Kesimpulan apa yang dapat anda petik setelah mempelajari kerajaan-kerajaan islam di sumatera

Belajar sejarah untuk diambil hikmahnya adalah bagian penting kehidupan.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fajar Kurnianto

Banyak hikmah, ibrah atau pelajaran yang dapat diambil dari kejadian di masa lalu (sejarah) untuk masa kini dan nanti. Hikmah yang baik untuk diteladani, hikmah yang buruk untuk dijauhi dan tidak diulang.

Rasulullah bersabda, Hikmah itu adalah barang yang hilang milik orang yang beriman. Di mana saja ia menemukannya, maka ambillah. (HR at-Tirmidzi).

Dalam kitab al-Misbah, Al-Biqa'i mengatakan, hikmah adalah mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Ia adalah ilmu amaliah dan amal ilmiah, artinya ia adalah ilmu yang didukung oleh amal dan amal yang tepat yang didukung oleh ilmu.

Imam al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya' Ulumiddin, memahami kata hikmah dalam arti pengetahuan tentang sesuatu yang paling utama. Ilmu yang paling utama dan wujud yang paling agung adalah Allah. Jika demikian, tulis al-Ghazali, Allah adalah hakim yang sebenarnya. Sebagaimana dinyatakan dalam Alquran, Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya? (QS at-Tin [95]: 8).

Allah SWT mendorong kita untuk mengambil hikmah dari masa lalu dengan membaca sejarah, baik dan buruknya. Dalam Alquran, Allah SWT berfirman, Katakanlah (wahai Muhammad) kepada orang-orang kafir, berjalanlah kalian semua di muka bumi, kemudian lihatlah, bagaimana akibat buruk yang menimpa umat-umat pendosa di masa lalu. (QS an-Naml [27]: 69).

Ayat ini turun berkenaan dengan kelakuan orang kafir Makkah yang dihadapi Nabi Muhammad yang tidak mau melihat atau menengok kembali kejadian di masa lalu untuk diambil hikmahnya. Misalnya, melihat negeri-negeri para nabi, seperti Yaman, Syam, dan Hijaz. Di tempat-tempat tersebut, ada banyak kaum seperti Ad, Tsamud, dan lainnya yang dihancurkan Allah karena durhaka kepada-Nya dan berbuat kerusakan. Tujuannya, agar mereka tidak melakukan hal yang sama hingga berakibat sama pula dengan mereka.

Orang kafir Makkah sebetulnya sering kali melewati tempat-tempat bersejarah itu untuk berdagang. Namun, mereka tidak merenungkan apa yang mereka lihat di perjalanan itu. Mereka terlalu sibuk dengan urusan dunia, hingga lupa urusan akhirat, berkaitan dengan aspek ketuhanan (tauhid). Akibatnya, seruan Nabi untuk kembali mengingat Allah dan beragama secara benar, dianggap angin lalu. Bahkan mereka malah mengejeknya, dan mencurigainya akan merongrong kedudukan sosial-ekonominya di Makkah.

Belajar sejarah untuk diambil hikmahnya adalah bagian penting untuk meningkatkan kualitas hidup kita. Dengan belajar sejarah, kita tidak akan mengulangi kesalahan yang sama yang berakibat negatif bagi kita. Nabi pernah mengatakan bahwa seorang mukmin sejati itu tidak akan pernah jatuh pada lubang yang sama untuk kedua kalinya (HR Muslim).

Ini artinya, seorang mukmin akan selalu berhati-hati dalam berbicara dan bertindak. Serta selalu mengintrospeksi dan mengevaluasi diri. Hal ini sebagaimana ditegaskan Nabi, Hisablah (introspeksilah) diri kalian, sebelum kalian dihisab (di akhirat). (HR al-Bukhari).

Ibnu Hajar dalam kitabnya, Fath al-Bari, mengatakan, Rasulullah menyuruh setiap mukmin berhati-hati dalam kehidupan ini, jangan sampai lalai, dan hendaklah mengambil pelajaran dari kejadian yang telah berlalu. Keutamaan orang beriman terletak pada kemampuannya mengambil manfaat dan pelajaran dari setiap nasihat dan pengalaman. Muawiyah pernah mengatakan, Tidak ada orang yang bijaksana kecuali telah memiliki pengalaman. (HR al-Bukhari). Wallahu a'lam.

Tiongkok disebut memiliki Jalur Sutra yang mendorong sektor perdagangannya di masa lalu. Dari jalur itu, Menurut Agus Widiatmoko, arkeolog yang mendalami Kerajaan Sriwijaya, saudagar Tiongkok membawa sutra untuk dijual dan mereka membeli rempah-rempah.

Dari perdagangan rempah-rempah, membawa dampak bagi keanekaragaman kepercayaan di Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan yang berlokasi di Pulau Sumatra ini, terkenal sebagai pusat pengajaran agama Budha. Tapi, tidak menutup kemungkinan terhadap masuknya agama Hindu, Islam dan Katolik dari Eropa.

Secara sistem keagamaan, Kerajaan Sriwijaya disebut memiliki tingkat toleransi yang tinggi dengan adanya perbedaan. Justru, korupsi yang meruntuhkan kerajaan yang berdiri selama 600 tahun ini.

Baca juga: Kilas Balik Maritim Nusantara

Sistem pajak pun telah berjalan pada masa itu. “Penguasa Sriwijaya meminta 20.000 dinar sebelum memberikan izin kepada kapal dagang Arab atau Persia untuk melanjutkan pelayaran ke Tiongkok”, tulis Buzurg Bin Shahriyar Al-Ramhurmuzi dalam Jurnal Pelayarannya: Aja’ib Al-Hind. Buzurg adalah seorang muslim yang membukukan kisah pelayaran dari para saudagar muslim.

Sistem politik dari Kerajaan Sriwijaya yaitu mendatangkan dan membagi-bagikan kembali rezeki. Oleh karenanya, memungkinkan Sriwijaya untuk bertahan selama lebih dari lima abad menurut pernyataan Herman Kulke, seorang ahli sejarah untuk Asia Tenggara dan Selatan yang berasal dari Jerman.

Replika biksu yang sedang belajar di Kerajaan Sriwijaya. (Natalia Mandiriani)

Bambang Budi Utomo, seorang arkeolog, mengamati adanya korupsi menyebabkan sistem membagi-bagikan rezeki itu rusak. O. W. Wolters dalam bukunya The Fall of Sriwijaya menyebut soal korupsi itu sebagai tanda-tanda pembusukan di dalam kedatuan. Kedatuan adalah sebutan sistem monarki pemimpin dengan sebutan datu.

Baca juga: Natuna adalah Pelabuhan Transit pada Era Sriwijaya

Peninggalan ilmu, artefak, dan kekayaan rempah dari masa lalu dapat dilihat di pameran "Kedatuan Sriwijaya, The Great Maritime Empire" bertempat di Museum Nasional. Pameran yang berlangsung sejak 4 November hingga 28 November 2017  ini memamerkan peradaban seribu tahun yang lalu.

Kejayaan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim dapat dicontoh oleh Indonesia demikian pula kehidupan toleransi antar agama. Tapi, Indonesia perlu turut berkaca pula dari sebuah kerajaan besar yang runtuh karena korupsi.

Oleh : Nur Ikhsan D.C, S.Hum (Admin Web MTsN Muaradua)

Sejarah dan Kebudayaan Islam merupakan bagian penting yang tidak mungkin dipisahkan dari kehidupan kaum Muslimin dari masa ke masa khususnya bagi pendidikan di madrasah. Betapa tidak, dengan memahami sejarah dengan baik dan benar, baik guru maupun siswa bisa bercermin untuk mengambil banyak pelajaran dan membenahi kekurangan atau kesalahan mereka guna meraih kejayaan dan kemuliaan dunia dan akhirat.

Sejarah Kebudayaan Islam merupakan salah satu mata pelajaran yang menelaah tentang asal-usul, perkembangan, peranan kebudayaan atau peradaban Islam dan tokoh-tokoh yang berprestasi dalam sejarah di masa lampau, mulai dari perkembangan masyarakat Islam pada masa Nabi Muhammad Saw hingga masa modern ini, termasuk masyarakat Islam di Indonesia. Dalam kata lain, Sejarah Kebudayaan Islam merupakan mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Islam dari masa lampau hingga masa kini.

Kapan itu terjadi, dan bagaimana situasi yang terjadi saat itu, lalu bagaimana islam ada sampai dengan saat ini? Maka tak ada cara lain kecuali kita membaca sejarah secara lengkap, sehingga kita mengetahui dimana letak peristiwa-peristiwa itu dalam rangkaian sejarah Islam.

Sebagai guru mesti menjelaskan bahwa Tempat-tempat dan bangunan bersejarah peninggalan masa lalu tentunya bukan hanya sekedar menjadi sebuah tempat wisata dan hiburan semata. Bukan pula menjadi ajang berfoto-foto ria hanya untuk dibanggakan dihadapan orang lain. Namun hendaknya menjadi sarana dalam mempelajari sejarah Islam lebih dalam. Sudah menjadi sebuah keharusan bagi umat islam untuk mempelajari sejarah peradaban islam sejak dini. Memahami bagaimana islam datang ke tengah-tengah kita sejak beberapa abad yang lalu.

