Kemungkinan Masa depan Bahasa-Bahasa dan kesusastraan Indonesia yang disampaikan oleh

Tabrani mengusulkan penguasaan bahasa Indonesia dijadikan syarat pengangkatan pejabat

Senin , 25 Feb 2019, 09:01 WIB

Tangkapan layar

Foto dari buku Soebagijo IN

Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Priyantono Oemar

Sehari sebelum pelaksanaan Kongres Pemuda Indonesia Pertama, De Indische Courant menuliskan susunan acara kongres. 2 Mei, 9 u, v.m., lezing van den heer Jamin over ‘’De toekomstmogelijkheden van de Indonesische talen en letterkunde’’. (Tanggal 2 Mei, pukul 09.00, ceramah Pak Yamin tentang "Kemungkinan Masa Depan Bahasa-Bahasa Indonesia dan Kesustraannya").

Kongres Pemuda Indonesia Pertama yang digagas dan diketuai M Tabrani itu dimulai 30 April 1926 dan berakhir 2 Mei 1926. Tabrani sepertinya sengaja meminta Muh Yamin membahas bahasa Indonesia, bukan bahasa Melayu. Namun, materi yang disampaikan Yamin di Kongres tak menyebut bahasa Indonesia. Ia malah membahas bahasa Melayu dan Jawa sebagai dua bahasa yang memiliki potensi menjadi bahasa persatuan.

Keinginan Tabrani menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan terbukti ketika menolak usulan Yamin menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Tabrani, Sanusi Pane, dan Djamaloedin Adinegoro memeriksa naskah materi yang dibuat Yamin sebelum disampaikan di Kongres.

Di rapat Tim Perumus Kongres, Yamin pun kemudian diberi tugas menyusun resolusi satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa. Untuk poin pertama dan kedua, Tabrani menyetujuinya, tetapi untuk poin ketiga Tabrani menolaknya. Poin ketiga resolusi yang dibuat Yamin adalah: Kami putra dan putri Indonesia menunjung bahasa persatuan bahasa Melayu.

"Jalan pikiran saya kalau tumpah darah dan bangsa disebut Indonesia, maka bahasa persatuannya harus disebut bahasa Indonesia dan bukan bahasa Melayu," kata Tabrani, seperti ditulis Harimurti Kridalaksana di buku Masa-Masa Awal Bahasa Indonesia.

Yamin pun menuding Tabrani sebagai tukang melamun, karena tak ada bahasa Indonesia. Tabrani tak mau kalah. Jika bahasa Indonesia belum ada, menurut Tabrani, perlu dilahirkan melalui Kongres Pemuda Indonesia Pertama ini.

Saat debat ini, Sanusi belum datang. Djamaloedin yang sudah hadir bersetuju dengan Yamin. Tabrani kalah suara, namun ketika Sanusi datang, Tabrani mendapat dukungan.

Tak ada keputusan di kongres pertama ini, selain bersepakat keputusannya dilakukan di Kongres Pemudia Indonesia Kedua. Malam harinya, para peserta Kongres makan bersama di Restoran Insulinde, Pecenongan, setelah Tabrani menyampaikan pidato penutupan kongres.

Di kemudian hari, Tabrani tak mengklaim dialah arsitek penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Ia menunjuk Yamin. "Arsiteknya Yamin dengan catatan, bahwa nama bahasa Melayu diganti menjadi bahasa Indonesia selaras dengan pesan yang dititipkan kepadanya oleh Kongres Pemuda Indonesia Pertama," tulis Tabrani di buku biografinya, Anak Nakal Banyak Akal, seperti dikutip Kridalaksana.

Di bukunya, Kridalaksana menulis dengan huruf tebal tentang peneguhan bahwa pencetus bahasa Indonesia adalah Tabrani: Tanggal 2 Mei 1926 jelas merupakan hari lahir bahasa Indonesia; dan yang mengusulkan nama itu ialah M Tabrani. Kongres Pemuda Indonesia Pertama itu membahas hak bernegara, berbangsa, berbahasa. Dibahas pula posisi wanita dan agama. Agama dibahas, catat Nieuwe Rotterdamsche Courant 10 April 1926, "agar agama tidak menghalangi Anda dari nasionalisme."

