Pada umumnya lagu yang digunakan di dalam karawitan disebut

Lanjut ke konten

PENGERTIAN Karawitan adalah seni musik tradisional Jawadengan peralatan yang lengkap dan telah berkembang secara turun-temurun sesuai dengan perkembangan jaman dan tidak meninggalkan keasliannya. Perangkat peralatan musik tradisional itu disebut Gamelan, yang terdiri dari bermacam-macam alat atau ricikan.

SEJARAH KARAWITAN


Karawitan dikenal sejak jaman Kalingga, pada jaman raja Syailendra. Tentu saja peralatannya (ricikan) masih sangat sederhana. Intonasi nada yang ada masih sederhana pula. Sejak jaman Syailendra itulah dikenal alat musik tradisional (gamelan), yang sampai sekarang dikenal dengan gamelan Slendro, dalam satu oktaf dibagi 5 nada, yaitu : 1,  2,  3,  5,  6.

Pada jaman Majapahit, seni karawitan telah berkembang dengan baik, walaupun peralatannya masih sangat sederhana. Gamelan berlaras Slendro telah dikembangkan pula dengan gamelan laras Pelog, yang dalam satu oktaf dibagi 7 nada, yaitu : 1, 2, 3, 4,  5, 6, 7.
Pada jaman Mataram, dua jenis gamelan yang masih sangat sederhana tersebut mulai dilengkapi dengan alat (ricikan) baru sebagai penunjangnya, sehingga ricikan lebih banyak dan lengkap seperti yang ada sekarang ini.
Pada jaman Mataram ini pula, dua jenis gamelan tersebut (Pelog dan Slendro), disatukan menjadi satu satuan musik yang saling berkaitan dan saling melengkapi.

Pada jaman dahulu Karawitan hanya tumbuh dan dikembangkan di dalam lingkungan keraton. Bahkan para bangsawan dan kerabat Keraton boleh dikatakan wajib menguasai bidang Karawitan, Tembang dan Tari.
Bagi masyarakat luas yang tinggal di luar keraton tidak dapat mempelajari Karawitan dengan metoda menabuh Gamelan yang baik dan benar. Dengan semangat yang tinggi, mereka belajar sendiri sesuai dengan suara Gamelan yang pernah didengarnya dari dalam Keraton. Karawitan yang tidak memakai metode menabuh yang baik dan benar ini, disebut Karawitan Alam. Pada jaman sekarang, Keraton bukanlah satu-satunya sumber pengembangan seni karawitan. Untuk mengembangkan seni karawitan, telah banyak didirikan pendidikan formal seperti PMKT, STSI yang memberikan pedoman dan Metoda Karawitan yang baik dan benar.

Pengembangan seni karawitan dapat pula dilakukan melalui Radio, TV dan media elektronik lainnya. Disamping itu telah banyak pula kelompok-kelompok Karawitan yang telah mampu mengembangkan karawitan dengan baik dan benar. Oleh karena itu sangatlah disayangkan kalau masih ada Karawitan Alam yang tidak mau mengikuti metode menabuh gamelan yang benar.
Pada jaman serba modern sekarang ini, banyak yang ingin mengambangkan Musik Gamelan (diatonis) dengan musik pentatonis. Namun perpaduan dua jenis musik tersebut masih bersifat kreatif saja, belum dapat dijadikan suatu musik baru, karena keduanya tidak dapat difungsikan mutlak secara bersama-sama.

Sedangkan menurut sunber lain, Gamelan Jawa merupakan seperangkat instrument sebagai pernyataan musical yang sering disebut dengan istilah karawitan. Karawitan berasal dari bahasa jawa rawit berarti rumit, berbelit – belit, tetapi rawit juga bararti halus, cantik, berliku-liku dan enak. Kata jawa karawitan khususnya dipakai untuk mengacu kepada musik gamelan, musik Indonesia yang bersistem nada nondiatonis ( dalam laras slendro dan pelog ) yang garapan-garapannya menggunakan sistem notasi, warna suara, ritme, memilikia fungsi, pathet dan aturan garap dalam bentuk sajian instrumentalia, vokalia dan campuran yang indah didengar. Seni gamelan jawa mengandung nilai-nilai histories dan filsofis bagi bangsa Indonesia. Dikatakan demikian sebab gamelan jawa merupakan salah satu seni budaya yang siwariskan oleh para pendahulu dan sampai sekarang masih banyak digemari serta ditekuni. Secara Hipotesis, masyarakat Jawa sebelum adanya pengaruh Hindu telah mengenal sepuluh keahlian, diantaranya adalah wayang dan gamelan. Dahulu pemilikan gamelan ageng Jawa hanya terbatas untuk kalangan istana. Kini siapapun yang berminat dapat memilikinya sepanjang bukan gamelan-gamelan Jawa yang termasuk kategori pusaka (Timbul Haryono, 2001). Secara filosofis gamelan jawa merupakan satu bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa. Hal demikaian disebabkan filsafat hidup masyarakt Jawa berkaitan dengan seni budayanya yang berupa gamelan Jwa serta berhubungan dekat dengan perkembangan religi yang dianutnya. Istilah gamelan telah lama dikenal di Indonesia, sudah disebut pada beberapa kakawin Jawa Kuno. Arti kata gamelan, sampaio sekarang masih dalam dugaan-dugaan. Mungkin juga kata gamelan terjadi dari pergeseran atau perkembangan dari kata gembel. Gembel adalahalat untauk memukul. Karena cara membunyikan instrumen itu dengan dipukul-pukul. Barang yang sering dipukul namanya pukulan, barang yang sering diketok namanya ketokan atau kentongan, barang yang sering digembal namanya gembelan. Kata gembelan ini bergeser atau berkembang menjadi gamelan. Mungkin juga karena cara membuat gamelan itu adalah perunggu yang dipukul-pukul atau dipalu atau digembel, maka benda yang sering dibuat dengan cara digembel namanya gembelan, benda yang sering dikumpul-kumpulkan namanya kempelan dan seterusnya gembelan berkembang menjadi gamelan. Dengan kata lain gamelan adalah suatu benda hasil dari benda itu digembel-gembel atau dipukul-pukul (Trimanto,1984). Bagi masyarakat Jawa gamelan mempunyai fungsi estetika yang berkaitan dengan nilai-nilai sosial, moral dan spiritual. Kita harus bangga memiliki alat kesenian tradisional gamelan. Keagungan gamelan sudah jelas ada. Duniapun mengakui bahwa gamelan adalah alat musik tradisional timur yang dapat mengimbangi alat musik barat yang serba besar. Di dalam suasana bagaimanapun suara gamelan mendapat tempat di hati masyarakat. Gamelan dapat digunakan untuk mendidik rasa keindahan seseorang. Orang yang biasa berkecimpung dalam dunia karawitan, rasa kesetiakawanan tumbuh, tegur sapa halus, tingkah laku sopan. Semua itu karena jiwa seseorang menjadi sehalus gendhing-gendhing (Trimanto, 1984).

( Diambil dari buku Seni Karawitan Jawa, Dr. Purwadi, M.Hum dan Drs. Afendy Widayat. 2006 )

JENIS PERALATAN GAMELAN
Jika ditinjau dari sumber bunyi, pada umumnya peralatan (ricikan) gamelan terdiri dari bermacam-macam jenis. Pada umumnya gamelan terdiri dari alat musik pukul, yaitu : bonang barung, bonang, penerus, slenthem, demung, saron, peking, gender barung, gender, penerus, gambang, kempul/ gong, kenong dan kendang. Tetapi ada juga jenis alat musik lain, misalnya : alat musik tiup (suling), alat musik gesek (rebab), alat musik petik (siter).

ETIKA KARAWITAN Karawitan merupakan seni musik yang adi luhung. Dapat disajikan dalam nuansa gembira, sedih, jenaka, marah, bahkan dapat disajikan secara khusus pada acara sakral dalam kegiatan ritual. Oleh karena itu penampilan dalam penyajian Karawitan perlu diperhatikan pula etika dan tata krama yang berlaku. Pada penyajian karawitan, para penabuh tidak dibenarkan menabuh sesuka hati, tanpa metoda maupun posisi menabuh yang tidak semestnya. Pada penyajian Karawitan, para penabuh harus berpedoman pada metode Karawitan dan cara menabuh Gamelan yang berlaku secara umum. Etika Penyajian Karawitan dan cara menabuh gamelan yang baik adalah sebagai berikut  : 1. Waktu akan masuk dan keluar tempat gamelan, tidak diperkenankan melangkahi ricikan. 2. Menabuh ricikan dengan cara/teori yang benar. 3. Menabuh dengan bersikap tenang, posisi duduk bersila, menghadap ke ricikan yang sedang ditabuh. 4. Pada saat menabuh tidak boleh sambil merokok atau makan. 5. Tidak berpindah tempat pada waktu menabuh gemelan.

6. Pada saat menabuh tidak diperkenankan sambil bercakap-cakap dengan orang diluar tempat Karawitan.

BENTUK LAGU DALAM KARAWITAN Lagu yang biasa disajikan dalam Karawitan terbagi menjadi beberapa bentuk lagu yaitu  : 1. Lancaran >>> lancaran mlampah >>> lancaran tiban 2. Ketawang 3. Ladrang 4. Gending >>> ketawang gending >>> gending ageng 5. Jineman (tenang)

6. Srepegan (marah)

LARAS DALAM GAMELAN JAWA Laras merupakan satu satuan jenis nada dalam Gamelan pada Gamelan Jawa ini mempunyai 2 (dua) macam laras yang berlainan, yaitu laras Slendro dan laras Pelog.

Laras Slendro setiap oktaf dibagi menjadi 5 nada, yaitu 1, 2, 3, 5, 6, sedangkan laras Pelog dibagi menjadi 7 nada, yaitu 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7. Pada satu unit Gamelan bisa hanya berlaras Slendro atau berlaras Pelog saja. Tetapi pada Gamelan yang lengkap tersedia Gamelan berlaras Slendro dan Pelog. Karena Gamelan laras Slendro tidak sama dengan yang berlaras Pelog, maka agar kedua laras tersebut dapat digunakan sebagai satu satuan musik yang saling melengkapi, maka salah satu nadanya dibuat sma. Misalnya 6 slendro dibuat sama dengan 6 pelog. Pada perangkat, Gamelan seperti ini disebut Gamelan tumbuk 6. Ada pula Gamelan yang dibuat dengan tumbuk 5, tetapi yang umum dipakai sekarang adalah tumbuk 6. Sebagai contoh perbandingan nada dalam laras pada gamelan seperti tergambarkan pada skema di bawah ini.

PATHET DALAM SUATU LAGU KARAWITAN
Pathet adalah tingkatan tangga nada (tinggi-rendahnya) suatu lagu dalam Seni Karawitan. Pada lagu berlaras Slendro, pada umumnya dibagi menjadi 3 Pathet, yaitu Pathet 6, Pathet 9, Pathet Manyura. Pada lagu laras Slendro yang bernada Minir, biasanya disebut Barang Miring. Namun untuk Karawitan gaya Jawa Timuran, ada kalanya mempunyai Pathet 8, Pathet 10 dsb. Sedangkan lagu berlaras Pelog, pada umumnya dibagi menjadi 3 Pathet, yaitu Pathet 6, Pathet 5, Patet Barang. Sebagai gambaran perbandingan tinggi intonasi nada dalam suatu Pathet pada lagu, seperti tergambarkan pada skema di bawah ini.

DIALEKTIKA KARAWITAN
Tidak berbeda dengan bahasa manusia, Karawitan mempunyai dialek dalam penyajian lagu-lagunya. Dialek karawitan (gaya penyajian lagu) tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Gaya Surakarta
Berasal dari Keraton Surakarta, berkembang di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan di berbagai daerah Indonesia lainnya.

2. Gaya Yogyakarta (Mataraman)
Berasal dari Keraton Yogyakarta, pada umumnya berkembang lokal didaerah Yogyakarta, sebagian Jawa Tengah , Jawa Timur dan Jawa Barat.

3. Gaya Banyumasan
Berasal dari daerah Banyumas dan berkembang di Jawa Tengah sebelah barat.

4. Gaya Semarangan
Berasal dari daerah Semarang dan berkembang di daerah pantai utara Jawa Tengah.

5.  Gaya Jawa Timuran.
Berkembang didaerah Surabaya, Mojokerto, Jombang dan didaerah Malang.

Dari gaya karawitan seperti tersebut diatas, yang paling banyak berkembag dan disajikan adalah Gaya Surakarta. Dari karawitan Gaya Surakarta ini, berkembang menjadi karawitan berciri khas lokal, seperti gaya sragen, Ngawi Madiun, Tuban Tulungagung dsb.

PENUTUP
Demikianlah sekedar pengetahuan tentang karawitan yang dapat kami tuliskan. Masih banyak lagi hal-hal yang belum dapat kami sampaikan pada kesempatan ini. Pengetahuan teknik dasar menabuh Gamelan akan kami sampaikan pada kesempatan lain sesuai dengan waktu yang tersedia. Semoga apa yang kami sampaikan di atas dapat, menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi Saudara.

//macapatwungu.wordpress.com/category/karawitan/sejarah-karawitan/

//cakdurasim.blogspot.com/2011/10/pengetahuan-karawitan.html

Editor : Jihan Z R

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA