Keluar cairan kuning setelah haid Apakah membatalkan puasa

Pertanyaan: Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya: Apa hukum cairan yang keluar dari wanita setelah ia suci?
Jawaban:
Kaidah umum tentang masalah ini dan masalah-masalah serupa lainnya adalah bahwa cairan kekuning-kuningan dan cairan keruh yang keluar dari wanita setelah ia suci bukan apa-apa berdasarkan ucapan Ummu Athiah, “Kami tidak menganggap cairan kuning dan cairan keruh sebagai sesuatu apa pun setelah suci.” Kaidah umum lainnya mengatakan, “Hendaknya seorang wanita tidak tergesa-gesa untuk menyatakan telah habis masa haidhnya hanya karena berhentinya darah haidh sebelum ia mengeluarkan cairan putih, sebagaimana diucapkan Aisyah kepada para wanita yang datang menemuinya dengan menggunakan kapas (pembalut wanita), “Janganlah kalian tergesa-gesa (mengatakan habisnya masa haidh) hingga kalian melihat (mengeluarkan) cairan putih.”

Pada kesempatan ini saya peringatkan dengan tegas kepada kaum wanita agar menghindari penggunaan tablet-tablet pencegah haidh. Sebagian wanita mengatakan bahwa obat-obatan ini berbahaya, bahkan ada di antara para dokter itu yang menuliskan untuk saya sejumlah bahaya yang terkandung di dalam obat-obatan ini.

Di antara bahayanya yang terbesar adalah dapat menyebabkan luka pada rahim dan dapat mempengaruhi sirkulasi darah serta menimbulkan ketidakteraturan haidh. Ini kenyataannya, dan masih banyak problematika lainnya yang bisa dialami oleh para wanita yang mengkonsumsinya, bahkan bisa memengaruhi bentuk janin ketika mengandung.

Jika wanita yang mengkonsuminya itu belum menikah, kelak bisa menyebabkan kemandulan sehingga tidak dapat mempunyai anak. Ini sungguh bahaya yang besar. Sebenarnya seorang manusia dengan akal sehatnya bisa melogikakan, bahwa mencegah sesuatu yang alami ini, yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala pada diri mereka di masa-masa tertentu, dapat membahayakannya. Seperti halnya bila seseorang berusaha menahan kencing atau air besar, tentu ini dapat membahayakan. Begitu juga darah haidh, ini adalah alamai yang telah ditetapkan Allah pada diri setiap wanita. Tidak diragukan lagi bahwa berusaha mencegah keluarnya darah haidh pada waktunya akan membahayakan diri wanita itu sendiri.

Saya peringatkan kepada para wanita muslimat, hendaknya mereka tidak menggunakan obat-obatan tersebut, dan kepada kaum pria saya sarankan agar mereka mencegah para istrinya menggunakan obat-obatan itu.

Sumber: Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Jilid 1, Darul Haq, Cetakan VI 2010

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Materi terkait haid dan nifas:

1. Cairan Kerus Sebelum Haid.
2. Tidak Shalat Karena Keluar Cairan Keruh.
3. Menggauli Istri yang Sedang Hamil.
4. Wudhu Bagi Wanita Haid.
5. Cara Mengetahui Masa Suci Haid.

🔍 Husnudon, Apakah Koperasi Riba, Pahala Menyusui Dalam Islam, Jaman Jahiliyah, Suami Berzina Istri Harus Bagaimana, Makna Telinga Berdenging Sebelah Kiri

Keluar cairan kuning setelah haid Apakah membatalkan puasa

KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO CARA SHOLAT, ATAU HUBUNGI: +62813 26 3333 28

Shufrah (Cairan berwarna Kuning) atau Kudrah (Cairan berwarna Keruh) yang keluar setelah masa suci

Shufrah adalah cairan seperti nanah dengan dominasi warna kekuningan, adapun Kudrah adalah cairan yang berwarna keruh kehitaman.

Jika cairan tersebut keluar di tengah-tengah masa haid atau bersambung dengan masa haid sebelum masa suci maka cairan tersebut dihukumi sebagai darah haid dan berlaku padanya hukum-hukum seorang wanita yang sedang haid.

Adapun jika cairan tersebut keluar setelah masuk masa suci maka cairan tersebut tidak dianggap sebagai darah haid. Hal ini berdasarkan perkataan Ummu ‘Athiyyah radhiyallahu ‘anhaa

كُنَّا لَا نَعُدُّ الصُفْرَةَ وَالْكُدْرَةَ بَعْدَ الطُّهْرِ شَيْئًا

“Kami tidaklah memperhitungkan cairan berwarna kuning maupun keruh setelah masa suci sedikitpun.” (HR Abu Dawud)

Adapun hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhaa ketika seorang wanita mendatangi beliau dengan membawa durjah (sesuatu yang digunakan oleh wanita untuk mengetahui masih ada atau tidaknya sisa-sisa darah haid) yang di dalamnya terdapat kapas dengan cairan berwarna kekuningan (shufrah), maka ‘Aisyah berkata kepada wanita tersebut:

لَا تَعْجَلْنَ حَتَّى تَرَيْنَ القَصَّةَ البَيْضَاءَ

“Janganlah kalian tergesa-gesa (untuk bersuci) hingga kalian melihat al-qashshatul baidha.” (HR. Bukhari dalam Kitaabul Haid)

Al Qashshatul baidha adalah cairan berwarna putih yang dikeluarkan oleh rahim ketika haid telah selesai.

Ibnu Hajar Al ‘Atsqalaniy rahimahullah (pensyarah Shahih Bukhari) dalam Fathul Bari menjelaskan bahwa kompromi antara hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhaa yang mengatakan

حَتَّى تَرَيْنَ القَصَّةَ البَيْضَاءَ

“Hingga kalian melihat al qashshatul baidhaa.”

Dengan hadits Ummu ‘Athiyyah yang disebutkan di atas adalah bahwa hadits ‘Aisyah dipahami untuk keadaan ketika seorang wanita melihat cairan warna kuning atau keruh bersambung dengan masa haidnya, adapun jika cairan tersebut keluar di luar hari-hari haidnya maka yang berlaku adalah hadits Ummu ‘Athiyyah.

Wallahu Ta’ala A’lam bis Showwab

***
Artikel muslimah.or.id Penyusun: Wakhidatul Latifah

Murajaah: Ustadz Ammi Nur Baits

Referensi:

  • Risaalah fid-dimaa’I Ath-Thaabi’iyyah Lin-Nisaa’, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, Maktabah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin (islamspirit.com) dan terjemahnya dengan judul Problema Darah Wanita, penerbit Ash-Shaf media.
  • Tanbiihaat ‘ala Ahkaamin Takhtashshu bil Mu’minaat, Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan, Wizaaratusy Syu un Al Islaamiy Wal Auqaaf Wad-Da’wah Wal Irsyaad

🔍 Pepek Jilbab, Tujuan Penciptaan Manusia Menurut Islam, Istri Yg Sholeha, Syirik Jali, Segwit Adalah, Cerita Kyai Barseso, Doa Tuk Orang Tua, Cara Masuk Ke Alam Gaib, Doa Mau Melahirkan Agar Lancar, Tafsir Mimpi Menurut Alquran Dan Sunnah

Darah haid pada dasarnya adalah konstan dan mudah dikenali

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Umumnya darah haid dapat dikenali dari bentuk, volume, warna, hingga aroma yang khas. Namun pada beberapa kasus, Muslimah kerap dibingungkan dengan cairan yang keruh dan kuning yang dapat diduga cairan darah haid ataupun bukan. Bagaimana pandangan fikih dalam hal ini?

Adul Qadhir Muhammad Manshur dalam kitab Panduan Shalat An-Nisaa menjabarkan sebuah hadits, Ummu Athiyah berkata: 

كُنّا لا نَعُدُّ الكُدْرَةَ والصُّفرة بعْدَ الطُّهرِ شَيْئاً “Kami dahulu tidak menganggap cairan kuning dan keruh sebagai apapun setelah bersuci (dari haid).” 

Beberapa orang perempuan mengirmkan kepada Sayyidah Aisyah keranjang kecil berisi kapas yang padanya tertempel cairan kuning. Aisyah pun berkata, “Janganlah kalian terburu-buru (menganggapnya bukan darah haid) sampai kalian melihat cairan putih.”. Yang dimaksud Sayyidah Aisyah adalah kesucian dari haid.

Dan disampaikan kepada putri Zaid bin Tsabit bahwa beberapa perempuan meminta lampu di tengah malam untuk melihat kesucian. Dia pun berkata, “Dulu para perempuan tidak melakukan ini.” Dan mereka mencela perbuatan mereka itu. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

Dalam kitab Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid karya Ibnu Rusyd disebutkan bahwa para fuqaha saling berselisih pendapat mengenai status cairan keruh dan kuning bagian dari haid atau bukan. Sekelompok ulama berpandangan bahwa cairan demikian adalah haid pada hari-hari haid sebagaimana disampaikan oleh Imam Syafii dan Abu Hanifah.

Dan yang semisal dengannya diriwayatkan oleh Malik. Disebutkan, “Cairan kuning dan keruh adalah haid pada hari-hari haid. Dan pada selain hari-hari haid, cairan ini bukanlah haid baik terlihat bersama darah maupun tidak.” 

Sementara itu Abu Dawud dan Abu Yusuf berpendapat bahwa cairan kuning dan keruh bukanlah haid kecuali apabila mengikuti darah. 

Penyebab perselisihan ini adalah kontradiksi antara tekstual hadits Ummu Athiyah dengan hadits Sayyidah Aisyah. Yang demikian itu karena diriwayatkan bahwa Ummu Athiyah berkata, “Kami dulu tidak menganggap cairan kuning dan keruh setelah mandi sebagai apapun.” 

Sementara itu dari Sayyidah Aisyah diriwayatkan bahwa para perempuan mengirimkan padanya keranjang kecil berisi kapas yang padanya tertempel cairan kuning dan keruh dari darah haid, serta bertanya kepadanya tentang shalat. Sayyidah Aisyah pun berkata, “Janganlah kalian terburu-buru sampai kalian melihat cairan putih.” 

Dijelaskan bawa barang siapa yang memilih hadits dari Sayyidah Aisyah maka dia menjadikan cairan kuning dan keruh sebagai haid, baik yang keluar pada hari-hari haid maupun pada selain hari-hari haid. 

Baik itu disertai dengan darah maupun tidak disertai dengan darah. Sebab hukum sesuatu yang sama tidak mungkin berbeda.

Dan barang siapa yang bermaksud menggabungkan kedua hadis ini, maka dia mengatakan bahwa hadis Ummu Athiyah berlaku setelah darah berhenti dan hadis Sayyidah Aisyah berlaku saat darah mulai berhenti, atau hadis Sayyidah Aisyah berlaku pada hari-hari haid dan hadis Ummu Athiyah berlaku pada selain hari-hari haid.

Sekelompok ulama berpegang pada zahir hadis Ummu Athiyah. Mereka tidak memandang cairan kuning dan keruh sebagai sesuatu pun. Baik pada hari-hari haid maupun pada hari-hari selain haid. Baik itu mengikuti darah maupun setelah darah berhenti. Dalilnya adalah sabda Nabi Muhammad SAW: 

“Darah haid adalah darah hitam yang dikenal.”  Selain itu, cairan kuning dan keruh buknalah darah melainkan bagian dari cairan-cairan selain haid yang dikeluarkan oleh rahim. Hal ini merupakan pendapat yang dikemukakan oleh Abu Muhammad bin Hazm.     

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...