Ketahanan pangan memiliki lima unsur yang harus dipenuhi

Ketahanan Pangan Nasional Dalam Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan, ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap masyarakat yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Pengertian mengenai ketahanan pangan tersebut mencakup aspek makro yaitu tersedianya pangan yang cukup, sekaligus aspek mikro yaitu terpenuhinya kebutuhan pangan setiap rumah tangga untuk menjalani hidup yang sehat dan aktif. Pada tingkat nasional, ketahanan pangan diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak, aman dan didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan yang berbasis pada keragaman sumber daya lokal. Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi. Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya. Subsistem distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Sedangkan subsistem konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, kemananan dan kehalalannya. Berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) dan UU RI No. 7 tahun 1996, ada 4 komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu: 1) Kecukupan ketersediaan pangan; 2) Stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun; 3) Aksesibilitas dan keterjangkauan terhadap pangan; 4) kualitas keamanan pangan. Dalam perjalanan sejarah dapat dicatat berbagai peristiwa kelaparan lokal yang kadang-kadang meluas menjadi kelaparan nasional yang sangat parah di berbagai negara. Thomas Malthus telah memberikan peringatan bahwa jumlah manusia meningkat secara eksponensial, sedangkan usaha pertambahan persediaan pangan hanya dapat meningkat secara aritmatika. Di Indonesia, sektor pangan merupakan sektor penentu tingkat kesejahteraan karena sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani di daerah pedesaan dan untuk di daerah perkotaan, masih banyak juga penduduk yang menghabiskan pendapatannya untuk konsumsi. Memperhatikan hal tersebut, kemandirian pangan merupakan syarat mutlak bagi ketahanan pangan nasional. Salah satu langkah strategis untuk untuk memelihara ketahanan pangan nasional adalah melalui upaya mewujudkan kemandirian pangan. Secara konsepsional, kemandirian adalah suatu kondisi tidak terdapat ketergantungan pada siapapun dan tidak ada satu pihakpun yang dapat mendikte atau memerintah dalam hal yang berkaitan dengan pangan. Kemandirian pangan tidak dapat diwujudkan tanpa adanya peranan dari akademisi, swasta (bisnis) dan pemerintah (government) dan masyarakat  (petani). Petani yang merupakan ujung tombak dalam penyediaan pangan secara lokal, harus mendapat perhatian dan dukungan dari pemerintah. Jantung dari kemandirian pangan terletak pada kualitas dan produktivitas pertanian jadi pemerintah harus berpihak dan mendukung petani secara penuh. Peran akademisi juga tidak kalah pentingnya dalam pengembangan teknologi pertanian dan pengolahan pangan tepat guna untuk didiseminasikan keada para petani.

Sektor swasta dan para pebisnis juga punya peranan yang tidak kalah penting dalam menyediakan modal investasi untuk pembangunan industri pertanian serta membuka lapangan kerja bagi masyarakat. Selain itu, kebijakan harga dan kebijakan pro rakyat dari pemerintah juga dapat mendukung dalam pemantapan dan terwujudnya kemandirian pangan. Kebijakan yang lebih tepat dalam rangka mewujudkan kemandirian pangan dapat ditempuh dengan pengembangan pangan fungsional.(bersambung) 

Sumber : Haryo Bimo Setiarto

Ketahanan pangan memiliki lima unsur yang harus dipenuhi
kisah ibu-ibu bangun ketahanan pangan di Tangerang. https://www.tangerangkota.go.id/ ©2020 Merdeka.com

SUMUT | 23 Oktober 2020 10:30 Reporter : Ani Mardatila

Merdeka.com - Ketahanan pangan adalah permasalahan tingkat dunia di mana masing-masing negara juga memiliki definisi mereka yang lebih spesifik. Ketahanan pangan merupakan persoalan yang kompleks sebab meliputi aspek sosial, ekonomi, politik, dan lingkungan. Aspek politik berperan paling dominan dan menjadi sangat penting dalam setiap pengambilan keputusan urusan pangan suatu negara.

Ketahanan pangan kini menjadi isu yang semakin krusial sebab menurut FAO, populasi dunia diperkirakan akan bertambah dan akan ada hampir 10 miliar orang di bumi pada tahun 2050. Dan, sekitar 3 miliar lebih banyak mulut untuk diberi makan daripada tahun 2010.

Konferensi FAO tahun 1984, mencetuskan dasar-dasar ketahanan pangan yang pada intinya menjamin kecukupan ketersediaan pangan bagi umat manusia dan terjaminnya setiap individu untuk dapat memperoleh pangan. Berikut selengkapnya memahami ketahanan pangan, pengertian, sistem, beserta strateginya:

2 dari 4 halaman

International Food Policy Research Institute mendefinisikan ketahanan pangan yaitu "ketika semua orang, setiap saat, memiliki akses fisik, sosial, dan ekonomi ke pangan yang cukup, aman, dan bergizi yang memenuhi preferensi pangan dan kebutuhan pangan mereka. hidup yang aktif dan sehat."

Pengertian ketahanan pangan menurut UU No. 18/2012 tentang Pangan adalah "kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan."

Inti dari ketahanan pangan adalah akses terhadap pangan yang sehat dan gizi yang optimal bagi semua. Akses pangan terkait erat dengan pasokan pangan, sehingga ketahanan pangan bergantung pada sistem pangan yang sehat dan berkelanjutan.

Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ketahanan pangan memiliki lima unsur yang harus dipenuhi yakni berorientasi pada rumah tangga dan individu, dimensi waktu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses, menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik, ekonomi dan sosial, berorientasi pada pemenuhan gizi, serta ditujukan untuk hidup sehat dan produktif.

Pada mulanya ketahanan pangan berasal dari kegelisahan dan pertanyaan akankah dunia dapat memproduksi pangan yang cukup. Pertanyaan tersebut, kemudian berkembang dan dipertegas oleh International Food Policy Research Institute (IFPRI) menjadi "dapatkah dunia memproduksi pangan yang cukup pada tingkat harga yang pantas dan terjangkau oleh kelompok miskin".

Setelah itu awal 1990-an, pertanyaan tersebut telah jauh lebih lengkap dan kompleks yaitu "dapatkah dunia memproduksikan pangan yang cukup pada tingkat harga yang pantas dan terjangkau oleh kelompok miskin serta tidak merusak lingkungan hidup."

3 dari 4 halaman

Sistem pangan yang sehat dan berkelanjutan adalah sistem yang berfokus pada kesehatan lingkungan, vitalitas ekonomi, dan kesehatan manusia serta kesetaraan sosial. Berikut uraiannya:

  • Kesehatan lingkungan memastikan bahwa produksi dan pengadaan pangan tidak membahayakan tanah, udara, atau air sekarang atau untuk generasi mendatang.
  • Vitalitas ekonomi memastikan bahwa orang yang memproduksi makanan kita dapat memperoleh upah hidup yang layak dengan melakukannya. Ini memastikan bahwa produsen dapat terus memproduksi makanan kita.
  • Kesehatan manusia & kesetaraan sosial memastikan bahwa pengembangan komunitas dan kesehatan komunitas sangat penting, memastikan bahwa makanan sehat tersedia secara ekonomi dan fisik bagi komunitas dan bahwa orang-orang dapat mengakses makanan ini dengan cara yang bermartabat.

Heri Surhayanto dalam Jurnal Sosial Humaniora Ketahanan Pangan menulis sistem ketahanan pangan di Indonesia secara komprehensif meliputi empat sub-sistem, yaitu sebagai berikut:

  • ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk seluruh penduduk,
  • distribusi pangan yang lancar dan merata,
  • konsumsi pangan setiap individu yang memenuhi kecukupan gizi seimbang, yang berdampak pada status gizi masyarakat.

Sehingga menurutnya, sistem ketahanan pangan dan gizi tidak hanya perihal ihwal produksi, distribusi, maupun penyediaan pangan di tingkat makro (nasional dan regional), akan tetapi menyangkut aspek mikro, yaitu akses pangan di tingkat rumah tangga dan individu serta status gizi anggota rumah tangga, terutama anak dan ibu hamil dari rumah tangga miskin.

4 dari 4 halaman

Ketahanan pangan umumnya didasari oleh pendekatan perihal ketersediaan pangan. Hal tersebut atas dasar definisi ketahanan pangan oleh Bank Dunia (1988) yaitu ketahanan pangan sebagai ketersediaan pangan dalam jumlah yang memadai bagi semua penduduk untuk dapat hidup secara aktif dan sehat. 

Dalam mencapai ketahanan pangan dengan pendekatan tersebut  jurnal Forum penelitian Agro Ekonomi menyebutkan, salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan ketahanan pangan tersebut adalah melalui pemberdayaan kelembagaan lokal seperti lumbung desa dan peningkatan peran masyarakat dalam penyediaan pangan. 

Kemudian Achmad Suryana dalam jurnal Toward Sustainable Indonesian Food Security 2025: Challenges and Its Responses menyebutkan empat strategi untuk mengatasi ketersediaan pangan yaitu sebagai berikut:

Pertama, membangun penyediaan pangan berasal dari produksi domestik dan cadangan pangan nasional.

Kedua, memberdayakan usaha pangan skala kecil yang menjadi ciri dominan pada ekonomi pertanian Indonesia, perlu dilakukan:

(a) penyelarasan aktivitas usaha pangan skala kecil ke dalam rantai pasok pangan (food supply chain) 

(b) menghimpun usaha tani skala kecil sehingga mencapai skala ekonomi dengan menerapkan rekayasa sosial-ekonomi seperti corporate farming atau contract farming dalam satu luasan skala tertentu

Ketiga, mempercepat diseminasi teknologi dan meningkatkan kapasitas petani dalam mengadopsi teknologi tepat-guna untuk peningkatan produktivitas tanaman dan efisiensi usaha.

Keempat, mempromosikan pengurangan kehilangan pangan melalui pemanfaatan teknologi penanganan, pengolahan, dan distribusi pangan. 

(mdk/amd)