Fahriza Batubara yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Senin (05/09).

Pada Sabtu (03/09) lalu, Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan kenaikan harga BBM subsidi.

Salah satu alasan yang disampaikan Jokowi adalah 70% BBM subsidi selama ini dinikmati oleh kalangan warga yang mampu secara finansial.

Alasan lain di antaranya adalah peningkatan tajam anggaran subsidi dan kompensasi tahun anggaran 2022 dari yang awalnya Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun.

Pemerintah mengurangi anggaran untuk subsidi BBM sehingga menyebabkan kenaikan harga BBM
Pemerintah mengurangi anggaran untuk subsidi BBM sehingga menyebabkan kenaikan harga BBM

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Fauzan

Keterangan gambar,

Pengemudi ojek online menunggu penumpang di depan Stasiun Tangerang, Kota Tangerang, Banten, Senin (05/09).

Sederet alasan di atas membuat Suriadi semakin heran.

"Inilah yang lucunya itu. Mereka yang salah hitung-hitungannya, tapi malah menaikkan harga BBM. Ini kan yang dirugikan rakyat kecil seperti kami. Kenapa mereka yang salah tapi justru kami yang dirugikan?" katanya.

Menurut Suriadi, yang mendapat penghasilan Rp50.000 - Rp70.000 per hari dari menarik ojek online, menaikkan harga BBM di tengah kondisi perekonomian yang belum pulih akibat pandemi Covid-19 hanya akan memperburuk keadaan.

"Saya cuma bisa berdoa supaya pemerintah sadar dan membatalkan kebijakan itu. Kalau seperti ini, saya yakin banyak masyarakat yang hidupnya sulit akan semakin sulit," ujarnya.

Senada, Irwan Gumanti, warga yang terdaftar sebagai calon penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) mengatakan, menolak kenaikan BBM.

Namun, dia hanya bisa pasrah terhadap kebijakan itu.

"Sebenarnya kalau dibilang mencukupi (BLT BBM Rp600.000), ya tidak. Tapi kalau memang begitu keputusan pemerintah, ya mau bagaimana, saya orang kecil," kata warga Kecamatan Bohorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara itu.

Pemerintah mengurangi anggaran untuk subsidi BBM sehingga menyebabkan kenaikan harga BBM
Pemerintah mengurangi anggaran untuk subsidi BBM sehingga menyebabkan kenaikan harga BBM

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

Keterangan gambar,

Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa berunjuk rasa menolak kenaikan harga BBM di Serang, Banten, Senin (05/09).

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, menyebut keputusan menaikkan harga BBM merupakan bentuk ketidaksesuaian antara masalah dan solusi.

Ditambah lagi, katanya, kenaikan harga tidak akan menyelesaikan akar permasalahan dari ‘kecanduan akan BBM’.

“Kebijakan ini tidak tepat sasaran. Misalnya targetnya menyembuhkan sakitnya batuk, yang diobati panu.” Kata Fahmy.

Fahmy mengartikan kalau masalahnya 70% penyaluran BBM tidak tepat sasaran, "kenapa sasaran itu yang tidak fokus diselesaikan dulu? Bukan malah dengan menaikan BBM”.

Fahmi menambahkan, ketika pemerintah mampu melakukan perbaikan dengan melakukan pembatasan dan pengawasan penggunaan BBM maka beban subsidi dapat diminimalisir, tanpa perlu menaikan harga BBM.

“Contoh, tetapkan pembatasan Pertalite dan solar hanya untuk sepeda motor dan angkutan umum. Lalu masyarakat mampu itu dipaksa migrasi ke Pertamax,” katanya.

Pemerintah mengurangi anggaran untuk subsidi BBM sehingga menyebabkan kenaikan harga BBM
Pemerintah mengurangi anggaran untuk subsidi BBM sehingga menyebabkan kenaikan harga BBM

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas

Keterangan gambar,

Petugas melayani pengisian BBM solar subsidi di salah satu SPBU di Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Sabtu (27/08).

Senada, Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira mengatakan, sejak 2014 hingga sekarang, pemerintah selalu menggunakan narasi yang sama, yaitu dinikmati orang yang mampu saat menaikkan harga BBM.

“Dari 2014 sampai sekarang, tidak ada upaya perbaikan pendataan ataupun pembatasan. Pertalite digunakan semua kalangan, solar bocor ke industri yang tidak berhak. Jadi yang dilakukan pemerintah selama ini apa?” kata Bhima.

Solusi menaikkan harga di tengah gagalnya upaya pemerintah dalam mengontrol penggunaan BBM, menurut Bhima, merupakan mekanisme yang tidak kreatif dan tetap akan membuat APBN jebol.

“Kesalahan pengelolaan kebijakan BBM akhirnya dibebankan kepada seluruh masyarakat dari berbagai kelas, dari yang tidak punya kendaraan, kelas miskin, menengah rentan, hingga 64 juta UMKM. Semua terkena dampaknya,” katanya.

Dibandingkan kenaikan harga BBM, kata Bhima, pemerintah harusnya melakukan upaya pembatasan penggunaan BBM karena memiliki efek yang jauh lebih kecil dan terlokalisir terhadap perekonomian masyarakat.

Selain itu, kata Bhima, pemerintah juga masih memiliki ruang fiskal dalam menjaga harga BBM.

Dia mencontohkan, dengan memangkas anggaran hingga membubarkan kementerian/lembaga yang menjadi beban negara.

Kemudian memangkas proyek-proyek infrastruktur yang masih dalam tahap studi kelayakan.

“Atau dengan renegosiasi utang melalui DSSI (Debt Service Suspension Initiative) dalam G-20. Jadi sebenarnya banyak cara kreatif,” katanya.

Sementara itu, Direktur Riset CORE Indonesia, Piter A Redjalam juga mengaku tidak setuju atas pernyataan bahwa 70% BBM subsidi dinikmati kelompok mampu.

“Ini kesalahan ‘komunikasi’ yang disuarakan pemerintah, tidak tepat,” katanya.

Menurutnya, kelompok miskin lah yang sangat merasakan dampak besar dari subsidi BBM.

“Menikmati subsidi BBM tidak harus membeli BBM. Lebih dari itu, subsidi berperan membuat inflasi relatif, harga tidak melonjak, pertumbuhan ekonomi cukup tinggi dan terbuka lapangan kerja. Itu siapa yang menikmati? Kelompok miskin,” katanya.

Pemerintah mengurangi anggaran untuk subsidi BBM sehingga menyebabkan kenaikan harga BBM
Pemerintah mengurangi anggaran untuk subsidi BBM sehingga menyebabkan kenaikan harga BBM

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Keterangan gambar,

Petugas mengganti papan harga SPBU jelang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Jakarta, Sabtu (03/09).

Dalam wawancara dengan CNBC TV, Senin (05/09), Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, walaupun telah dilakukan kenaikan harga BBM, anggaran untuk subsidi dan kompensasi tetap akan membengkak.

Suahasil mengatakan, dengan kenaikan harga Pertalite dan solar, pemerintah memperkirakan anggaran meningkat menjadi Rp650 triliun, melebih anggaran saat ini sebesar Rp502,4 triliun.  

Sementara jika BBM tidak dinaikan, pemerintah mengestimasikan anggaran mencapai Rp698 triliun hingga akhir tahun.

Perkiraan subsidi itu dihitung berdasarkan kuota Pertalite 29 juta kiloliter dan solar 17,4 juta kiloliter, harga minyak dunia dan nilai tukar mata uang.

Terdapat selisih hampir Rp50 triliun jika BBM dinaikan dan tidak.

Dalam kesempatan terpisah sebelumnya, Suahasil juga mengatakan anggaran subsidi dan kompensasi akan jauh lebih bermanfaat apabila dapat digunakan untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan.

“Rp502 triliun kalau pakai bangun rumah sakit dapat 3.000, bangun sekolah dasar dapat 227.000, atau dapat 41.000 puskesmas. Atau kalau dipakai untuk jalan tol dapat 3.500 km jalan tol,” kata Suahasil.

Baca juga:

Sebelumnya, pemerintah memutuskan menaikan tiga harga BBM Sabtu (03/09).

Pertalite naik dari Rp7.650 menjadi Rp 10.000/liter.

Harga solar subsidi dari Rp5.150 ke Rp 6.800/liter, dan Pertamax dari Rp12.500 menjadi Rp14.500/liter.

Presiden Jokowi mengatakan, anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun ini telah meningkat tiga kali lipat dari Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun.

"Dan lebih dari 70% subsidi justru dinikmati kelompok masyarakat mampu, yaitu pemilik mobil pribadi," ujarnya,

"Sehingga pemerintah harus membuat keputusan yang sulit. Ini adalah pilihan terakhir pemerintah," ia menambahkan.

Presiden menyebut, Pemerintah akan menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM sebesar Rp12,4 triliun kepada 20,65 juta keluarga.

Selain itu Pemerintah juga menyiapkan anggaran sebesar Rp9,6 triliun untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimal Rp3,5 juta.

Presiden juga memerintahkan kepada pemerintah daerah untuk menggunakan 2% dana transfer umum yaitu sebesar Rp2,17 triliun untuk bantuan angkutan umum, bantuan ojek online, dan untuk nelayan.

Pemerintah mengurangi anggaran untuk subsidi BBM sehingga menyebabkan kenaikan harga BBM
Pemerintah mengurangi anggaran untuk subsidi BBM sehingga menyebabkan kenaikan harga BBM

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas

Keterangan gambar,

Pengendara roda dua mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Mandala, Lebak, Banten, Sabtu (03/09)

Menanggapi kritikan ekonom tersebut, Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo mengatakan terdapat prioritas jangka pendek, menengah, dan panjang yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi beban anggaran subsidi BBM.

“Dalam jangka pendek, kebijakan menaikkan harga BBM akan menyediakan ruang fiskal yang lebih leluasa untuk belanja yang lebih produktif,” katanya melalui pesan singkat.

“Menaikkan harga termasuk dalam perbaikan sasaran. Kalau konsumen mayoritas kelompok mampu, maka yang menanggung kenaikan adalah masyarakat mampu. Dan yang tidak mampu dibantu dengan bantalan sosial BLT BBM,” ujarnya.

Yustinus menambahkan, pemerintah juga akan melakukan upaya pembatasan, pengawasan dan lainnya agar penyaluran BBM subsidi tepat sasaran.

Pemerintah mengurangi anggaran untuk subsidi BBM sehingga menyebabkan kenaikan harga BBM
Pemerintah mengurangi anggaran untuk subsidi BBM sehingga menyebabkan kenaikan harga BBM

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Rahmad

Keterangan gambar,

Sejumlah kendaraan antre menunggu BBM jenis Pertalite dan solar subsidi di salah satu SPBU di Lhokseumawe, Aceh, Rabu (31/08).

Selain keputusan menaikan BBM, asal dana untuk subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp502,4 triliun juga mendapat kritikan.

Alokasi subsidi yang berjumlah Rp208,9 triliun digunakan untuk subsidi BBM dan LPG sebesar Rp149,6 triliun, serta subsidi listrik Rp59,6 triliun.

Kemudian, dana kompensasi berjumlah Rp293,5 triliun dialokasikan untuk BBM sebesar Rp252,5 triliun dan listrik Rp41 triliun.

Anggota Komisi VI DPR, Rieke Diah Pitaloka, mempertanyakan angka kompensasi tersebut merujuk pada nomenklatur Peraturan Presiden Nomor 98 tahun 2022 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2022 hanya tertulis subsidi BBM sebesar Rp14,5 triliun.

Menurutnya, tidak ada nomenklatur untuk kompensasi BBM.

Hentikan Instagram pesanKeterangan video, Peringatan: BBC tidak bertanggung jawab atas konten situs eksternal

Lompati Instagram pesan

Subsidi dan kompensasi adalah dua metode bantuan yang berbeda, walaupun sama-sama menggunakan dana APBN.

Subsidi adalah transfer dana dari pemerintah yang bertujuan untuk menurunkan harga dari nilai keekonomian sehingga masyarakat mampu mendapatkan barang atau jasa tersebut.

Contohnya adalah subsidi untuk BBM solar, LPG 3 Kg dan listrik.

Sementara, kompensasi adalah dana yang dikeluarkan pemerintah ke badan usaha atas kekurangan penerimaan perusahaan karena menanggung selisih harga jual.

Kompensasi diberikan kepada Pertamina dan PLN.  

Hentikan Twitter pesanKeterangan video, Peringatan: BBC tidak bertanggung jawab atas konten situs eksternal

Lompati Twitter pesan

Menanggapi itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa seluruh subsidi diaudit oleh BPKP sebelum dilakukan pembayaran.

Artinya, lanjut Sri Mulyani, BPKP akan melihat volume, biaya produksi, dan perbedaan antara harga yang diatur dengan harga yang terjadi.

Senada, Stafsus Menkeu Yustinus Prastowo dalam akun Twitternya menjelaskan, subsidi energi sebesar Rp208,9 triliun tercantum dalam lampiran IV Perpres tersebut.

Sementara untuk alokasi kompensasi sebesar Rp293,5 triliun (ditambah bantuan lain sehingga menjadi total ekonomi Rp301 triliun) terletak di Lampiran IV bagian 999.08, yang merupakan subbagian anggaran Bendahara Umum Negara (BUN) yang dikelola Menkeu.

Anggaran itu, kata Prastowo memiliki fungsi sebagai cadangan untuk keperluan tertentu, salah satunya adalah pembayaran kompensasi tarif listrik dan BBM.