Mengapa rasulullah shallallahu salam menjuluki ali bin abi thalib dengan sebutan abu turab

tirto.id - Sejak kecil, Ali bin Abi Thalib tinggal bersama Nabi Muhammad SAW. Ia dititipkan oleh ayahnya, Abu Thalib ketika masa paceklik menyerang Makkah.

Saat itu, Abu Thalib sedang mengalami krisis ekonomi. Anak-anaknya ia titipkan kepada anggota keluarga besarnya yang lain. Anak bungsunya, Ali, jatuh ke tangan Nabi Muhammad SAW.

Sebenarnya, panggilan "Ali" ini diberikan oleh Nabi Muhammad SAW. Nama kecilnya adalah Haydar bin Abu Thalib.

Kendati demikian, julukan Ali lebih populer daripada nama aslinya. Bahkan, banyak orang mengenal Ali bin Abi Thalib daripada Haydar bin Abu Thalib.

Ali bin Abi Thalib lahir di daerah Hijaz, Jazirah Arab, 21 tahun sebelum hijrah atau 601 M.

Dalam buku Muhammad Sang Nabi: Sebuah Biografi Kritis (2011), Karen Amstrong menuliskan bahwa Ali mulai tinggal bersama Nabi Muhammad SAW di usia lima tahun.

Karena Ali adalah anak asuh Nabi Muhammad SAW, ia begitu menghormati Rasulullah. Ali banyak belajar karakter mulia melalui teladan Rasulullah SAW.

Kira-kira, di antara usia 8 hingga 16 tahun, ia menyaksikan awal turunnya wahyu kenabian. Ali bin Abi Thalib termasuk salah seorang yang mula-mulai memeluk Islam atau dikenal dengan golongan Assabiqun Al-Awwalun.

Golongan inilah yang pertama kali mengakui bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT dan mereka dijamin masuk surga, termasuk Ali bin Abi Thalib.

Di kalangan pemuda Arab, Ali adalah pemuda pandai. Di masa itu, amat jarang ada orang yang bisa membaca dan menulis, termasuk Nabi Muhammad SAW adalah sosok ummi atau buta huruf.

Karena itulah, Ali bin Abi Thalib menjadi juru tulis Nabi Muhammad SAW. Ali sering kali menuliskan surat yang didiktekan Rasulullah SAW.

Karena kepandaiannya itu, Ali bin Abi Thalib mendapat julukan Babul Ilmi atau Gerbang Pengetahuan.

Salah satu cerita penting dalam Islam mengenai ketokohan Ali bin Abi Thalib adalah ketika ia menjadi tameng Nabi Muhammad SAW pada peristiwa hijrah.

Ketika itu, umat Islam masih merupakan kelompok minoritas nan lemah di Makkah. Karena terus mendapat gangguan dari kaum kafir, mereka merencanakan hijrah ke Yastrib atau Madinah.

Semua rombongan sudah berangkat, kecuali Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar, dan Ali bin Abi Thalib.

Pada malam keberangkatan hijrah, rumah Rasulullah SAW dikepung orang-orang kafir Quraisy untuk membunuh beliau.

Saat itu, Ali bin Abi Thalib berperan menggantikan Nabi Muhammad SAW di tempat tidurnya. Tindakan itu bertujuan untuk mengelabui para pengepung rumah Rasulullah.

Orang-orang kafir menyangka bahwa Nabi Muhammad SAW masih tidur, berbaring di tempat tidurnya, padahal sebenarnya beliau menyelinap, berangkat hijrah bersama Abu Bakar. Yang berbaring di tempat tidurnya tidak lain adalah Ali bin Abi Thalib.

Setelah masa hijrah, Ali bin Abi Thalib menikah dengan putri Rasulullah SAW, Fatimah Az-Zahra. Ia sangat mencintai istrinya itu, sampai-sampai ia tidak menikah dengan perempuan lain ketika Fatimah masih hidup.

Kemudian, setelah Fatimah meninggal, barulah Ali menikah dengan perempuan-perempuan lain, mencakup Ummu Banin binti Haram, Laila binti Mas'ud, Asma binti Umais, Sahba binti Rabia, Umamah binti Abil Ash, Haulah binti Ja'far, Ummu Said binti Urwah, dan Mahabba binti Imru'ul Qais.

Dari istri-istrinya itu, Ali bin Abi Thalib memperoleh 23 anak, terdiri dari 15 anak laki-laki dan 18 anak perempuan.

Dilansir dari laman UGM, dituliskan sejumlah ciri-ciri fisik Ali bin Abi Thalib. Dari perawakannya, ia memiliki tinggi sedang, tidak terlalu tinggi dan tidak pendek. Perutnya agak menonjol, lehernya berisi, kedua lengannya berotot.

Sementara itu, wajahnya tampan, matanya besar, dan janggutnya lebat. Kepalanya botak dan berambut di pinggir kepala. Kulit Ali bin Abi Thalib tergolong amat gelap.

Usai meninggalnya Nabi Muhammad SAW, Ali bin Abi Thalib merupakan sosok penting dalam pemerintahan Islam. Selepas kekuasaan politik bergulir dari Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan, tampuk kekekhalifahan jatuh ke pundaknya.

Ali bin Abi Thalib kemudian resmi menjadi khalifah keempat pada 35 H. Ia berkuasa sekitar lima tahun, sejak 35 hingga 40 H (655-660 M).

Ali bin Abi Thalib meninggal pada Ramadan 40 H ketika salat di Masjid Agung Kufah. Ia diserang oleh Abdurrahman bin Muljam dengan pedang yang diberi racun.

Ketika sedang sujud salat subuh, Abdurrahman bin Muljam menusuk Ali bin Abi Thalib, yang berakhir dengan meninggalnya khalifah keempat ini, sekaligus penutup Kekhalifahan Rasyidin.

Baca juga:

  • Krisis Politik yang Menyebabkan Terbunuhnya Ali bin Abu Thalib
  • Ali bin Abu Thalib, Pemikir Islam Awal & Sahabat Intelektual Nabi

Baca juga artikel terkait ALI BIN ABI THALIB atau tulisan menarik lainnya Abdul Hadi
(tirto.id - hdi/tha)


Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dhita Koesno
Kontributor: Abdul Hadi

Subscribe for updates Unsubscribe from updates


Abu Turab (bahasa Arab:أبوتُراب) adalah lakab pemberian Nabi Muhammad saw kepada Imam Ali bin Abi Thalib as. Turāb (bahasa Arab: تُراب) adalah kata dari bahasa Arab yang berarti tanah. Mengenai alasan pemberian lakab Abu Turab kepada Imam Ali as ada beberapa riwayat yang menyebutkannya, di antaranya:

Riwayat Pertama

'Abayah bin Rabi' bertanya kepada Abdullah bin Abbas, "Mengapa Rasulullah saw menamai Ali as dengan lakab Abu Turab?" Abdullah bin Abbas menjawab, "Karena ia adalah pewaris bumi dan hujjah Allah swt atas penduduk bumi. Rasulullah saw menyebutkan kelangsungan hidup dan keamanan bumi karena keberadaan wujud Ali dan aku mendengar dari Rasulullah, ia bersabda, "Pada Hari Kiamat orang-orang kafir akan melihat pahala dan kedudukan Syiah Ali dan mereka akan berkata; "یا لَیتَنْی کنْتُ تُرّابیا, seandainya aku juga dulu bersama dengan Abu Turab dan menjadi bagian dari Syiahnya. Dan inilah maksud dari firman Allah swt dalam ayat 40 Surah An-Naba:

...وَیقُولُ الْکافِرُ یا لَیتَنِی کنتُ تُرَابًا Dan orang-orang Kafir berkata, Seandainya aku dulu adalah tanah. [1]

Riwayat Kedua

Katwari [2] berkata: Yang pertama kali menggunakan kuniyah Abu Turab adalah Ali bin Abi Thalib ra dan Nabi Muhammad saw yang memberikannya, karena saat itu Ia melihat Ali berbaring di atas tanah dengan tubuh dipenuhi debu, dengan penuh kelembutan dan rasa sayang ia membangunkannya, "Bangun wahai Abu Turab." Dan lakab ini dikenal sebagai panggilan kesayangan Nabi kepada Ali ra. Sejak itu dengan keberkahan jiwa Muhammad dan mukjizat yang dimilikinya, tanah mendapatkan informasi dan berita mengenai masa lalu dan yang akan datang sampai terjadinya Hari Kiamat dan kelak akan disampaikannya secara jujur. [3]

Riwayat Ketiga

Nabi Muhammad saw dengan sejumlah sahabatnya pada pertengahan Jumadil Awal tahun ke-2 H disaat menunggui kafilah dagang Quraisy yang dikepalai oleh Abu Sufyan dari Syam disebuah tempat bernama 'Asyirah, namun kafilah tersebut tidak juga melalui tempat tersebut. Di salah satu hari dari hari-hari mereka berada di 'Asyirah, Nabi Muhammad saw mendatangi Ali as dan Ammar yang ditemuinya dalam keadaan tidur. Wajah dan kepala Ali saat itu diliputi debu. Rasulullah saw dengan penuh kelembutan membangunkan keduanya dan berkata kepada Ali, "Wahai Abu Turab bangunlah!. Apakah engkau tidak menginginkan aku menyampaikan bahwa engkaulah orang terbaik di atas bumi?. Seseorang bernama Ahmir (Lakab Qadar bin Salif) telah membunuh unta Nabi Saleh as, dan seseorang lainnya akan mengayunkan pedang kekepalamu yang akan membuat wajahmu dipenuhi noda darah." [4]

Sejak itu, dikalangan kaum Muslimin Imam Ali as dikenal dengan panggilan Abu Turab. Imam Ali as sangat menyukai kuniyah tersebut, sebab itu adalah panggilan kesayangan Nabi saw kepadanya. [5] [6]

Dengan mencermati sebab penamaannya maka Abu Turab tidak tepat jika diterjemahkan 'Ayahnya Tanah' namun lebih tepat jika diartikan seseorang yang tubuhnya dipenuhi debu atau tanah.

Pada Masa Dinasti Bani Umayyah

Pada masa kekuasaan Bani Umayyah yang menyebarkan permusuhan dan kebencian kepada Imam Ali bin Abi Thalib as di mimbar-mimbar, kuniyah Abu Turab sering digunakan untuk mencemooh dan melecehkan Imam Ali as. Dalam riwayat disebutkan, ketika Sahal bin Sa'ad diperintahkan oleh penguasa Madinah untuk melaknat dan mencaci Imam Ali as di atas mimbar, ia bertanya; "Bagaimana aku merendahkannya?". Dijawab; "Panggil ia dengan sebutan Abu Turab." Sahal bin Sa'ad berkata; "Demi Allah, nama ini adalah nama pemberian Nabi Muhammad saw untuknya. Dan Abu Turab adalah sebaik-baik nama yang dimiliki oleh Ali." [7]

Jabir bin Yazid al-Ju'fi berkata, "Aku mengadukan perlakuan Bani Umayyah dan pengikutnya kepada Imam Sajjad as. Aku berkata, "Kami dibunuhi disetiap sudut, dilempar dari atas atap dan kami mendengar secara jelas Maula kami Amirul Mukminin as dilaknat di mimbar-mimbar, di menara, di lorong-lorong, bahkan dilaknat di dalam Masjid Nabi saw ketika banyak orang yang berkumpul dan tidak ada seorangpun yang melarang, tidak ada pula yang menampakkan ketidaksukaan, jika salah seorang dari kami mengingkarinya, mereka akan menyerangnya dengan menyebutnya Rafidhah dan pengikut Abu Turab. Setelah itu ia akan dibawa kepemimpin mereka dengan melaporkan bahwa orang ini telah berkata yang baik tentang Abu Turab. Setelah itu ia akan dipukuli, dimasukkan kedalam penjara dan akhirnya dibunuh". [8]

Catatan Kaki

  1. Majlisi, Bihār al-Anwār, jld. 35, hlm. 51; Shaduq, 'Ilal al-Syarā'i, jld. 1, hlm. 156.
  2. Katwari, Muhādharah al-Awāil, hlm. 113.
  3. Amini, al-Ghadir, jld. 6, hlm. 337-338.
  4. Ibnu Atsir, al-Kāmil fi al-Tārikh, jld. 1, hlm. 522; Ibnu Syahr Asyub, Manāqib, jld. 3, hlm. 133.
  5. Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 2, hlm. 89.
  6. Nadzhim Zadeh, Madzhar Wilāyat, hlm, 38.
  7. Amin, A'yān al-Syi'ah, jld. 2, hlm. 101.
  8. Majlisi, Bihār al-Anwār, jld. 4, hlm. 10.

Daftar Pustaka

  • Ibnu Atsir, al-Kāmil fi al-Tārikh.
  • Ibnu Syahr Asyub, Manāqib.
  • Amin, Sayid Muhsin, A'yān al-Syi'ah, Beirut, Dar al-Ta'arif lil Mathbu'at, 1418 H, cet. V, riset: Sayid Hasan Amin.
  • Baladzuri, Ahmad bin Yahya bin Jabir, Kitab Jamal min Insāb al-Asyrāf, riset: Sahil Zakar dan Riyadh Zarkali, Beirut, Dar al-Fikr, cet. I, 1417/1996.
  • Amini, Abdul Husain, al-Ghadir.
  • Al-Katwari al-Basnawi, 'Ala al-Din Ali Dadah, Mahādharah al-Awāil wa Masāmarah al-Awākhir.
  • Shaduq, ‘Ilal al-Syarā'i.
  • Shaduq, Ma'āni al-Akhbār.
  • Majlisi, Muhammad Baqir, Bihār al-Anwār.
  • Nadzhim Zadeh, Sayid Ashgar, Madzhar Wilāyat.