Langkah langkah pengolahan kotoran sapi menjadi biogas?

APHA, AWWA and WEF (1995). Standard Methods for Examination of Water and Wastewater. Am. Publ. Hlth. Assoc., Washington, D.C.

Borja, R., Martin, A., Sanchesz, E., Rincon, B., dan Raposo, F. (2005). Process Biochemistry, 40,1841-1847.

Borup, M.B. dan Muchmore, D.R. (1992). Food-processing Waste. Water Environ. Res.,64(4), 413-417.

Del Pozo, R dan Diez, V. (2005). Integrated Anaerobic-aerobic Fixed-film Reactor for Slauterhouse Wastewater Treatment. Water Res., 39, 1114-1122.

Driessen, W. dan Yspeert, P. (1999). Anaerobic Treatment of Low, Medium and High Strength Effluent in The Agro-Industry. Wat. Sci. Tech., 8, 221-228.

Fang, H.H.P. dan Yu, H.Q. (2002). Mesophilic acidification of Gelatinaceous Wastewater. J. Biotechnol., 93 (2), 99 –108.

Guerrero, L., Omil, F., Mendez, R. dan Lema, J.M. (1999). Anaerobic Hydrolysis and Acidogenesis of Wastewaters from Food Indsutries with High Content of Organic Solids and Protein. Wat. Res., 33, 15, 3281-3290.

Han, S.K. dan Shin, H.S. (2002). Enhanced Acidogenic Fermentation of Food Waste in a Continuous-flow Reactor. Waste Manage. Res. 20, 110-118.

Imai, T., Ukita, M., Sekine, M., Fukagawa, M., dan Nakanishi, H. (2000). Fact-finding Survey of Actual Garbage Discharged from Dormitory and its Biological Anaerobic-aerobic Treatment. Wat. Sci. Technol. 41, 129-135.

Kasapgil Ince, B., Ince, O., Sallis, P.J. dan Anderson, G.K. (2000). Inert COD Production in a Membrane Anaerobic Reactor Treating Brewary Wastewater. Wat. Res., 34(16), 34413447.

Lettinga, G. dan Hulshoff Pol, L.W. (1991). UASB Process Design for Various Types of Wastewaters. Wat. Sci. Tech., 24, 87-107.

Lettinga, G., Field, J., Van Lier, J., Zeeman dan Hulshoff Pol, L.W. (1997). Advanced Anaerobic Wastewater Treatment in the Near Future. Wat. Sci. Tech., 24, 87-107.

Liu, H.W., Walter, H.K., Vogt, G.M., Vogt, H.S. dan Holbein, B.E. (2002). Steam Pressure Disruption of Municipal Solid Waste Enhances Anaerobic Digestion Kinetics and Biogas Yield. Biotechnol. Bioeng. 77, 121-129.

Matthur, R.S. Gaur, A.C., Magu, S.P. dan Sadasivan, K.V. (1986). Accelerated Composting and Improved Yield. Biocycle, 27, 42-45.

Park, J.I., Yun, Y.S. dan Park, J.M. (2002). Long Term Operation of Slurry Bioreactor for Decomposition of Food Wastes. Bioresour. Technol. 84, 101-104.

Poompavai, S. (2002). Treatment of Different Industry Wastewaters. Mphil Thesis, Pondicherry University, Pondicherry, 103.

Ramasamy, E.V., Gajalakshmi, S., Sanjeevi, R., Jithes, M.N. dan Abbasi, S.A. (2004). Feasibility Studies on the Treatment of Dairy Wastewaters with Upflow Anaerobic Sludge Blanket Reactors. Bioresource Technology, 93, 209-212.

Ratnani, R. .D, Hartati, I. dan Kurniasari, L. (2011). Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichornia Crasipes) Untuk Menurunkan Kandungan COD, pH, Bau, dan Warna Pada Limbah Cair Tahu; Momentum, 7, 1, 41 – 47.

Shin, H.S., Han, S.K., Song, Y.C., dan Lee, C.Y. (2001). Performance of UASB Reactor Treating Leachate from Acidogenic Fermenter in the Two-phase Anaerobic Digestion of Food Waste. Wat. Res., 35, 3441-3447.

Shuler, M.L. dan Kargi, F. (1992). Bioprocess Engineering: Basic Concepts. Prentice-Hall, Englewood Cliffs, NJ.

Soeprijanto, Tontowi Ismail, Murtina Dwi L, dan Bernadeta Niken (2010). Pengolahan Vinasse dari Air Limbah Industri Alkohol Menjadi Biogas Menggunakan Bioreaktor UASB. Jurnal

Purifikasi.

Tsukahara, K., Yagishita, T., Ogi, T. dan Sawayama, S. (1999). Treatment of Liquid Fraction Seperated from Liquidised Food Waste in an Upflow Anaerobic Sludge Blanket Reactor. J. Biosci. Bioeng. 87, 554-556.

Wibisono, R., Armadi, B. H., dan Feriyanto, B., 2014; ECENG GONDOK, MASALAH MENJADI MANFAAT; Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti 2014; ISBN: 978-602-70012-0.

World Bank Group (1998). Pollution Prevention and Abatement Handbook: Sugar Manufacturing. Environmental Department, Washington DC.

Yu, H.Q. dan Fang, H.H.P. (2003). Acidogenic of Gelatine-rich Wastewater in an Upflow Anaerobic Reactor: Influnce of Ph and Temperature. Water Res., 37 (1), 55 – 66.

Yun, Y.S., Park, J.I., Suh, M.S. dan Park, J.M. (2000). Treatment of Food Wastes Using Slurryphase Decomposition. Bioresour. Technol. 73, 21-27.

Zoutberg, G.R dan Eker, Z. (1999). Anaerobic Treatment of Potato Processing Wastewater. Wat. Sci. Tech., 40(1), 297-304.

tirto.id - Biogas dihasilkan dari dekomposisi bahan organik yang menghasilkan produk utama gas metana sebagai penghasil energi.

Energi biogas adalah energi dari gas yang merupakan produk akhir pencernaan atau degradasi anaerobik dari bahan-bahan organik yang dilakukan oleh bakteri anaerobik di dalam lingkungan bebas.

Proses biogas dapat diamati pada kotoran manusia, kotoran hewan, limbah organik rumah tanggah, hingga sampah biodegradable yang dalam kondisi anaerobik atau terurai.

Pemakaian biogas sebenarnya telah dilakukan sejak lama. Mengutip laman Environment Indonesia,alat penghasil biogas sudah ada sejak tahun 1900 sebagai penghasil panas oleh orang-orang Mesir.

Meski bukan temuan baru, tapi masih diperlukan perbaikan kualitas agar didapatkan biogas yang lebih baik.

Di masa sekarang, energi biogas menjadi sumber energi terbarukan yang bisa dimanfaatkan dalam pemenuhan energi listrik dan bahan bakar kendaraan.

Komposisi Biogas


Pada biogas, komponen utamanya berupa gas metana (methane).

Sementara, komposisi lengkap biogas yaitu:

(1) Methane (CH4) 50-70 persen;
(2) karbondioksida (CO2) 30-40 persen;
(3) Hidrogen (H2) 5-10 persen;
(4) Nitrogen (N2) 1-2 persen;
(5) uap air (H2O) 0,3 persen;
(6) hidrogen sulfit (H2S) sangat kecil.

Dari berbagai komposisi biogas tersebut, metana adalah unsur penting yang dapat menjadi tolak ukur energi atau nilai kalor yang ada pada biogas.

Metana dengan nilai tinggi menunjukkan bahwa biogas memiliki energi lebih besar, dan begitu pun sebaliknya.

Gas metana tidak berwarna, namun cukup bau. Jika dibakar, maka metana akan menghasilkan api biru tanpa mengeluarkan asap.

Tingkat panasnya lebih tinggi dibanding pembakaran pada minyak tanah, arang, dan bahan tradisional lainnya.

Cara pembuatan biogas

Pembuatan biogas pada prinsipnya adalah adanya proses dekomposisi bahan organik secara anaerobik atau tertutup dari udara bebas.

Dari dekomposisi tersebut nantinya akan muncul gas utama berupa metana dan karbondioksida yang mudah terbakar.

Gas tersebut dinamakan biogas dan dapat dihasilkan dari sumber bahan organik yang beraneka ragam.

Proses dekomposisi anaerobik memanfaatkan bakteri metan. Pemrosesan memerlukan suhu sekira 30-55 derajat Celcius agar terjadi fermentasi.

Pada rentang suhu ini, bakteri akan merombak bahan organik secara optimal dan menghasilkan gas metan serta gas lainnya.

Instalasi biogas memerlukan bangunan utama yag disebut digester. Fungsinya sebagai penampung gas metan dari hasil perombakan bakteri pada bahan organik.

Jenis digester yang sering dipakai adalah model continues feeding, dengan mengisi bahan organik setiap hari

Diperlukan lahan sekira 16 meter persegi untuk kebutuhan instalasi. Digester dibuat dari pasir, semen, batu kali, batu koral, bata merah, besi konstruksi, cat, dan pipa pralon.

Di samping digester perlu pula dibuat penampung lumpur (sludge) yang nantinya dapat dipisahkan dan dijadikan pupuk organis padat dan cair.

Pembuatan Biogas dari Kotoran Sapi

Berikut ini adalah contoh proses pembuatan biogas memakai bahan organik kotoran sapi:

1. Campur kotoran sapi dengan air hingga membentuk lumpur. Perbandingannya 1:1 pada bak penampung sementara. Bentuk lumpur mempermudah saat memasukkannya ke dalam digester.

2. Alirkan lumpur ke digester lewat lubang masuk. Saat pengisian pertama, kran gas bagian atas digester dibuka memudahkan pemasukan bahan.

Pada pengisian pertama diperlukan lumpur kotoran sapi dalam jumlah banyak hingga digester penuh.

3. Lakukan penambahan starter (banyak dijual di pasaran) sebanyak 1 liter dan isi rumen segar yang bisa didapat dari rumah potong hewan (RPH) sebanyak 5 karung.

Jumlah tersebut untuk penggunaan pada digester berkapasitas 3,5-5,0 m2. Tutup kran gas kembali agar terjadi proses fermentasi.

4. Pada hari ke-1 sampai ke-8 akan banyak terproduksi gas karbondioksida. Buang gas ini dengan membuka kran.

Gas metana terbentuk di hari ke-10 sampai ke-14, dan karbondioksida menurun. Pada waktu komposisi metana 54% dan karbondioksida 27%, maka biogas dapat menyala atau terbakar.

5. Pada hari ke-14 gas bisa disalurkan ke pipa dan dipakai menyalakan api kompor gas atau kebutuhan lainnya.

Sejak hari ke-14, digester menghasilkan energi biogas yang selalu terbarukan. Biogas tidak berbau kotoran sapi.

6. Terakhir, digester harus terus diisi lumpur kotoran sapi secara kontinu agar dihasilkan biogas yang optimal.

Baca juga:

  • Apa itu Biomassa & Jenisnya: Pengertian Biogas, Ethanol, Biodiesel
  • Mengenal Sumber Energi Alternatif: Matahari, Angin hingga Air
  • Energi Alternatif: Keuntungan-Kerugian Panas Bumi & Panas Matahari

(tirto.id - Pendidikan)

Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Maria Ulfa

Langkah langkah proses pembuatan biogas?

Berikut cara sederhana pembuatan biogas rumah tangga: Buat campuran sampah organik dan air dengan perbandingan 1 : 1 (bahan biogas) Masukkan bahan biogas ke dalam reaktor melalui tempat pengisian sebanyak 2.000 liter, selanjutnya akan berlangsung proses produksi biogas di dalam reaktor.

Jelaskan langkah langkah pembuatan biogas dari kotoran hewan?

Proses pembuatan biogas.
Campur kotoran sapi dengan air hingga berbentuk lumpur denagn perbandingan 1 : 1 pada bak..
Pindahkan lumpur dari bak kemudian dialirkan ke digester. ... .
Setelah digester penuh, kran gas ditutup supaya terjadi proses fermentasi..

Proses pembuatan biogas dengan langkah langkah sebagai berikut Mencampur kotoran sapi dengan air sampai terbentuk lumpur dengan perbandingan?

Proses pembuatan biogas dengan langkah langkah sebagai berikut:.
Mencampur kotoran sapi dengan air sampai terbentuk lumpur dengan perbandingan 1:1 pada bak penampung sementara. ... .
Mengalirkan lumpur kedalam digester melalui lubang pemasukan..

Apakah kotoran sapi bisa diolah menjadi biogas?

Biogas ini tidak berbau seperti bau kotoran sapi. Selanjutnya, digester terus diisi lumpur kotoran sapi secara kontinu sehingga dihasilkan biogas yang optimal.