Tabrani seperti dicatat Nieuwe Rotterdamsche Courant, menegaskan perlunya mempromosikan perasaan persatuan. Karena itulah diadakan Kongres Pemuda. Tujuan kongres ini untuk meletakkan dasar persatuan Indonesia. Satu nusa, satu bangsa, satu bahasa.

Baca Juga: Taktik Tabrani Pakai Bahasa Indonesia di Dewan Kota Batavia

Kesatuan bahasa muncul dengan sendirinya begitu negara ada. Bahasa mana yang akan menjadi bahasa Indonesia dianggap tidak penting. Bisa dari bahasa Melayu, Jawa, bahkan Belanda. Para intelektual memiliki tugas melahirkan bahasa Indonesia itu di Kongres Pemuda Indonesia. 

Linguis Amerika Serikat Mario Pei pada 1957 mencatat gejala penolakan negeri jajahan terhadap bahasa penjajahnya. Yang dilakukan Tabrani sejalan dengan yang dilakukan negeri-negeri jajahan lain.

Rupanya, Tabrani tak berhenti di Kongres Pemuda. Di Kongres Bahasa Indonesia di Solo pada Juni 1938, Tabrani melangkah cukup jauh untuk pengembangan bahasa Indonesia. Melalui artikel Taal en Politiek (Bahasa dan Politik), De Indische Courant edisi 6 Juli 1938 menyebut Tabrani bahkan mengusulkan agar penguasaan bahasa Indonesia dijadikan syarat pengangkatan pejabat dan pegawai.

Ia juga mengusulkan agar surat-menyurat lembaga pemerintah menggunakan bahasa Indonesia. Ia juga mengusulkan agar bahasa Indonesia digunakan di lembaga perwakilan dari gemeenteraad hingga volksraad.

Ia juga mengusulkan agar pemerintah membentuk lembaga bahasa Indonesia yang bertugas menjalankan usulan-usulan di atas. De Indische Courant pun memberikan catatan khusus kepadanya: "Pembicara kedua, yang kata-katanya di kongres bahasa Indonesia di Solo layak mendapat perhatian khusus, adalah politisi pribumi terkenal Muh Tabrani."

Bahasa Persatuan Indonesia

Trio bintang di kongres bahasa itu adalah Muh Yamin, Tabrani, dan Sanusi Pane. Yamin bicara soal bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan kebudayaan dan Sanusi bicara tentang lembaga bahasa yang ia beri nama Institut Bahasa Indonesia.

"Pidato dari trio ini memiliki cap politik yang kuat, lebih kuat: mereka harus, khususnya yang dari penyair, diberi label sebagai anti-Belanda," tulis De Indische Courant. Meski belum tahu pasti ke mana arah perkembangan "gerakan bahasa" ini, tetapi De Indische Courant berani mengatakan pidato dari trio bintang kongres bahasa ini akan memiliki pengaruh luas.

  • tabrani
  • kongres bahasa indonesia

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

TEMPO.CO, Jakarta - Pada mulanya, butir ketiga dalam Sumpah Pemuda tidak mengakui bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Dalam Kongres Pemuda Pertama yang berlangsung 30 April–2 Mei 1926, Muhammad Yamin, yang nantinya menjadi Sekretaris Panitia Kongres Pemuda Kedua pada 28 Oktober 1928, membahas tentang masa depan bahasa-bahasa Indonesia dan kesusastraannya.Pada kongres pemuda pertama yang memakai bahasa Belanda, Muhammad Yamin menyatakan hanya ada dua bahasa, yakni Jawa dan Melayu, yang berpeluang menjadi bahasa persatuan. Namun, Yamin yakin bahasa Melayu yang akan lebih berkembang sebagai bahasa persatuan. Pernyataan Yamin ini "diamini" Djamaludin, Sekretaris Panitia Kongres Pemuda Pertama.

Walhasil, peserta kongres saat itu sepakat menetapkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Namun, Mohammad Tabrani Soerjowitjitro menentang. “Bukan saya tidak menyetujui pidato Yamin. Jalan pikiran saya ialah tujuan bersama, yaitu satu nusa, satu bangsa, satu bahasa,” ujar Tabrani, seperti yang ia tulis dalam buku 45 Tahun Sumpah Pemuda seperti dilansir Laporan Khusus Majalah Tempo edisi 2 November 2008.

Menurut Tabrani, kalau nusa itu bernama Indonesia, bangsa itu bernama Indonesia, “Maka bahasa itu harus disebut bahasa Indonesia dan bukan bahasa Melayu, walaupun unsur-unsurnya Melayu.” Pendapat ini diterima Yamin dan Djamaludin. Keputusan menetapkan bahasa persatuan itu pun ditunda dan akan dikemukakan lagi dalam Kongres Pemuda Kedua. Sayangnya, ketika kongres kedua berlangsung, Tabrani dan Djamaludin sedang berada di luar negeri. Selain tak sepakat dengan penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, Tabrani juga disebut-sebut berperan mengubah rumusan Sumpah Pemuda. Sewaktu disepakati, sumpah itu, terutama butir ketiga, berbunyi: “menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Rumusan populer sekarang: “mengaku berbahasa satu, bahasa Indonesia”.

Menurut Peneliti asal Australia, Keith Foulcher, dalam buku Sumpah Pemuda, Makna dan Proses Penciptaan Simbol Kebangsaan Indonesia (Komunitas Bambu, cetakan II, 2008), pergeseran itu tidak terjadi begitu saja. Foulcher merujuk pada Kongres Bahasa 1938.

Ketika itu, kata Foulcher, Tabrani menyampaikan topik "Mendorong Penyebarluasan Bahasa Indonesia". Saat itu Tabrani berargumen bahwa bahasa Indonesia tidak beroposisi terhadap bahasa daerah, tapi merepresentasikan "Sumpah Kita". Ia kemudian menyampaikan satu rumusan baru: Kita bertoempah tanah satu, jaitoe tanah Indonesia, Kita berbangsa satoe, jaitoe bangsa Indonesia, Kita berbahasa satoe, jaitoe bahasa Indonesia

PDAT | EVAN | RINI K

Berita Lain:

Siapa Saja Pengaggas Kongres Sumpah Pemuda


Bagaimana Persiapan Kongres Pemuda Indonesia
Tujuh Tahun Menuju Sumpah Pemuda

Berikut pengertian Pahlawan Nasional, Pahlawan Kemerdekaan, dan Pahlawan Revolusi

Baca Selengkapnya

M Tabrani merupakan tokoh asal Pamekasan, Madura yang mengemukakan perlunya melahirkan Bahasa Indonesia.

Baca Selengkapnya

Tikus Pithi Hanata Baris pada Pilkada Solo lalu mendukung Bajo lawan Gibran Rakabuming. Organisasi ini mendirikan Partai Keadilan Rakyat (PKR).

Baca Selengkapnya

Rektor UPN Veteran Jakarta berharap penghargaan untuk 3 atlet DKI itu bisa memotivasi mahasiswa lain, supaya tidak rebahan terus.

Baca Selengkapnya

Indonesia, menurut Anies Baswedan, seperti persenyawaan, yang menggabungkan unsur-unsur yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Sejarah mencatat Kongres Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda tidak hanya dihadiri oleh laki-laki

Baca Selengkapnya

Sejumlah mahasiswa mendeklarasikan Aliansi Mahasiswa Disabilitas atau AMDI Indonesia bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober.

Baca Selengkapnya

Ussy Sulistiawaty menceritakan momen persalinan putrinya Shakeela Eleanor Ameera yang lahir pada 28 Oktober 2012

Baca Selengkapnya

Pemilihan Bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan pada Kongres Pemuda 1928 sempat ditentang. Menjadi Bahasa Indonesia pada teks Sumpah pemuda.

Baca Selengkapnya

Rumah di Jalan Kramat Raya 106 adalah rumah kos milik Sie Kok Liong yang jadi tempat berkumpul para aktivis. Disinilah Sumpah Pemuda diikrarkan.

Baca Selengkapnya

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA