Mengapa dibuat pp no 44 tahun 1995 tentang perbenihan tanaman

Page 2

canaan dan Pembentukan Hukum, Program Pengembangan Sistem Hukum Nasional, Program Pembinaan Peradilan, Program Penerapan dan Penegakan Hukum, Program Penyuluhan Hukum, Program Pelayanan dan Bantuan Hukum, serta Program Sarana dan Prasarana Hukum, dan satu program penunjang, yaitu Program Pendidikan dan Pelatihan di Bidang Hukum.

C. PELAKSANAAN DAN HASIL PEMBANGUNAN TAHUN

KEDUA REPELITA VI

Pembangunan hukum dalam tahun kedua Repelita VI meliputi upaya penataan dan pembaharuan hukum nasional untuk mendorong terbentuk dan berfungsinya sistem hukum nasional yang mantap yang bersumber kepada Pancasila dan UUD 1945, mendukung kedudukan dan peranan kekuasaan kehakiman dalam menyelenggarakan peradilan yang berkualitas dan bertanggungjawab, meningkatkan kualitas dan kemampuan aparatur serta meningkatkan sarana dan prasarana hukum sebagai dukungan untuk menjamin kelancaran dan kelangsungan berperannya hukum sebagai sarana ketertiban dan kesejahteraan masyarakat yang berintikan keadilan dan kebenaran, mengayomi masyarakat, serta mengabdi pada kepentingan nasional.

Upaya tersebut dilaksanakan melalui tujuh program pokok dan satu program penunjang yang pokok-pokoknya adalah sebagai berikut:

Program Perencanaan dan Pembentukan Hukum

Program ini mencakup kegiatan perencanaan materi hukum yang meliputi kegiatan perencanaan perundang-undangan dari berbagai aspek kehidupan nasional dan penyusunan kerangka sistem hukum nasional sesuai dengan pola pikir yang disepakati oleh berbagai instansi terkait mengenai sistem hukum nasional. Perencanaan materi hukum dan perundang-undangan dijabarkan dalam program legislasi nasional yang dilaksanakan sesuai dengan urutan prioritas kebutuhan perundang-undangan, dan diupayakan memiliki status hukum

yang mempunyai kekuatan mengikat dalam pembentukan dan atau penyusunan/perancangan peraturan perundang-undangan. Kegiatan lainnya ialah memantapkan mekanisme dan prosedur perencanaan perundangundangan.

Dalam rangka menunjang pembaharuan hukum nasional, pada tahun 1995/1996 telah dilaksanakan penyesuaian sebanyak 75 buah peraturan perundang-undangan kolonial yang tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Di samping itu pembentukan hukum melalui pembinaan yurisprudensi dilaksanakan dengan mendorong putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap untuk menjadi sumber hukum yang dapat dipergunakan baik oleh para hakim dalam memutuskan perkara sejenis, maupun oleh para penegak hukum yang lain, kalangan perguruan tinggi dan masyarakat umum lainnya. Selanjutnya telah pula dilaksanakan pengolahan, penyusunan, dan pencetakan yurisprudensi sebanyak 12.000 buah buku yang disebarkan kepada pengadilan dari semua lingkungan peradilan, para praktisi hukum, kalangan perguruan tinggi, serta para pemerhati hukum lainnya.

Sementara itu kegiatan penyusunan/perancangan peraturan perundang-undangan telah menghasilkan 12 buah undang-undang, 60 buah peraturan pemerintah, 87 buah keputusan presiden, dan 8 buah instruksi presiden (Tabel XX-1). Di antara berbagai peraturan perundang-undangan itu ialah :

Rancangan undang-undang (RUU) yang telah disahkan menjadi Undang-Undang (UU) dalam tahun 1995/96 berjumlah 12 buah, yaitu: UU Nomor 3 tahun 1995 tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama di Bengkulu, Palu, Kendari, dan Kupang; UU Nomor 4 Tahun 1995 tentang Tambahan dan Perubahan atas Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 1994/1995; UU Nomor 5 Tahun 1995 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD sebagai mana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 2 tahun 1985; UU Nomor 6 Tahun 1995 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Kendari; UU Nomor 7 Tahun 1995 tentang Perhitungan Anggaran Negara Tahun Anggaran 1992/1993; UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal; UU Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil; UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan; UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai; UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan; UU Nomor 13 Tahun 1995 tentang Perhitungan Anggaran Negara Tahun 1993/94; dan UU Nomor 1 Tahun 1996 tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Dili.

Peraturan Pemerintah (PP) yang telah diterbitkan pada tahun 1995/96 berjumlah 60 buah, di antaranya ialah : (a) PP Nomor 7 Tahun 1995 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai; (b) PP Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah kepada 26 Daerah Tingkat II Percontohan; (c) PP Nomor 12 Tahun 1995 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; (d) PP Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri; (e) PP Nomor 16 Tahun 1995 tentang Penetapan Pokok Pensiun Hakim dan Janda/

Dudanya; (f) PP Nomor 19 Tahun 1995 tentang Pemeliharaan dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum; (g) PP Nomor 20 Tahun 1995 tentang Perubahan atas PP Nomor 36 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan UU Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU Nomor 5 Tahun 1995; (h) PP Nomor 26 Tahun 1995 tentang Usaha Penunjang Tenaga Listrik; (i) PP Nomor 32 Tahun 1995 tentang Komisi Banding Paten; (j) PP Nomor 33 Tahun 1999 tentang Komisi Banding Merek; (k) PP Nomor 39 Tahun 1995 tentang Perubahan Atas Keppres Nomor 14 Tahun 1995 tentang Pengembangan Proyek Natuna; (1) PP Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkatan Udara; (m) PP Nomor 44 Tahun 1995 tentang Pembenihan Tanaman; (n) PP Nomor 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal; (0) PP Nomor 46 tentang Tata Cara Pemeriksaan di bidang Pasar Modal; (p) PP Nomor 2 Tahun 1996 tentang Kegiatan Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing di Bidang Ekspor dan Impor; (9) PP Nomor 3 Tahun 1996 tentang Perlakuan Perpajakan Bagi Pengusaha Kena Pajak Berstatus Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE) dan Perusahaan Pengelolaan di Kawasan Berikat (KB); (r) PP Nomor 4 Tahun 1996 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) dalam Bidang Nuklir; dan (s) PP Nomor 20 Tahun 1996 tentang Perubahan atas PP Nomor 50 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 1994.

Keputusan Presiden (Keppres) yang telah ditetapkan pada tahun 1995/96 berjumlah 98 buah, di antaranya ialah : (a) Keppres Nomor 20 Tahun 1995 tentang Pembentukan Pengadilan Negeri Manatuto; (b) Keppres Nomor 22 Tahun 1995 tentang Pembentukan Pengamanan Hutan Terpadu; (c) Keppres Nomor 23 Tahun 1995 tentang Tunjangan Tenaga Kependidikan; (d) Keppres Nomor 24 Tahun 1995 tentang Perubahan Keppres Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; (e) Keppres Nomor 25 tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka di Wilayah DKI Jakarta; (f) Keppres Nomor 27 Tahun 1995 tentang Tim Koordinasi Segitiga Pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Singapura; (g) Keppres Nomor 29 Tahun 1995 tentang Perpanjangan Batas Usia Pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil yang Menduduki Jabatan Pemeriksa Pajak; (h) Keppres Nomor 31 Tahun 1995 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup bagi Penanaman Modal; (i) Keppres Nomor 32 Tahun 1995 tentang Pemeriksaan Pabean atas Barang yang Diimpor dengan Menggunakan Pesawat Udara; (j) Keppres Nomor 40 Tahun 1995 tentang Pengesahan Air Transport Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the State of Kuwait; (k) Keppres Nomor 41 Tahun 1995 tentang Pengesahan Air Transport Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Madagascar; (1) Keppres Nomor 43 Tahun 1995 tentang Pembukaan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Havana, Cuba; (m) Keppres Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta; (n) Keppres Nomor 57 Tahun 1995 tentang Tatacara Penyelesaian Permohonan Pewarganegaraan Republik Indonesia; (0) Keppres Nomor 61 Tahun 1995 tentang Perubahan atas Keppres Nomor 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen sebagaimana telah 24 kali diubah, terakhir dengan Keppres Nomor 2 Tahun 1995; (p) Keppres Nomor 62 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Urusan Haji; (9) Keppres Nomor 68 Tahun 1995 tentang Hari Kerja di Lingkungan Lembaga Pemerintah; (r) Keppres Nomor 70 Tahun 1995 tentang Pembukaan Kedutaan Besar Republik Indonesia di

Page 3

Beirut, Libanon; (s) Keppres Nomor 75 Tahun 1995 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang; (t) Keppres Nomor 78 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Bandar Udara Hang Nadim, Batam; (u) Keppres Nomor 81 Tahun 1995 tentang Perubahan Keppres Nomor 62 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Urusan Haji; (v) Keppres Nomor 82 Tahun 1995 tentang Pengembangan Lahan Gambut untuk Pertanian Tanaman Pangan di Kalimantan Tengah; (w) Keppres Nomor 84 Tahun 1995 tentang Pengesahan Protocol to Amend the Framework Agreement on Enhancing Asean Economic Cooperation; (x) Keppres Nomor 90 Tahun 1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Bantuan yang Diberikan untuk Pembinaan Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera l; (y) Keppres Nomor 11 Tahun 1996 tentang Hari Otonomi Daerah; dan (2) Keppres Nomor 21 Tahun 1996 tentang Penyediaan Dana bagi Penyelenggaraan Kredit Usaha Keluarga Sejahtera.

Instruksi Presiden (Inpres) yang telah ditetapkan pada tahun 1995/96 berjumlah 8 buah, yaitu : (a) Inpres Nomor 2 Tahun 1995 tentang Kemudahan atas Impor Mesin dan Peralatan beserta Bahan Baku Penolong dalam rangka Restrukturisasi Usaha; (b) Inpres Nomor 3 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Pameran Bersama IndonesiaSingapura 1995; (c) Inpres Nomor 4 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan; (d) Inpres Nomor 5 Tahun 1995 tentang Peningkatan Peranan Wanita dalam Pembangunan Daerah; (e) Inpres Nomor 6 Tahun 1995 tentang Percepatan Penyelesaian Permohonan Pewarganegaraan Republik Indonesia; (f) Inpres Nomor 1 Tahun 1996 tentang Harga Dasar Gabah; (g) Inpres Nomor 2 Tahun 1996 tentang Pembangunan Industri Mobil Nasional; dan (h) Inpres Nomor 3 Tahun 1996 tentang Harga Dasar Pembelian Cengkeh oleh Koperasi Unit Desa dari Petani Cengkeh.

b. Program Pengembangan Sistem Hukum Nasional

Program ini mencakup kegiatan pengkajian hukum, penelitian hukum, penulisan karya ilmiah bidang hukum, penyelenggaraan pertemuan ilmiah di bidang hukum, penyusunan naskah akademis peraturan perundang-undangan, serta pengembangan dan pemantapan Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum. Kegiatankegiatan tersebut dimaksudkan untuk menunjang kegiatan perancangan peraturan perundang-undangan. Kegiatan ini meliputi baik hukum yang bersifat mendasar maupun yang bersifat sektoral.

Pengkajian hukum dimaksudkan untuk menentukan ruang lingkup persoalan yang dihadapi dan menentukan jangkauan dan arah pengaturannya. Sedangkan penelitian hukum dimaksudkan untuk menemukenali permasalahan, melakukan penilaian serta menarik kesimpulan dari berbagai temuan dan informasi yang diperoleh. Pertemuan ilmiah hukum dimaksudkan untuk menghimpun pendapat dan pemikiran para pakar hukum, praktisi hukum, serta kalangan profesi hukum lainnya terhadap berbagai temuan yang didapat dalam pengkajian dan penelitian hukum. Selanjutnya hasil-hasil yang diperoleh dari serangkaian kegiatan tersebut pada umumnya kemudian dituangkan dalam bentuk naskah akademis peraturan perundangundangan.

Dalam tahun 1995/96, kegiatan pengkajian hukum telah dilaksanakan terhadap 20 permasalahan hukum yang aktual, di antaranya mengenai: (1) Kebangkrutan; (2) Rahasia Dagang; (3) Surat Keterangan Medis; (4) Penyesuaian Kelamin; (5) Penyanderaan; (6) Perusahaan Daerah; (7) Peranan Wanita dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; (8) Pembentukan Lembaga Khusus Penanganan Kredit Bermasalah; (9) Perdagangan Imbal Balik (Counter Purchase) dan Pengaruhnya Terhadap Hukum Nasional; (10) Perlindungan dan Penggunaan Data; dan (11) Perlindungan Anak terhadap Produk Industri Mainan Anak yang Tidak Memenuhi Syarat.

Sebagai tindaklanjut dari berbagai kegiatan pengkajian hukum, telah dilaksanakan penelitian atas 37 permasalahan hukum dan permasalahan kemasyarakatan yang berinterrelasi dan berinteraksi dengan hukum, di antaranya mengenai: (1) Pelestarian Lingkungan Hidup menurut Perspektif Hukum Adat; (2) Aspek Sosio-legal Perlindungan terhadap Hak Adat dalam Pembangunan Nasional; (3) Pelestarian Lingkungan di Kalangan Masyarakat Suku Naga; (4) Pendayagunaan Hukum dalam Pencegahan Kejahatan; (5) Penggunaan Telepon Seluler dan Permasalahannya; (6) Implementasi Ketentuan Rahasia Bank dalam Kegiatan Perbankan; (7) Efektifitas Sanksi Administrasi dalam Penegakan Hukum Lingkungan; (8) Aspek Hukum Adopsi Anak yang Tidak Jelas Orangtuanya; (9) Aspek Hukum Kegiatan Perusahaan Modal Ventura; (10) Kewibawaan Hukum dalam Upaya Menjadikan Hukum sebagai Instrumen Pembangunan; (11) Aspek Hukum Perimbangan Keuangan di Daerah dan di Pusat; (12) Fungsi Pra Peradilan Dikaitkan dengan Tugas Penuntut Umum; (13) Peranan Kejaksaan dalam Menyelamatkan Asset Negara melalui Instrumen Perdata; (14) Alternatif Penyelesaian Perkara Perdata dan Tata Usaha Negara oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia; (15) Peningkatan Operasi Intelijen Yustisial dalam Rangka Pengamanan Pembangunan; dan (16) Penanggulangan Kegagalan Jaksa dalam Penuntutan Tindak Pidana.

Di samping itu telah pula dilaksanakan 13 pertemuan ilmiah hukum yang menyajikan hasil pengkajian hukum dan penelitian hukum. Beberapa permasalahan hukum yang diangkat dan disajikan antara lain adalah: (1) Peranan Lembaga Kliring dalam Sistem Perbankan; (2) Pengaruh TRIPS dan GATT terhadap Perdagangan Internasional; (3) Penyediaan, Peruntukan, dan Penggunaan Tanah dalam Pembangunan; (4) Aspek Hukum dan Etika dalam Bisnis Periklanan; (5) Peningkatan Operasi Intelijen Yustisial dalam Rangka Pengamanan Pembangunan dan Hasil-hasilnya; dan (6) Kesaksian dalam Tindak Pidana Korupsi dalam kaitannya dengan UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Kegiatan penyusunan naskah akademis telah menghasilkan 26 buah naskah akademis peraturan perundang-undangan dari berbagai bidang kehidupan, di antaranya mengenai : (1) Pertanggungjawaban Bank terhadap Nasabah; (2) Pengaturan Barang Sitaan; (3) Keperantaraan dalam Perniagaan; (4) Balai Harta Peninggalan; (5) Penyelesaian Kredit Macet; (6) Transplantasi Organ Tubuh Manusia; (7) Pembangunan dan Pengawasan Reaktor Nuklir; (8) Kejahatan Anak; (9) Perlindungan Hak Milik Intelektual dalam Kegiatan Penginderaan Jarak Jauh; (10) Penyelesaian Sengketa di luar Peradilan; (11) Penyelesaian Piutang-piutang Negara; (12) Perubahan/penyempurnaan UU Rumah Susun; dan (13) Penyediaan dan Peruntukan Tanah Pemakaman di Kawasan Pemukiman.

Selanjutnya dalam rangka penyebarluasan berbagai informasi hukum yang cepat, tepat dan cermat, diupayakan untuk meningkatkan kegiatan pengembangan dan pemantapan Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum antara pusat jaringan (Pusat Dokumentasi Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional) dengan unit-unit jaringan yang tersebar di berbagai instansi pemerintah baik pada tingkat pusat maupun daerah serta institusi terkait lainnya.

Tujuan pokok program pembinaan peradilan adalah terselenggaranya proses peradilan yang lebih sederhana, cepat, tepat dan dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat pencari keadilan, dan memenuhi rasa keadilan bagi semua warga masyarakat.

Salah satu upaya dalam mewujudkan hal tersebut adalah dengan penyempurnaan administrasi peradilan dan peningkatan usaha penempatan dan pemutasian hakim secara selektif sesuai dengan perkembangan jumlah maupun bobot perkara. Untuk meningkatkan kualitas tenaga teknis di lingkungan peradilan telah dilakukan pelatihan teknis yustisial, penataran serta pendalaman materi hukum bagi para hakim, baik dari lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, maupun peradilan tata usaha negara. Materi hukum yang diberikan terutama yang berkaitan dengan perkembangan hukum baru sebagai dampak dari kemajuan ekonomi dan teknologi. Pelatihan dan penataran administrasi perkara juga telah diberikan kepada para panitera/panitera pengganti dari semua lingkungan peradilan.

Pada tahun 1995/96 telah dilaksanakan penerimaan sejumlah 260 orang calon hakim peradilan umum dan peradilan tata usaha negara. Dengan demikian jumlah hakim dari keempat lingkungan peradilan yang ada pada tahun 1995/96 adalah 5.271 orang, terdiri dari 3.096 hakim peradilan umum, 1.994 hakim peradilan agama, 38 hakim peradilan militer, dan 143 hakim peradilan tata usaha negara.

Sementara itu pada tahun kedua Repelita VI telah dilakukan upaya untuk memperoleh kesamaan persepsi tentang "kebebasan hakim" melalui "Panel Diskusi Mengenai Kebebasan Hakim dalam Negara Republik Indonesia yang Berdasarkan atas Hukum". Panel

Page 4

diskusi tersebut telah dihadiri oleh para hakim, jaksa, polisi, dan pengacara.

Di samping itu pada semua lingkungan peradilan juga telah ditingkatkan pengawasan terhadap jalannya penyelenggaraan peradilan dan tingkah laku serta perbuatan para hakim dan para tenaga teknis peradilan dalam melaksanakan tugasnya walaupun belum secara optimal. Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan peradilan yang bersih, jujur, obyektif dan adil, serta menjaga citra hakim yang bersih dan berwibawa, berkualitas dan mempunyai integritas pribadi yang tinggi dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya.

Selanjutnya untuk lebih mendekatkan para pencari keadilan di kota-kota kecil dan terpencil serta dalam rangka memberikan pemerataan kesempatan memperoleh keadilan, maka tempat sidang tetap yang ada telah semakin didayagunakan. Dengan demikian pelaksanaan tugas hakim keliling dalam penyelesaian perkara dapat dilakukan dengan lebih cepat dan terbuka ditempat kasus/sengketa terjadi.

Sebagai hasil dari penyuluhan hukum yang dilaksanakan, serta dibentuknya peradilan tata usaha negara, dalam tahun 1995/96 jumlah perkara yang ada di pengadilan negeri telah mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Berbagai perkara tata usaha negara yang dulu menjadi kompetensi pengadilan negeri, kini telah ditangani oleh peradilan tata usaha negara. Jumlah perkara yang ada di pengadilan negeri mencapai 1.431.299 buah, 1.419.535 buah di antaranya telah dapat diselesaikan. Keberhasilan tingkat penyelesaian perkara pada pengadilan negeri telah berhasil dipertahankan pada tingkat 99,2 persen seperti pada tahun sebelumnya.

Pada tingkat banding, tingkat penyelesaian perkara pada pengadilan tinggi juga telah mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.

Dari jumlah perkara banding yang ada yaitu sebanyak 7.575 buah, 5.758 buah atau 75,9 persen di antaranya telah berhasil diselesaikan.

Sementara itu jumlah perkara yang ada di lingkungan peradilan tata usaha negara telah mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Jumlah perkara pada pengadilan tata usaha negara mencapai 1.022 buah, 434 buah atau 42,5 persen di antaranya telah berhasil diselesaikan. Sedangkan pada pengadilan tinggi tata usaha negara, jumlah perkara yang ada mencapai 895 buah, dan 360 buah atau 40,2 persen di antaranya telah berhasil diselesaikan.

Jumlah perkara kasasi yang masuk ke Mahkamah Agung juga telah mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Pada tahun 1995/96, jumlah perkara kasasi yang dapat diselesaikan oleh Mahkamah Agung mencapai 7.560 buah, atau 32,4 persen dari 23.307 buah perkara yang ada (Tabel XX-2).

d. Program Penerapan dan Penegakan Hukum

Program Penerapan dan Penegakan Hukum pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat sehingga masyarakat mendapatkan pengayoman dan perlindungan akan hak-haknya. Penegakan hukum juga bertujuan untuk mengamankan pembangunan dan hasil-hasilnya.

Penegakan hukum dilakukan dengan menggunakan metode analisis yuridis yang komprehensif untuk memecahkan permasalahan hukum, kasus dan perkara dengan ditunjang dan dilengkapi dengan pendekatan sosial-politik yang mengacu kepada stabilitas politik, keamanan dan ketertiban, pendekatan sosial-ekonomi yang mengacu kepada aspek kesejahteraan, serta pendekatan sosial-kultural yang mengacu kepada pemenuhan rasa keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Kegiatan penerapan dan penegakan hukum antara lain juga meliputi upaya pengamanan dan penyelamatan keuangan negara dan penanggulangan perbuatan hukum yang merugikan dan membahayakan negara. Kegiatan lain yang dilakukan adalah pengawasan terhadap aliran kepercayaan, barang cetakan dan berbagai produk yang mempunyai potensi mengancam dan membahayakan stabilitas, integritas, persatuan dan kesatuan bangsa.

Pada tahun 1995/96, kejaksaan telah menangani sejumlah 1.491.607 perkara. Di antara jumlah tersebut 1.489.673 perkara di antaranya telah berhasil diselesaikan. Dari perkara yang ditangani tersebut, di samping terdapat perkara tindak pidana umum juga terdapat perkara pidana khusus yang meliputi 489 tindak pidana ekonomi, 196 tindak pidana korupsi, dan 868 tindak pidana narkotika. Dengan demikian tingkat penyelesaian perkara pada kejaksaan berhasil dipertahankan sebesar 99,9 persen sebagaimana tingkat penyelesaian perkara pada tahun sebelumnya (Tabel XX-3).

Di samping menangani berbagai perkara pidana, kejaksaan juga telah menjalankan fungsi perdata dengan memberikan bantuan hukum dan menangani berbagai perkara gugatan dalam perkara perdata dan perkara tata usaha negara, baik melalui jalur pengadilan maupun di luar jalur pengadilan.

Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan telah bertindak sebagai pengacara pemerintah mewakili berbagai instansi pemerintah dan badan usaha milik pemerintah dalam menghadapi berbagai perkara yang dihadapi. Pada tahun 1995/96, jumlah perkara yang berhasil diselesaikan meliputi 403 perkara perdata dan 96 perkara tata usaha negara.

Di bidang pemasyarakatan, pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan dan anak didik dimaksudkan untuk mempersiapkan reintegrasi mereka ke dalam masyarakat, agar setelah selesai menjalani pidananya mereka dapat kembali menjadi warga masyarakat yang produktif, taat pada hukum dan menghormati norma-norma pergaulan hidup bermasyarakat. Khusus kepada anak didik dan warga binaan usia muda, telah dilaksanakan kegiatan yang meliputi pembinaan kehidupan beragama, pembinaan kepramukaan dan pembinaan keterampilan.

Untuk lebih meningkatkan dan memberikan landasan hukum yang mantap dalam pelaksanaan fungsi dan tugas di bidang pemasyarakatan, telah diundangkan Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yang merupakan pengganti dari Gestichten Ordonantie 1917. Lahirnya undang-undang pemasyarakatan ini telah meningkatkan kedudukan para petugas pemasyarakatan menjadi pejabat fungsional penegak hukum, serta memberikan landasan hukum yang lebih baik dalam mendukung pelaksanaan fungsi dan tugas di bidang pemasyarakatan.

Pembinaan warga binaan pemasyarakatan dan anak didik di samping dilaksanakan di dalam lembaga pemasyarakatan, juga dilaksanakan di luar lembaga pemasyarakatan. Tujuannya adalah untuk membimbing para klien pemasyarakatan, yaitu warga binaan pemasyarakatan yang memperoleh pembebasan bersyarat dan bekas warga binaan pemasyarakatan, untuk kembali bermasyarakat. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan melalui Balai Pemasyarakatan (BAPAS). Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini belum dapat dilakukan secara lebih optimal karena di samping wilayah kerja BAPAS yang terlalu luas, jumlah petugas pembimbing dan sarana penunjangnya yang belum memadai.

Dalam tahun 1995/96 jumlah warga binaan pemasyarakatan di 379 lembaga pemasyarakatan/rumah tahanan negara/cabang rumah tahanan negara di seluruh Indonesia mencapai 40.628 ribu orang. Jumlah warga binaan pemasyarakatan pada setiap propinsi telah bergeser dan tidak sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya. Apabila pada tahun sebelumnya jumlah warga binaan pemasyarakatan terbanyak berturut-turut terdapat di Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Utara, DKI Jakarta dan Jawa Tengah, maka pada tahun 1995/96 menjadi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta dan Sumatera Selatan (Tabel XX-4).

Sebagai pelaksanaan Keppres No. 5 Tahun 1987 tentang Remisi, remisi atau pengurangan masa hukuman telah diberikan kepada para warga binaan pemasyarakatan yang menunjukan perilaku yang baik selama menjalani masa hukumannya. Pada tahun 1995/96 remisi telah diberikan kepada sejumlah 735 orang warga binaan pemasyarakatan. Di samping itu kepada para warga binaan pemasyarakatan telah diberikan pembebasan bersyarat kepada 1.507 orang, asimilasi sebanyak 1.177 orang, cuti menjelang bebas sebanyak 365 orang, dan cuti mengunjungi keluarga kepada 472 orang.

Di bidang keimigrasian, perhatian yang lebih besar diberikan kepada upaya pengawasan dan pengamatan keimigrasian dengan tujuan antara lain untuk menghambat masuknya imigran gelap. Selanjutnya upaya peningkatan pengawasan dan pengamatan keimigrasian atas lalu lintas orang asing, telah ditindaklanjuti dengan peningkatan upaya pelacakan dan penindakan terhadap orang-orang asing yang tidak mentaati ketentuan yang berlaku. Pelacakan dan penindakan ini antara lain dilancarkan terhadap orang-orang asing yang melakukan

Page 5

kegiatan atau usaha yang tidak sah di wilayah Republik Indonesia. Pengawasan terhadap pengeluaran paspor Republik Indonesia juga semakin diperketat dalam rangka mencegah terjadinya penyalahgunaan oleh mereka yang tidak berhak.

Selanjutnya upaya peningkatan pelayanan keimigrasian juga telah dilakukan dengan memberikan berbagai kemudahan serta penyederhanaan prosedur keimigrasian. Pada tahun 1995/96 jumlah negara yang warganegaranya dapat masuk ke wilayah negara Indonesia tanpa visa telah mencapai 146 negara. Di samping itu ketentuan mengenai bebas exit permit yang sejak tanggal 17 Agustus 1992 telah diberikan kepada warganegara Indonesia yang akan berangkat ke luar negeri tetap diberlakukan.

Dalam tahun 1995/96 kedatangan orang dari luar negeri telah mencapai jumlah lebih dari 5,8 juta orang. Dari jumlah kedatangan tersebut, sebanyak lebih kurang 4,2 juta orang atau 74 persen di antaranya adalah orang asing. Di samping itu, meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat telah pula mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk bepergian ke luar negeri untuk berbagai tujuan. Jumlah warga negara Indonesia yang berangkat ke luar negeri telah meningkat dari lebih kurang 1,7 juta orang pada tahun 1994/95 menjadi lebih dari 1,8 juta orang pada tahun 1995/96 (Tabel XX-5).

Program ini bertujuan untuk mewujudkan kadar kesadaran hukum yang tinggi pada masyarakat sehingga masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Program ini akan diarahkan pula untuk mengembangkan dan memasyarakatkan musyawarah sebagai suatu upaya untuk menyelesaikan sengketa di dalam masyarakat. Penyuluhan hukum diberikan kepada setiap warga negara, terutama para penyelenggara negara agar mereka memiliki kesadaran hukum yang tinggi, dan pada gilirannya dapat memberikan keteladanan dalam berperilaku tertib dan taat hukum baik dalam lingkungan keluarga maupun kepada masyarakat luas.

Pada tahun 1995/96 upaya peningkatan kesadaran hukum masyarakat dilanjutkan melalui kegiatan penyuluhan hukum langsung, penyuluhan hukum tidak langsung maupun melalui berbagai pola penyuluhan hukum lainnya.

1) Penyuluhan Hukum Langsung dan Penyuluhan Hukum

Tidak Langsung

Kegiatan penyuluhan hukum langsung antara lain mencakup ceramah, pameran, pentas panggung, tatap muka serta temu wicara. Dalam tahun kedua Repelita VI telah dilakukan penyuluhan hukum langsung berupa 1.632 kali ceramah hukum, 962 kali pentas panggung, dan 31 kali pameran. Penyuluhan hukum tidak langsung dilakukan antara lain berupa 1.456 kali wawancara di Radio Republik Indonesia (RRI), 1.296 kali fragmen/sandiwara RRI, 80 kali penyiaran penyuluhan hukum di Televisi Republik Indonesia (TVRI), 5 kali sinetron di TVRI, serta pemasangan sebanyak 1.070 buah spanduk yang berisikan pesan hukum pada berbagai tempat yang strategis (Tabel XX-6).

2) Penyuluhan Keluarga Sadar Hukum

Penyuluhan Keluarga Sadar Hukum (Kadarkum) dilaksanakan melalui kegiatan temu sadar hukum yang bertujuan agar masyarakat dapat secara mandiri menghadapi permasalahan hukum dan mengerti cara terbaik untuk menyelesaikannya. Kegiatan temu sadar hukum mencakup simulasi bidang hukum, tebak tepat dan lomba kadarkum. Materi yang disuluhkan antara lain meliputi berbagai permasalahan hukum yang aktual dan menarik perhatian. Pada tahun 1995/96 telah dibentuk 5.221 kelompok kadarkum dengan melibatkan kurang lebih 520.000 orang. Di samping itu telah pula dilaksanakan lomba kadarkum nasional yang diikuti oleh berbagai kelompok kadarkum yang mewakili masing-masing propinsi.

3) Jaksa dalam Tertib Hukum di Perdesaan dan Jaksa

dalam Tertib Hukum di Laut.

Program penyuluhan hukum juga dilaksanakan melalui kegiatan Jaksa dalam Tertib Hukum di Perdesaan dengan sasaran utama masyarakat perdesaan, dan dikembangkan dengan kegiatan penerangan hukum kepada masyarakat perkotaan. Pada tahun 1995/96, kegiatan Jaksa dalam Tertib Hukum di Perdesaan telah dilaksanakan di 1.170 desa. Dengan demikian, sejak dimulainya kegiatan ini pada tahun 1981, telah dilakukan penyuluhan terhadap 42.565 desa. Sedangkan kegiatan Jaksa dalam Tertib Hukum di Laut bertujuan untuk meningkatkan pengamanan, keselamatan dan penegakan hukum di perairan Indonesia dan telah dilaksanakan di 13 propinsi yang tersebar pada berbagai pelosok tanah air. Sasaran kegiatan ini meliputi para nakhoda dan anak buah kapal patroli TNI Angkatan Laut, petugas patroli Bea dan Cukai, serta polisi perairan. Pada tahun 1995/96 ini, kegiatan Jaksa dalam Tertib Hukum di Laut telah dilaksanakan sebanyak 54 kali di Daerah Istimewa Aceh; Sumatera Utara; Riau; Jambi; Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat; Kalimantan Timur, Sulawesi Utara; Sulawesi Selatan; Maluku dan Irian Jaya.

Program Pelayanan dan Bantuan Hukum

Program Pelayanan dan Bantuan Hukum dimaksudkan untuk melalui hukum mendukung pertumbuhan ekonomi, perkembangan sosial, peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta memberikan kepastian hukum dan bantuan mencari keadilan.

Pembinaan pelayanan hukum dilaksanakan dengan memperhatikan segala aspek yang berkaitan dengan ketepatan dan kecepatan penanganan pelayanan dengan tujuan meningkatkan efisiensi pelayanan hukum. Disamping itu telah diupayakan pula penyederhanaan prosedur serta peninjauan kembali atas berbagai peraturan perundangundangan yang menjadi dasar operasional pelayanan hukum, antara lain tentang penyelesaian pewarganegaraan, pengesahan badan hukum, dan penyelesaian perubahan nama.

Dalam tahun 1995/96 telah berhasil diselesaikan permohonan pewarganegaraan sebanyak 80.504 orang, pemberian Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia kepada 10.848 orang, pengesahan badan hukum sebanyak 26.398 buah, pengesahan perubahan nama keluarga sebanyak 922 buah, dan pemberian grasi sebanyak 605 buah. Sementara itu di bidang hak milik intelektual, telah berhasil diselesaikan permohonan 559 buah hak paten, 4.551 buah hak cipta, dan 23.545 buah hak merek (Tabel XX-7 dan Tabel XX-8).

Dalam rangka pemerataan kesempatan memperoleh keadilan, kegiatan pemberian bantuan hukum yang telah dimulai sejak Repelita III tetap dilanjutkan. Pemberian bantuan hukum dilaksanakan melalui pengadilan negeri di 27 propinsi untuk sebanyak 1.921 perkara. Di samping itu, sebagai proyek rintisan telah disediakan anggaran untuk pemberian bantuan hukum melalui lembaga bantuan hukum untuk sebanyak kurang lebih 10.000 perkara, meskipun dalam tahun anggaran 1995/96 pemanfaatannya baru untuk sebanyak 3.239 perkara atau 32,39 persen.

Upaya pemerataan kesempatan memperoleh keadilan juga telah dilakukan melalui pemerataan penempatan penasehat hukum sesuai dengan kelas pengadilan yang ada. Jumlah penasehat hukum yang ada dewasa ini baru mencapai 2.031 orang, sedangkan jumlah ideal yang diperlukan adalah 5.000 orang.

Program Pembinaan Sarana dan Prasarana Hukum

Pembangunan sarana dan prasarana hukum bertujuan untuk menunjang kegiatan penegakan hukum, pembentukan hukum, pengkajian dan penelitian hukum, pelayanan serta informasi hukum. Untuk mengimbangi pesatnya perkembangan teknologi dan kebutuhan untuk memperlancar pelaksanaan tugas pembangunan hukum, telah diupayakan untuk meningkatkan dan modernisasi sarana dan prasarana hukum. Kegiatan pembinaan sarana dan prasarana hukum meliputi kegiatan pembangunan, penyempurnaan, rehabilitasi, perluasan berbagai prasarana pelayanan dan penegakan hukum yang antara lain mencakup kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan negara, rumah penyimpanan benda sitaan negara, balai pemasyarakatan, kantor imigrasi, pos imigrasi, dan karantina imigrasi.

Dalam rangka meningkatkan kualitas dan memperlancar kegiatan penegakan hukum, kejaksaan telah membangun jaringan Sistem Informasi Manajemen Kejaksaan Kejaksaan Republik Indonesia (SIMKARI) tahap pertama yang menjangkau 27 kejaksaan tinggi dan 2 kejaksaan negeri. Selain itu telah dilaksanakan pembangunan kembali sebuah kantor kejaksaan negeri di Liwa yang rusak sebagai akibat gempa bumi, perluasan 6 buah kantor kejaksaan negeri, serta rehabilitasi 76 buah kantor kejaksaan negeri di berbagai daerah. Di

Page 6

samping itu telah dilaksanakan pengadaan 67 unit kendaraan tahanan serta sejumlah peralatan dan perlengkapan kantor lainnya.

Untuk lebih mengoptimalkan upaya pembangunan hukum di propinsi Timor Timur, pada tahun 1995/96 telah dibentuk Kantor Wilayah Departemen Kehakiman. Dengan demikian pada saat ini telah ada 27 buah kantor wilayah Departemen Kehakiman di semua propinsi di seluruh Indonesia.

Di samping itu, dalam rangka menunjang kegiatan pendidikan dan pelatihan di bidang hukum, telah dilaksanakan pembangunan perpustakaan di kawasan kampus Pusdiklat Departemen Kehakiman. Perpustakaan ini tidak hanya dimanfaatkan oleh para pegawai yang sedang menjalani pendidikan penjejangan dan fungsional saja, melainkan juga oleh para mahasiswa Akademi Pemasyarakatan serta kalangan pemerhati hukum lainnya.

Di lingkungan peradilan, pembinaan sarana dan prasarana peradilan dimaksudkan untuk mendukung penyelenggaraan peradilan yang berkualitas. Dalam tahun 1995/96 telah dilaksanakan pembangunan 11 pengadilan tata usaha negara di Banda Aceh, Pekanbaru, Jambi, Bengkulu, Tanjung Karang, Yogyakarta, Palangkaraya, Palu, Kendari, Mataram dan Dili, serta pembangunan kembali sebuah pengadilan negeri di Lhok Seumawe. Di samping itu telah pula dilaksanakan perluasan dan rehabilitasi 43 buah pengadilan negeri yang tersebar pada berbagai kabupaten dan kotamadya, serta 7 buah pengadilan tinggi di Banda Aceh, Medan, Tanjung Karang, Pontianak, Samarinda, Ambon, dan Jayapura.

Di bidang pemasyarakatan, sejumlah lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan negara telah direhabilitasi, terutama yang keadaan fisiknya memprihatinkan. Selain itu, untuk meningkatkan pembinaan warga binaan, telah dilakukan pengadaan peralatan bengkel kerja serta bahan baku untuk pelatihan keterampilan dan kegiatan produksi di dalam lembaga pemasyarakatan. Demikian pula telah dilaksanakan pengadaan sarana penunjang lainnya, antara lain berupa kendaraan angkutan warga binaan/tahanan, peralatan komunikasi dan peralatan pengamanan lainnya. Pada tahun 1995/96, dalam rangka pembinaan sarana dan prasarana pemasyarakatan telah dilaksanakan perluasan dan rehabilitasi 32 buah lembaga pemasyarakatan yang tersebar di berbagai propinsi. Di samping itu telah dilaksanakan pembangunan kembali rumah tahanan yaitu di Tarutung serta 4 buah cabang rumah tahanan di Bagan Siapi-api, Tanjung Balai Karimun, Labuhan Bilik dan Tamako, perluasan/rehabilitasi 42 buah rumah tahanan/cabang rumah tahanan, serta perluasan/rehabilitasi 4 buah balai pemasyarakatan yakni di Pontianak, Palangka Raya, Balikpapan dan Ujung Pandang

Selanjutnya pada tahun 1995/96 telah dilaksanakan pengadaan 35 buah kendaraan tahanan untuk mendukung dan memperlancar pelaksanaan fungsi dan tugas di bidang pemasyarakatan pada 17 lembaga pemasyarakatan, 14 rumah tahanan negara, dan 4 buah cabang rumah tahanan negara di 27 propinsi. Selain itu juga telah dilaksanakan pengadaan 22 buah kendaraan operasional roda dua serta berbagai peralatan perkantoran, peralatan pengamanan dan komunikasi, serta berbagai peralatan lainnya.

Untuk memudahkan dan mendekatkan pelayanan di bidang keimigrasian, telah dilakukan pembangunan kembali kantor imigrasi di Bagan Siapi-api, dan karantina imigrasi di Tanjung Pandan, serta rehabilitasi dan perluasan sebanyak 10 buah kantor imigrasi dan pos imigrasi di berbagai daerah (Tabel XX-9). Dengan dibukanya beberapa pelabuhan udara untuk penerbangan internasional, maka

secara bertahap telah dilaksanakan pengadaan berbagai kebutuhan operasional keimigrasian.

Di samping itu, secara bertahap telah dilakukan pula komputerisasi pada berbagai kantor imigrasi dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan, kecepatan dan ketepatan dalam pelayanan keimigrasian.

Program Pendidikan dan Pelatihan di Bidang Hukum

Tujuan pokok Program Pendidikan dan Pelatihan di Bidang Hukum adalah peningkatan profesionalisme dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, peningkatan kewibawaan dan perbaikan sikap mental aparatur hukum, baik tenaga teknis maupun tenaga penunjangnya, sehingga mampu menegakan hukum dan memberikan perlindungan kepada warga masyarakat dengan sebaik-baiknya. Kegiatan pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan antara lain meliputi penataran calon hakim, penataran panitera dan juru sita, pendidikan teknis keimigrasian, pendidikan teknis pemasyarakatan, pendidikan teknis hukum (perancangan perundang-undangan, peneliti hukum, penyuluh hukum, dokumentasi hukum), pembentukan jaksa, serta pendidikan jaksa khusus di bidang spesialisasi penyelundupan, korupsi, lingkungan, subversi, dan narkotika.

Dalam tahun 1995/96 telah dilaksanakan penataran dan pelatihan hakim peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara yang melibatkan 1.051 orang, penataran calon hakim sebanyak 60 orang, penataran dan pelatihan panitera dan juru sita 1.490 orang, pendidikan teknis pemasyarakatan 140 orang, penataran teknis hukum 440 orang, penataran teknis pengawasan 58 orang, pembentukan jaksa 200 orang, penataran bidang intelijen 30 orang, dan penataran jaksa khusus sebanyak 180 orang. Di samping itu telah pula dilaksanakan pendidikan penjenjangan (Adum, Spama, Spamen dan Spati) yang melibatkan 755 orang, serta penataran organisasi dan administrasi yang melibatkan hampir 1.000 orang (Tabel XX-10).

TABEL XX-1 PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBINAAN HUKUM

1993/94, 1994/95 – 1995/96

Rancangan Undang-Undang (RUU) yang telah disahkan sebagai Undang-Undang (UU) Rancangan Peraturan-Pemerintah (RPP) yang telah disahkan sebagai

Peraturan Pemerintah (PP)

Penetapan Keputusan Presiden Penetapan Instruksi Presiden Penelitian Hukum 1) Pertemuan Ilmiah 1)

1) Dilaksanakan oleh Departemen Kehakiman dan Kejaksaan Agung.

Page 7

TABEL XX - 2 PENYELESAIAN PERKARA PADA BADAN PERADILAN

1993/94, 1994/95–1995/96

Repelita VI 1994/95 1995/96

Pengadilan Negeri : a. Jumlah perkara yang ada b. Jumlah perkara yang diselesaikan c. Persentase b terhadap a Pengadilan Tinggi : a. Jumlah perkara yang ada b. Jumlah perkara yang diselesaikan c. Persentase b terhadap a Pengadilan Tata Usaha Negara a. Jumlah perkara yang ada b. Jumlah perkara yang diselesaikan c. Persentase b terhadap a Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara a. Jumlah perkara yang ada b. Jumlah perkara yang diselesaikan c. Persentase b terhadap a Mahkamah Agung : a. Jumlah perkara yang ada 1) b. Jumlah perkara yang

TABEL XX - 3 PENYELESAIAN PERKARA PADA KEJAKSAAN

1993/94, 1994/95-1995/96

1. 2. 3. 4. S. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.

Dacrah Istimewa Acch Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Lampung Bengkulu DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Daerah Istimewa Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Maluku Irian Jaya Timor Timur

20 34 17 16

71) 18 8 4 8 23 38

4 36 9 6 13 10 10 6 6 26

4 12 10 17 12 S

1.166 3.594

649 1.207

669 3.103 1.553

S54 3.530 4.236 3.674

400 S.518

579

823 2.024

650 858 351

768 2.659

351 865 899 767 714

1.134 3.967

787 1.132

712 3.202 1.356

465 3.802 4.554 3.690

426 5.696

809 868 1.641

748 926 492

1119 2.859

719 1.229

691 2.935 1.279

601 3.156 5.099 3.667

415 5.031

775 872 1.604 658 842 495 1.003 2.195 438 755 S42 591 713 345

2.661 489 771 748 597 719 319

TABEL XX – 5
KEDATANGAN DAN KEBERANGKATAN DARI DAN/

ATAU KE LUAR NEGERI
1993/94, 1994/95-1995/96

Page 8

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA