Mengapa warga masyarakat dalam berkomunikasi menggunakan bahasa daerahnya?

Mengapa warga masyarakat dalam berkomunikasi menggunakan bahasa daerahnya?

Eksistensi  Bahasa Daerah di Wilayah Perantauan

Erniati

Bahasa merupakan salah satu kebutuhan manusia yang paling utama. Bahasa merupakan sarana komunikasi utama yang digunakan oleh manusia untuk berinteraksi. Dalam kehidupan sehari-hari bahasa selalu digunakan baik dalam situasi resmi maupun tidak resmi. Sebagai mahkuk sosial, manusia memerlukan sarana yang efektif untuk memenuhi hasrat dan keinginannya sehingga bahasa merupakan sarana yang paling efektif untuk berhubungan dan bekerja sama. Bahasa dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan pemikiran penggunanya.

Bahasa juga melekat pada penutur sejak ia memperoleh bahasa pertama hingga dewasa. Bahasa berkembang pada lingkungan sosial budaya setempat. Seseorang memiliki ciri khas bahasa dimana ia tinggal. Ketika ia berpindah ke lingkungan komunitas lain dengan bahasa yang berbeda, ia menggunakan bahasa yang bisa diterima komunitas baru. Berbahasa sesuai lingkungan komunitas lain dengan bahasa yang berbeda., ia menggunakan bahasa yang bisa diterima komunitas baru. Berbahasa sesuai dengan konteks lingkungan dan budaya di mana sesorang bermukim atau seseorang hidup. Pada era sekarang ini, semakin tinggi peradaban manusia maka  semakin tinggi pula intensitas penggunaan bahasa yang didukung oleh kemajuan teknologi. Baik penggunaan bahasa Indonesia maupun bahasa daerah.

Dalam Bab 1, Pasal 1, Ayat 6 dinyatakan bahwa bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan secara turun-temurun oleh warga Negara Indonesia di daerah-daerah di wilayah NKRI. Dalam UUD 1945 Pasal 36; UU Nomor 20, Pasal 33, Ayat (2); dan  UU Nomor 24 Tahun 2009, Bab (1) Pasal 1, Ayat 6, tersirat bahwa setiap pemerintah (termasuk pemerintah daerah) sudah seharusnyalah mengembangkan, membina, memelihara, melestarikan, dan mendokumentasikan bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia, baik bahasa daerah yang penuturnya minoritas maupun bahasa daerah yang penuturnya mayoritas.

Dewasa ini bahasa-bahasa daerah banyak yang terancam punah. Para pakar linguistic meramalkan bahasa daerah yang tidak dipelihara oleh penuturnya akan mengalami kepunahan. Terutama bahasa-bahasa yang mempunyai penutur sedikit. Faktanya, bahwa saat ini keberadan bahasa daerah semakin tergeser dan agak terabaikan. Tergesernya penggunaan bahasa daerah tersebut karena dominasi pemakaian bahasa Indonesia yang pemakaiannya lebih luas dan lebih menguntungkan baik dari segi ekonomi, sosial, politik, dan psikologi. Kadang-kadang ditemukan sikap penutur terhadap bahasa daerahnya cenderung negatif. Sebuah fenomena sering terjadi dalam masyarakat bahwa masih ada sebagian penutur  yang malu menggunakan bahasa daerahnya ketika berbicara sesama etnisnya. Hal tersebut berindikasi suatu saat bahasa daerah akan punah.

Berkaitan dengan hal itu, salah satu upaya untuk melestarikan bahasa daerah adalah melalui kajian pemertahanan bahasa daerah dalam masyarakat multilingual. Salah satu isu yang cukup menonjol dalam penelitian tentang pergeseran dan pemertahananan bahasa adalah pemertahanan bahasa  pada suku minoritas atau imigran. Ketidakberdayaan minoritas imigran mempertahankan bahasa daerahnya dalam persaingan dengan bahasa mayoritas, yang dominan dan supraetnis, yaitu bahasa Indonesia.. Ketidakberdayaan sebuah bahasa minoritas untuk bertahan hidup itu mengikuti pola yang sama. Pada mulanya terjadi kontak antara guyub minoritas sebagai penutur bahas pertama  dan guyub mayoritas sebagai penutur bahasa kedua  sehingga guyub minoritas mengenal dua bahasa menjadi dwibahasawan, lalu terjadi persaingan dalam penggunaannya, dan terjadi pergeseran pada bahasa pertama. Selain itu, pada masyarakat dwibahasa atau multibahasa yang terjadi pada masyarakat diglosia, masyarakat mempertahankan penggunaan beberapa bahasa untuk fungsi yang berbeda dan pada ranah yang berbeda pula.

Hal lain juga yang menarik dan banyak dipersoalkan dalam kajian mengenai pemertahanan bahasa adalah faktor-faktor yang memengaruhi sebuah bahasa dapat bertahan atau bergeser. Sumarsono (1993:3) memaparkan bahwa pergeseran bahasa disebabkan oleh beberapa faktor. Industrialisasi dan urbanisasi dianggap sebagai penyebab utama bergeser atau punahnya sebuah bahasa. Industrialisasi berkaitan dengan keterpakaian praktis sebuah bahasa, efisiensi bahasa, mobilitas sosial, kemajuan ekonomi, dan sebagainya. Selain itu, jumlah penutur, kosentrasi permukiman, ada tidaknya proses pengalihan bahasa asli kepada generasi berikutnya, ada tidaknya keterpaksaan (politik, sosial, ekonomi) bagi penutur untuk memakai suatu bahasa tertentu juga merupakan faktor yang dominan dalam pergeseran dan pemertahanan bahasa. Penelitian tentang pemertahanan bahasa telah dikaji oleh para peneliti sosiolinguistik. (fishman, 1966; Fasold, 1984; Siregar, 1998; Lukman, 2000; Fatinan, 2012, Tamrin,2014).

Bahasa-bahasa daerah yang urgen untuk dikembangkan, dibina, dipelihara, dan didokumentasikan adalah bahasa-bahasa daerah yang penuturnya minoritas. Termasuk bahasa daerah yang ada di perantauan. Bahasa daerah tumbuh dan berkembang di tengah-tengah bahasa Indonesia  sebagai bahasa mayoritas dan beberapa bahasa daerah lain. Bahasa daerah pendatang merupakan bahasa yang digunakan oleh etnis daerah  daerah lain  yang otomatis membawa penutur bahasa-bahasa itu hidup berdampingan. Para penutur bahasa itu menggunakan bahasanya masing-masing sesuai dengan situasi dan kondisi. Untuk keperluan berkomunikasi antaretnik, mereka menggunakan bahasa Indonesia  sebagai bahasa nasionalnya. Oleh karena itu pemertahanan bahasa daerah di perantauan dikhawatirkan akan mulai tergeser oleh bahasa Indonesia sebagai bahasa mayoritas.

Indonesia memiliki beragam bahasa daerah yang harus dilestarikan. Tetapi keragaman bahasa Indonesia terancam punah atau hilang. Penyebabnya karena semakin berkurangnya penutur bahasa daerah asli.

Summer Institute of Linguistics menyebutkan jumlah bahasa daerah di Indonesia ada 719. Sebanyak 707 masih aktif dituturkan oleh masyarakat yang tinggal di daerah masing-masing. Sementara itu UNESCO mencatat ada 143 bahasa daerah di Indonesia berdasarkan status vitalitas atau daya hidup bahasa.

Mengutip dari laman kemdikbud.go.id, berdasarkan hasil pemetaan Badan Bahasa, ada 11 bahasa daerah yang terancam punah di Indonesia.

Kesebelas bahasa yang punah itu antara lain :

  • Bahasa Tandia (Papua Barat).
  • Bahasa Mawes (Papua).
  • Bahasa Kajeli/Kayeli (Maluku).
  • Bahasa Piru (Maluku).
  • Bahasa Moksela (Maluku).
  • Bahasa Palumata (Maluku).
  • Bahasa Ternateno (Maluku Utara).
  • Bahasa Hukumina (Maluku).
  • Bahasa Hoti (Maluku).
  • Bahasa Serua (Maluku).
  • Bahasa Nila (Maluku).

Cara melestarikan bahasa daerah adalah menjadikan muatan lokal di sekolah. Muatan lokal bisa membuat siswa mempelajari dan menuturkan bahasa daerah di generasi berikutnya.

Baca Juga

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.

Advertising

Advertising

Mengutip jurnal "Daerah Gambaran Kondisi Vitalitas Bahasa Daerah Di Indonesia" yang diterbitkan Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bahasa menjadi alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi baik lisan maupun tulisan. Bahasa digunakan untuk bekerjasama, interaksi, dan identifikasi diri. Bahasa dipakai kedua belah pihak untuk berkomunikasi dengan cara tertentu.

Kontribusi Bahasa Daerah dalam Bahasa Indonesia

Bahasa daerah berkontribusi dalam bahasa Indonesia. Salah satunya melihat rujukan kosakata bahasa daerah pada kamus. Kamus menjadi rujukan dalam memahami makna kata suatu bahasa termasuk bahasa daerah.

Mengacu laman Badan Bahasa Kemdikbud, ada 3 fungsi bahasa daerah ke bahasa Indonesia, yaitu:

  1. Pendukung bahasa Indonesia.
  2. Bahasa pengantar untuk permulaan.
    Bahasa daerah bisa menjadi mata pelajaran sekolah dasar di daerah tertentu. Bahasa pengantar ini bisa memperlancar pengajaran bahasa Indonesia atau pelajaran lain.
  3. Sumber kebahasaan untuk memperkaya bahasa Indonesia.
    Bahasa daerah bisa menjadi pelengkap untuk bahasa Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintah di tingkat daerah.

Bahasa Jawa menempati urutan teratas yang berkontribusi pengembangan bahasa Indonesia. Berikut urutan pengembangan kosakata bahasa daerah ke bahasa Indonesia:

  1. Bahasa Jawa 30,54%.
  2. Bahasa Minangkabau 25,59%.
  3. Bahasa Sunda 6,14%.
  4. Bahasa Madura 6,09%.
  5. Bahasa Bali 4,21%.
  6. Bahasa Aceh 3,08%.
  7. Bahasa Banjar 2,75%.

Bahasa Jawa juga menempati peringkat pertama dengan jumlah penutur terbanyak di atas satu juta. Dari 13 bahasa daerah, berikut jumlah penuturnya:

  1. Bahasa Jawa sebanyak 75,2 juta penutur.
  2. Bahasa Sunda 27 juta penutur.
  3. Bahasa Melayu 20 juta penutur.
  4. Bahasa Madura 13,69 juta penutur.
  5. Bahasa Minang 6,5 juta penutur.
  6. Bahasa Batak 5,15 juta penutur.
  7. Bahasa Bugis 4 juta penutur.
  8. Bahasa Bali 3,8 juta penutur.
  9. Bahasa Aceh 3 juta penutur.
  10. Bahasa Sasak 2,1 juta penutur.
  11. Bahasa Makassar 1,6 juta penutur.
  12. Bahasa Lampung 1,5 juta penutur.
  13. Bahasa Rejang 1 juta penutur.

Fungsi bahasa daerah:

1. Lambang kebanggaan daerah.2. Lambang identitas daerah.3. Sarana hubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah.4. Sarana pengembangan dan pendukung kebudayaan daerah. 

5. Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan.

Dampak Positif Bahasa Daerah:

1. Bahasa daerah berkontribusi pada bahasa Indonesia

Seperti yang dijelaskan di atas, bahasa daerah bermanfaat untuk menambah kosakata dalam kamus bahasa Indonesia. Selain itu bahasa daerah ini bisa dituturkan secara luas.

2. Sebagai kekayaan budaya bangsa Indonesia

Indonesia memiliki suku yang beragam dari berbagai daerah. Bahasa daerah menjadi salah satu sumber kekayaan budaya.

3. Sebagai identitas dan ciri khas suatu daerah

Bahasa daerah yang dipakai suku tertentu menjadi ciri khas di daerah tersebut. Misalnya suku Jawa di Jawa Timur memakai bahasa Jawa dan logat khas Jawa Timur.

4. Menimbulkan keakraban dalam berkomunikasi

Bahasa daerah menambah keakraban dalam berkomunikasi dan tinggal di lingkungan baru.

Dampak Negatif Bahasa Daerah:

1. Bahasa daerah sulit dipahami oleh daerah lain

Terkadang bahasa daerah yang berbeda bisa menimbulkan salah paham dalam komunikasi. Beberapa orang yang tinggal di daerah baru perlu mempelajari dan belajar bahasa daerah tersebut.

2. Warga negara asing kesulitan belajar bahasa Indonesia

Beberapa kata dari bahasa Indonesia berasal dari bahasa daerah. Warga negara asing terkadang kesulitan memahami dan mengucapkan bahasa daerah tersebut. Apalagi bahasa Indonesia banyak kosakata

3. Masyarakat kurang paham pemakaian bahasa Indonesia

Beberapa warga termasuk yang tinggal di daerah tertentu, lebih sering memakai bahasa daerah masing-masing. Hal ini menimbulkan kesulitan penggunaan bahasa Indonesia yang baku karena sudah terbiasa memakai bahasa daerah.

Baca Juga

Secara umum bahasa dipakai sebagai alat mengekspresikan diri, alat komunikasi, alat adaptasi sosial dalam lingkungan dan situasi tertentu, serta menjadi kontrol sosial.

1. Sebagai alat ekspresi diri

Bahasa menjadi ungkapan diri pada orang tua ketika masih kecil. Awal mula bahasa kberkembang sebagai alat untuk menyatakan diri.

2. Sebagai alat komunikasi

Bahasa menjadi bentuk komunikasi untuk menyampaikan maksud supaya dipahami orang alat. Perbedaan dengan alat ekspresi diri dan alat komunikasi adalah ketika berkomunikasi pemakaian bahasa disesuaikan dengan orang dituju. Hal ini sebagai ungkapan supaya bahasa mudah tersampaikan.

3. Bahasa sebagai adaptasi sosial

Ketika seseorang berada di lingkungan sosial baru, bahasa yang digunakan tergantung dari situasi dan kondisi yang dihadapi. Misalnya, seseorang memakai bahasa non-formal jika berbicara dengan temannya. Ketika bertemu dengan orang yang lebih tua, seseorang memakai bahasa formal.

4. Bahasa sebagai kontrol sosial

Bahasa dipakai kontrol sosial karena sangat efektif. Kontrol sosial ini diterapkan pada diri sendiri dan masyarakat. Buku-buku panduan dan pelajaran termasuk contoh bahasa sebagai alat kontrol.