Adapun manfaat Sejarah dan kebudayaan Islam bagi pendidikan di madrasah yaitu agar siswa dapat memilah dan memilih mana aspek sejarah yang perlu dikembangkan dan mana yang tidak perlu. Mengambil pelajaran yang baik dari suatu umat dan meninggalkan hal-hal yang tidak baik dan agar siswa mampu berpikir secara kronologis dan memiliki pengetahuan tentang masa lalu yang dapat digunakan untuk memahami dan menjelaskan perkembangan, perubahan masyarakat serta keragaman sosial budaya Islam di masa yang akan datang.

KOMPAS.com - Islam masuk di pulau Jawa melalui bandar-bandar di pesisir pantai utara Jawa dengan aktivitas perdagangan.

Pada perkembangannya, proses Islamisasi di pulau Jawa mampu menggeser eksistensi kerajaan Hindu-Buddha seperti Majapahit, Pajajaran dan Pasundan.

Berikut kerajaan-kerajaan Islam di Jawa :

Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Patah pada 1475. Kerajaan ini berpusat di pesisir utara Jawa Tengah.

Demak pada awalnya adalah wilayah kadipaten di bawah kerajaan Majapahit. Namun, pada awal abad ke-15 Raden Patah mampu menaklukan Majapahit dan menjadikan Demak sebagai kerajaan berdaulat.

Baca juga: Kerajaan Islam di Sumatera

Kerajaan Demak memiliki corak ekonomi perdagangan dan maritim. Dalam buku Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia (2012) karya Daliman.

Pada abad ke- 16, Demak menjadi pusat logistik beras dari daerah pedalaman Jawa Tengah. Hal tersebut menjadikan Demak sebagai pengekspor terbesar di lautan Nusantara.

Kerajaan Demak mencapai puncak kejayaan pada masa Sultan Trenggana dengan menaklukan hampir seluruh pulau Jawa dan menjadikan kerajaan Banjar sebagai kerajaan bawahan.

Dari segi agama, kerajaan Demak mampu menjadikan Islam sebgai agama utama di daerah Jawa. Pesantren dan pusat pendidikan Islam di Jawa juga mulai berkembang pesat pada masa kerajaan Demak.

Kerajaan Mataram Islam didirikan oleh Ki Ageng Pamanahan pada tahun 1582. Pusat dari Kerajaan Mataram terletak di Yogyakarta, dengan Ibu Kota di Kotagedhe.

Baca juga: Masuknya Islam dan Jaringan Perdagangan di Indonesia

Dalam sejarah pendiriannya, wilayah Mataram dulunya merupakan daerah bawahan dari Pajang. Pada pertengahan abad ke-16 M, Mataram mampu berkembang lebih pesat dan menaklukan kerajaan induknya yaitu Pajang.

Kerajaan Mataram Islam memiliki corak ekonomi agraris dan perdagangan. Dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (2005) karya M.C Ricklefs, komoditas utama dari kerajaan Mataram Islam adalah beras, gula aren dan hasil pertanian lainnya.

Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Agung. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Mataram Islam mampu menguasai lebih dari ¾ pulau Jawa serta mendominasi bidang agraris dan perdagangan laut Jawa.

  • KOMPAS/AGUS SUSANTO Anak-anak bermain bola di atas sisa reruntuhan Keraton Kaibon di Serang, Banten, Minggu (25/12/2011). Keraton seluas lebih kurang 2 hektar itu dibangun pada 1815 sebagai tempat tinggal Ratu Aisyah, ibu Sultan Muhammad Rafiuddin (sultan terakhir Kerajaan Banten) yang menjabat sebagai pemimpin pemerintahan karena putranya masih berusia lima tahun.

    Kerajaan Banten

Kerajaan Banten berdiri pada sekitar 1526 oleh Sunan Gunung Jati atau Fatahillah. Dalam sejarah pendiriannya, Fatahillah diutus oleh Demak untuk melakukan syiar di Jawa Barat dan memperluas kekuasaan kota pelabuhan di ujung barat pulau Jawa.

Baca juga: Samudera Pasai, Kerajaan Islam Pertama di Nusantara

Pada 1527, Fatahillah mampu menaklukan Jayakarta yang merupakan pelabuhan penting dari kerajaan Pajajaran. Kerajaan Banten memiliki corak ekonomi agraris dan maritim.

Kerajaan Banten mengalami masa kejayaan sekitar awal abad 17 M. Pada masa itu, Banten menjadi pusat perdagangan internasional dari komoditas lada, cengkeh dan pala. Kerajaan Banten memiliki pelabuhan internasional di kawasan Jakarta dengan tingkat intensitas perdagangan yang sangat ramai.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA